Anda di halaman 1dari 33

PRESENTASI KASUS

ANAK LAKI-LAKI USIA 9 TAHUN DENGAN DEMAM


BERDARAH DENGUE DERAJAT II

DISUSUN OLEH:
CANTIKA DEWI G991906006 (A-5)
ZHAFIRAH RAMADAHNTY G991902063 (A-6)

PEMBIMBING :
dr. AHMAD FAISAL, Sp.A.

KEPANITERAAN KLINIK/ PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PANDAN ARANG
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Presentasi kasus ini disusun untuk memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret / RSUD Pandan
Arang Boyolali. Presentasi kasus dengan judul:

Anak Laki-Laki Usia 9 Tahun dengan Demam Berdarah Dengue Derajat II

Hari, tanggal : Jumat, 7 Februari 2020

Oleh:
Cantika Dewi G991903001 (A-5)
Zhafirah Ramadhanty G991903002 (A-6)

Mengetahui dan menyetujui,


Pembimbing Presentasi Kasus

dr. Ahmad Faisal, Sp.A.

2
BAB I
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. AZU
Tanggal lahir : 24 Januari 2011 (9 tahun)
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Badran 01/03 Kembang, Ampel, Boyolali
BB : 27 kg
TB : 65 cm
Tanggal masuk : 4 Februari 2020
Tanggal Pemeriksaan : 5 Februari 2020
No. RM : 2061xxxx

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Demam

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD dengan keluhan demam sejak 3 hari sebelum
masuk rumah sakit. Panas bermula sekitar senja hari dan mendadak tinggi.
Oleh keluarga, pasien dibawa ke bidan malamnya dan diberikan obat
penurun panas. Setelah minum obat-obatan, panas dirasa hanya turun
beberapa saat dan kembali tinggi. Pasien juga merasakan sendi dan otot di
seluruh tubuhnya pegal-pegal dan nyeri pada daerah belakang mata. Dua
hari setelahnya, pasien dibawa ke puskesmas karena demam tidak kunjung
membaik. Pasien juga mengeluhkan mimisan yang muncul mendadak dan
agak sulit berhenti, diikuti dengan gusi yang berdarah secara tiba-tiba.
Sampai di puskesmas, pasien diberikan infus dan obat-obatan lalu dirujuk
ke RSPA.

3
Pasien juga mengeluhkan nyeri pada perutnya sejak 1 hari SMRS.
Nyeri perut dirasakan pada bagian atas dan terus menerus. Pasien
menyangkal munculnya bercak-bercak kemerahan maupun memar pada
kulitnya. Pasien juga tidak mengeluhkan adanya batuk pilek, nyeri pada
telinga, telinga keluar cairan, nyeri sendi yang berpindah-pindah tempat,
maupun munculnya ruam di tubuh.
Intake makan dan minum pasien baik, pasien makan 3x sehari
seperti biasanya dan minum ±8 gelas per harinya. Pasien BAK ±5x sehari,
setiap BAK 150-200cc berwarna kuning jernih. Pasien menyangkal
adanya nyeri saat berkemih, BAK berdarah, maupun anyang-anyangan.
Pasien BAB setiap dua hari sekali dengan konsistensi lunak. Pasien
menyangkal adanya BAB berdarah, diare, maupun BAB berwarna
kehitaman.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat kejang tanpa demam : disangkal
Riwayat batuk pilek : disangkal
Riwayat demam berdarah : disangkal
Riwayat bepergian ke daerah endemik malaria : disangkal
Riwayat mondok : disangkal
Riwayat alergi obat/makanan : disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat demam : disangkal
Riwayat batuk pilek : disangkal
Riwayat alergi : disangkal

5. Riwayat Lingkungan Sekitar


Berdasarkan alloanamnesis, tetangga pasien ada yang mengalami
demam berdarah dengue dan saat ini dirawat di rumah sakit.

4
6. Riwayat Kehamilan dan Prenatal
Ibu pasien hamil dalam usia 27 tahun dan merupakan kehamilan
yang pertama. Ibu pasien mengaku tidak merasakan keluhan apapun saat
hamil. Ante natal care dilakukan secara rutin setiap bulan di bidan desa.
Ibu pasien tidak mengonsumsi obat-obatan.

7. Riwayat Kelahiran
Pasien lahir spontan di bidan mandiri saat usia kehamilan 37
minggu, dengan berat lahir 3200 gram, panjang badan 49 cm, menangis
spontan (+), kebiruan (-) dan geraknya aktif (+).

8. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


a. Pertumbuhan
BB lahir 3200 gram, PB lahir 49 cm. Sejak kecil anak selalu dibawa
ke posyandu dan tidak didapatkan penurunan berat badan Umur
sekarang 7 tahun, berat badan 27kg, tinggi badan 136cm.
b. Perkembangan
 Motorik kasar dalam batas normal
 Motorik halus dalam batas normal
 Bahasa dalam batas normal
 Personal sosial dalam batas normal
Kesan : pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia

9. Status Imunisasi
Saat ditanyakan, keluarga pasien lupa imunisasi apa saja yang sudah
diberikan, namun keluarga mengaku bahwa anaknya telah diimunisasi
lengkap baik pada saat lahir, bulan-bulan setelah lahir, dan pada saat
pasien duduk di bangku SD.

5
10. Riwayat Nutrisi
Intake makan dan minum pasien baik, pasien makan 3x sehari seperti
biasanya dengan lauk pauk seperti ayam, tahu, tempe serta sayur-sayuran
dan minum ±8 gelas per harinya. Pasien juga kadang mengonsumsi buah-
buahan.
Kesan gizi pasien baik.

