Anda di halaman 1dari 20

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

GULA DARAH SEWAKTU DAN SUBKUTAN INSULIN

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 2
Asma Fhara Fadilah P07220218004
Leny Adifa P07220218009
Natasya Melinda Rachmad P07220218022
Rifatia Toto P07220218027
Riza Nur Fauzi P07220218028
Santi Rosita P07220218030
Yudistira Wahyu Pradana P07220218039

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES KALIMANTAN TIMUR

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

TAHUN AKADEMIK 2019/2020


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan Rahmat juga
Ridhonya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah dengan judul “GULA
DARAH SEWAKTU DAN SUBKUTAN INSULIN” dengan tepat waktu. Semoga
makalah ini dapat menjadi pemenuh tanggung jawab atas tugas yang diberikan oleh
bapak/ibu dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II Sarjana Terapan
Keperawatan tingkat II, selain dari pada itu penyusun juga berharap bahwa makalah ini
dapat memberikan manfaat dalam membantu melengkapi wawasan.
Terima kasih yang sebesar-besarnya penyusun sampaikan kepada dosen
pembimbing mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II, juga kepada rekan sejawat
yang telah membantu dalam proses pengerjaan sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.

Makalah ini penyusun akui masih banyak menyimpan kekurangan karena


pengalaman yang belum sepenuhnya mendukung. Oleh karena itu kami harapkan
kepada para pembaca untuk dapat memberikan masukan yang bersifat membangun
untuk perbaikan Keeperawatan Medikal Bedah II.

Samarinda, 21 Januari 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..................................................................................................... i

Daftar isi ................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang ........................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 1
C. Tujuan ........................................................................................................ 1
D. Manfaat ....................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 2

A. Gula Darah .................................................................................................. 2


B. Diabetes Melitus ......................................................................................... 4
C. Farmakologi Diabetes Melitus .................................................................... 6
D. Insulin ......................................................................................................... 8
E. Jenis jenis insulin dan cara kerjanya............................................................9
F. SOP ............................................................................................................. 11

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 15

A. Kesimpulan ................................................................................................. 15
B. Saran ........................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dari sepuluh penyebab utama kematian salah satunya adalah penyakit diabetes
mellitus (DM) yang merupakan jenis penyakit tidak menular, keadaan ini terjadi baik di
negara maju maupun negara berkembang maupun Negara dengan ekonomi rendah. Hal ini
disebabkan adanya perkembangan sosioekonomi dan kultural bangsa sehingga dunia
dituntut untuk memberikan perhatian yang lebih kepada penyakit tidak menular, yang
sudah mulai meningkat sesuai dengan perkembangan masyarakat. Oleh karena ini
masyarakat perlu diberikan pengetahuan tentang penyakit tidak menular dengan melihat
kencenderungan semakin meningkatnya prevalensi penyakit tidak menular dalam
masyarakat, termasuk kalangan masyarakat Indonesia.
Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan
absolut insulin atau insensitivitas sel terhadap insulin. Berdasarkan definisi, glukosa darah
puasa harus lebih besar daripada 140mg/100 ml pada dua kali pemeriksaan terpisah agar
diagnosis diabetes melitus dapat ditegakkan (Corwin, 2001).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah penderita diabetes melitus
tipe 2 di Indonesia meningkat tiga kali lipat dalam 10 tahun dan pada 2010 mencapai 21,3
juta orang. Di dunia pada 2010 diperkirakan ada sekitar 59 juta orang penderita diabetes
melitus dan pada 2030 diperkirakan akan meningkat 2,5 kali lipat hingga 145 juta.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu
“Bagaimana melakukan pemeriksaan Gula Darah Sewaktu dan pemberian insulin melalui
subkutan?”

