Anda di halaman 1dari 21

 Judul : Pengaruh Penambahan Em4 (Effective

Microorganism-4) Pada Pembuatan Biogas


Dari Eceng Gondok dan Rumen Sapi
 Jurnal : Jurnal Bahan Alam Terbarukan
 Nomor dan Volume Jurnal : No. 4, Vol. 2
 Tahun : 2015
 Penulis : Megawati1 dan Kendali Wongso Aji

A. Pendahuluan
Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap produksi biogas
dan tahap pengujian biogas.Tahap produksi biogas dimulai sejak pe- nyiapan
alat hingga selesai fermentasi, dan tahap pengujian biogas merupakan
serangkaian pengu- jian untuk mengetahui parmeter biogas.

B. Variabel
Penelitian ini meng- kaji pengaruh EM4 (Effective Microorganism-4)
terhadap massa, nilai kalor, dan kecepatan pem- bentukan biogas dari eceng
gondok. Percobaan dilakukan dalam anaerobic digester berukuran 4 liter,
bahan baku yang digunakan adalah eceng gondok, rumen sapi, dan air dengan
variabel penambahan EM4 sebesar 1% dan 0%. Fermentasi dilakukan secara
batch dengan penguku- ran gas (temperatur, tekanan, dan massa) setiap 7 hari
sekali sampai hari ke-35. Sebelum pros- es fermentasi, dilakukan pengujian
terhadap rasio C/N campuran bahan baku. Pembakaran gas dilakukan untuk
membuktikan gas yang didapat mengandung metana. Hasil Penelitian
menunjukkan bahwa rasio C/N untuk variabel dengan penambahan EM4 1%
sebesar 5,33 dan rasio C/N untuk variabel dengan penambahan EM4 0%
sebesar 7. Jadi, penambahan EM4 dapat menurunkan rasio C/N. Sementara itu,
hasil fermentasinya memperlihatkan bah- wa EM4 memperkecil produksi
biogas meskipun proses pembentukannya cepat. Massa total biogas yang
didapat pada variabel EM4 1% sebesar 1,1 g dan variabel EM4 0% sebesar
1,55 g. Tekanan biogas mengalami fluktuasi (pada variabel EM4 1% sebesar
35,6 cmH2O, sedangkan pada variabel EM4 0% sebesar 40,6 cmH2O).
Berdasarkan simulasi menggunakan chemical process simulator software,
diketahui heating value biogas sebesar 39.180 kJ/kg.

C. Bahan
1. Eceng gondok yang dicacah
2. Air
3. Kotoran sapi

D. Alat
1. Rangkaian Digester
2. Manometer, termometer, korek api, selang dan sejumlah kran

Gambar Rangkaian Digester.

E. Prosedur Penelitian
Biogas yang didapat dialirkan ke dalam balon, menggelembungnya balon
menunjukkan adanya aliran massa gas ke dalam balon. Kemudian
dilakukan pengukuran tekanan dengan menggunakan manometer pipa U
berisi aquades. Beda ketinggian dalam pipa menunjukkan be- sarnya
tekanan per cmH2O. Sebelum di- lakukan pemanenan gas, terlebih dulu
balon sebagai tempat gas ditimbang. Kemudian gas baru dialirkan ke
dalam balon. Gas yang berada dalam balon ditutup rapat-rapat dan
dilepaskan dari digester dan manometer pipa U, kemudian ditimbang
bdsersamaan dengan gas yang masih berada di dalamnya. Massa
menunjukkan berat balon ditambah berat gas. Pengukuran temperatur
dilakukan dengan menancapkan termometer ke digester. Kemudian
didiamkan selama beberapa menit hingga temperatur konstan. Kemudian
dilakukan pencacatan. Pengukuran temperatur tersebut berdasarkan
pemuaian raksa yang ter- lihat dalam skala termometer. Uji pembakaran
dilakukan dengan mengalirkan gas yang terdapat pada balon ke sumber
panas. Sumber panas yang digunakan adalah korek api. Gas dikeluarkan
se- dikit demi sedikit berdasar bukaan pada kran. Ketika dibakar, biogas
akan menampakkan api yang berbeda dari korek api yang digunakan. Api
yang semakin besar dan berwarna biru menunjukkan adanya gas metan
yang terkandung dalam biogas.

