Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

SISTEM PERNAFASAN : PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS

DI RUANG TERATAI RSUD BATANG

Disusun oleh :
Nuzulia Khoirilliqo (16.1176.S)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN

2019
KATA PENGANTAR

Segala Puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya sehingga Kami dapat menyelesaikan “Laporan pendahuluan penyakit
paru obstruksi kronis”, tanpa nikmat sehat yang diberikan oleh-Nya sekiranya
saya tidak akan mampu untuk menyelesaikan makalah ini. Sholawat serta salam
selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, semoga atas ijin
Allah SWT mendapatkan syafaatnya nanti.

Saya menyadari bahwa dalam makalah ini terdapat banyak kekurangan


dan kesalahan, oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang
bermanfaat untuk perbaikan makalah agar menjadi lebih bermanfaat untuk kita
semua.

Batang, 30 Desember 2019


BAB I
PENDAHULUAN

A. Definisi
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah suatu penyakit
yang dikarakteristikkan oleh adanya hambatan aliran udara secara kronis
dan perubahan-perubahan patologi pada paru, dimana hambatan aliran
udara saluran nafas bersifat progresif dan tidak sepenuhnya reversibel dan
berhubungan dengan respon inflamasi yang abnormal dari paruparu
terhadap gas atau partikel yang berbahaya. (Hariman, 2010). Penyakit
paru-paru obstrutif kronis/PPOK (COPD) merupakan suatu istilah yang
sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung
lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara
sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Irman, 2008). Penyakit Paru
Obstruksi Kronik adalah sejumlah gangguan yang mempengaruhi
pergerakan udara dari dan ke luar paru. Gangguan yang penting adalah
bronkitis obstruktif, efisema, dan asma bronchial (Muttaqin, 2008).

B. Etiologi
Brashers (2007) menambahkan faktor-faktor yang menyebabkan
penyakit paru obstruksi kronis adalah :
1. Merokok merupakan > 90% resiko untuk PPOK dan sekitar 15%
perokok menderita PPOK. Beberapa perokok dianggap peka dan
mengalami penurunan fungsi paru secara cepat. Pajanan asap rokok
dari lingkungan telah dikaitkan dengan penurunan fungsi paru dan
peningkatan resiko penyakit paru obstruksi pada anak.
2. Terdapat peningkatan resiko PPOK bagi saudara tingkat pertama
perokok. Pada kurang dari 1% penderita PPOK, terdapat defek gen
alfa satu antitripsin yang diturunkan yang menyebabkan awitan awal
emfisema.
3. Infeksi saluran nafas berulang pada masa kanak – kanak berhubungan
dengan rendahnya tingkat fungsi paru maksimal yang bisa dicapai dan
peningkatan resiko terkena PPOK saat dewasa. Infeksi saluran nafas
kronis seperti adenovirus dan klamidia mungkin berperan dalam
terjadinya PPOK.
4. Polusi udara dan kehidupan perkotaan berhubungan dengan
peningkatan resiko morbiditas PPOK.

C. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis menurut Mansjoer (2000) pada pasien dengan
Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah :
1. Batuk.
2. Sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau
mukopurulen.
3. Sesak, sampai menggunakan otot-otot pernafasan tambahan untuk
bernafas.
Reeves (2001) menambahkan manifestasi klinis pada pasien
dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah perkembangan gejala-
gejala yang merupakan ciri dari PPOK adalah malfungsi kronis pada
sistem pernafasan yang manifestasi awalnya ditandai dengan batuk-
batuk dan produksi dahak khususnya yang makin menjadi di saat pagi
hari. Nafas pendek sedang yang berkembang menjadi nafas pendek
akut. Batuk dan produksi dahak (pada batuk yang dialami perokok)
memburuk menjadi batuk persisten yang disertai dengan produksi
dahak yang semakin banyak. Biasanya pasien akan sering mengalami
infeksi pernafasan dan kehilangan berat badan yang cukup drastis,
sehingga pada akhirnya pasien tersebut tidak akan mampu secara
maksimal melaksanakan tugas-tugas rumah tangga atau yang
menyangkut tanggung jawab pekerjaannya. Pasien mudah sekali
merasa lelah dan secara fisik banyak yang tidak mampu melakukan
kegiatan sehari-hari.
Selain itu pada pasien PPOK banyak yang mengalami penurunan
berat badan yang cukup drastis, sebagai akibat dari hilangnya nafsu
makan karena produksi dahak yang makin melimpah, penurunan daya
kekuatan tubuh, kehilangan selera makan (isolasi sosial) penurunan
kemampuan pencernaan sekunder karena tidak cukupnya oksigenasi
sel dalam sistem (GI) gastrointestinal. Pasien dengan PPOK lebih
membutuhkan banyak kalori karena lebih banyak mengeluarkan
tenaga dalam melakukan pernafasan.

D. Pathofisiologi
Patofisiologi menurut Brashers (2007), Mansjoer (2000) dan
Reeves (2001) adalah Asap rokok, polusi udara dan terpapar alergen
masuk ke jalan nafas dan mengiritasi saluran nafas. Karena iritasi yang
konstan ini , kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel-sel goblet
meningkat jumlahnya, fungsi silia menurun, dan lebih banyak lendir yang
dihasilkan serta terjadi batuk, batuk dapat menetap selama kurang lebih 3
bulan berturut-turut. Sebagai akibatnya bronkhiolus menjadi menyempit,
berkelok-kelok dan berobliterasi serta tersumbat karena metaplasia sel
goblet dan berkurangnya elastisitas paru. Alveoli yang berdekatan dengan
bronkhiolus dapat menjadi rusak dan membentuk fibrosis mengakibatkan
fungsi makrofag alveolar yang berperan penting dalam menghancurkan
partikel asing termasuk bakteri, pasien kemudian menjadi rentan terkena
infeksi.
Infeksi merusak dinding bronchial menyebabkan kehilangan
struktur pendukungnya dan menghasilkan sputum kental yang akhirnya
dapat menyumbat bronki. Dinding bronkhial menjadi teregang secara
permanen akibat batuk hebat. Sumbatan pada bronkhi atau obstruksi
tersebut menyebabkan alveoli yang ada di sebelah distal menjadi kolaps.
Pada waktunya pasien mengalami insufisiensi pernafasan dengan
penurunan kapasitas vital, penurunan ventilasi, dan peningkatan rasio
volume residual terhadap kapasitas total paru sehingga terjadi kerusakan
campuran gas yang diinspirasi atau ketidakseimbangan ventilasi-perfusi.
Pertukaran gas yang terhalang biasanya terjadi sebagai akibat dari
berkurangnya permukaan alveoli bagi pertukaran udara.
Ketidakseimbangan ventilasi–perfusi ini menyebabkan hipoksemia atau
menurunnya oksigenasi dalam darah. Keseimbangan normal antara
ventilasi alveolar dan perfusi aliran darah kapiler pulmo menjadi
terganggu. Dalam kondisi seperti ini, perfusi menurun dan ventilasi tetap
sama. Saluran pernafasan yang terhalang mukus kental atau bronkospasma
menyebabkan penurunan ventilasi, akan tetapi perfusi akan tetap sama
atau berkurang sedikit.
Berkurangnya permukaan alveoli bagi pertukaran udara
menyebabkan perubahan pada pertukaran oksigen dan karbondioksida.
Obstruksi jalan nafas yang diakibatkan oleh semua perubahan patologis
yang meningkatkan resisten jalan nafas dapat merusak kemampuan paru-
paru untuk melakukan pertukaran oksigen atau karbondioksida. Akibatnya
kadar oksigen menurun dan kadar karbondioksida meningkat.
Metabolisme menjadi terhambat karena kurangnya pasokan oksigen ke
jaringan tubuh, tubuh melakukan metabolisme anaerob yang
mengakibatkan produksi ATP menurun dan menyebabkan defisit energi.
Akibatnya pasien lemah dan energi yang dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi juga menjadi berkurang yang dapat menyebabkan
anoreksia.
Selain itu, jalan nafas yang terhambat dapat mengurangi daerah
permukaan yang tersedia untuk pernafasan, akibat dari perubahan
patologis ini adalah hiperkapnia, hipoksemia dan asidosis respiratori.
Hiperkapnia dan hipoksemia menyebabkan vasokontriksi vaskular
pulmonari, peningkatan resistensi vaskular pulmonary mengakibatkan
hipertensi pembuluh pulmonary yang meningkatkan tekanan vascular
ventrikel kanan atau dekompensasi ventrikel kanan.