C. TUJUAN
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana SOP dari tindakan pemeriksaan
GDS dan pemberian insulin melalui SC.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. GULA DARAH
a. Pengertian Gula Darah
Glukosa darah adalah gula yang terdapat dalam darah yang terbentuk dari
karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai glikogen di hati dan otot rangka
(Joyce,2007). Gula darah terdiei dari glukosa, fruktosa, dan galaktosa. Sebagian besar
karbohidrat yang dapat dicerna di dalam makanan akan membentuk glukosa yang
kemudian akan dialirkan ke dalam darah, dan gula lain akan dirubah menjadi glukosa
di hati. (Kasengke, 2015).

b. Hiperglikemia
Hiperglikemi adalah keadaan dimana kadar gula darah melonjak atau berlebihan,
yang akhirnya akan menjadi penyakit yang disebut diabetes mellitus (DM) yaitu suatu
kelainan yang terjadi akibat tubuh kekurangan hormone insulin, akibatanya glukosa
tetap berada di dalam aliran darah dan sukar menembus dinding sel. Keadaan ini
biasnya disebabkan oleh stress, infeksi dan konsumsi obat-obat tertentu. Hiperglikemia
ditandai dengan poliura, polidipsi, dan polyphagia, serta kelelahan yang parah dan
pandangan yang kabur (Nabyl, 2009).

c. Hipoglikemia
Hipoglikemia atau penurunan kadar gula darah merupakan keadaan dimana
kadar glukosa darah berada di bawah normal, yang dapat terjadi karena
ketidakseimbangan antara makanan yang dimakan, aktivitas fisiki dan obat-obatan
yang digunakan. Dsindrom hipoglikemia ditandai dengan gejala klinis antara lain
penderita merasa pusing, lemas, gemetar, pandangan menjadi kabur dan gelap,
berkeringan dingin, detak jantung meningkat dan terkadang sampai hilang kesadaran
(Syok Hipoglikemia). (Nabyl, 2009).

d. Jenis Glukosa Darah


a. Jenis pemeriksaan glukosa darah
1. Glukosa darah puasa
Sebelum pemeriksaan ini dilakukan pasien harus puasa 10-14 jam.
2. Glukosa darah sewatku
Pemeriksaan ini dilakukan ada psien tanpa perlu memperhatikan waktu terakhir
pasien makan.
3. Glukosa darah 2 jam PP

2
Pemeriksaan ini sukar distandarisasikan, karena makanan yang dimakan baik
jenis maupun jumlah sukar disamakan dan juga sukar di awasi dalam tenggang
waktu 2 jam untuk tidak makan dan minum lagi, juga selama menunggu pasien
perlu istirahat tenang dan tidak melakukan kegiatan jasmani serta tidak
merokok.

e. Pengertian Gds
Pemeriksaan GDS atau gula darah sewaktu adalah tes gula darah yang dilakukan
pada saat itu juga. Tes glukosa darah sewaktu dilakukan dengan cara mengambil
sampel darah pasien tanpa melakukan puasa terlebih dahulu untuk dapat mengetahui
kadar gula darah pada saat itu.
Satuan yang digunakan untuk menyatakan nilai gula darah sewaktu adalah mg/dL
(milligram per desiliter). Hasil pemeriksaan gula darah sewaktu membandingkan
jumlah gula darah dalam satuan miligram dengan jumlah darah dalam satuan desiliter.

f. Akurasi Tes Gula Darah Sewaktu


Akurasi tes gula darah sewaktu mungkin dipengaruhi oleh cara pengambilan
sampel darah dan alat yang digunakan. Selain itu, hasil tes gula darah sewaktu juga
dapat dipengaruhi oleh makanan dan pola hidup dari pasien.

g. Nilai Normal Gula Darah Sewaktu

Berdasarkan konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di


Indonesia tahun 2015, berikut adalah acuan pemeriksaan GDS yang digunakan untuk
diagnosis tes diabetes melitus:

1. Bukan diabetes : di bawah 1400 mg/dL.


2. Pre diabetes mellitus: 100-199 mg/dL.
3. Diabetes melitus: sama dengan atau di atas 200 mg/dL

Hasil pemeriksaan gula darah sewaktu untuk diagnosis diabetes adalah sama
dengan atau di atas 200 mg/dL dengan keluhan klasik. Keluhan klasik diabetes meliputi
poliuria (sering buang air kecil), polidipsia (sering haus), polifagia (nafsu makan
berlebihan), serta penurunan berat badan yang tidak diketahui dengan jelas
penyebabnya.

h. Gula Darah Sewaktu Tidak Normal

Jika melihat pada acuan di atas gula darah sewaktu normal adalah di angka
kurang dari 100 mg/dL. Hasil tes gula darah sewaktu dapat menghasilkan angka di luar
angka tersebut dan menunjukkan gula darah tidak normal. Kondisi ini meliputi gula
darah terlalu tinggi dan terlalu rendah.

i. Gula Darah Sewaktu Tinggi

3
Gula darah sewaktu tinggi adalah kadar glukosa sewaktu melebihi 200 mg/dL.
Kadar gula darah tersebut dapat mengindikasikan seseorang terkena diabetes melitus,
terutama jika dibarengi dengan gejala diabetes lainnya.