11. Riwayat Sosial


Pasien merupakan anak pertama dari Tn S yang bekerja sebagai
pegawai swasta, sedangkan ibu pasien adalah ibu rumah tangga. Ayah Ibu
pasien merupakan suku Jawa. Ayah, Ibu, dan pasien beragama Islam.
Pasien memeriksakan diri ke RSUD Pandan Arang Boyolali
menggunakan layanan BPJS kelas III.

12. Pohon Keluarga

II

III

An. AZU
(9 tahun)

6
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Sikap / keadaan umum : tampak sakit sedang
Derajat kesadaran : kompos mentis
Derajat gizi : baik
2. Tanda vital
BB : 27 kg
PB : 136 cm
SiO2 : 99%
Nadi : 102 x/menit, reguler
Pernafasan : 23 x/menit, reguler
Suhu : 37,0oC (per axilla)
3. Perhitungan Status Gizi
a) Secara klinis
Gizi kesan baik
b) Secara Antropometris
BB : 27 kg, Umur : 9 tahun, PB : 136 cm
BB/U : P50 (normoweight)
PB/U : P50 < PB/U < P75 (normoheight)
BB/TB : 27/30 -> 90% (gizi baik)
Status gizi secara antropometri: gizi baik, normoweight,
normoheight
4. Kepala
Normosefal
5. Mata
Oedem palpebra (-/-), bulu mata rontok (-), konjunctiva pucat (-/-), cekung
(-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (+ 3 mm/ + 3mm)
6. Hidung
Napas cuping hidung (-), sekret (-/-), darah (-/-), krusta hemorrhagik
(+/+)

7
7. Mulut
Bibir sianosis (-), mukosa basah (+), lidah kotor dan hiperemis (-), bekas
perdarahan di gusi (+)
8. Telinga
Sekret (-/-), tragus pain (-/-)
9. Tenggorok
Uvula di tengah, tonsil T1-T1, hiperemis (-), faring hiperemis (-)
10. Leher
Kelenjar getah bening tidak membesar
11. Toraks
Bentuk : normochest, retraksi (-)
Pulmo : Inspeksi : pengembangan dinding dada kanan = kiri
Palpasi : fremitus raba sulit dievaluasi
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : suara dasar: vesikuler (+/+), suara
tambahan: RBH (-/-), RBK (-/-), wheezing
(-/-)
Cor : Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal,
regular, bising (-)
12. Abdomen
Inspeksi : dinding perut lebih tinggi dari dinding dada
Auskultasi : bising usus (+) 6x per menit
Perkusi : timpani, hepar teraba 3cm di bawah arcus costae
Palpasi : supel, hepar tidak teraba, lien tidak teraba, ascites (-), pekak
alih (-), undulasi (-), nyeri tekan (-), turgor kulit kembali
cepat, nyeri tekan (+) area epigastrium &
hipocondriaca dextra et sinistra

8
13. Ekstremitas
Akral dingin - - edema - -
- - - -
ADP kuat
CRT < 2 detik

D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan 04/02/20 Satuan Rujukan


HEMATOLOGI LENGKAP
Hemoglobin 13.3 g/dl 10.7 – 14.7
Lekosit 3390 /uL 4000 – 10000
LED 2 mm/jam <= 10
Hematokrit 38 % 36.0 – 47.0
Trombosit 42 Ribu/uL 140 – 392
Eritrosit 5.03 Juta/uL 3.8 – 5.8
INDEX ERITROSIT
MCV 76.1 /um 78.0 – 95.0
MCH 26.4 Pg 26.0 - 32.0
MCHC 34.7 g/dl 32.0 - 36.0
RDW-CV 12.3 % 11.6 - 14.6
HITUNG JENIS
Eosinofil 0.80 % 1–5
Basofil 0.80 % 0–1
Neutrofil segmen 63.90 % 50 – 60
Limfosit 30.80 % 20 – 40
Monosit 3.70 % 2–8
KIMIA KLINIK
Fungsi Hati
SGOT 407 U/L <35
SGPT 109 U/L <41
IMUNOSEROLOGI
Dengue IgG Positif Negatif
Dengue IgM Negatif Negatif

9
Pemeriksaan 05/02/20 Satuan Rujukan
URINE LENGKAP
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Jernih Jernih
Bau Khas Khas
KIMIA
Blood negatif Negative
Bilirubin negatif negatif
Urobilinogen normal normal
Benda Keton negatif negatif
Reduksi negatif negatif
Protein 3+ negatif
Nitrit negatif negatif
Leukosit negatif negatif
pH 7.0 4.6-8.5
Berat Jenis 1.015 1.003-1.030
SEDIMEN
Epitel 1(+) LPK 1(+)
Leukosit 1(+) LPB 1(+)
Eritrosit 1(+) LPB 1(+)
Silinder Granular LPK negatif
cast (+)
Kristal negatif LPK negatif
Bakteri Positif 1 LPK Negatif
Lain-lain negatif negatif

Pemeriksaan 05/02/20 Satuan Rujukan


Pagi
Hematokrit 41 % 36.0 – 47.0
Protein plasma 5.0 g/dL 6–8
Trombosit 17 Ribu/uL 140 – 392

Pemeriksaan 05/02/20 Satuan Rujukan


Sore
Hematokrit 38 % 36.0 – 47.0
Protein plasma 4.4 g/dL 6–8
Trombosit 15 Ribu/uL 140 – 392