F. Prosedur Analisa
1. Pengaruh EM4 terhadap Rasio C/N
Tabel 1 tentang pengaruh EM4 terhadap Rasio C/N menunjukkan
bahwa penambahan EM4 dapat menurunkan rasio C/N, penurunan tersebut
mengindikasikan bahwa EM4 mengan- dung nitrogen, sehingga ketika
ditambahkan, maka kadar nitrogen akan bertambah dan rasio C/N akan
menurun. Meningkatnya kandungan nitrogen ini diduga disebabkan oleh
semakin ba- nyak volum EM4 yang ditambahkan sehingga jumlah mikroba
sebagai agen pendekomposisi bahan organik akan semakin banyak pula,
akibatnya nilai total N anorganik dalam senyawa NH4+ dan NO3- sebagai
hasil dari dekomposisi bahan organik (protein) akan semakin meningkat
pula (Kurniawan, 2013). Selain itu, penurunan unsur C disebabkan oleh
aktivitas mikroorganisme dalam menghasilkan energi. Hal tersebut
diperkuat oleh Sundari (2012) yang menyatakan bahwa karbon merupakan
suatu kandungan pada tanaman yang berfungsi sebagai sumber energi, dan
nitrogen merupakan salah satu unsur untuk pertumbuhan vegetatif dan
pembentukan protein.
Jenis BahanC-organik N total
Baku

No. Spektrofotometri Titrimetri C/N

1. EM4 0% 0.35 0.05 7

2. EM4 1 % 0.32 0.06 5.33

*) Analisis oleh Laboratorium Pupuk, BPTP Jawa Tengah

2. Pengaruh EM4 terhadap Massa Biogas

Tahapan percobaan selanjutnya setelah di- lakukan pencampuran bahan


baku adalah proses fermentasi dalam digester dan pengamatan pem- bentukan
biogas yang dilakukan setiap hari mu- lai dari reaktor pertama hingga reaktor
keempat selama 35 hari. Kemudian dilakukan pencatatan massa biogas yang
terbentuk dalam gram dengan cara mengalirkan gas ke dalam balon yang
sudah diberi pemberat. Menggelembungnya balon me- nunjukkan gas telah
mengalir ke dalam balon. Data hasil pengamatan pembentukan biogas da- pat
dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Pengaruh Penambahan EM4 terhadap Massa Bioga

Waktu Akumulasi Massa (g)


(Minggu ke-)
EM4 0% EM4 1%

0 0 0

1 0,4 0,59

2 0,47 0,63

3 1,29 0,76

4 1,43 0,79

5 1,55 1,1
Berdasarkan Tabel 1 tentang pengaruh penambahan EM4 terhadap rasio C/N dan

Tabel 2 tentang pengaruh EM4 terhadap massa biogas, dapat disimpulkan bahwa
EM4 dapat menurun- kan rasio C/N dan penurunan rasio C/N terse- but
berbanding lurus terhadap penurunan biogas yang dihasilkan. Hal tersebut

diperkuat dalam penelitian Tubagus (2009) yang menyatakan bahwa rasio C/N
berpengaruh signifikan dalam produksi biogas.

3. Hubungan Massa dan Tekanan Gas

Tabel 3 menunjukkan bahwa tekanan terbesar terdapat pada variabel


penambahan EM4 sebesar 0%, pada minggu ke- tiga saat proses fermentasi yaitu

sebesar 40,6 cm- H2O. Data tersebut berbanding lurus dengan data massa biogas
pada variabel penambahan EM4 se- besar 0% pada minggu ketiga, yaitu sebesar
0,82g. Pada teori gas ideal besarnya tekanan akan ber- banding lurus dengan mol

gas, dan besarnya mol dapat diketahui berdasar massa per berat massa atom.
Hubungan antara massa dan tekanan biog- as ditunjukkan oleh Gambar 2 dan 3.