Kadar gula darah sewaktu antara 140-199 berarti penderita beresiko tinggi
terkena diabetes mellitus atau prediabetes mellitus. Untuk mengkonfirmasi diagnosis,
pasien prediabetes akan diminta untuk melakukan pemeriksaan TTGO atau toleransi
glukosa oral untuk menentukan apakah pasien tersebut menderita DM atau tidak

j. Gula Darah Sewaktu Rendah

Kadar gula darah rendah dapat mengindikasikan hipoglikemia. Kondisi ini adalah
apabila kadar gula darah di bawah 70 mg/dL. Penyebab dari hipoglikemia adalah seperti:

1. Pasien diabetes yang melakukan suntik insulin tapi kurang asupan makan
2. Penggunaan dosis obat diabetes yang salah
3. Puasa berlebihan.

Baik kadar gula darah terlalu tinggi maupun terlalu rendah, dibutuhkan tindakan
medis untuk mengatasinya.

B. DIABETES MELITUS
a. Diabetes Melitus
Diabetes melitus adalah gangguan karbohidrat metabolisme di mana kerja insulin
berkurang, penurunan aktivitas insulin, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut. Hal
ini ditandai dengan hiperglikemia. Diabetes melitus ini terjadi karena kerusakan
jaringan atau pembuluh darah yang kemudian dapat menyebabkan komplikasi yang
berat seperti retinopati, nefropati, neuropati, penyakit jantung, dan kaki ulserasi
(Swetman, 2009).

b. Etiologi
Ada bukti menunjukkan bahwa etilogi diabetes militus bermacammacam.
Meskipun berbagai lesi dan jenis yang berbeda akhirnya akan mengaruh pada
insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan penting
pada mayoritas penderita diabetes melitus. Manifestasi klinis dari diabetes melitus
terjadi jika lebih dari 90% sel-sel beta rusak (Price and Wilson, 2005).

c. Klasifikasi diabetes militus


Klasifikasi diabetes militus yang diperkenalkan oleh National Diabetes Data
Group of The National Institutes of Health, berdasarkan pengetahuan muktahir
mengenai sindrom diabetes dan gangguan toleransi glukosa. Menurut Price dan Wilson
(2005) empat klasifikasi klinis diabetes melitus, yaitu:
1. Tipe 1 (tergantung insulin)
Diabetes militus tipe 1 disebabkan kerusakan autoimun produksi insulin pada sel
beta pankreas, sehingga kekurangan insulin menurun sangat cepat sampai

4
akhirnya tidak ada insulin lagi yang disekresi. Karena itu substitusi insulin tidak
dapat dielakan (disebut diabetes yang tergantung insulin).
2. Tipe 2 (tidak tergantung insulin
Diabetes melitus tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak
penderitanya dibandingkan diabetes melitus tipe 1. Penderita diabetes melitus
tipe 2 mencapai 90-95 % dari keseluruhan populasi penderita diabetes. Diabetes
melitus tipe 2 sering terjadi pada usia di atas 45 tahun, tetapi akhir-akhir ini
penderita diabetes melitus tipe 2 di kalangan remaja dan anak-anak populasinya
meningkat. Diabetes mellitus tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya insulin,
tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon insulin
secara normal. Keadaan ini lazim disebut resistensi insulin. Obesitas atau
kegemukan sering dikaitkan pada penderita diabetes melitus tipe 2.
3. Diabetes kehamilan
Diabetes kehamilan adalah intoleransi glukosa yang mulai timbul atau mulai
diketahui selama pasien hamil. Karena terjadi peningkatan sekresi berbagai
hormon disertai pengaruh metaboliknya terhadap toleransi glukosa, maka
kehamilan merupakan keadaan diabetogenik.
4. Diabetes spesifik
Contoh dari diabetes spesifik adalah DM karena defekasi genetic fungsi sel beta,
defekasi genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati,
diabetes militus karena obat, diabetes militus karena infeksi, diabetes imunologi
dan sindrom genetic (Price dan Wilson, 2005).

