Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

BATU URETER (URETEROLITOTOMY)


IBS RSUD KANJURUHAN KABUPATEN MALANG

OLEH :
DYAH AYU RAHMAWATI
1601460003

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN MALANG
2020
A. Definisi
Batu Saluran Kemih (BSK) adalah penyakit dimana didapatkan masa keras
seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih baik saluran kemih atas (ginjal
dan ureter) dan saluran kemih bawah (kandung kemih dan uretra), yang dapat
menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih dan infeksi. Batu ini bisa
terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung
kemih). Batu ini terbentuk dari pengendapan garam kalsium, magnesium, asam urat,
atau sistein.
BSK dapat berukuran dari sekecil pasir hingga sebesar buah anggur. Batu yang
berukuran kecil biasanya tidak menimbulkan gejala dan biasanya dapat keluar bersama
dengan urine ketika berkemih. Batu yang berada di saluran kemih atas (ginjal dan
ureter) menimbulkan kolik dan jika batu berada di saluran kemih bagian bawah
(kandung kemih dan uretra) dapat menghambat buang air kecil. Batu yang menyumbat
ureter, pelvis renalis maupun tubulus renalis dapat menyebabkan nyeri punggung atau
kolik renalis (nyeri kolik yang hebat di daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggang
yang menjalar ke perut juga daerah kemaluan dan paha sebelah dalam). Hal ini
disebabkan karena adanya respon ureter terhadap batu tersebut, dimana ureter akan
berkontraksi yang dapat menimbulkan rasa nyeri kram yang hebat.
Sistem kemih (urinearia) adalah suatu sistem tempat terjadinya proses
penyaringan darah dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-
zat yang masih di pergunakan oleh tubuh. Zat- zat yang tidak di pergunakan oleh tubuh
larut dalam air dan dikeluarkan berupa urine (air kemih).20 Sistem kemih terdiri atas
saluran kemih atas (sepasang ginjal dan ureter), dan saluran kemih bawah (satu
kandung kemih dan uretra).21
Gambar sistem saluran kemih pada manusia dapat dilihat pada gambar berikut:
B. Etiologi
Terdapat dua penyebab utama terbentuknya batuk di saluran kemih
1. Stasis urin
Terjadi akibat infeksi, gangguan metabolik, obstruksi leher kandung kemih atau
immobilisasi yang lama, sehingga tidak mampu untuk mengosongkan kandung
kemih dalam waktu lama.
2. Supersaturasi urin
a. Peningkatan konsentrasi larutan karena kekurangan cairan atau peningkatan
jumlah larutan, memicu terbentuknya kristal kalsium, asam urat, atau
fosfat.
b. pH urin asam (asam urat dan batu cistin) atau basa (batu kalsium fosfat atau
struvit) akan memicu terbentuknya kristal.
3. Penyebab lain:
a. Penurunan jumlah zat inhibitor, seperti: asam sitrat, pirofosfat, dan
magnesium, dapat meningkatkan resiko pembentukan batu.
b. Obat-obatan, seperti: acetozolamide, calsium carbonat, natrium bicnat, dan
aluminium hidroxide serta vitamin C dosis tinggi meningkatkan kadar
oksalat dalam urin.
c. Keturunan.
d. Jenis kelamin: pria > wanita.
e. Air minum, pekerjaan, makanan, dan suhu.
f. Diet tinggi purin, oksalat, dan suplemen kalsium.

(Price & Wilson, 2006; Smeltzer & Bare, 2002)

C. Faktor Resiko
Pria pada umumnya punya riwayat batu ginjal dalam keluarga, usia lebih dari 30
tahun, diet tinggi Oxalat, dehidrasi atau kurang minum, gangguan metabolisme yang
mempengaruhi ekskresi garam, ostomi. Batu ginjal sering kali tidak menimbulkan gejala.
Namun jika timbul gejala, maka nyeri adalah masalah utama. Nyeri ini timbul saat batu
melewati saluran kemih sehingga menimbulkan iritasi dan sumbatan.
Secara spesifik klien akan merasakan nyeri tajam, nyeri kram di pinggang bagian
belakang dan sisi area ginjal atau di abdomen bagian bawah, kadang kala disertai mual
dan muntah.
Tehnik pembedahan untuk batu ginjal adalah open surgery yaitu merupakan
pembedahan yang paling masif. Tehnik ini paling banyak digunakan untuk
membuang/mengambil batu ginjal baik ukuran kecil atau besar.
Prosedur insisi dibuat pada pinggang bagian belakang pada area ginjal. Tehnik ini
menyebabkan banyak pembuluh darah yang terbuka.