Tabel 3. Data Pengamatan Tekanan Biogas

Waktu EM4 0% EM4 1%


(Minggu ke-)
cmH2O

0 0 0

1 12,3 31,7

2 36 34

3 40,6 36,5

4 22,3 23

5 20,5 20
Gambar 2. Kurva Tekanan Biogas

Gambar 3. Kurva Massa Biogas

4. Pengaruh Kondisi Operasi Reaktor terhadap Temperatur Biogas

Kondisi operasi reaktor menjadi salah satu hal penting dalam proses
fermentasi. Reaktor yang bagus harus mampu memberikan kondisi operasi yang
stabil dan tidak terpengaruh oleh lingkungannya.

5. Uji Pembakaran Biogas


Uji pembakaran dilakukan dengan cara memasukkan gas dalam balon

kosong, kemudian di ujung balon diberikan valve untuk membuka dan menutup
aliran gas. Pembakaran dilakukan dengan menyalakan api menggunakan korek,
kemudian valve dibuka sehingga gas bisa keluar, ketika gas keluar dan kontak

dengan api, maka terjadilah pembakaran, kemudian api dimati- kan dan gas masih
tetap terbakar. Uji pemba- karan juga menunjukkan bahwa gas berwarna biru,
yang menandakan api cukup bagus untuk digunakan sebagai sumber energi. Tabel
5, ten- tang hasil uji pembakaran, menunjukkan bahwa semua gas hasil fermentasi

pada setiap variabel dapat dibakar. Berarti, biogas yang dihasilkan mengandung
metana (CH4).

6. Nilai Kalor (Heating Value) Biogas

Pada pembuatan biogas, heating value me- rupakan parameter yang cukup
penting untuk mengevaluasi biogas yang dihasilkan, sehingga heating value perlu
dihitung guna mengetahui kemampuan biogas dalam menghasilkan ener- gi.

Dalam penelitian ini, heating value dihitung menggunakan chemical process


simulation.

7. Kecepatan Pembentukan Biogas

Kecepatan pembentukan biogas dihitung untuk mengetahui pengaruh EM4

dalam mendekomposisi bahan organik sehingga dapat mem- percepat proses


fermentasi. Berdasarkan Tabel 2 tentang pengaruh penambahan EM4 terhadap
biogas, dapat disimpulkan bahwa kecepatan pembentukan terbesar terdapat pada

variabel penambahan EM4 1%, terjadi pada minggu per- tama, yaitu sebesar 0,59
g/minggu.
 Judul : BIOGAS ENCENGGONDOK DAN FESSES
SAPI SEBAGAI ENERGI ALTERNATIVE
 Jurnal : Simposium Nasional RAPI XV
 Nomor danVolume Jurnal : -
 Tahun : 2016
 Penulis : Renilaili, Yanti Pasmawati

A. Pendahuluan
Penelitian ini bertujuan utama adalah untuk mendapatkan Biogas
dengan Nilai Kalor yang tinggi, dengan cara memanfaatkan tanaman enceng
gondok dan menggunakan kotoran sapi (Fesses) sebagai starter dalam
pembuatan biogas , serta peningkatan kualitas biogas dengan penggunaan
bubuk kapur ( CaCO3) yang digunakan untuk mengurangi kadar gas CO2
yang timbul bersama biogas. Adapun tujuan khusus penelitian, antara lain: 1.
Menentukan kondisi optimum dari variabel yang digunakan (tekanan,
temperatur, komposisi bahan baku). 2. Membuat prototipe alat pembuatan
biogas sebagai Teknologi Tepat Guna yang dapat diterapkan di masyarkat.
Biogas dari enceng gondok sebagai energi aternatif diharapkan mampu
menggantikan peran dari energi minyak bumi. Biogas dari enceng gondok
mempunyai nilai kalor yang sangat tinggi. Besarnya energi dalam biogas
tergantung dari konsentrasi gas methana (CH4) didalam biogas tersebut.
Semakin tinggi konsentrasi methana maka semakin besar kandungan energi ,
Nilai Kalor dari biogas adalah 4800-6700 Kkal/m3 biogas (Efriza, 2009 ).
Kualitas biogas dapat ditingkatkan dengan memperlakukan beberapa
parameter yaitu menghilangkan hidrogen sulphur, kandungan air serta
Karbon dioksida (CO2). Apabila kadar CH4 yang dihasilkan lebih banyak
dalam komposisi biogas, maka kualitas biogas yang baik akan tercapai , serta
akan mempunyai nilai kalor yang tinggi, yang langsung bisa terlihat dari hasil
uji test nyala dari biogas yang berwarna biru. Manfaat Penelitian dengan
adanya penelitian ini didapatkan biogas sebagai bahan bakar alternative yang
ramah lingkungan. Energi biogas merupakan energi terbarukan , bahan baku
mudah didapat khususnya daerah sumatera selatan, banyak sekali rawa-rawa
yang ditumbuhi tanaman enceng gondok, yang dapat digunakan sebagai bahan
baku , sedangkan fesses sapi berfungsi sebagai starter.