10
Pemeriksaan 06/02/20 Satuan Rujukan
Pagi
Hematokrit 38 % 36.0 – 47.0
Protein plasma 4.0 g/dL 6–8
Trombosit 18 Ribu/uL 140 – 392

E. RESUME
Pasien datang ke IGD RSUD Pandan Arang dibawa oleh kedua orang
tuanya dengan keluhan kejang yang disertai demam tinggi sejak 1 hari SMRS.
Demam dirasakan naik turun, demam turun setelah pasien meminum obat
parasetamol yang dibeli oleh orang tua pasien. Orang tua pasien juga mengaku
2 hari ini pasien mengalami pilek tidak disertai batuk. Kemudian 2 jam SMRS
pasien mengalami kejang. Sebelum kejang, orang tua pasien mengaku pasien
masih demam, namun tidak diukur suhu tubuh pasien. Kejang terjadi pada
seluruh tubuh, orang tua pasien mengaku kejang berdurasi kurang dari 5 menit.
Saat kejang badan pasien kaku dan mata melirik ke atas. Kejang berhenti
sendiri dan tidak berulang. Setelah kejang, pasien sadar, menangis kencang,
dan tidak ada kelemahan anggota gerak. Kakak pasien juga mengalami keluhan
pilek 2 minggu SMRS. Beberapa tetangga di lingkungan sekitar pasien juga
mengalami pilek.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan didapatkan pasien tampak sakit
sedang, BB: 8,2 kg, PB: 65 cm, SiO2: 99%, nadi: 115 x/menit, pernafasan: 24
x/menit, suhu 38,2 ˚C.

F. DAFTAR MASALAH
1. Anamnesis:
a. Demam tinggi 3 hari SMRS yang tidak kunjung turun
b. Demam disertai dengan pegal linu seluruh tubuh, kepala pusing, dan
nyeri di belakang mata
c. Nyeri perut
d. Mimisan dan gusi berdarah 1 hari SMRS

11
e. Tetangga pasien menderita DBD

2. Pemeriksaan Fisik:
a. Krusta hemorrhagik di hidung (+)
b. Gusi berdarah (+)
c. Nyeri tekan abdomen (+)
d. Hepatomegali

3. Pemeriksaan Penunjang:
a. 04/02/2020:
- AL 3390 (L)
- Netrofil 63.90 (H)
- AT 42 (L)
- Hematokrit 38
- SGOT 407
- SGPT 109
- IgG Dengue Positif
b. 05/02/2020:
- Urinalisis : Protein 3+, Bakteri 1+
- Darah Pagi : Hct 41, PP 5.0, AT 17
- Darah Sore : Hct 38, PP 4.4, AT 15
c. 05/02/2020:
- Darah pagi : Hct 38, PP 4.0, AT 18

G. DIAGNOSIS BANDING
1. Demam berdarah dengue
2. ISK

H. DIAGNOSIS KERJA
1. Febris H+6 ec DHF
2. Gizi baik, normoweight, normoheight (antropometri)

12
I. PENATALAKSANAAN
1. Infus asering 20 tpm
2. Infus paracetamol 4x350 mg

J. PLAN
1. Rawat inap bangsal anak
2. Lab darah DL2
3. Cek SGOT dan SGPT

K. MONITORING
Keadaan umum, tanda vital, balance cairan dan diuresis tiap 4 jam.

L. EDUKASI
1. Mengenai penyakit pasien.
2. Mengenai pengobatan dan kesembuhan pasien.
3. Mengenai kemungkinan dan cara pencegahan kekambuhan penyakit
pasien.

M. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam

N. FOLLOW UP
Follow up status pasien

Follow up 04/02/2020 05/02/2020 06/01/2020


S Demam (-), Demam (-), mimisan Demam (-),pusing (-)
pusing (+), (-),pusing (+), bibir bibir berdarah (-), gusi
mimisan (+), berdarah (+), gusi berdarah (-), mual (-),
bibir bedarah berdarah (+),nyeri nyeri perut (+),
(+), gusi perut (+), mual (- batuk(-), pilek (-),
berdarah (+), ),batuk(-), pilek (-),