D. Klasifikasi Batu
1. Batu kalsium
Paling sering terjadi (90%), dalam bentuk kalsium oksalat atau kalsium fosfat. Mulai
dari ukuran pasir sampai memenuhi pelvis renal (batu stoghorn).
Hiperkalsiuria dapat disebabkan oleh beberapa hal:
a. Kecepatan reabsorpsi tulang yang tinggi yang melepas kalsium, seperti pada
hiperparatiroid, immobilias, dan cushing disease.
b. Absorpsi kalsium di perut dalam jumlah besar, seperti: sarcaidosis, atau milk-
alkali sindrom.
c. Gangguan absorpsi tubulus ginjal.
d. Abnormalitas struktur traktur urinarius, seperti: sponge kidney.
2. Batu oksalat
Urutan kedua, paling sering terjadi di daerah yang makanan utamanya sereal, dan
jarang terjadi di daerah peternakan.
Meningkatnya oksalat disebabkan oleh:
a. Hiperabsorpsi oksalat pada inflamasi bowel disease dan intake tinggi makanan
berbahan kecap.
b. Post ileal resection atau post operasi bypass usus kecil.
c. Overdosis vitamin C atau asam askorbat.
d. Malabsorpsi lemak, yang menyebabkan calcium binding dan oksalat dilepas untuk
diabsorpsi.
3. Batu struvit
Disebut juga triple fosfat: carbonat, magnesium, dan ammonium fosfat. Pada urin
tinggi ammonia karena infeksi oleh bakteri yang mengandung enzim urease, seperti
proteus, pseudomonas, klebsiella, stapilococcus, yang memecah urea menjadi 2
molekul ammonia, sehingga pH urin menjadi alkali. Biasa membentuk batu staghorn,
sering membuat abses, dan sulit dieliminasi karena batu mengelilingi bakteri sehingga
terlindung dari antibiotic.
4. Batu asam urat
Disebabkan karena peningkatan ekskresi asam urat, kurang cairan, atau pH urin
rendah. Orang dengan gout primer/sekunder berisiko mengalami batu asam urat.
5. Batu cistin
Merupakan hasil dari gangguan metabolic asam amino congenital dari gangguan
autosom resesif, yang mengakibatkan terbentuknya Kristal cistin di urin yang terutama
terjadi pada anak-anak dan remaja, sedangkan pada dewasa jarang terjadi.
6. Batu xantin
Berssifat herediter, akibat defisiensi xantin oksidase. Kristal dipicu pada urin yang
asam.

(Muttaqin, 2008; Sudoyo, 2006)

E. Patofisiologi
Teori terbentuknya batu:
1. Teori inti matriks
Adanya substansi organik sebagai inti, yaitu mukopolisakarida dan mukoprotein A
yang mempermudah kristalisasi dan agregasi zat pembentuk batu.
2. Teori supersaturasi
Kejenuhan substansi pembentuk batu seperti sistin, santin, asam urat, kalsium
oksalat, mempermudah terbentuknya batu.
3. Teori presipitas-kristalisasi
Perubahan pH akan memicu terbentuknya batu, urin asam akan membentuk sistin,
santin, dan asam urat, sedangkan urin basa akan mengendapkan garam-garam
fosfat.
4. Teori berkurangnya faktor inhibitor
Dengan berkurang faktor pengahambat, akan mempermudah terbentuknya batu
pada saluran kemih. Faktor-faktor penghambat antara lain: sitrat, pirofosfat,
magnesium, asam mukopolisakarida.

(Muttaqin, 2008)
F. Manifestasi Klinis
1. Nyeri yang tajam, berat, tiba-tiba karena pergerakan dan iritasi batu pada saluran
kemih (colic renal/ureter).
2. Mual, muntah, peningkatan TD, diaphoresis, cemas, penurunan mobilitas usus.
3. Batu pada kandung kemih: urgensi, perubahan frekuensi, hematuri, sistisis kronik.
4. Peningkatan suhu tubuh, peningkatan leukosit.
5. Obstruksi urin menyebabkan hidroureter, hidronefrosis,
6. Batu diameter ½ - 1 cm biasanya keluar sendiri.

