Artikel Krisis Hipertensi PDF
Artikel Krisis Hipertensi PDF
KRISIS HIPERTENSI
(EMERGENSI DAN URGENSI)
EDISI I
I. Definisi
Hipertensi (HT) emergensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah (TD) yang
berat (>180/120 mm Hg) disertai bukti kerusakan baru atau perburukan kerusakan organ
target (target organ damage=TOD).1 Pada kondisi klinis ini terjadi kerusakan organ
diperantarai hipertensi (hypertensive mediated organ damage=HMOD) yang mengancam
nyawa (tabel-1),2 sehingga memerlukan intervensi penurunan TD segera dalam kurun
waktu menit/jam dengan obat-obatan intravena (iv).1,2 Sedangkan HT urgensi merupakan
situasi terkait peningkatan TD yang berat pada kondisi klinis stabil tanpa adanya
perubahan akut atau ancaman kerusakan organ target atau disfungsi organ.1 Pada
kondisi ini tidak terdapat bukti klinis kerusakan organ akut diperantarai hipertensi,
sehingga Kaplan et al-2015 menggantikannya dengan istilah HT berat yang tidak
terkontrol (“uncontrolled severe hypertension”), sedangkan ACC/AHA guidelines-2017
juga menyebutnya peningkatan TD dengan nyata (“markedly elevated blood-
pressure”).1,3 Penurunan TD pada keadaan ini dilaksanakan dalam kurun waktu 24-48
jam.1,2 Terdapat perbedaan batas (cut-off) TD yang dipakai batasan krisis HT antara
ACC/AHA guidelines-2017 (TD >180/120 mm Hg) dan ESC/ESH guidelines-2018 (TD
sistolik ≥180 mm Hg dan/atau TD diastolik ≥110 mm Hg). Sedangkan pada beberapa
registry menggunakan batasan TD sistolik ≥220 mm Hg atau TD diastolik ≥120 mm
Hg.1,2 Dibalik perbedaan cut-off TD, perlu diingat bahwa tingkat TD absolut bukan
merupakan kondisi yang lebih penting dibandingkan kecepatan peningkatan TD.1
Presentasi gejala beserta komplikasi krisis HT terlihat pada tabel-2.3
II. Epidemiologi
Pada pasien HT kronik diperkirakan sekitar 1-2% akan mengalami krisis HT dalam kurun
waktu hidupnya, diantaranya HT emergensi diperkirakan kurang lebih 25% kasus.
Insiden tahunan HT emergensi diperkirakan sebanyak 1-2 kasus per 100.000 pasien.
Faktor risiko yang paling penting didapatkan pada krisis HT adalah mereka yang tidak
terdiagnosis atau tidak patuh menjalani pengobatan. Mortalitas selama perawatan di
rumah sakit pada krisis HT diperkirakan sebanyak 4-7%. Angka kematian dalam 1 tahun
diantara pasien dengan HT emergensi mencapai angka lebih dari 79%. 1,4,5,6
2
HT emergensi dan urgensi perlu dibedakan dengan cara anamnesis dan pemeriksaan fisik,
karena baik faktor risiko dan penanggulangannya berbeda. Krisis HT bisa terjadi pada
keadaan-keadaan sebagai berikut: akselerasi peningkatan TD yang tiba-tiba, HT
renovaskuler, glomerulonephritis akut, eclampsia, phaeokromositoma, penderita HT yang
tidak meminum obat atau minum obat anti-HT tidak teratur, trauma kepala, tumor yang
mensekresi renin, dan minum obat precursor cathecolamine (misalnya MAO inhibitor).
Suatu Penelitian longitudinal oleh Saguner AM dkk-2010 mendapatkan hasil bahwa,
ketidak-patuhan terhadap pengobatan merupakan faktor risiko terpenting krisis HT.4
3
HT emergensi dapat terjadi pada berbagai setting klinis, tetapi umumnya terjadi pada HT
kronis (yang sering tidak minum obat anti-HT atau HT yang tidak terkendali), dengan TD
biasanya diatas 180/120 mm Hg. Peningkatan TD secara kronis pada pasien ini, tidak
mempengaruhi perfusi organ target oleh karena adanya mekanisme autoregulasi.
