Anda di halaman 1dari 13

PERADILAN ISLAM PADA MASA

ALI BIN ABI THALIB

MAKALAH

Mata Kuliah Peradilan Islam


Dosen Pengampu : Asep Saepullah, M.HI

Disusun Oleh :

Kelompok 8
Syamsudin, NIM (1414211043)
Siti Nafisah, NIM (1414211040)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Tersetruktur


Pada Mata Kuliah Peradilan Islam
Yang Akan Di Persentasikan Pada Tanggal 25 Maret 2015

JURUSAN AAS
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI
CIREBON
2015

1 |Peradilan Islam
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kami ungkapkan kepada Allah SWT yang


telah memberikan kesehatan dan kesempatan pada kami untuk menikmati
keindahan di dunia ini, tentunya dengan nikmat dan karunia-Nya, kami
selaku mahasiswa yang mengemban tugas dalam bentuk makalah ini dapat
terselesaikan dengan baik menurut pandangan kami.
Shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada baginda Nabi besar kita
Muhammad SAW, sahabat beserta keluarganya yang telah membawa kita dari
zaman jahiliyah yang penuh dengan kebodohan ke zaman yang terang benderang
seperti sekarang ini.
Dan tak lupa kami ucapan banyak terima kasih kepada Bapak Asep
Saepullah selaku dosen pengampu pada mata kuliah Peradilan Islam ini yang telah
memberikan bimbingan dan arahannya kepada kami, serta doa dan dukungan dari
teman-teman sehingga makalah yang berjudul “Peradilan Islam Pada Masa Ali
Bin Abi Thalib” dapat terselesaikan dengan tepat waktu.
Semoga makalah ini dapat memberikan kontribusi yang positif dalam
kegiatan belajar mengajar. Kami selaku penyusun menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna, Maka dari itu kami mengharapkan kritik dan
sarannya untuk memperbaiki makalah kami agar lebih baik lagi di kemudian hari.
Setidaknya mendekati kata sempurna. Terimakasih ...

Cirebon, 20 Maret 2015

Penyusun

i |Peradilan Islam
DAFTAR ISI

Halaman judul
Kata pengantar ..................................................................................................... i
Daftar isi............................................................................................................... ii
Bab I Pendahuluan
A. Latar belakang ........................................................................................... 1
B. Rumusan masalah ...................................................................................... 2
C. Tujuan penulisan ....................................................................................... 2
Bab II Peradilan Pada masa Ali Bin Abi Thalib
A. Biografi Sahabat Ali bin Abi Thalib ......................................................... 3
B. Sistem Peradilannya .................................................................................. 4
C. Akhir dari pemerintahan Ali bin Abi Thalib ............................................. 7
Bab III Penutup
A. Kesimpulan................................................................................................ 9
Daftar pustaka ....................................................................................................... 10

ii |Peradilan Islam
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW status sebagai Rasulullah tidak
dapat diganti oleh siapapun (khatami al-anbiya’ wa al-mursalin), tetapi kedudukan
beliau yang kedua sebagai pimpinan kaum muslimin mesti segera ada gantinya.
Orang itulah yang dinamakan “Khalifah” artinya yang menggantikan Nabi
menjadi kepala kaum muslimin (pimpinan komunitas Islam) dalam memberikan
petunjuk ke jalan yang benar dan melestarikan hukum-hukum Agama Islam.
Dialah yang menegakkan keadilan yang selalu berdiri diatas kebenaran.
Maka setelah Nabi Muhammad SAW wafat, pemuka-pemuka Islam segera
bermusyawarah untuk mencari pengganti Rasulullah SAW. Setelah terjadi
perdebatan sengit antara kaum Anshar dan kaum Muhajirin, akhirnya terpilihlah
sahabat Abu Bakar sebagai Khalifah, artinya pengganti Rasul SAW yang
kemudian disingkat menjadi Khalifah atau Amirul Mu’minin.
Keputusan Rasulullah SAW yang tidak menunjuk penggantinya sebelum
beliau wafat dan menyerahkan pada forum musyawarah para sahabat merupakan
produk budaya Islam yang mengajarkan bagaimana cara mengendalikan negara
dan pemerintah secara bijaksana dan demokratis.
Sejak saat itulah Islam memasuki periode baru yang dipimpin oleh
Khulafaur Rasydin, terjadi beberapa perubahan dalam corak pemerintahan dan
islam semakin berkembang. Khulafaur Rasydin yang terdiri dari Abu Bakar As-
shidiq, Umar bin Khatab, Usman bin Afan, serta Ali bin Abi Thalib memberikan
warna tersendiri pada perkembangan peradilan Islam dan akan dibahas lebih
mendalam dalam makalah ini.