B. Variabel

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Desain eksperimen III ( 3 kg


enceng gondok, 3 kg feses sapi, 3 liter air, +0,6%CaCO3) merupakan desain
ekperimen yang memiliki kondisi optimum temperatur biogas yang paling cepat
bereaksi membentuk biogas, (2) Desain eksperimen II (3 kg enceng gondok, 3 kg
feses sapi, 3 liter air, +0,3% CaCO3) merupakan desain eksperimen yang paling
cepat menghasilkan nilai pH dalam kondisi optimum, (3) Desain eksperimen
memiliki variansi yang sama dan setelah dilakukan uji manova Eksperimen I,II,
dan III tidak mempengaruhi Temperatur dan pH. Kondisi optimum temperatur
yang paling cepat mencapai 28oC - 29oC yaitu desain eksperimen III yang terjadi
pada hari ke 14 sampai ke 49, sedangkan kondisi optimum nilai pH sebesar 7,5 –
7,6 yaitu desain eksperimen II yang terjadi pada hari ke 30 sampai hari ke
35.Kesimpulan berdasarkan hasil pengamatan desain eksperimen biogas I, II, III,
maka dapat disimpulkan sebagai berikut,1.Temperatur optimum terjadi pada
temperatur 28-29 oC sedang pH optimum pada 7,5-7,6 sedangkan tekanan tidak
begitu berpengaruh.

C. Bahan
Bahan utama yang digunakan pada proses pembuatan biogas adalah
Enceng gondok yang didapat dari daerah Musi II kota Palembang, Fesses
sapi starter yang didapat dari daerah Peternakan sapi, sedangkan bahan
pembantu berupa bubuk kapur (CaCO3).

D. Alat
3 buah Tangki digester (sebagai reaktor), 3 buah thermometer ( oC) , 3
buah alat pengukur tekanan (mmHg),selang plastik ½ inchi , 3 buah pipa
tembaga ( sebagai alat penghubung ) , Blender(sebagai alat penghancur
enceng gondok) dan Alat on/off.