Autoregulasi adalah kemampuan pembuluh darah berdilasi atau berkonstriksi sebagai
respon perubahan tekanan arterial, sehingga perfusi organ normal dapat dipertahankan.
Mekanisme autoregulasi ini terjadi pada vaskuler otak dan ginjal melibatkan saluran
kalsium tipe-L (L-type calcium channels), terjadi vasodilasi progresif pada tekanan
arterial rendah dan vasokonstriksi progresif pada tekanan arterial tinggi.3,7
Pada individu normotensi, vaskuler arterial dapat mempertahankan aliran darah pada
rentangan tekanan nadi (mean arterial pressure=MAP) berkisar 70-150 mm Hg yang
diasosiasikan dengan TD sistolik berkisar 90-180 mm Hg (gambar-1).3 Bila TD
meningkat melebihi “set-point” autoregulasi tersebut, maka akan terjadi hiperperfusi yang
melewati batas (breakthrough hyperperfusion).3 Pada individu dengan HT kronis
peningkatan TD melebihi “set-point” diatas tidak akan menimbulkan permasalahan nyata,
oleh karena vaskuler arterial mengalami perubahan adaptif.7 Peningkatan TD yang
berlangsung kronis mengakibatkan perubahan vaskuler arterial secara fungsional dan
struktural (penebalan dan kekakuan), sehingga kurve “set-point” autoregulasi
digambarkan bergeser kekanan (shifted to the right). Walaupun terjadi pergeseran
autoregulasi, breakthrough hyperperfusion akan tetap terjadi bila MAP meningkat tinggi
melebihi 180 mm Hg (gambar-1).3
Pathogenesis diatas menjelaskan sejumlah temuan klinis. Misalnya, pada subyek yang
sebelumnya normotensi atau HT ringan, seperti pada anak-anak dengan
glomerulonephritis akut dan wanita hamil yang mengalami eclampsia, gejala dan tanda
4
HT emergensi terjadi pada level TD lebih rendah dibandingkan subyek HT kronis. Hal ini
terjadi oleh karena tidak adanya perubahan adaptif vaskuler arterial yang bersifat kronis
pada subyek normotensi.3,7
Gambar-2. Histopatologi Biopsi Ginjal pada Disfungsi Ginjal terkait Hipertensi (HT)
Emergensi.7
Endothelium berperan sentral pada homeostasis TD, oleh karenanya berperan penting
pada pathofisiologi krisis HT. Pada kondisi normotensi dan HT kronis, endothelium
mengontrol resistensi vaskuler dengan melepaskan vasodilator endogen (nitric
oxide=NO, prostacyclin=PGI2). Pada HT urgensi, perubahan akut resistensi vaskuler
akan terjadi sebagai respon produksi berlebih cathecolamines, angiotensin II (ang II),
vasopressin (ADH), aldosteron, thromboxane (TxA2), dan endothelin-1 (ET-1), atau
berkurangnya produksi vasodilator endogen (NO, PGI2). Peningkatan TD yang akut atau
berat juga akan mendorong endothelium mengekspresikan cellular adhesion molecules
(CAMs). Pada kondisi HT emergensi, terjadi ketidak-mampuan kontrol endothelium
terhadap tonus vaskuler , sehingga terjadi breakthrough hyperperfusion pada organ target,
5
V. Penegakkan Diagnosis
VI. Tatalaksana
Gambar-7 Manajemen Hipertensi (HT) pada Perdarahan Pasien Strok Iskhemik Akut.1
Aspek spesifik obat anti-HT intra-vena kerja singkat yang dipergunakan pada HT
emergensi memungkinkan penurunan TD terkontrol secara gradual dan ketat.