13
nyeri perut (+), Belum BAB sejak Belum BAB sejak
mual (-),batuk(-), masuk RS dan BAK masuk RS dan BAK
pilek (-),belum sedikit. sedikit.
BAB sejak masuk
RS dan BAK
dalam batas
normal
O KU: tampak sakit KU: tampak sakit KU: tampak sakit
sedang, GCS sedang, GCS sedang, GCS
E4V5M6, gizi E4V5M6, gizi kesan E4V5M6, gizi kesan
kesan baik baik baik
Tanda SiO2: 98%, RR 22 SiO2: 97%, RR 24 SiO2: 99%, RR 29
Vital x/menit, t 37,5oC, x/menit, t 36,6oC, HR x/menit , t 36,4oC, HR
HR 78x/menit 84 x/menit 73/menit
Kepala Normosefal Normosefal Normosefal
Telinga Sekret (-/-) Sekret (-/-) Sekret (-/-)
Mata CA (-/-), SI (-/-) CA (-/-), SI (-/-) CA (-/-), SI (-/-)
Oedem palpebra Oedem palpebra (-/-) Oedem palpebra (-/-)
(-/-)
Hidung Nafas cuping Nafas cuping hidung Nafas cuping hidung
hidung (-), sekret (-),sekret (-/-) (-),sekret (-/-)
(-/-)
Mulut Mukosa basah (+) Mukosa basah (+) Mukosa basah (+)
Tenggorok Tonsil T1-T1 Tonsil T1-T1 Tonsil T1-T1
hiperemis (-), hiperemis (-), faring hiperemis (-), faring
faring hiperemis (- hiperemis (-) hiperemis (-)
)
Thorax Retraksi (-) Retraksi (-) Retraksi (-)
Cor I: ictus cordis tak I: ictus cordis tak I: ictus cordis tak
tampak tampak tampak
P: ictus cordis P: ictus cordis tidak P: ictus cordis tidak
tidak kuat angkat kuat angkat kuat angkat
P: batas jantung P: batas jantung sulit P: batas jantung sulit
sulit dievaluasi dievaluasi dievaluasi
A: BJ I-II A: BJ I-II intensitas A: BJ I-II intensitas
intensitas normal, normal, reguler, bising normal, reguler, bising
reguler, bising (-) (-) (-)
Pulmo I: pengembangan I: pengembangan dada I: pengembangan dada
dada kanan = kiri kanan = kiri kanan = kiri
P: fremitus raba P: fremitus raba P: fremitus raba
kanan=kiri kanan=kiri kanan=kiri
P: sonor/sonor P: sonor/sonor P: sonor/sonor
A: suara dasar: A: suara dasar: A: suara dasar:
vesikuler (+/+), vesikuler (+/+), suara vesikuler (+/+), suara
suara tambahan (- tambahan (-/-) tambahan (-/-)
/-)

14
Abdomen I: dinding dada < I: dinding dada < I: dinding dada <
dinding perut dinding perut dinding perut
A: bising usus (+) A: bising usus (+) A: bising usus (+) 8
8 x/mnt 6x/mnt x/mnt
P: timpani P: timpani P: timpani
P: supel, nyeri P: supel, nyeri tekan P: supel, nyeri tekan
tekan (+), hepar (+), hepar teraba (+), (+), hepar teraba (+),
teraba (+), ascites ascites (-) dan lien ascites (-) dan lien
(-) dan lien tidak tidak teraba tidak teraba
teraba
Genital Dalam batas Dalam batas Dalam batas
normal normal normal
Ekstremitas Akral dingin (-), Akral dingin (-), Akral dingin (-),
sianosis (-), CRT sianosis (-), CRT < 2”, sianosis (-), CRT < 2”,
< 2”, ADP kuat ADP kuat ADP kuat
R. fisiologis: R. fisiologis: dalam R. fisiologis: dalam
dalam batas batas normal batas normal
normal R. patologis: (-) R. patologis: (-)
R. patologis: (-) Meningeal sign : (-) Meningeal sign : (-)
Meningeal sign :
(-)
Asessment - Febris hari ke-4 - Febris hari ke-5 ec - Febris hari ke-6 ec
ec DHF DHF DHF
- Gizi baik - Gizi baik - Gizi baik
Terapi - Infus asering - Infus asering 135 - Infus asering 135
20 tpm cc/jam cc.jam
- Infus - Infus paracetamol - Infus paracetamol
paracetamol 4x350 mg 4x350 mg
4x350 mg - Injeksi ranitidin - Injeksi ranitidin
2x20 mg 2x20 mg
- Injeksi santagesik - Injeksi santagesik
300 mg (k/p) 300 mg (k/p)
Monitoring KUVS 8 jam KUVS 4 jam KUVS 4 jam

15
BAB II
ANALISIS KASUS

Seorang anak laki-laki berusia 9 tahun dengan diagnosis demam hari ke-6 et causa
Dengue Hemoragic Fever, diagnosis ditegakan berdasarkan:

A. Anamnesis
1. Pasien mengalami demam tinggi sejak 3 hari sebelum masuk rumah
sakit disertai rasa menggigil, keringat dingin, dan pusing. Demam
semakin tinggi dan tidak turun walaupun sudah diberi obat penurun
panas.
2. Pasien mengalami epistaksis 1 kali disertai bibir berdarah dan gusi
berdarah. Pasien merasa lemas. Riwayat epistaksis pada pasien
sebelumnya disangkal.

B. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum pasien tampak sakit sedang
2. Tanda vital pasien: SiO2 : 99%, nadi: 73 x/ menit reguler, pernafasan :
24x/menit reguler, suhu: 37,0º C (per axilla)
3. Pada pemeriksaan palpasi abdomen didapatkan nyeri tekan perut di
regio epigastrium dan hipokondriaka kanan-kiri, pada perkusi hepar
didapatkan pembesaran hepar.

C. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium darah tanggal 4 Februari 2020, didapatkan
hasil Lekosit 3390/uL (L) eosinofil 0.80 % (L), neutrofil segmen 63.90
(H), trombosit 42 (L) 103/uL, MCV 76.1 (L), AST 407 (H), ALT 109
(H), dengue IgG positif.

Pemeriksaan laboratorium darah tanggal 5 Februari 2020, didapatkan


hasil trombosit 17 (L) 103/uL.