E. Prosedur Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode eksperimen
di dalam laboratorium,ada 3 macam eksperimen yang dilakukan, ke 3 macam
eksperimen dilakukan dengan cara yang sama, hanya perbedaannya pada
eksperimen I tidak ada penambahan kapur, sedangkan pada ekxperimen II ada
penambahan kapur sebanyak 0,3%, sedangkan pada eksperimen ke III
penambahan kapur sebanyak 0,6%. Perlakuan pertama dengan menghaluskan
enceng gondok, kemudian mencampurkan enceng gondok dengan fesses sapi
dan air dengan perbandingan (1 : 1 : 3), setelah dicampurkan kemudian diaduk
supaya mendapatkan komposisi campuran yang homogen. Setelah campuran
tersebut homogen kemudian dimasukkan kedalam reaktor dalam kondisi
anaerob agar fermentasi bisa berlangsung dengan baik.Selama Fermentasi
berlangsung dilakukan pengamatan terhadap temperatur, tekanan dan pH,
selama 60 hari.
Prototipe tabung biogas terbuat dari galon air minum yang mampu
menahan tekanan gas yang bersifat tekanan rendah. Tabung biogas dilengkapi
dengan alat ukur temperatur, alat ukur tekanan, dan lubang untuk pengukuran
nilai pH yang digunakan untuk data pengamatan hasil eksperimen.
Kompor biogas yang dirancang merupakan modifikasi dari kompor gas
elpiji, proses penggunaannya sama dengan kompor gas elpiji, namun proses
aliran penampung biogas ke kompor gas yang berbeda.
Reaksi kimia yang terjadi dalam pembuatan biogas ada 3 tahap:
Pada tahap hidrolisis atau tahap pelarutan ini , bahan yang tidak larut
seperti sellulose, polisakarida dan lemak akan diubah menjadi bahan yang
larut dalam air seperti karbohidrat dan asam lemak tahap pelarutan
berlangsung pada temperatur 25-26 oC. Pada tahap pengasaman dalam
reaktor, akan terjadi reaksi pembentukan asam laktat, dan asam
butirat,sedangkan pada tahap metanogesis, bakteri metana akan secara
perlahan membentuk gas metana dalam kondisi anaerob, proses ini
berlangsung selama 15 hari dengan suhu 28-29oC.

F. Prosedur Analisa

1. Perbedaan Tingkat Temperatur Biogas

Berdasarkan hasil data eksperimen yang didapat, maka terjadi perbedaan


waktu pembentukan gas metana dalam kondisi anaerob, antara lain:
1. Eksperimen I terjadi pembentukan gas metana pada hari ke 39 – 52.

2. Eksperimen II terjadi pembentukan gas metana pada hari ke 34 – 49

3. Eksperimen III terjadi pembentukan gas metana pada hari ke 14 – 49

 Perbedaan tingkat tekanan dari ketiga eksperimen yang dilakukan.


Pencapaian tekanan tertinggi dari ketiga desain eksperimen terjadi pada
desain eksperimen II terjadi pada hari ke 48 yaitu sebesar 90 mmHg.
Sedangkan tingkat tekanan tertinggi pada eksperimen I yaitu pada hari ke 47,
ke 48, ke 49 sebesar 75 mmHg, dan tingkat tekanan eksperimen III yaitu pada
hari ke 36 sebesar 60 mmHg.

 PH optimum pada suatu proses pembuatan biogas yaitu sebesar 7,5 – 7,6,
berdasarkan data yang diamati pada ketiga desain eksperimen, maka kondisi
optimum pada desain eksperimen I yaitu pada hari ke 32 – ke 47, desain
eksperimen ke II yaitu pada hari ke 30 – ke 35, dan desain eksperimen III
yaitu pada hari ke 35 – ke 46.

 Setelah dilakukan eksperimen dan pengamatan tingkat temperatur dan nilai


PH dari desain eksperimen I, II, III, maka dilakukan analisis kondisi optimum
temperatur dan nilai pH dari ketiga desain eksperimen tersebut. Kondisi
optimum temperatur yang paling cepat mencapai 28oC - 29oC yaitu desain
eksperimen III yang terjadi pada hari ke 14 sampai ke 49, sedangkan kondisi
optimum nilai pH sebesar 7,5 – 7,6 yaitu desain eksperimen II yang terjadi
pada hari ke 30 sampai hari ke 35.