1 |Peradilan Islam
B. Rumusan masalah
Dalam sebuah karya tulis baik skripsi, laporan, maupun makalah itu memiliki
titik acuan yang menjadi permasalahan kenapa akan di bahas? Maka inilah
rumusan masalahnya :
1. Bagaimana sistem peradilan yang dilakukan Ali bin Abi Thalib pada masa
itu ?
2. Bagaimana kondisi peradilannya pada masa Ali?
3. Siapakah yang memimpin Peradilan itu?

C. Tujuan
Adapun sebuah karya tulis pasti mempunyai tujuan yang utama dalam
pembuatannya, berikut adalah tujuan kami selaku penyusun :
1. Agar dapat memahami kondisi dan sistem peradilannya pada masa Ali bin
Abi Thalib.
2. Mengetahui biografi dan sejarah dari sahabat Rasul yang bernama Ali bin
Abi Thalim pada masa itu.
3. Selain pemahaman tentang sejarah dan sistem peradilannya, tujuan kami
agar dapat memenuhi tugas kami sebagai Mahasiswa.

2 |Peradilan Islam
BAB I
PERADILAN PADA MASA ALI BIB ABI THALIB

A. Biografi Ali Bin Abi Thalib

Ali dilahirkan di Mekkah, daerah Hijaz, Jazirah Arab, pada tanggal 13


Rajab. Menurut sejarawan, Ali dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya kenabian
Muhammad, sekitar tahun 599 Masehi atau 600 (perkiraan). Muslim Syi'ah
percaya bahwa Ali dilahirkan di dalam Ka'bah. Beliau bernama asli Haydar bin
Abu Thalib, paman Rasulullah SAW. Haydar yang berarti Singa adalah harapan
keluarga Abu Thalib untuk mempunyai penerus yang dapat menjadi tokoh
pemberani dan disegani diantara kalangan Quraisy Mekkah. Setelah mengetahui
sepupu yang baru lahir diberi nama Haydar, Rasulullah SAW terkesan tidak suka,
karena itu mulai memanggil dengan Ali yang berarti Tinggi (derajat di sisi Allah).
Kelahiran Ali bin Abi Thalib banyak memberi hiburan bagi Rasulullah
SAW karena beliau tidak punya anak laki-laki. Uzur dan faqir nya keluarga Abu
Thalib memberi kesempatan bagi Rasulullah SAW bersama istri beliau Khadijah
untuk mengasuh Ali dan menjadikannya putra angkat. Hal ini sekaligus untuk
membalas jasa kepada Abu Thalib yang telah mengasuh Nabi sejak beliau kecil
hingga dewasa, sehingga sedari kecil Ali sudah bersama dengan Muhammad.
Ketika Rasulullah SAW menerima wahyu, riwayat-riwayat lama seperti Ibnu
Ishaq menjelaskan Ali adalah lelaki pertama yang mempercayai wahyu tersebut
atau orang ke 2 yang percaya setelah Khadijah istri Nabi sendiri. Pada saat itu Ali
berusia sekitar 10 tahun.
Pada usia remaja setelah wahyu turun, Ali banyak belajar langsung dari
Rasulullah SAW karena sebagai anak asuh, berkesempatan selalu dekat dengan