16
2. Pemeriksaan laboratorium urin tanggal 5 Februari 2020, didapatkan
hasil protein urin 3+ dan bakteri positif 1.
Dari beberapa pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa DHF
merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan
melalui gigita nyamuk Aedes Aegypti, biasanya menyerang anak di bawah
usia 15 tahun dan dapat menimbulkan kematian. Penyakit ini lebih dikenal
dengan sebutan Demam Berdarah Dengue (DBD).
Penegakan diagnosis pada pasien ini dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Pasien mengalami demam tinggi sejak 4 hari sebelum
masuk rumah sakit disertai rasa menggigil, keringat dingin, dan pusing.
Pasien mengalami epistaksis 1 kali disertai bibir berdarah dan gusi berdarah.
Pasien merasa lemas. Riwayat epistaksis pada pasien sebelumnya disangkal.
Buang air kecil (BAK) berwarna kuning jernih dan pasien tidak menangis
saat buang air kecil.
Pada pemeriksaan palpasi abdomen didapatkan nyeri tekan perut di
regio epigastrium dan hipokondriaka kanan-kiri, pada perkusi hepar
didapatkan pembesaran hepar dan hepar teraba.
Dari hasil pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah
lengkap, didapatkan adanya leukositopenia, trombositopenia, eosinofil
menurun, neutrofil segmen meningkat, MCV menurun, AST dan ALT
meningkat, serta ditemukan dengue IgG positif. Dari hasil lab urin
didapatkan protein urin 3+ dan bakteri positif 1.

17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue dengan gejala umum berupa demam, nyeri otot/sendi, ruam,
hepatomegali, tanda perembesan plama (asites, efusi pleura) dan ditemukannya
trombositopenia serta peningkatan hematokrit pada pemeriksaan laboratorium.
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes
(terutama A. Aegypti dan A. albopictus).1

B. Manifestasi Klinis
Terdapat 4 gejala utama penyakit DBD, yaitu demam tinggi, fenomena
perdarahan, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Gejala lain adalah perasaan
tidak enak di daerah epigastrium, nyeri di bawah lengkung iga kanan, atau
kadang-kadang nyeri perut dapat dirasakan di seluruh perut.1
Gambaran klinis penderita dengue terdiri atas 3 fase yaitu fase febris, fase kritis,
dan fase pemulihan.2
1. Fase febris.
Biasanya demam mendadak tinggi 2-7 hari, disertai muka
kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia, dan sakit
kepala. Pada beberapa kasus ditemukan nyeri tenggorok, faring hiperemis,
injeksi konjungtiva, anoreksia, mual, dan muntah. Pada fase ini dapat pula
ditemukan tanda perdarahan seperti petekie, perdarahan mukosa, dan dapat
pula terjadi perdarahan pervaginam dan perdarahan gastrointestinal
walaupun jarang. Hepatomegali timbul saat beberapa hari setelah demam.
2. Fase kritis.
Terjadi pada hari ke 3-7 dengan penurunan suhu tubuh menjadi 37,5-
380C atau kurang, disertai peningkatan permeabilitas kapiler secara paralel
dengan hematokrit menigkat, merupakan tanda awal fase kritis. Timbulnya
kebocoran plasma biasanya berlangsung selama 24-48 jam. Kebocoran

18
plasma sering didahului oleh leukopeni progresif disertai penurunan hitung
trombosit.
Tingkat kebocoran plasma bervariasi. Efusi pleura dan asites secara
klnis terdeteksi tergantung pada tingkat kebocoran plasma dan volume dari
terapi cairan. Foto dada dan USG abdomen sangat berguna untuk penegakan
diagnosis. Tingkat kenaikan hematokrit juga merupakan dasar yang
menggambarkan tingkat keparahan kebocoran plasma.
Syok dapat terjadi ketika volume plasma menghilang melalui
kebocoran plasma, hal ini sering ditandai dengan suhu tubuh di bawah
normal. Dengan syok berkepanjangan akan menyebabkan hipoperfusi
organ, penurunan nilai organ, asidosis metabolik, dan koagulasi
intravaskular diseminata. Hal ini dapat menyebabkan perdarahan yang
parah dan hematokrit menjadi turun saat syok berat. Selain itu, penurunan
fungsi organ yang berat seperti hepatitis, ensefalitis atau miokarditis, dan
atau perdarahan berat juga dapat berkembang tanpa kebocoran plasma atau
syok.
3. Fase pemulihan.
Bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian cairan dari
ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan pada 48-72 jam setelahnya.
Keadaan umum penderita membaik, nafsu makan pulih kembali,
hemodinamik stabil, dan diuresis membaik.
Beberapa pasien mungkin memiliki rash, pruritus, bradikardi, dan
perubahan pada fase ini. Hematokrit akan stabil atau lebih rendah karena
efek pengenceran dari reabsorpsi cairan. Jumlah sel darah putih akan naik
segera setelah suhu normal dibandingkan jumlah trombosit. Gangguan
pernapasan dari efusi pleura dan asites akan terjadi bila pemberian cairan
intravena yang berlebihan. Selama fase kritis atau fase pemulihan, terapi
cairan yang berlebihan berhubungan dengan edema paru dan gagal jantung
kongestif.