 Uji Manova, Hasil data eksperimen I, II, dan 3 dilakukan uji manova untuk
mengetahui pengaruhnya terhadap temperatur dan pH. Eksperimen I,II, dan
III tidak mempengaruhi Temperatur dengan P Value 0,232 yang artinya H0
Diterima H1 Ditolak. Eksperimen I, II, dan III tidak mempengaruhi pH
dengan P Value 0,584 yang artinya H0 Diterima H1 Ditolak
 Judul :Pemanfaatan Limbah Eceng Gondok Sebagai
Energi Biogas Dengan Menggunakan Digester
 Jurnal : Jurnal ilmu-ilmu teknik elektro dan rekayasa
 Volume Jurnal : Vol.2 No.2
 Tahun : 2018
 Penulis : Herman Nawir, Muhammad Ruswandi Djalal,
Apollo

A. Pendahuluan

Penelitian ini bertujuan untuk merancang alat yang akan digunakan untuk
mengolah eceng gondok sehingga dapat menghasilkan energi biogas. Komponen
utama dari peralatan yang dibuat terdiri dari digester, perangkap air, wadah gas,
dan kompor gas, masing-masing dibuat 3 peralatan. Percobaan dilakukan
menggunakan 3 buah digester dimana masing-masing digester diisi dengan 10kg
enceng gondok dan starter berbeda. Digester A menggunakan starter 0,5 liter
EM4 yang dicampur dengan 4,5 liter air. Digester B menggunakan starter 5 kg
kotoran sapi dicampur dengan air 3 liter. Dan digester C menggunakan starter 5
kg kotoran sapi dicampur dengan 0,5 liter EM4 dan 4, 5 liter air. Kemudian lihat
perkembangan biogas selama proses fermentasi (35 hari).

B. Variabel

Perubahan tekanan yang dihasilkan oleh digester C lebih besar dari


tekanan yang dihasilkan dari digester A dan B. Perubahan suhu yang dihasilkan
dalam digester C lebih besar dari suhu yang dihasilkan oleh digester A dan B.
Nilai pH awal pencampuran untuk digester A adalah pH 6.3 , digester B dengan
pH 7,5 dan digester C dengan pH 5,5. Nilai pH setelah biogas diproduksi untuk
digester A dengan pH 7,5, digester B dengan pH 7,5 dan digester C dengan pH 7,6.
Ini sesuai dengan pH yang baik untuk pertumbuhan mikroba pembentuk biogas,
mulai dari 6,4 hingga 7,8. Api yang dihasilkan pada uji nyala biru, dengan total
panjang nyala untuk setiap digester adalah 54 menit 46 detik.

C. Bahan
Eceng gondok, air, stater EM4 dan stater kotoran sapi sebagai bahan baku
pembuatan biogasnya.

D. Alat
Digester

E. Prosedur Penelitian

Pembentukan biogas terjadi pada proses anaerob yaitu kedap


udara. Pembentukan biogas terdiri dari tiga tahapan yaitu tahap
hidrolisis, asifikasi dan metanogenesis.

1. Tahap Hidrolisis`
Padatahap hidrolisis terjadi pemecahan polimer menjadi polimer
yang lebih sederhana oleh enzim dan dibantu dengan air. Enzim tersebut
dihasilkan oleh bakteri yang terdapat dari bahan-bahan organik. Bahan
organik bentuk polimer dirubah menjadi bentuk monomer. Contohnya
lidnin oleh enzim lipase menjadi asam lemak. Protein oleh enzim
protease menjadi peptide dan asam amino. Amilosa oleh enzim amylase
dirubah menjadi gula (monosakarida) [20].

2. Tahap Pengasaman (Asidifikasi)


Pada tahap pengamasaman, bakteri merubah polimer sederhana hasil hidrolisis
menjadi asam asetat, hidrogen (H2) dan karbondioksida (CO2). Untuk merubah
menjadi asam asetat, bakteri membutuhkan oksigen dan karbon yangdiperoleh
dari oksigen terlarut yang terdapat dalam larutan. Asam asetat sangat penting
dalam proses selanjutnya, digunakan oleh mikroorganisme untuk pembentukan
metan [20].
3. Tahap Pembentukan Gas Metan
Padatahap ini senyawa dengan berat molekul rendah didekomposisi oleh
bakteri metanogenik menjadi senyawa dengan molekul tinggi.