d. Gejala dan Diagnosis Diabetes Melitus


Kriteria untuk diagnosis diabetes melitus antara lain gula darah puasa ≥ 7,0 mmol/L
(≥ 126 mg/dL), konsentrasi gula darah acak ≥ 11,1 mmol/L (≥ 200 mg/dL), dan gula
darah 2 jam ≥ 11,1 mmol/L (≥ 200 mg/dL) dengan beban 75 gram tes toleransi gula
secara oral. Gejala diabetes melitus antara lain : polidipsia, poliuria, polifagia,
penurunan berat badan, dan koma diabetik (Kasper et al., 2005).

e. Komplikasi
Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik dapat menimbulkan komplikasi akut dan
kronis. Menurut PERKENI komplikasi diabetes melitus dapat dibagi menjadi dua
kategori, yaitu :
1. Komplikasi akut diabetes mellitus
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah suatu keadaan seseorang dengan kadar glukosa darah
dibawah nilai normal (< 50 mg/dl). Gejala umum hipoglikemia adalah lapar,
gemetar, mengeluarkan keringat, berdebar-debar, pusing, pandangan menjadi
gelap, gelisah serta keadaan penderita bisa menjadi koma. Apabila tidak
segera ditolong dapat terjadi kerusakan otak dan akhirnya kematian. Kadar
gula darah yang terlalu rendah menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat
pasokan energi sehingga tidak dapat berfungsi bahkan dapat rusak.
Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita diabetes diabetes melitus
tipe 1 yang dapat dialami 1-2 kali per minggu.
b. Hiperglikemia

5
Hiperglikemia adalah keadaan dimana kadar gula darah melonjak secara tiba-
tiba. Gejala hiperglikemia adalah poliuria, polidipsia, polifagia, kelelahan
yang parah, dan pandangan mata kabur. Hiperglikemia yang berlangsung
lama dapat berkembang menjadi keadaan metabolisme yang berbahaya,
antara lain ketoasidosis diabetik, Koma Hiperosmoler Non Ketotik (KHNK)
dan kemolakto asidosis.

2. Komplikasi kronis diabetes mellitus


a. Komplikasi makrovaskuler
Komplikasi makrovaskuler yang umum berkembang pada penderita diabetes
melitus adalah mengalami trombosit otak (pembekuan darah di sebagian
otak), mengalami PJK (penyakit jantung koroner), gagal jantung kongetif,
dan stroke. Pencegahan komplikasi makrovaskuler sangat penting dilakukan,
untuk itu penderita harus dengan sadar mengatur gaya hidup termasuk
mengupayakan berat badan ideal, diet gizi seimbang, olahraga teratur, tidak
merokok, dan mengurangi stress.
b. Komplikasi mikrovaskuler
Komplikasi mikrovaskuler terutama terjadi pada penderita diabetes melitus
tipe 1. Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan protein yang terglikasi
(termasuk HbA1c) menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi makin
lemah dan terjadi penyumbatan pada pembuluh darah kecil, contoh dari
komplikasi mikrovaskuler adalah nefropati, diabetik retinopati (kebutaan),
neuropati, dan amputasi (Anonim, 2006).

C. FARMAKOLOGI DIABETES MELITUS


1. Antidiabetik oral
Untuk menangani pasien DM dilakukan dengan menormalkan kadar gula darah dan
mencegah komplikasi. Indikasi antidiabetik oral adalah terutama ditujukan untuk
membantu penanganan diabetes melitus tipe 2 atau non-insulin-dependent diabetes
melitus (NIDDM) ringan sampai sedang yang gagal dikendalikan dengan pengaturan
asupan energi dan karbohidrat serta olah raga. Obat golongan ini ditambahkan bila
setelah 4-8 minggu upaya diet dan olah raga dilakukan, kadar gula darah tetap diatas
200 mg% dan HbA1c diatas 8%. Jadi obat ini bukan menggantikan upaya diet,
melainkan membantunya (Murniningdyah, 2009). Berdasarkan mekanisme kerjanya,
obat antidiabetik oral dapat dibagi menjadi 5 golongan, yaitu:
a. Sulfonilurea
Sulfonilurea menstimulasi sel-sel beta dari pulau Langerhans, sehingga sekresi
insulin ditingkatkan. Disamping itu kepekaan sel-sel beta bagi kadar glukosa darah