(Arif Mansjoer, 2001; Smeltzer & Bare, 2002)

G. Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik


1. Pielografi intravena (IVP)
2. Ultrasonografi (USG)
3. Retrogade pielografi
4. Sistoskopi
5. Laboratorium:
a. Urinalisa: warna kuning, coklat gelap, berdarah, secara umum menunjukkan
SDM, SDP, kristal, serpihan, mineral, bakteri, pus, pH mungkin asam atau
basa.
b. Urin (24 jam): kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat atau sistin
mungkin meningkat.
c. Kultur urin: mungkin menunjukkan ISK (stapilococcus aureus, proteus,
klebsiela, pseudomonas).
d. Survei biokimia: peningkatan kadar magnesium, kalsium, asam urat, fosfat,
protein, dan elektrolit.
e. BUN: abnormal (tinggi pada serum/rendah pada urin) sekunder terhadap
tingginya batu obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.
f. Kadar klorida dan bikarbonat serum: peninggian kadar klorida dan penurunan
kadar bikarbonat menunjukkan terjadinya asidosis tubulus ginjal.
g. Hitung darah lengkap: SDP mungkin meningkat, menunjukkan
infeksi/septikemia.
h. Sel darah merah: biasanya normal.
i. Hb/Ht: abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia terjadi atau
anemia.
j. Hormon paratiroid: mungkin meningkat bila ada gagal ginjal (PTH
merangsang reabsorpsi kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serum dan
kalsium urin).

(Doenges, 1999; Smeltzer & Bare, 2002)


H. Penatalaksanaan
1. Tingkatkan cairan
Minum 3-4 liter/hari jika tidak ada kontraindikasi untuk menurunkan konsentrasi
larutan, menurunkan nyeri, mencegah batu membesar dan mencegah terjadinya
infeksi.
2. Cegah batu berulang dengan banyak minum, dan modifikasi diet sesuai dengan jenis
batu.
a. Batu kalsium: perlu dibatasi makan ikan teri, bayam, coklat, kacang, teh, kopi,
apel, anggur, tomat, bir, dan cocacola.
b. Batu urat: perlu dibatasi jeroan, otak, dan makanan yang mengandung banyak
purin
3. Medika mentosa
a. Hiperkalsiuri: beri diuretik tiazid, untuk meningkatkan resorpsi kalsium di
tubulus.
b. Hiperuricosuria: allupurinol.
c. Batu kalsium oksalat: berikan vitamin B6 (pirodixine), magnesium oksida,
kolestiramin.
d. Batu cistin: tiopronin (thiola).
e. Berikan antibiotik untuk cegah batu struvit.
4. Penatalaksanaan bedah
a. ESWL: untuk menghancurkan batu di kaliks ginjal dengan ukuran >6 mm
b. Laser litotripsi bersama ureteroskopi
c. Sistoskopi, ureteroskopi, sekaligus pasang DJ stent
d. Bedah:
1) Pielolititomi: jika batu berada di piala ginjal
2) Nefrotomi: bila batu terletak di dalam ginjal atau nefrektomi
3) Ureterolitotomi: bila batu berada dalam ureter
4) Sistolitotomi: jika batu berada di kandung kemih

(Sudoyo, 2006)

I. Pengertian Ureterolitotomi
1. Ureterolitotomi adalah suatu tindakan pembedahan untuk mengeluarkan batu dari
ureter (Langer, 2005).
2. Batu ureter atau uretrolithiasis adalah kalkulus atau batu yang ada dalam ureter pada
umumnya batu berasal dari ginjal yang turun ke ureter (Sue Hinchlift, 1999: Hal 451).
3. Double J Stant ( DJ stent) merupakan alat yang memiliki bentuk seperti 2 buah huruf J
dipasang di ureter satu ekornya berada di sistem pelvikokaliks ginjal dan satu lagi di
kandung kemih yang berfungsi untuk mempermudah aliran kencing dari ginjal
kekandung kencing juga memudahkan terbawanya serpihan batu saluran kencing
4. Tehnik Instrumentasi ureterolithotomy adalah suatu tata cara atau tehnik yang
menunjang tindakan pembedahan dimulai dari proses persiapan alat, mengatur
penataan alat secara sistematis dan penggunaan alat/ instrument selama tindakan
operasi ureterolithotomy berlangsung.