Rasululla. Ali bin Abi Thalib adalah orang pertama yang mengikrarkan
keislamannya di hadapan Nabi tanpa pernah tersentuh akidah Arab Jahiliah
sebelumnya. Sebelum akalnya dirusaki oleh kesyirikan. Ia selalu bersama Nabi di
masa-masa sulit maupun senang begitu juga pada masa perang maupun damai.
Kebersamaannya dengan Nabi membuatnya senantiasa berakhlak dengan akhlak
Nabi sebagai panutannya. Ia memahami agama dari Nabi dan mempelajari apa
3 |Peradilan Islam
yang diturunkan Jibril kepada Nabi. Ali bin Abi Thalib akhirnya terkenal sebagai
sahabat yang paling paham agama, paling layak untuk menghakimi dengan
aturan-aturan syariat, yang paling menjaga agama, yang paling layak mendakwahi
orang lain, paling teliti dalam memberikan pandangan dalam masalah agama dan
yang paling mendekati kebenaran. Kelebihan-kelebihan ini mengharuskan Umar
untuk berkata,'Bila ada Abul Hasan (Ali bin Abi Thalib) tidak akan ada masalah
yang tersisa pasti ia dapat menyelesaikannya.
Rasullullah mengawinkan Ali bin Abi Thalib dengan putri Beliau yang
bernama Fatimah. Hal inilah yang menjadi bukti bagi sebagian kaum Sufi bahwa
ada pelajaran-pelajaran tertentu masalah ruhani atau yang kemudian dikenal
dengan istilah Tasawuf yang diajarkan Rasulullah khusus kepada Ali tapi tidak
kepada Murid-murid atau Sahabat-sahabat yang lain.
Bila ilmu Syari'ah atau hukum-hukum agama Islam baik yang mengatur
ibadah maupun kemasyarakatan semua yang diterima Rasulullah harus
disampaikan dan diajarkan kepada umatnya, sementara masalah ruhani hanya bisa
diberikan kepada orang-orang tertentu dengan kapasitas masing-masing. Didikan
langsung dari Rasulullah SAW kepada Ali dalam semua aspek ilmu Islam baik
aspek zhahir (luar) atau syariah dan bathin (dalam) atau tasawuf menggembleng
Ali menjadi seorang pemuda yang sangat cerdas, berani dan bijak, fasih dalam
berbicara, dan salah satu orang yang paling banyak meriwayatkan hadits
Rasulullah SAW. Selain itu Ali adalah orang yang sangat berani dan perkasa dan
selalu hadir pada setiap peperangan karena itu dia selalu berada di barisan paling
depan pada setiap peperangan yang dipimpin Rasulullah.

B. Sistem peradilan Ali bin Abi Thalib


Ali bin Abi Thalib memerintah dari tahun 656-662 M. Sejak kecil ia dididik dan
diasuh oleh Nabi Muhammad SAW. Ali sering kali ditunjuk oleh Nabi
menggantikan beliau menyelesaikan masalah-masalah penting. Semasa
pemerintahannya Ali tidak banyak dapat berbuat untuk mengembangkan hukum
Islam, karena keadaan negara tidak stabil.