6
juga diperbesar melalui pengaruhnya atas protein transport glukosa. Obat ini hanya
efektif pada penderita NIDDM ( tidak tergantung insulin) yang tidak begitu berat,
yang sel-sel betanya masih bekerja cukup baik. Contoh obat golongan sulfonilurea
antara lain tolbutamida, klorpropamida, tolazamida, glibenklamida, glikazida,
glipizida, dan glikidon ( Tjay, 2002)
b. Biguanida
Metformin satu-satunya golongan biguanid yang tersedia, mempunyai mekanisme
kerja yang berbeda dengan sulfonilurea, keduanya tidak dapat dipertukarkan. Efek
utamanya adalah menurunkan glukoneogenesis dan meningkatkan penggunaan
glukosa dijaringan. Karena kerjanya hanya bila ada insulin endogen, maka hanya
efektif bila masih ada fungsi sebagian sel islet pankreas ( Anonim, 2008).
c. Penghambat enzim α-glikosidase
Obat golongan penghambat enzim α-glikosidase ini dapat memperlambat absorpsi
polisakarida, dekstrin, dan disakarida di intestin. Dengan menghambat kerja enzim
α-glikosidase di brush border intestin, dapat mencegah peningkatan glukosa plasma
pada orang normal dan pasien DM (Gunawan, 2007).
d. Thiazolidindion
Kegiatan farmakologisnya luas dan berupa penurunan kadar glukosa dan insulin
dengan jalan meningkatkan kepekaan bagi insulin dari otot, jaringan lemak dan
hati. Sebagai efeknya penyerapan glukosa ke dalam jaringan lamak dan otot
meningkat (Tjay, 2002).
e. Miglitinida : Repaglinida
Repaglinid dan Nateglinid merupakan golongan meglinid, mekanisme kerjanya
sama dengan sulfonilurea tetapi struktur kimianya sangat 12 berbeda. Golongan
ADO ini merangsang insulin dengan menutup kanal K yang ATP-independent di
sel beta pankreas (Gunawan, 2007).

2. Insulin
Untuk pasien yang tidak bisa mengontrol diabetes dengan diet atau pengobatan oral,
kombinasi insulin dan obat-obatan lain bisa sangat efektif. Insulin kadang kala
dijadikan pilihan sementara, misalnya selama kehamilan. Namun pada pasien dengan
tipe 2 yang memburuk, maka penggantian insulin total menjadi suatu kebutuhan.
Insulin merupakan hormon yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat maupun
metabolisme protein dan lemak. Fungsi insulin antara lain menaikkan pengambilan
glukosa ke dalam sel-sel sebagian besar jaringan, menaikkan penguraian glukosa
secara oksidatif, menaikkan pembentukan glikogen dalam hati dan otot serta mencegah
penguraian glikogen, menstimulasi pembentukan protein dan lemak dari glukosa
(Mutchler, 1991). Ada 3 macam sediaan insulin yaitu:

7
a. Insulin kerja singkat (short-acting): mula kerja relatif cepat, yaitu insulin soluble,
insulin lispro dan insulin aspart.
b. Insulin kerja sedang (intermediate-acting): misalnya insulin isophane dan suspensi
insulin seng.
c. Insulin kerja panjang dengan mulai kerja lebih lambat: misalnya suspensi insulin
seng.
Lama kerja untuk tiap insulin bervariasi pada tiap individu sehingga perlu dinilai secara
individual (Anonim, 2008).