19
Gambar : Fase perjalanan klinis DBD
Sumber : WHO, 2009

C. Diagnosis
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal di
bawah ini dipenuhi 1:
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik
2. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:
- Uji bendung positif
- Petekie, ekimosis, atau purpura
- Perdarahan mukosa
- Hematemesis/melena
3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul)
4. Terdapat minimal satu tanda-tanda kebocoran plasma (plasma leakage)
sebagai berikut:
- Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai usia dan
jenis kelamin
- Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya
- Efusi pleura, asites, dan hipoproteinemia

20
Dua kriteria klinis pertama ditambah satu dari kriteria laboratorium (atau
hanya peningkatan hematokrit) cukup untuk menegakkan diagnosis kerja
DBD.4 Kelainan hematologis lain yaitu waktu perdarahan memanjang, kadar
protombin menurun (jarang ditemukan < 40% kontrol), kadar fibrinogen
mungkin subnormal dan produk-produk pecahan fibrin naik, kenaikan kadar
transaminase serum, konsumsi komplemen, asidosis metabolik ringan dengan
hiponatremia, dan kadang-kadang hipokloremia, sedikit kenaikan urea
nitrogen serum, dan hipoalbuminemia. Pada foto thorax menunjukkan efusi
pleura pada hampir semua penderita.7 Asites dan efusi pleura dapat juga
diperiksa dengan USG.1
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue cell culture
ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR, namun
karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya
antibodi spesifik terhadap dengue berupa anibodi total, IgM maupun IgG lebih
banyak. Parameter laboratoris yang dapat diperiksa antara lain 1:
- Leukosit; dapat normal atau menurun.
- Trombosit; umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.
- Hematokrit; peningkatan hematokrit >20% nilai normal menandakan
adanya kebocoran plasma. Peningkatan mulai terlihat pada hari ke-3
demam.
- Hemostasis; dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-dimer,
atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan
pembekuan darah.
- Protein/albumin: dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
- SGOT/SGPT dapat meningkat.
- Ureum, kreatinin; bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.
- Elektrolit; sebagai pemantauan pemberian cairan.
- Golongan darah dan cross match; bila akan diberikan transfusi darah atau
komponen darah.
- Imunoserologi; IgM mulai terdeteksi di hari ke 3-5, meningkat sampai
minggu ke-3, menghilang setelah 60-90 hari. IgG pada infeksi primer

21
mulai terdeteksi pada hari ke 14, dan pada infeksi sekunder muai
terdeteksi pada hari ke 2.
- Uji HI; dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang
perawatan, uji ini dilakukan untuk kepentingan surveilans.
- Uji NS 1; Antigen NS 1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama
sampai hari ke delapan. Sensitifitasnya berkisar antara 63-93,4% dengan
spesifitas 100%.

Pasien DBD bisa mengalami syok setelah demam berlangsung selama


beberapa hari, ditandai dengan seluruh kriteria WHO untuk DBD disertai
dengan kegagalan sirkulasi dan keadaan umum yang makin memburuk.
Manifestasi kegagalan sirkulasi yang timbul adalah nadi cepat dan lemah,
tekanan darah turun ≤ 20 mmHg dibandingkan standar sesuai umur dan
tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHG atau kurang, kulit dingin dan
pucat, lesu dan gelisah. Penderita seringkali mengeluh nyeri di daerah perut
sesaat sebelum syok timbul.8

D. Klasifikasi Derajat DBD


Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat (pada setiap derajat
sudah ditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi) 1:
1. Derajat 1 : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya menifestasi
perdarahan ialah uji bendung.
2. Derajat II : Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau
perdarahan lain.
3. Derajat III: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat,
tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di
sekitar mulut, kulit dingin dan lembab, dan anak tampak gelisah.
4. Derajat IV : Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan
tekanan darah tidak terukur.11

22
E. Komplikasi
Komplikasi pada DHF biasanya terjadi akibat syok berkepanjangan yang
mengakibatkan asidosis metabolik dan perdarahan hebat akibat KID dan
disfungsi multiorganik seperti disfungsi hati dan ginjal. Pemberian cairan yang
terlalu berlebihan pada fase kebocoran plasma juga bisa mengakibatkan efusi
masif. Pemberian cairan yang dilanjutkan setelah fase kebocoran plasma
terlewati akan menyebabkan edem paru akut dan gagal jantung. Gangguan
metabolik dan elektrolit seperti hipoglikemia, hiponatremia, hipokalemia,
dapat terjadi pada syok berkepanjangan dan pemberian cairan yang berlebihan
yang akan mengakibatkan manifestasi klinis yang tidak biasa seperti
ensefalopati.6
Ada beberapa pasien yang beresiko lebih tinggi untuk mengalami gejala yang
lebih berat dan komplikasi, yaitu 6:
- infant dan lansia
- orang dengan obesitas
- wanita hamil
- pasien dengan ulkus peptikum
- wanita yang sedang menstruasi atau perdarahan vagina abnormal
- penyakit hemolisis seperti defisiensi G-6PD, thalasemia, dan penyakit
hemoglobinopati lain
- penyakit kronik seperti DM, hipertensi, asthma, CKD, sirosis dan
penyakit jantung iskemik
- pasien yang sedang dalam terapi steroid atau NSAID

F. Tatalaksana
Tata laksana bersifat simptomatik dan suportif. Antipiretik kadang-kadang
diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi
lama demam pada DBD. Parasetamol direkomendasikan untuk mengatasi
demam.
Pengobatan suportif lain yang dapat diberikan antara lain larutan oralit,
larutan gula garam, jus buah, susu, dan lain-lain. Apabila pasien mulai terlihat

23
tanda - tanda dehidrasi pemberian cairan oral dapat diberikan untuk mencegah
dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak dapat
minum, muntah, atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena
rumatan perlu diberikan.3
Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersama dengan
Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi dan Divisi Hematologi dan Onkologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia telah menyusun protokol
penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa.