J. Indikasi Ureterolitotomi
1. Ureterolitotomi dilakukan pada pasien dengan batu yang ada di ureter
2. Batu ureter dengan diameter > 2 cm
3. Batu ureter yang tidak dapat dilakukan lubrikasi posterior ( impacted) dan tidak dapat
dipecahkan dengan litotriptor
4. Batu ureter multiple

K. Kontraindikasi Ureterolitotomi
 Perdarahan yang belum teratasi
 Infeksi aktif saluran kemih yang tidak diobati

L. Diagnosa dan Intervensi


Pre-operasi
1. Nyeri akut
Intervensi:
a. Catat lokasi, lamanya intensitas, dan penyebaran. Perhatikan tanda nonverbal.
Rasional: Membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan kemajuan gerakan
kalkulus. Nyeri panggul sering menyebar ke punggung, lipat paha, genitalia.
b. Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan kestaff terhadap perubahan
kejadian/karakteristik nyeri.
Rasional: Memberikan kesempatan terhadap pemberian analgesi sesuai waktu.
c. Berikan tindakan nyaman, contoh pijatan punggung dan lingkungan istirahat.
Rasional: Meningkatkan relaksasi, menurungkan tegangan otot dan
meningkatkan koping.
d. Bantu atau dorong penggunaan napas berfokus, bimbingan imajinasi, dan
aktivitas terapeutik.
Rasional: Mengarahkan kembali perhatian dan membantu dalam relaksasi otot.
e. Dorong/bantu untuk ambulasi sering sesuai indikasi dan tingkatkan masukan
cairan 3-2 liter/hari dalam toleransi jantung.
Rasional: Hidrasi kuat meningkatkan lewatnya batu, mencegah stasis urine, dan
membantu mencegah pembentukan batu selanjutnya.
f. Perhatikan keluhan peningkatan/menetapnya nyeri abdomen.
Rasional: Obstruksi lengkap ureter dapat menyebabkan perforasi dan
ekstravasasi urine kedalam area perirenal. Ini membutuhkan kedaruratan bedah
akut.
g. Berikan obat anti nyeri.
Rasional: Untuk menurunkan rasa nyeri.
h. Berikan kompres hangat pada punggung.
Rasional: Menghilangkan tegangan otot dan apat menurunkan refleks spasme.
2. Gangguan eliminasi urine
Intervensi:
a. Awasi pemasukan dan pengeluaran serta karakteristik urine.
Rasional: Memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi.
b. Tentukan pola berkemih pasien dan perhatikan variasi.
Rasional: Kalkulus dapat menyebabkan eksitabilitas saraf, yang menyebabkan
sensasi kebutuhan berkemih segera.
c. Dorong meningkatkan pemasukan cairan.
Rasional: Peningkatan hidrasi dapat membilas bakteri, darah, dan debris dan
dapat membantu lewatnya batu.
d. Awasi pemeriksaan laboratorium.
Rasional: Peninggian BUN, kreatinin, dan elektrolit mengindikasikan disfungsi
ginjal.
Post-operasi
1. Nyeri akut
Intervensi:
a. Kaji nyeri, lokasi, karakteristik, intensitas.
Rasional: Berguna dalam pengawasan kefektifan obat, kemajuan penyembuhan.
b. Dorong ambulasi dini.
Rasional: Meningkatkan normalisasi fungsi organ.
c. Berikan tindakan nyaman, contoh pijatan punggung dan lingkungan istirahat.
Rasional: Meningkatkan relaksasi, menurungkan tegangan otot dan meningkatkan
koping.
d. Bantu atau dorong penggunaan napas berfokus, bimbingan imajinasi, dan aktivitas
terapeutik.
Rasional: Mengarahkan kembali perhatian dan membantu dalam relaksasi otot.
e. Kolaborasi dalam pemberian analgesik sesuai indikasi.
Rasional: Menghilangkan nyeri, mempermudah kerja sama dengan intervensi terapi
lain, contoh: ambulasi, batik.
2. Resiko infeksi
Intervensi:
a. Monitor TTV, seperti penurunan TD, penurunan nadi, demam dan takipnea.
Rasional: Tanda adanya syok septik, endotoksin sirkulasi menyebabkan vasodilatasi,
kehilangan cairan dari sirkulasi, dan rendahnya status curah jantung.
b. Catat perubahan status mental.
Rasional: Hipoksemia, hipotensi, dan asidosis dapat menyebabkan penyimpangan
status mental.
c. Catat warna kulit, suhu, dan kelembapan.
Rasional: Hangat, kemerahan, kulit kering, adalah tanda dini septikemia. Selanjutnya
manifestasi termasuk dingin, kulit pucat, lembab dan sianosis sebagai tanda syok.
d. Batasi pengunjung.
Rasional: Menurunkan resiko terpajan/menambah infeksi sekunder pada pasien.
e. Lakukan perawatan luka dengan teknik steril.
Rasional: Membantu mempercepat proses penyembuhan.
f. Kaji kondisi luka.
Rasional: Mengetahui keadaan luka apakah mengalami tahap penyembuhan.