D. INSULIN
Insulin merupakan hormon alami yang dikeluarkan oleh pankreas. Insulin
dibutuhkan oleh sel tubuh untuk mengubah dan menggunakan glukosa darah (gula darah),
dari glukosa, sel membuat energi yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsinya. Insulin
adalah protein kecil sederhana yang terdiri dari 51 asam amino, 30 di antaranya merupakan
satu rantai polipeptida, dan 21 lainnya yang membentuk rantai kedua. Kedua rantai
dihubungkan oleh ikatan disulfida. Kode genetik untuk insulin ditemukan dalam DNA di
bagian atas lengan pendek dari kromosom kesebelas yang berisi 153 basa nitrogen (63
dalam rantai A dan 90 dalam rantai B). DNA yang membentuk kromosom, terdiri dari dua
heliks terjalin yang dibentuk dari rantai nukleotida, masing-masing terdiri dari gula
deoksiribosa, fosfat dan nitrogen. Ada empat basa nitrogen yang berbeda yaitu adenin,
timin, sitosin dan guanin. Sintesis protein tertentu seperti insulin ditentukan oleh urutan
dasar tersebut yang diulang (Rismayanthi, 2010).
Penyakit diabetes mellitus merupakan penyakit keturunan, meskipun demikian
tidak berarti penyakit ini pasti menurun pada anak. Walaupun kedua orang tuanya
menderita diabetes mellitus, kadang-kadang anaknya tidak ada yang menderita diabetes
mellitus. Namun, apabila dibandingkan dengan kedua orang tua yang tidak menderita
diabetes mellitus, jelas penderita diabetes mellitus lebih cenderung mempunyai anak yang
menderita penyakit diabetes mellitus. Selain itu penyakit diabetes mellitus juga mudah
menyerang pada individu yang berbadan besar (kegemukan) dengan gaya hidup tinggi
(Misnadiarly 2006).
Pemberian injeksi insulin secara teratur dalam meningkatkan kadar insulin dalam
darah penderita dapat meminimumkan komplikasi. Pengobatan ini hanya mungkin
dilaksanakan bila insulin tersedia dalam jumlah besar dengan kemurnian dan mutu yang
baik. Pemberian insulin kepada penderita diabetes hanya bisa dilakukan dengan cara

8
suntikan, jika diberikan melalui oral insulin akan rusak didalam lambung. Setelah
disuntikan, insulin akan diserap kedalam aliran darah dan dibawa keseluruh tubuh. Disini
insulin akan bekerja menormalkan kadar gula drah (blood glucose) dan merubah glucose
manjadi energi.

Kerja insulin dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:

1. Dosis. Semakin tinggi dosisnya maka semakin cepat reaksinya.


2. Tempat injeksi. Pada umumnya insulin diberiakn dengan injeksi menembus kulit. Pada
pemberian intravena aksinya ceapt,pada transdermal atau secar subkutan maka pada
otot terjadi degredasi insulin 20-25 %. Makanya harus diperhitungkan untuk
mendapatkandosis yang tepat. Kebanyakan insulin diinjeksikan pada perut
(interperional) .Jarum untuk injeksi insulin kecil sekali dan pendek (0,5-1,0 cm). Dapat
juga menggunakan implant pada dada yang dapat mensuplai insulin sedikit demi
sedikit.
3. Kehadiran antibodi insulin. Hal ini terutama pada penggunaan hewan sebagai insulin.
Jika digunakan insulin dari luar dikhawatirkan terjadi reaksi antigen antibodi maupun
perusakan lain,kecuali pada penderita autoimun.
4. Aktivitas fisik. Semakin banyak aktivitas fisik yang kita lakukan maka kita perlu energi
(dari glukosa) yang semakin besar sehingga tidak perlu aksi insulin yang ekstra untuk
mengubah glukosa menjadi glikogen (insulin yang diperlukan semakin sedikit)
(Ardiansah, 2012).

E. JENIS JENIS INSULIN DAN CARA KERJANYA

Suntikan insulin untuk mengendalikan kadar gula darah terdiri dari berbagai jenis.
Pembagian jenis suntik insulin ini dilakukan berdasarkan seberapa cepat kerja insulin dan
seberapa lama insulin dapat mempertahankan kadar gula darah.

Berikut adalah beberapa jenis suntik insulin yang harus Anda ketahui:

Rapid-acting insulin

Jenis insulin ini bekerja sangat cepat dalam menurunkan kadar gula darah tubuh.
Oleh karena itu, suntikan insulin ini digunakan 15 menit sebelum makan. Berikut adalah
contoh dari rapid-acting insulin:

 Insulin lispro (Humalog). Suntikan insulin yang hanya membutuhkan waktu sekitar
15-30 menit untuk mencapai pembuluh darah dan mampu menurunkan kadar gula
darah dalam 30-60 menit. Dapat menjaga gula darah normal selama 3-5 jam.