Protokol 1. Penanganan Tersangka (Probable) DBD Dewasa Tanpa Syok 1


Digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan pertama pada
penderita DBD atau yang diduga DBD di Instalasi Gawat Darurat dan juga dipakai
sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat.
Seseorang yang tersangka menderita DBD diruang Gawat Darurat dilakukan
hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), dan trombosit, bila :
 Hb, Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000, pasien
dapat dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke Poliklinik
dalam waktu 24 jam berikutnya (dilakukan pemeriksaan Hb, Ht, leukosit
dan trombosit tiap 24 jam) atau bila keadaan penderita memburuk segera
kembali ke Instalasi Gawat Darurat.
 Hb, Ht normal tetapi trombosit <100.00 dianjurkan untuk dirawat.
 Hb. Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk
dirawat.

24
Gambar : Observasi dan pemberian cairan suspek DBD dewasa tanpa
renjatan di Unit Gawat Darurat.

Protokol 2. Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Dewasa di Ruang Rawat


Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa syok
maka di ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus
berikut ini :
Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan, sesuai rumus berikut :
1500 + {20 x (BB dalam kg – 20)}
Contoh volume rumatan BB 55 kg : 1500 + {20 x (55 – 20)} = 2200 ml.
Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb, Ht, tiap 24 jam :
 Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombosit <100.000 jumlah pemberian
cairan tetap seperti rumus di atas tetapi pemantauan Hb, Ht trombo
dilakukan tiap 12 jam.
 Bila Hb, Ht meningkat > 20% dan trombosit <100.000 maka pemberian
cairan sesuai dengan protokol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan
Ht >20%.

25
Gambar : Pemberian cairan pada suspek DBD dewasa di ruang rawat

Protokol 3. Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Ht > 20% 1


Meningkatnya Ht > 20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit
cairan sebanyak 5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah dengan
memberikan infus cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kg/jam. Pasien kemudian
dipantau setelah 3-4 jam pemberian cairan. Bila terjadi perbaikan yang di tandai
dengan tanda-tanda hematokrit turun, frekuensi nadi turun, tekanan darah stabil,
produksi urin meningkat maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 5
ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan
tetap menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 3
ml/kgbb/jam. Bila dalam pemantauan keadaan tetap membaik maka pemberian
cairan dapat dihentikan 24 -48 jam kemudian.
Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/kgBB/jam tadi keadaan
tetap tidak membaik, yang ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat, tekanan
nadi menurun <20 mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus menaikkan
jumlah cairan infus 10 ml/KgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan
kembali dan bila keadaan menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan dikurangi
menjadi 5 ml/kgBB/jam tetapi bila keadaan tidak menunjukkan perbaikan maka

26
cairan infus dinaikkan menjadi 15 ml/kgBB/jam dan bila dalam perkembangannya
kondisi menjadi memburuk dan di dapatkan tanda-tanda syok maka pasien
ditanganu sesuai dengan protokol tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa.
Bila syok telah teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi pemberian
cairan awal.

Gambar : Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht > 20%

Protokol 4. Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa 1


Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah
perdarahan hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan
tampon hidung, perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau
hematoskesia), perdarahan saluran kencing (hematuria), perdarahan otak atau
perdarahan tersembunyi dengan jumlah perdarahan sebanyak 4 -5 ml/kgBB/jam.
Pada keadaan seperti ini jumlah dan kecepatan pemberian cairan tetap seperti

27
keadaan DBD tanpa syok lainnya. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan,
dan jumlah urin dilakukan sesering mungkin dengan kewaspadaan Hb, Ht, dan
trombosis serta hemostase harus segera dilakukan dan pemeriksaan Hb, Ht dan
trombosit sebaiknya di ulang setiap 4 – 6 jam.
Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratoris di
dapatkan tanda-tanda koagulasi intravaskular diseminata (KID). Transfusi
komponen darah diberikan sesuai indikasi. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi
faktor – faktor pembekuan (PT dan aPTT yang memanjang), PRC diberikan bila
nilai Hb kurang dari 10 g/dl. Transfusi trombosit hanya diberikan pada pasien DBD
dengan perdarahn spontan dan masif dengan jumlah trombosit <100.000/mm3
disertai atau tanpa KID.

Gambar : Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD Dewasa

Protokol 5. Tatalaksana Sindroma Syok Dengue pada Dewasa 1


Bila kita berhadapan dengan sindroma syok dengue (SSD) maka hal
pertama yang harus diingat adalah bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh
karena itu penggantian cairan intravaskular yang hulang harus segera dilakukan.
Angka kematian sindrom syok dengue sepuluh kali lipat dibandingkan dengan