M. Penatalaksanaan
1. Pengurangan nyeri, mengurangi nyeri sampai penyebabnya dapat dihilangkan, morfin
diberikan untuk mencegah sinkop akibat nyeri luar biasa. Mandi air hangat di area
panggul dapat bermanfaat. Cairan yang diberikan, kecuali pasien mengalami muntah
atau menderita gagal jantung kongestif atau kondisi lain yang memerlukan
pembatasan cairan. Ini meningkatkan tekanan hidrostatik pada ruang belakang batu
sehingga mendorong passase batu tersebut ke bawah. Masukan cairan sepanjang hari
mengurangi kosentrasi kristaloid urine, mengencerkan urine dan menjamin haluaran
urine yang besar.
2. Pengangkatan batu, pemeriksaan sistoskopik dan passase kateter ureteral kecil untuk
menghilangkan batu yang menyebabkan obstruksi ( jika mungkin), akan segera
mengurangi tekanan belakang pada ginjal dan mengurangi nyeri.
3. Terapi nutrisi dan Medikasi. Terapi nutrisi berperan penting dalam mencegah batu
ginjal. Masukan cairan yang adekuat dan menghindari makanan tertentu dalam diet
yang merupakan bahan utama pembentuk batu(mis.kalsium), efektif untuk mencegah
pembentukan batu atau lebih jauh meningkatkan ukuran batu yang telah ada. Minum
paling sedikit 8 gelas sehari untuk mengencerkan urine, kecuali dikontraindikasikan.
a. Batu kalsium, pengurangan kandungan kalsium dan fosfor dalam diet dapat
membantu mencegah pembentukan batu lebih lanjut.
b. Batu fosfat, diet rendah fosfor dapat diresepkan untuk pasien yang memiliki batu
fosfat, untuk mengatasi kelebihan fosfor, jeli aluminium hidroksida dapat
diresepkan karena agens ini bercampur dengan fosfor, dan
mengeksikannyamelalui saluran intensial bukan ke system urinarius.
c. Batu urat, untuk mengatasi batu urat, pasien diharuskan diet rendah purin, untuk
mengurangi ekskresi asam urat dalam urine.
d. Batu oksalat, urine encer dipertahankan dengan pembatasan pemasukan oksalat.
Makanan yang harus dihindari mencakup sayuran hijau berdaun banyak,
kacang,seledri, coklat,the, kopi.
e. Jika batu tidak dapat keluar secara spontan atau jika terjadi komplikasi, modaritas
penanganan mencakup terapi gelombang kejut ekstrakorporeal, pengankatan batu
perkutan, atau uteroroskopi.
4. Lithotrupsi Gelombang Kejut Ekstrakorporeal, adalah prosedur noninvasive yang
digunakan untuk menghancurkan batu kaliks ginjal. Setelah batu itu pecah menjadi
bagian yang kecil seperti pasir, sisa batu-batu tersebut dikeluarkan secara spontan
5. Metode Endourologi Pengangkatan batu, bidang endourologi menggabungkan
keterampilan ahli radiologi dan urologi untuk mengankat batu renal tanpa
pembedahan mayor.
6. Uteroskopi, mencakup visualisasi dan askes ureter dengan memasukan suatu alat
ureteroskop melalui sistoskop. Batu dihancurkan dengan menggunakan laser,
lithotripsy elektrohidraulik, atau ultrasound kemudian diangkat.
7. Pelarutan batu, infuse cairan kemolitik, untuk melarutkan batu dapat dilakukan
sebagai alternative penanganan untuk pasien kurang beresiko terhadap terapi lain,
dan menolak metode lain, atau mereka yang memiliki batu yang mudah larut
(struvit).
8. Pengangkatan Bedah,sebelum adanya lithotripsy, pengangkatan batu ginjal secara
bedah merupakan terapi utama. Jika batu terletak di dalam ginjal, pembedahan
dilakukan dengan nefrolitotomi (Insisi pada ginjal untuk mengangkat batu atau
nefrektomi, jika ginjal tidak berfungsi akibat infeksi atau hidronefrosis. Batu di piala
ginjal diangat dengan pielolitotomi, sedangkan batu yang diangkat dengan
ureterolitotomi, dan sistostomi jika batu berada di kandung kemih., batu kemudian
dihancur dengan penjepit alat ini. Prosedur ini disebut sistolitolapaksi.