4 |Peradilan Islam
Di sana sini timbul bibit-bibit perpecahan yang serius dalam tubuh umat Islam.1
Nabi Muhammad Saw. telah bersaksi bahwa peradilan sebagaimana yang
diputuskan Ali, atau umatku yang terbaik peradilannya adalah Ali, atau yang
terbaik peradilannya di antara kamu adalah Ali. Para sahabat juga bersaksi, di
antaranya Abdullah bin Mas'ud dan Abu Hurairah, bahwa Ali adalah penduduk
Madinah yang terbaik hukumnya. Umar juga berkata tentang dia: "yang terbaik
hukumnya di antara kami adalah Ali". Bahkan Umar berlindung kepada Allah
SWT. dari kesulitan yang terjadi jika tidak terdapat Abu al-Hasan, di mana dia
mengatakan, `Jikalau bukan Ali, niscaya Umar akan binasa".2
Ali menetapkan hukum di antara manusia selama di Madinah. Ketika
keluar ke Bashrah dia mengangkat Abdullah bin Abbas sebagai gantinya di
Madinah, dan mengangkat Abu Aswad al-Du'ali dalam masalah pemerintahan di
Bashrah dan sekaligus dalam peradilan.3 Namun kemudian, dia dipecat setelah
beberapa waktu karena banyaknya dia berbicara. Sebab bicaranya melebihi
pembicaraan dua pihak yang berseteru (penggugat dan tergugat). Ali mengangkat
al-Nakha'i sebagai Gubernur di Ustur. Ali berpesan agar al-Nakha'i bertakwa
kepada Allah Swt., agar hatinya diliputi rasa kasih sayang dan kecintaan kepada
rakyat, dan agar bermusyawarah dan memilih penasihat-penasihat. Ali juga
menjelaskan tentang siasat pemerintahan. la berkata (memesan) tentang khusus
urusan qadhi : "di antara rakyatmu yang engkau pandang mampu yang tidak
disibukkan oleh urusan-urusan lain dan anjurkanlah agar mereka bersabar dalam
usaha mengungkapkan tabir yang menyelimuti rahasia perkara yang sebenarnya". 4

a. agar diadili bila harus karena pengadilan adalah bagian dari semangat
keadilan. Semangat keadilan dalam diri Ali bin Abi Thalib mengalir hingga
merasuki Kebijakan Ali bin Abi Thalib

1
Muhammad Daud Ali, op.cit. hlm. 180
2
Samir ‘Aliyah, op.cit. hlm. 305
3
Selain menyelesaikan masalah pemerintahan dan peradilan, beliau juga diperhatikan
menyusun kitab tentang dasar-dasar ilmu nahwu.
4
Muhammad Salam Madkur, op.cit.,hlm.42

5 |Peradilan Islam
Tidak aneh bila dikatakan Ali bin Abi Thalib adalah orang yang paling adil.
Aneh bila Ali bin Abi Thalib adalah kebalikannya. Riwayat-riwayat tentang
keadilan Ali bin Abi Thalib adalah harta peninggalan yang tak terkira yang
senantiasa mengawasi posisi dan derajat manusia dan semangat kemanusiaan.
Ali bin Abi Thalib tidak ingin ditinggikan dalam hak-haknya di peradilan.
Bahkan ia selalu berusaha hal-hal yang paling sederhana. Wasiat-wasiat dan surat-
suratnya kepada para gubernurnya hampir seluruhnya berisikan pesan untuk
berlaku adil. Keadilan telah memenangi pertempuran di dalam hati Ali bin Abi
Thalib dan hati para pengikutnya sekalipun mereka dizalimi dan ia disakiti. Sudah
jamak diketahui bahwa Ali bin Abi Thalib memiliki sikap yang kokoh, kuat
pendirian dalam membela yang hak. Setelah di bai’at sebagai khalifah dia cepat
mengambil tindakan. Dia segera mengeluarkan perintah yang menunjukkan
ketegasan sikapnya yaitu sikapnya sebagai berikut :
1. Memecat beberapa Gubernur yang pernah diangkat Utsman bin Affan,
meraka adalah bani ummayah.
2. Mengembalikan kembali tanah-tanah dan hibah yang demikian besar
jumlahnya.