E. Pathways
Faktor
predisposisi

Edema, spasme bronkus,


peningkatan secret
bronkiolus

Bersihan Obstruksi bronkiolus awal


jalan napas fase ekspirasi
tidak efektif

Udara terperangkap
dalam alveolus

Suplai O2 jaringan
PaO2 rendah Sesak napas,
rendah
PaCO2 tinggi napas pendek

Gangguan
metabolisme
Hipoksemia jaringan Gangguan Risiko Pola nafas
pertukaran perubaha tidak efektif
gas n nutrisi
Metabolisme kurang
anaerob dari
kebutuha
n tubuh
Gagal Produksi ATP
jantung menurun
kanan

Defisit energi

Lelah, lemah

Intoleransi Gangguan Pola


Aktifitas tidur
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik untuk pasien dengan Penyakit Paru
Obstruksi Kronis menurut Doenges (2000) antara lain :
1. Sinar x dada dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru, mendatarnya
diafragma, peningkatan area udara retrosternal, penurunan tanda
vaskularisasi atau bula (emfisema), peningkatan tanda bronkovaskuler
(bronkhitis), hasil normal selama periode remisi (asma).
2. Tes fungsi paru untuk menentukan penyebab dispnea, untuk
menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi,
untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek
terapi misalnya bronkodilator.
3. Peningkatan pada luasnya bronkhitis dan kadang-kadang pada asma,
penurunan emfisema.
4. Kapasitas inspirasi menurun pada emfisema.
5. Volume residu meningkat pada emfisema, bronchitis kronis dan asma.
6. Forced Expiratory Volume (FEV1) atau FVC. Rasio volume ekspirasi
kuat dengan kapasitas vital kuat menurun pada bronchitis dan asma.
7. Analisa Gas Darah (AGD) memperkirakan progresi proses penyakit
kronis misalnya paling sering PaO2 menurun, dan PaCO2 normal atau
meningkat (bronkhitis kronis dan emfisema) tetapi sering menurun
pada asma, pH normal atau asidosis, alkalosis respiratorik ringan
sekunder terhadap hiperventilasi (emfisema sedang atau asma).
8. Bronkogram dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada
inspirasi, kolaps bronkhial pada ekspirasi kuat (emfisema),
pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada bronkus.
9. Hemoglobin meningkat (emfisema luas), peningkatan eosinofil
(asma).
10. Kimia darah antara lain alfa satu antitripsin dilakukan untuk
meyakinkan defisiensi dan diagnosa emfisema primer.
11. Sputum, kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi
patogen, pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui keganasan atau
gangguan alergi
12. Elektrokardiogram (EKG). Deviasi aksis kanan, peninggian
gelombang P (asma berat), disritmia atrial (bronchitis), peninggian
gelombang P pada lead II, III, AVF (bronchitis, emfisema), aksis
vertikal QRS (emfisema).
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Fokus Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien masuk ke rumah sakit karena sesak nafas
batuk berdahak.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien belum pernah mengalami penyakit yang seperti di
alami sekarang.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga pasien juga tidak ada yang mengalami penyakit
seperti yang dirasakan klien sekarang.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala: normal, kepala tegak lurus, tulang kepala
umumnya bulat dengan tonjolan frontal di bagian anterior
dan oksipital dibagian posterior.
b. Rambut: biasanya tersebar merata, tidak terlalu kering,
tidak terlalu berminyak.
c. Mata: biasanya tidak ada gangguan bentuk dan fungsi mata.
Mata anemis, tidak ikterik, tidak ada nyeri tekan.
d. Telinga: normalnya bentuk dan posisi simetris. Tidak ada
tanda-tanda infeksi dan tidak ada gangguan fungsi
pendengaran.
e. Hidung: bentuk dan fungsi normal, tidak ada infeksi dan
nyeri tekan.
f. Mulut: mukosa bibir kering, tidak ada gangguan perasa.
g. Leher: normal.
h. Dada: tidak ada kelainan pada dada
i. Hepar: biasanya tidak ada pembesaran hepar.
j. Ekstremitas: biasanya tidak ada gangguan pada ektremitas.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan Bersihan jalan napas b.d mokus dalam jumlah
berlebih
2. Gangguan pola tidur b.d gangguan (sesak nafas)

C. Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA NOC NIC

Ketidakefektifan NOC : NIC :


Bersihan jalan
Respiratory status : ventilation Airway suction:
napas b.d mokus
dalam jumlah Respiratory status : airway patency 1. Pastikan kebutuhan oral/ tracheal
berlebih suctioning
Kriteria Hasil :
2. Auskultasi suara nafas sebelum dan
1. Mendemonstrasikan batuk efektif sesudah suctioning
dan suara nafas yang bersih,tidak 3. Informasikan kepada keluarga
ada sianosis dan dyspnea (mampu tentang suctioning
mengeluarkan sputum,mampu 4. Minta pasien nafas dalam sebelum
bernafas dengan mudah,tidak ada dilakukan suctioning.
pursed lips) 5. Berikan O2 dengan mengunakan
2. Menunjukan jalan nafas yang nasal kanul untuk memfasilitasi
paten( klien tidak merasakan suksion nasotrakeal.
tercekik,irama nafas, frekuensi Airway management
pernafasan dalam rentan 1. Posisikan pasien untuk membuka
normal,tidak ada suara nafas ventilasi
tambahan) 2. Monitor respirasidan status O2
3. Dapat mengidentifikasikan dan 3. Identifikasi pasien perlunya
mencagah factor yang dapat pemasangan alat jalan nafas
menghambat jalan nafas. buatan
4. Keluarkan secret dengan batuk
atau suction
5. Auskultasi suara nafas catat

Gangguan pola NOC : NIC :


tidur b.d gangguan
Sleep : extent and pattern Sleep enhancement
(sesak nafas)
1. Jumlah jam tidur dalam batas 1. Determinasi efek – efek medikasi
normal 6-8 jam / hari terhadap pola tidur
2. Pola tidur, kualitas dalam batas 2. Jelaskan pentingnya tidur yang
normal adekuat
3. Perasaan segar sesudah tidur atau 3. Fasilitas untuk mempertahankan
istirahat aktivitas sebelum tidur ( membaca)
4. Mampu mengidentifikasikan hal 4. Ciptakan lingkungan yang nyaman
– hal yang meningkatkan tidur 5. Kolaborasi pemberian obat tidur
6. Instruksikan untuk memonitor tidur
pasien
7. Diskusikan dengan pasien dan
keluarga pasien tentang teknik
tidur pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Irman, S. 2008. Asuhan keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika.

NANDA, NIC- NOC. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnose Medis & NAND, NIC- NOC. Jakarta: Media Action
Publishing.

Tamsuri, Anas. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Pernafasan. Jakarta:


EGC.

Tim PDPI. 2008. Diagnosis dan Tatalaksana Kegawatdaruratan Paru. Jakarta:


Sagung Seto

Anda mungkin juga menyukai