Contoh bakteri ini menggunakan asam asetat, hidrogen (H2) dan karbondioksida
(CO2) untuk membentuk metanadan karbondioksida (CO2). Bakteri penghasil
metan memiliki kondisi atmosfer yang sesuai akibat proses bakteri penghasil
asam. Asam yang dihasilkan oleh bakteri pembentuk asam digunakan oleh bakteri
pembentuk metan. Tanpa adanya peroses simbiotik tersebut, maka akan
menimbulkan racun bagi mikroorganisme penghasil asam [20].
Gambar 1. Tahapan Pembentukan Biogas [20]

F. Prosedur Analisa

TABEL II. PH PADA AWAL DAN AKHIR PERCOBAAN.

No. DIGESTER PH AWAL PH AKHIR

1 A 6.3 7.5

2 B 7.5 7.5

3 C 5.5 7.6

Pada tabel di atas, terlihat nilai pH pada awal pencampuran bahan


baku biogas dan pada saat biogas sudah dihasilkan. Pada awal
pencampuran, pH masing-masing digester bervariasi yaitu digester A
memiliki nilai pH 6,3, digester B memiliki nilai pH 7,5, dan digester C
memiliki nilai pH 5,5.

Namun, pada saat biogas telah dihasilkan, nilai pH naik menjadi


hampir sama untuk ketiga digester, yaitu 7,5 untuk digester A dan B,
sedangkandigesterC memiliki nilai pH 7,6. Hal ini sesuai dengan pH
yang baik untuk pertumbuhan mikroba pembentuk biogas, yaitu
berkisar antara 6,4 sampai 7,8.

Perbedaan pH untuk campuran pada digesterA dan B terhadap


campuran digester C sedikit berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh
perbedaan campuran antara ketiga digester, dimana digester A berisi
campuran antara bahan baku eceng gondok dan larutan EM-4 (effective
microorganisme-4), digester B berisi campuran antara bahan baku
eceng gondokdan kotoran sapi, dan digester C berisi campuran antara
bahan baku eceng gondok dengan kotoran sapi dan larutan EM-4
(effective microorganisme-4).

Grafik Hubungan Tekanan terhadap Waktu pada DigesterA,


Digester B, dan Digester C.

0.
35

0.3
10 20 30 40
0.
25
Grafik Hubungan Suhu terhadap Waktu pada Digester A, Digester B, dan
DigesterC.

Fermentasi (Hari)
36

35

34

33

32

30
Suhu
(°C)

29
10 20 30 40

Pada gambar di atas, terlihat bahwa ketiga digester mengalami kenaikan


tekanan mulai dari hari ke 6 untuk digester B dan C, sedangkan digesterA pada
hari ke-7.Ketiga digester mengalami kenaikan tekanan yang berbanding lurus
hingga hari ke 12.Setelah hari ke 13, gas dalam digester dilepas untuk
membuang biogas yang belum sempurna karena masih ada oksigen yang
terjebak.

Setelah gas dalam digester dilepas, ketiga digester kembali mengalami


kenaikan tekanan mulai dari hari ke 19 untuk digester A, B dan C setelah
tekanan kembali mulai dari titik nol setelah melepaskan biogas yang belum
sempurna.

Ketiga digester kembali mengalami kenaikan tekanan yang berbanding


lurus. Digester A tidak lagi mengalami kenaikan pada hari ke 32 pada tekanan
0.17 bar, sedangkan digester B dan C pada hari ke 29 pada tekanan 0.18 dan
0.19. Tekanan konstan hingga pengujian nyala api.

Namun, jika dibandingkan antara ketiga digester, tekanan digester C pada


pengukuran tiap harinya selalu lebih besar dibanding digester B. Begitupun
digester B, tekananya selalu lebih besar dari digester A. Hal ini disebabkan oleh
perbedaan campuran bahan baku dan starter antara ketiga digester. Gas sudah
dapat digunakan untuk menyalakan api setelah dihubungkan ke kompor gas.