28
penderita DBD tanpa renjatan, dan renjatan dapat terjadi karena keterlambatan
penderita DBD mendapatkan pertolongan/pengobatan, penatalaksanaan yang tidak
tepat termasuk kurangnya kewaspadaan terhadap tanda-tanda renjatan dini, dan
penatalaksanaan renjatan yang tidak adekuat.
Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan.
Selain resusitasi cairan, penderita juga diberikan oksigen 2 – 4 liter/menit.
Pemeriksaan – pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer
lengkap (DPL), hemostasis, analisis gas darah, kadar natrium, kalium, dan klorida,
serta ureum dan kreatinin.
Pada fase awal, cairan diguyur sebanyak 10-20 ml/kgBB dan di evaluasi
setelah 15-30 menit. Bila renjatan telah teratasi (ditandai dengan tekanan darah
sistolik 100 mmHg dan tekanan nadi lebih dari 20 mmHg, frekuensi nadi kurang
dari 100 kali per menit dengan volume yang cukup, akral teraba hangat, dan kulit
tidak pucat serta diuresis 0,5 – 1 ml/kgBB/jam) jumlah cairan dikurangi menjadi 7
ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-120 menit kemudian keadaan tetap stabil
pemberian cairan menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila 24-48 jam setelah renjatan teratasi
tanda-tanda vital dan hematokrit tetap stabil serta diuresis cukup maka pemberian
cairan perinfus harus dihentikan (karena jika reabsorbsi cairan plasma yang
mengalami ekstravasasi telah terjadi, di tandai dengan turunnya hematokrit, cairan
infus terus diberikan maka keadaan hipervolemi, edema paru atau gagal jantung
dapat terjadi).
Pengawasan dini kemungkinan terjadinya renjatan berulang harus
dilakukan terutama dalam waktu 48 jam pertama sejak terjadi renjatan (karena
selain proses patogenesis penyakit masih berlangsung, ternyata cairan kristaloid
hanya sekitar 20% saja yang menetap dalam pembuluh darah setelah 1 jam
pemberian). Oleh karena itu untuk mengetahui apakah renjatan telah teratasi dengan
baik, diperlukan pemantauan tanda vital yaitu status kesadaran, tekanan darah,
frekuensi nadi, frekuensi jantung, dan napas, pembesaran hati, nyeri tekan daerah
hipokondrium kanan dan epigastrik, serta jumlah diuresis. Diuresis diusahakan 2
ml/kgBB/jam. Pemantauan kadar hemaglobin, hematokrit, dan jumlah trombosit
dapat dipergunakan untuk pemantauan perjalanan penyakit.

29
Bila setelah fase awal pemberian cairan ternyata renjatan belum teratasi,
maka pemberian cairan kristaloid dapat di tingkatkan menjadi 20-30 menit. Bila
keadaan tetap belum teratasi, maka perhatikan nilai hematokrit. Bila nilai
hematokrit meningkat berarti perembesaan plasma masih berlangsung maka
pemberian cairan koloid merupakan pilihan, tetapi bila nilai hematokrit menurun,
berarti terjadi perdarahan (internal bleeding) maka pada penderita diberikan
transfusi darah segar 10 ml/kgBB dan dapat di ulang sesuai kebutuhan.
Sebelum cairan koloid diberikan maka sebaiknya kita harus mengetahui
sifat-sifat cairan tersebut. Pemberian koloid sendiri mula-mula diberikan dengan
tetesan cepat 10-20 ml.kgBB dan dievaluasi setelah 10 -30 menit. Bila keadaan
tetap belum teatasi maka untuk memantau kecukupan cairan dilakukan pemasangan
kateter vena sentral, dan pemberian koloid dapat ditambah hingga jumlah
maksimum 30 ml/kgBB (maksimal 1-1,5 l/hari) dengan sasaran tekanan vena
sentral 15-18 cmH2O. Bila keadaan tetap belum teratasi harus diperhatikan dan
dilakukan koreksi terhadap gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia, anemia,
KID, infeksi sekunder. Bila tekanan vena sentral penderita sudah sesuai dengan
target tetapi renjatan tetap belum teratasi maka dapat diberikan obat
inotropik/vasopresor.

30
Gambar : Tatalaksana Sindrom Syok Dengue pada Dewasa

Kriteria Memulangkan Pasien


Pasien dapat dipulangkan apabila, memenuhi semua keadaan di bawah ini :
1. Tampak perbaikan secara klinis
2. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
3. Nafsu makan membaik
4. Hematokrit stabil
5. Tiga hari setelah syok teratasi.
6. Jumlah trombosit >50.000/µl
7. Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)
8. Urin output baik

31
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang, pasien tersebut didiagnosis dengan demam berdarah
dengue derajat II

B. Saran
1. Setelah pasien diperbolehkan pulang, sebaiknya dilakukan follow up
kembali untuk mengevaluasi hasil pengobatan.
2. Perlu edukasi pada keluarga pasien untuk menjaga kebersihan
lingkungan dan diri sendiri untuk mencegah terjadinya sakit yang
berulang.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo, Aru W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna


Publishing; 2010
2. World Health Organization and the Special Programme for Research and
Training in Tropical Disease. Dengue guidlines for diagnosis, treatment,
prevention and control. New edition. World Health Organization; 2009.h.1-
86.
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman tata laksana klinis
infeksi dengue sarana pelayanan kesehatan. Departemen Kesehatan.
Jakarta; 2005.h. 25-43.
4. WHO. Dengue hemorrhagic fever : diagnosis, treatment, prevention, and
control. Geneva; 1997.h.1-66.
5. Soegijanto S. Demam berdarah dengue. Edisi 2. Surabaya : Airlangga
University Press; 2008.h.45-132.
6. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and
Dengue Haemorrhagic Fever. World Health Organization. SEARO; 2011
7. Behrman RE, Kliegman RM, dan Arvin AM. Nelson Ilmu Kesehatan Anak.
Ed 15 Vol 2. Jakarta: EGC; 2000.h.1134-35.
8. Sungkar, Saleh. Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Yayasan Penerbitan
Ikatan Dokter Indonesia; 2002
9. World Health Organization.Global Alert and Response (GAR), Impact of
Dengue. Diunduh dari website :
http://www.who.int/csr/disease/dengue/impact/en/. Diakses tanggal 27
Desember 2012.
10. Laporan Nasisonal Riset Kesehatan Dasar Departemen Kesehatan. Jakarta;
2007.

33

Anda mungkin juga menyukai