PR Anestesi
PR Anestesi
SEPSIS
Oleh:
Amalina Elvira Anggraini
G99172032
Pembimbing :
dr. Septian Adi Permana., Sp. An., M.Kes.
3. Pasien datang ke IGD dengan assesment sepsis, diberikan oksigen dengan nasal
canule 2 liter dan saturasi 100%. Apakah kadar laktat pada pasien mungkin tinggi?
4. Pro calcitonin digunakan pada apa? Dan pada kasus sepsis digunakan untuk
strategi apa?
Procalcitonin merupakan salah satu biomarker yang digunakan pada sepsis yang
biasa digunakan untuk mendiagnosis adanya infeksi akut yang terjadi pada seseorang.
Procalcitonin digunakan untuk menentukan durasi dari terapi antibiotik. Procalcitonin
juga digunakan untuk menerapkan prinsip de-eskalasi antibiotik.
Sumber : Rhodes A et al. 2017. Surviving Sepsis Campaign: International Guideline for
Management of Septic and Septic Shock: 2016. Society of Critical Care Medicine p 486-
552.
5. Apa itu saturasi vena central, serta bagaimana kegunaan dan berapa batas normal
nya? Mengapa pada pasien sepsis diberikan inotropik?
Central venous pressure (CVP) adalah tekanan dalam atrium kanan pada vena
sentral. CVP digunakan untuk menilai responsivitas dalam pemberian cairan pada pasien
sepsis.
6. Apa yang dimaksud de-eskalasi antibiotik? Apabila pada hasil kultur dinyatakan
sensitif terhadap semua antibiotik, bagaimana prinsip pemilihannya?
De-eskalasi antibiotik adalah pemberian antibiotik spektrum luas dan bila perlu
diberikan antibiotik kombinasi secara dini terutama untuk menangani kasus infeksi
kemudian dilanjutkan dengan menggantikan antibiotik spektrum sempit berdasarkan
tampilan klinis dan hasil uji kepekaan kuman. Pada kasus-kasus sepsis yang telah
dilakukan pemberian antibiotik empiris sebaiknya dilakukan evaluasi klinis setelah 3 hari
pemberian antibiotik serta disesuaikan dengan hasil kultur darah. Apabila hasil kultur
darah dinyatakan resisten namun dari hasil klinis membaik, pada pemberian antibiotik
empiris dapat dilanjutkan. Apabila klinis memburuk dengan hasil kultur resisten maka
pemberian antibiotik sebaiknya diganti dengan antibiotik spektrum sempit atau dengan
antibiotik definitf sesuai dengan patogen penyebab infeksi.
Sumber : Rhodes A et al. 2017. Surviving Sepsis Campaign: International Guideline for
Management of Septic and Septic Shock: 2016. Society of Critical Care Medicine p 486-
552.
Sumber : Rhodes A et al. 2017. Surviving Sepsis Campaign: International Guideline for
Management of Septic and Septic Shock: 2016. Society of Critical Care Medicine p 486-
552.
8. Apakah ada pemeriksaan pengganti kultur pada sepsis dan bagaimana mekanisme
nya?
SSC (2018) menyebutkan pemeriksaan kultur sebagai salah satu langkah
resusitasi awal, namun kultur darah sendiri membutuhkan waktu 48-72 jam dan sering
memberikan hasil negatif palsu. Pada pasien sepsis yang membutuhkan identifikasi
patogen secara cepat dapat menggunakan teknik diagnostik molekular yaitu dengan
Polymerase chain reaction yang dilanjutkan dengan electrospray ionization-mass
spectrometry (PCR/ESI-MS). Pemeriksaan ini dapat mendeteksi lebih dari 800 rantai
patogen yang ada pada aliran darah serta mengidentifikasi adanya resistensi antibiotik.
Spesimen yang bisa digunakan untuk teknik PCR/MSI-ES adalah darah (dengan tabung
EDTA) dengan minimal jumlah 5 ml, sedangkan untuk cairan lain seperti LCS atau
cairan sinovial sebanyak 0,5 ml. Spesimen yang sudah diambil kemudian didinginkan
pada suhu 4’C selama 30 menit kemudian desimpan dalam suhu 4’C atau didinginkan
pada suhu -20’C sampai waktu pemeriksaan.
Sumber : Vincent JL et al. 2015. Rapid Diagnosis of infection in the Critically Ill,
a Multicenter Study of Molecular Detection in Bloddstream Infections, Pneumonia, and
Sterile Site Infections. Critical Care Medicine p 2283-91.
9. Pada keadaan dimana norepinefrin tidak ada, maka vasopresor pilihannya apa dan
berapa dosisnya?
Pada sepsis terjadi proses inflamasi yang menimbulkan respon vasodilatasi pada
pembuluh darah sehingga perlu diberikan vasopresor untuk memberikan efek
vasokontriksi sehingga mampu meningkatkan cardiac output dan MAP sebagai target
utama resusitasi awal pada pasien dengan sepsis atau shock sepsis. Pada keadaan dimana
norepinnefrin sebagai first-line vasopresor tidak ada, dopamine dapat digunakan sebagai
second-line vasopresor. Dosis dopamine >10 mcg/kgBB dapt memberikan efek
vasopresor pada pasien sepsis dan syok sepsis. Dopamine dapat meningkatkan MAP dan
cardiac output melalui peningkatan stroke volume dan heart rate.
Sumber : Rhodes A et al. 2017. Surviving Sepsis Campaign: International Guideline for
Management of Septic and Septic Shock: 2016. Society of Critical Care Medicine p 486-
552.
Tabel Klasifikasi RIFLE menurut The Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI)2,4
Risk > 1,5 kali nilai >25% nilai dasar <0,5
dasar mL/kgBB/jam, >6
jam
Injury >2,0 kali nilai dasar >50% nilai dasar <0,5
mL/kgBB/jam,
>12jam
Failure >3,0 kali nilai dasar >75% nilai dasar <0,3mL/kgBB/jam,
atau >4 mg/dL >24 jam
dengan kenaikan
akut > 0,5mg/dL
Loss Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 4 minggu
End Stage Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 3 bulan
Keterangan: Cr = kreatinin; GFR = glomerular filtration rate; UO=urine output
Sumber: Lopes JA, Jorge S (2013). The RIFLE and AKIN classifications for acute
kidney injury: A critical and comprehensive. Clin Kidney Journal 6:8–14.