9
 Insulin Asprat (Novolog). Suntikan insulin yang hanya membutuhkan waktu 10-20
untuk masuk ke pembuluh darah dan dapat menurunkan kadar gula darah 40-50
menit. Suntik insulin jenis ini dapat mempertahankan kadar gula darah normal
selama 3-5 jam.
 Insulin gluisine (Apidra). Suntikan insulin yang memerlukan waktu selama 20-30
menit untuk sampai ke pembuluh darah, mampu menurunkan darah hanya dalam
waktu 30-90 menit, dan mempertahankannya antara 1-2,5 jam.

Short-acting insulin

Jenis insulin yang juga dapat menurunkan kadar gula darah dengan cepat,
meskitak secepat rapid-acting. Biasanya, suntikan insulin ini akan diberikan 30-60 menit
sebelum makan.

Contoh dari suntik insulin ini adalah novolin. Suntikan insulin ini mampu mencapai
pembuluh darah dalam waktu 30-60 menit, bekerja dengan cepat dengan menghabiskan
waktu 2-5 jam, dan mempertahankan kadar gula darah hingga 5-8 jam.

Long-acting insulin

Jenis insulin ini dapat bekerja selama seharian. Oleh karena itu, sutikan insulin ini
lebih banyak digunakan ketika malam hari dan hanya satu kali saja per hari.
Biasanya, insulin long-acting akan dikombinasikan dengan insulin jenis rapid-
acting atau short-acting. Berikut adalah contohnya dari long-acting insulin:

 Insulin glargine (Lantus, Toujeo), mampu mencapai pembuluh darah dalam 1-1,5
jam dan mempertahankan kadar gula darah selama kurang lebih 20 jam.
 Insulin detemir (Levemir), mencapai pembuluh darah sekitar 1-2 jam dan bekerja
selama 24 jam.
 Insulin degludec (Tresiba), masuk ke dalam pembuluh darah dalam waktu 30-90
menit dan bekerja selama 42 jam.

Anda bisa saja mendapatkan beberapa jenis suntikan insulin yang berbeda saat
terapi, bergantung dengan kondisi masing-masing pasien. Dosis suntik insulin yang
diberikan juga berbeda pada setiap orang. Jadi, tanyakan pada dokter yang menangani
kondisi Anda terkait jadwal serta dosis suntik insulin.

E. SOP
1. SOP GDS

10
POLITEKNIK SOP
KESEHATAN PEMERIKSAAN GDS
KEMENKES
KALTIM
No. Halaman Ditetapkan Oleh Direktur
Dokumen 1/3 Poltekkes Kemenkes Kaltim

Jl. W. Monginsidi
No. 38 Samarinda

Pemeriksaan GDS atau gula darah sewaktu adalah tes gula darah yang dilakukan
pada saat itu juga. Tes glukosa darah sewaktu dilakukan dengan cara mengambil
1 Definisi
sampel darah pasien tanpa melakukan puasa terlebih dahulu untuk dapat
mengetahui kadar gula darah pada saat itu.

1. Pemeriksaan laboratorium harian


2. Acuan tidakan medis
2 Tujuan
3. Pengobatan yang tepat
4. Pemilihan diit yang tepat
5. Pencegahan resiko hiperglikemi dan hipoglikemi

Indikasi :
1. penderita yang mengalami hiperglikemia, hipoglikemia, dan diabetes
Ruang
3 ketoasidosis
Lingkup
2. Pasien yang menggunakan steroid dan obat lain yang dapat menyebabkan
peningkatan kadar gula darah

https://text-id.123dok.com/document/myjklw3mq-alat-bahan-indikasi-
4 Acuan pemeriksaan-kadar-gula-darah-kapiler-kontraindikasi-pemeriksaan-kadar-gula-
darah-kapiler.html

TIDA
5 Prosedur KOMPONEN Ya
K
Fase kerja
Persiapan Alat
1. Glukometer / alat monitor kadar glukosa darah
2. Kapas Alkohol
3. Hand scone bila perlu

11
4. Stik GDA / strip tes glukosa darah
5. Lanset / jarum penusuk
6. Bengkok
7.