Karakteristik efek anti-HT tersebut memungkinkan pengendalian TD dengan segera bila
terjadi respon penurunan TD yang berlebihan.2,6 Penentuan obat anti-HT yang dipilih
memerlukan pemahaman patofisiologi HT. Dengan tanpa melihat etiologi, mediator yang
umum didapatkan pada sebagian besar krisis HT adalah vasokonstriksi perifer perantara
humoral, sedangkan penyebab yang paling umum didapatkan adalah ketidak-patuhan
menjalani pengobatan, faktor-faktor lainnya bersifat memicu respon tersebut.11
Dari berbagai pilihan obat pada tatalaksana HT emergensi, tidak didapatkan obat tunggal
yang diketahui lebih superior dibandingkan lainnya. 12 Review sistemik dan meta-analisis
yang dilakukan terhadap obat-obatan anti-HT emergensi menunjukkan bahwa, hanya
didapatkan perbedaan minor pada derajat penurunan tekanan darah diantara obat-obat
tersebut, serta tidak didapatkan perbedaan morbiditas atau mortalitas.7 Tabel-3
menyajikan karakteristik farmakologis obat anti-HT emergensi. 2
9
VIII. Ringkasan
DAFTAR PUSTAKA
1. Whelton PK, Carey RM, Aronow WS, Casery DE, Collins KJ, Himmelfarb CD, et al. 2017
ACC/AHA/AAPA/ABC/ACPM/AGS/ APhA/ ASH/ ASPC/ NMA / PCNA Guideline for the
Prevention, Detection, Evaluation, and Management of High Blood Pressure in Adults.
Hypertension 2018;71:e13-e115
2. Williams B, Mancia G, Spiering W, Rosei EA, Azizi M, Burnier M, et al. 2018 ESC/ESH
Guidelines for the management of arterial hypertension. J Hypertens 2018; 36:1953-2041 and
Eur Heart J 2018;39:3021-3104
3. Kaplan NM, Victor RG,Flynn JT. Hypertensive Emergencies. Kaplan’s Clinical Hypertension
2015. 11th edition.Wolters Kluwer.p.263-274
4. Saguner AM, Dur S, Perrig M, Schiemann, Stuck AE, Burgi U, et al. Risk Factors Promoting
Hypertensive Crises: Evidence From a Longitudinal Study. Am J Hypertens 2010; 23:775-780
5. Pinna G, Pascale C, Fornengo P, Arras S, Piras C, Panzarasa P, et al. Hospital Admissions
for Hypertensive Crisis in the Emegency departements: A Large Multicenter Italian Study.
PLOS ONE 2014;9(4):1-6
6. Cuspidi C, Pessina AC. Hypertensive Emergencies and Urgencies. In: Mancia G, Grassi G,
Redon J. Manual of Hypertension of ESH 2014. 2nd edition. CPC Press.p.367-372
7. Sarafidis PA, Bakris GL. Evaluation and Treatment of Hypertensive Emergencies and
Urgencies. In: Feehally J, Floege J, Tonelli M, Johnson RJ, editors. Comprehensive Clinical
Nephrology 2019. 6th edition. Elsevier.p. 444-452
8. Vaughan CJ, Delanty N. Hypertensive emergency. Lancet 2000; 356: 411-417
9. Derhaschnig U, Testori C, Riedmueller, Aschauer S, Wolzt M, Jilma B. Hypertensive
Emergencies are Associated with Elevated Markers of Inflammation, Coagulation, Platelet
Activation and Fibrinolysis. Journal of Human Hypertension 2013; 27:368-373
10. Elliot WJ. Hypertensive Emergencies and Urgencies. Bakris GL, Sorrentino MJ, editors.
Hypertension – A Companion to Braunwald’s Heart Disease 2018. 3thedition. Elsevier.p.427-
432
11. Ramos AP, Varon J. Current and Newer Agents for Hypertensive Emergencies.Curr Hypertens
Rep 2014; 16:452-458
12. Mallidi J, Penumesta S, Lotfi A. Management of Hypertensive Emergencies. J Hypertens
2013;2(2):1-6