Tindakan ini muncul karena adanya pemberontakan bani Ummayah yang


tidak membaiatnya sebagai khalifah. Ini tergambar dengan jelas dari sikap
muawiyah bin Abu Sofyan, yang saat itu menjadi Gubernur Syam. Sedangkan
wilayah, wilayah lain telah membaiat Ali dan kondisi wilayah-wilayah itu sangat
kondusif.
Beliau juga tidak melakukan perubahan besar di dalam peradilan. Beliau
juga berpegang pada Alquran, sunnah, lalu merujuk pada khalifah
sebelumnya. Sesuai dengan khalifah sebelumnya, Khalifah Ali bin Abi Thalib RA
juga membayar gaji para hakim dengan memakai uang yang ada di Bait al-Mâl.
Selain dari itu, dalam usaha Khalifah Ali RA meningkatkan kualitas
peradilan Islam, beliau memberi insruksi kepada Gubenur Mesir dalam penentuan
orang-orang yang akan diangkat menjadi hakim. Di dalam instruksi itu,
ditekankan agar penguasa memilih orang-orang yang akan menjadi hakim dari

6 |Peradilan Islam
orang-orang yang dipandang utama oleh penguasa sendiri, jangan dari orang-
orang yang berpenghidupan sempit, jangan dari orang-orang yang tidak
mempunyai wibawa dan jangan pula dari orang- orang yang loba kepada harta
dunia, di samping mempunyai ilmu yang luas, otak yang cerdas, daya kerja yang
sempurna.
Khalifah Ali bin Abi Thalib telah banyak memberi hukum atau fatwa yang
dijadikan hukum oleh orang-orang setelahnya. Salah satu kemusykilan hukum
yang diselesaikan Ali RA adalah apabila ada seorang istri yang mana suaminya
meninggal dunia sebelum suami tersebut menjimak istrinya. Sedangkan suami
tersebut belum menyerahkan mas kawin kepada istri tersebut. Maka Ali RA
menghukumi bahwa tidak ada hak bagi istri tersebut mas kawin yang sepadan,
karena diqiyaskan pada wanita yang tertalak.
Berikut ini sebagai contoh kasus yang terjadi pada masa pemerintahan Ali
bin Abi Thalib, ada seortang pemuda mengaku didepan Imam Ali bahwa
bapaknya pergi Bersama beberapa oarang dalam bepergian. Ketika pulang,
mereka mendalihkan bahwa bapaknya telah meninggal dan tidak meninggalkan
harta apapun, maka Amir mukminin memerintahkan duapolisi untuk masing-
msaing tertuduh dengan cermat tentang kapan kepergian mereka, dan bagaimana
didapatkan hartanya. Juga tentang bagaimana dia dimakamkan, dimana tempat-
tempatnya, dan pertanyaan-pertanyaan yang mendetail seperti itu. Namun ternyata
jawaban masing-masing berbeda dengan yang lain. Dia memerintahkan untuk
menahan meraka dan masing-masing mengira bahwa kawannya telah mengaku.
Akhirnya Imam Ali menetapkan denda kepada mereka dan hukuman mati dengan
Qishash. Peristiwa ini menetapkan tentang bolehnya memisahkan para terdakwa
untuk mencermati permasalahan sebenarnya dan bahwa pengakuan yang muncul
akibat tersebut dinilai benar dan tidak ada unsur paksaan.

C. Akhir dari pemerintahan Ali bin Abi Thalib


Dengan terjadinya berbagai pemberontakan dan keluarnya sebagian
pendukung Ali, menyebabkan banyak pengikut Ali gugur dan berkurang serta
dengan hilangnya sumber kemakmuran dan suplai ekonomi khalifah dari Mesir