Gambar di atas menunjukkan perubahan suhu ketiga digester pada awal


proses pembentukan biogas.Terlihat bahwa suhu pada ketiga digestercenderung
mengalami penaikan dari hari ke-1 hingga hari ke-12. Suhu tertinggi untuk
digester A yaitu pada hari ke-12 yaitu 32 C. Suhu tertinggi untuk digester B yaitu
pada hari ke-12 yaitu 32.07 C. Dan suhu tertinggi untuk digester C yaitu juga
pada hari ke-12 yaitu 33.6 C

Penurunan suhu yang terlihat jelas terjadi antara hari ke- 12 dan ke-13.Hal
ini dipengaruhi oleh pelepasan gas yang ada dalam digester, namun tidak
mempengaruhi produksi biogas yang masih berlangsung.Kemudian kembali
mengalami kenaikan pada hari ke 14.

Suhu digesterA mengalami kenaikan yang cenderung sedikit hingga hari


ke-18, kemudian sedikit turun pada hari ke 19. Kemudian kembali mengalami
kenaikan suhu pada hari ke 21 hingga hari ke 27.Hal ini menunjukkan bahwa
produksi biogas lebih besar pada hari tersebut.Kemudian cenderung konstan
hingga hari ke 30.Pada hari ke 31 sampai hari ke 35, suhu mulai menurun
drastis.Hal ini disebabkan gas mengalami penurunan produksi.

Suhu digester B mengalami kenaikan yang cenderung sedikit hingga hari


ke-19, kemudian sedikit turun pada hari ke- 21.Kemudian kembali mengalami
kenaikan suhu drastis pada hari ke 23 hingga hari ke 26.Hal ini menunjukkan
bahwa produksi biogas lebih besar pada hari tersebut.Kemudian kenaikan suhu
cenderung konstan hingga hari ke 30.Pada hari ke 31 sampai hari ke 35, suhu
mulai menurun drastis.Hal ini disebabkan gas mengalami penurunan produksi.

Suhu digester C mengalami kenaikan yang cenderung sedikit hingga hari


ke-18, kemudian sedikit turun hingga hari ke-21.Kemudian kembali mengalami
kenaikan suhu drastis pada hari ke 22 hingga hari ke 25.Hal ini menunjukkan
bahwa produksi biogas lebih besar pada hari tersebut.Kemudian kenaikan suhu
cenderung konstan hingga hari ke 30.Pada hari ke 31 sampai hari ke 35, suhu
mulai menurun drastis.Hal ini disebabkan gas mengalami penurunan produksi.
Suhu tertinggi untuk digester A yaitu pada hari ke-30 yaitu 32.03 C. Suhu
tertinggi untuk digester B yaitu pada hari ke-30 yaitu 32.7 C. Dan suhu tertinggi
untuk digester C yaitu juga pada hari ke-30 yaitu 34.87 C.

 Uji nyala api


Pengujian nyala api dilakukan pada saat penampung gas berbahan plastik
mika sudah terisi penuh, yaitu pada hari ke-36 dan ke-37, yaitu tanggal 14-15
Agustus 2015. Digester A pada hari pertama, api dinyalakan selama 25 menit
dengan pembukaan gas sedang. Kemudian pada hari kedua api dinyalakan untuk
memasak air sebanyak 1 liter selama 12 menit 46 detik hingga mendidih dan tetap
dinyalakan selama 19 menit hingga gas habis. Jadi, total nyala api hingga gas
pada penampung plastik habis yaitu 56 menit 46 detik. Pada digester B hari
pertama, api dinyalakan selama 25 menit dengan pembukaan gas sedang.
Kemudian pada hari kedua api dinyalakan untuk memasak air sebanyak 1 liter
selama 10 menit 53 detik hingga mendidih dan tetap dinyalakan selama 22 menit
hingga gas habis. Jadi, total nyala api hingga gas pada penampung plastik habis
yaitu 57 menit 53 detik. Pada Digester C hari pertama, api dinyalakan selama 25
menit dengan pembukaan gas sedang. Kemudian pada hari kedua api dinyalakan
untuk memasak air sebanyak 1 liter selama 10 menit 12 detik hingga mendidih
dan tetap dinyalakan selama 25 menit hingga gas habis. Jadi, total nyala api
hingga gas pada penampung plastik habis yaitu 60 menit 12 detik.

Anda mungkin juga menyukai