Ada beberapa alternative terapi yang bisa dilakukan, diantaranya terapi konservatif.
Dilakukan bila batu berukuran kurang dari 4 mm, tanpa ada komplikasi. Diharapkan batu
dapat keluar spontan melalui saluran kemih, diantaranya
1. Penembakan batu dari luar tubuh dengan ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsi).
Terapi ini merupakan prosedur pemecahan batu dengan menggunakan gelombang
kejut. Batu dipecahkan menjadi butiran yang halus dan keluar bersama air seni. Prosedur
ini dilakukan tanpa membuat luka (non invasif), tanpa pembiusan dan dapat dilakukan
tanpa rawat inap. Prosedur ESWL dapat dilakukan pada batu ginjal atau ureter ukuran
kurang dari 2 cm dengan fungsi ginjal yang baik. Untuk batu yang lebih besar dibutuhkan
tindakan tambahan. Penghancuran batu dengan operasi minimal invasive, adalah jenis
terapi penghancuran batu dengan operasi minimal invasif sudah sangat berkembang.
Kemajuan metode ini banyak mengurangi tindakan operasi terbuka. Pemecahan batu
dapat dilakukan dengan lithotriptor atau dengan laser dan dilakukan dengan bantuan alat
endoskopi (teropong saluran kemih). Pada terapi ini kebanyakan dilakukan dengan bius
spinal (bius separuh badan ke bawah, pasien dalam keadaan sadar)
Terapi penghancuran batu minimal invasive ini dapat dilakukan dengan beberapa teknik.
Teknik Cystoscopy Lithotripsi dilakukan melalui saluran kencing ke dalam kandung
kemih untuk memecahkan batu buli-buli, tanpa sayatan dengan menggunakan LASER
Holmium YaG atau litotriptor mekanik.
2. Teknik URS (Ureterorenoscopy) dilakukan melalui saluran kencing ke dalam ureter untuk
memecahkan batu ureter tanpa sayatan dengan LASER Holmium YaG atau litotriptor
mekanik.
3. Teknik RIRS (Retrograde Intra Renal Surgery) merupakan teknik operasi batu ginjal
tanpa sayatan dengan menggunakan Flexible URS melalui saluran kemih, batu ginjal
dihancurkan dengan LASER Holmium YaG.
4. Teknik PCNL (Percutaneous Nephrolithotomy), Teknik yang dilakukan melalui luka pada
kulit pinggang kurang lebih 1-2cm untuk memasukkan alat endoskopi langsung ke dalam
ginjal untuk memecahkan sekaligus mengeluarkan batu di ginjal yang berukuran lebih
dari 2 cm.
Untuk kasus batu yang besar dan komplek, disarankan melakukan operasi terbuka /
pembedahan. Pada operasi ini, pasien dibius umum dan batu diambil setelah dilakukan
insisi pada perut samping pada sisi ginjal yang akan dioperasi.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M. E. (1999). Rencana asuhan keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan


pendokumentasian perawatan pasien (Monica Ester, et.al. Terj). Jakarta: EGC. (Naskah
asli dipublikasikan tahun 1993).

Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapies.

Muttaqin, A. (2008). Pengantar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem


perkemihan. Jakarta: Salemba Media.

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner &
Suddarth (Monica Ester, et.al. Terj). Jakarta: EGC. (Naskah asli dipublikasikan tahun
1996).

Sudoyo, et.al. (2006). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Tim Pokja SDKI, SLKI, SIKI, PPNI, 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta: PPNI

Tim Pokja SDKI, SLKI, SIKI, PPNI, 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta:
PPNI

Tim Pokja SDKI, SLKI, SIKI, PPNI, 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: PPNI

Anda mungkin juga menyukai