7 |Peradilan Islam
karena dikuasai oleh Muawiyah menjadikan kekuatan Khalifah menurun,
sementara Muawiyah makin hari makin bertambah kekuatannya. Hal tersebut
memaksa Khalifah untuk menyetujui perdamaian dengan Muawiyah.
Perdamaian antara Khalifah dengan Muawiyah, makin menimbulkan
kemarahan kaum Khawarij dan menguatkan keinginan untuk menghukum orang-
orang yang tidak disenangi. Karena itu mereka bersepakat untuk membunuh Ali,
Mu’awiyah, Amr bin Ash, Abu Musa al-Asy’ari. Namun mereka hanya berhasil
membunuh Ali yang akhirnya meninggal pada tanggal 19 Ramadhan tahun 40
H./661M, oleh Abdurrahman ibn Muljam, salah seorang yang ditugasi membunuh
tokoh-tokoh tersebut. Sedangkan nasib baik berpihak kepada Mu’awiyah dan Amr
bin Ash, mereka berdua luput dari pembunuhan tersebut.
Kedudukan Ali sebagai khalifah kemudian dijabat oleh anaknya Hasan
selama beberapa bulan. Namun, karena Hasan tentaranya lemah, sementara
Mu’awiyah semakin kuat, maka Hasan membuat perjanjian damai.
Perjanjian ini dapat mempersatukan umat Islam kembali dalam satu
kepemimpinan politik, di bawah Mu’awiyah ibn Abi Sufyan. Di sisi lain,
perjanjian itu juga menyebabkan Mu’awiyah menjadi penguasa absolut dalam
Islam. Tahun 41 H (661 M), tahun persatuan itu, dikenal dalam sejarah sebagai
tahun jama’ah (’am jama’ah). Dengan demikian berakhirlah masa yang disebut
dengan masa Khulafa’ur Rasyidin, dan dimulailah kekuasaan Bani Umayyah
dalam sejarah politik Islam.

8 |Peradilan Islam
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Sudah jamak diketahui bahwa Ali bin Abi Thalib memiliki sikap yang kokoh,
kuat pendirian dalam membela yang hak. Setelah di bai’at sebagai khalifah dia
cepat mengambil tindakan. Dia segera mengeluarkan perintah yang menunjukkan
ketegasan sikapnya yaitu sikapnya sebagai berikut :
1. Memecat beberapa Gubernur yang pernah diangkat Utsman bin Affan,
meraka adalah bani ummayah.
2. Mengembalikan kembali tanah-tanah dan hibah yang demikian besar
jumlahnya.

Usaha Khalifah Ali RA meningkatkan kualitas peradilan Islam, beliau


memberi insruksi kepada Gubenur Mesir dalam penentuan orang-orang yang akan
diangkat menjadi hakim. Di dalam instruksi itu, ditekankan agar
penguasa memilih orang-orang yang akan menjadi hakim dari orang-orang yang
dipandang utama oleh penguasa sendiri, jangan dari orang-orang yang
berpenghidupan sempit, jangan dari orang-orang yang tidak mempunyai wibawa
dan jangan pula dari orang- orang yang loba kepada harta dunia, di samping
mempunyai ilmu yang luas, otak yang cerdas, daya kerja yang sempurna.
Khalifah Ali bin Abi Thalib telah banyak memberi hukum atau fatwa yang
dijadikan hukum oleh orang-orang setelahnya. Salah satu kemusykilan hukum
yang diselesaikan Ali RA adalah apabila ada seorang istri yang mana suaminya
meninggal dunia sebelum suami tersebut menjimak istrinya. Sedangkan suami
tersebut belum menyerahkan mas kawin kepada istri tersebut. Maka Ali RA
menghukumi bahwa tidak ada hak bagi istri tersebut mas kawin yang sepadan,
karena diqiyaskan pada wanita yang tertalak.

9 |Peradilan Islam
Daftar Pustaka

Alaidin Koto, Muhammad Husin. Sejarah Peradilan Islam,cet 1. PT.


Rajagrafindo persada, Bandung. 2011

Ahmad Al-‘Usayri. Sejarah islam, cet 1. Jakarta, Akbar media Eka Sarana, 2003

10 |Peradilan Islam

Anda mungkin juga menyukai