Cara Kerja
1. Jelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan kepada
pasien.
2. Mencuci tangan.
3. Memakai handscone bila perlu
4. Atur posisi pasien senyaman mungkin.
5. Dekatkan alat di samping pasien.
6. Pastikan alat bisa digunakan.
7. Pasang stik GDA pada alat glukometer.
8. Mengurut jari yang akan ditusuk (darah diambil dari salah
satu ujung jari telunjuk, jari tengah, jari manis tangan kiri
/ kanan).
9. Desinfeksi jari yang akan ditusuk dengan kapas alkohol
10. Menusukkan lanset di jari tangan pasien, dan biarkan darah
mengalir secara spontan
11. Tempatkan ujung strip tes glukosa darah (bukan
diteteskan ) secara otomatis terserap ke dalam strip
12. Menghidupkan alat glukometer yang sudah terpasang
stik GDA.
13. Menutup bekas tusukkan lanset menggunakan kapas
alkohol.
14. Alat glukometer akan berbunyi dan bacalah angka yang
tertera pada monitor.
15. Keluarkan strip tes glukosa dari alat monitor
16. Matikan alat monitor kadar glukosa darah
17. Membereskan alat.
18. Mencuci tangan.
19. Dokumentasi : catat hasil pada buku catatan

3. SOP SC INSULIN

12
Standar Operasional Prosedur (SOP)
Tindakan Keperawatan : Memberikan Terapi Injeksi Insulin/ Insulin Pen
1 Pengertian Insulin adalah hormon yang digunakan untuk menurunkan kadar gula darah pada
Diabetes Mellitus
Insulin Pen : adalah insulin yang dikemas dalam bentuk pulpen insulin khusus
yang berisi 3 cc insulin
2 Tujuan Mengontrol kadar gula darah dalam pengobatan diabetes mellitus.
3 Hal-hal yang 1. Vial insulin yang tidak digunakan sebaiknya disimpan dilemari es.
harus 2. Periksa vial insulin tiap kali akan digunakan (misalnya : adanya perubahan
diperhatikan warna).
3. Pastikan jenis insulin yang akan digunakan dengan benar.
4. Insulin dengan kerja cepat (rapid-acting insulin) harus diberikan dalam 15
menit sebelum makan. Interval waktu yang direkomendasikan antara waktu
pemberian injeksi dengan waktu makan adalah 30 menit.
5. Sebelum memberikan terapi insulin, periksa kembali hasil laboratorium
(kadar gula darah).
6. Amati tanda dan gejala hipoglikemia dan hiperglikemia.
Khusus Untuk Insulin Pen :
1. Insulin Pen yang tidak sedang digunakan harus disimpan dalam suhu 2 – 8
°C dalam lemari pendingin (tidak boleh didalam freezer).
2. Insulin Pen yang sedang digunakan sebaiknya tidak disimpan dalam lemari
pendingin. Insulin Pen dapat digunakan/dibawa oleh perawat dalam kondisi
suhu ruangan (sampai dengan suhu 25 °C) selama 4 minggu.
3. Jauh dari jangkauan anak-anak, tidak boleh terpapar dengan api, sinar
matahari langsung, dan tidak boleh dibekukan.
4. Jangan menggunakan Insulin Pen jika cairan didalamnya tidak berwarna
jernih lagi.
Kontraindikasi : Klien yang mengalami hipoglikemia dan hipersensitivitas
terhadap human insulin.

4 Acuan
Mutaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Siatem
Endokrin. Jakarta. Salemba Medikat

5 Alat yang 1. Spuit insulin / insulin pen (Actrapid Novolet).


dibutuhkan 2. Vial insulin.
3. Kapas + alkohol / alcohol swab.
4. Handscoen bersih.
5. Daftar / formulir obat klien.
6 Pelaksanaan Tahap Pra Interaksi
1. Mengkaji program/instruksi medik tentang rencana pemberian terapi injeksi
insulin (Prinsip 6 benar : Nama klien, obat/jenis insulin, dosis, waktu, cara
pemberian, dan pendokumentasian).
2. Mengkaji cara kerja insulin yang akan diberikan, tujuan, waktu kerja, dan
masa efek puncak insulin, serta efek samping yang mungkin timbul.

13
3. Mengkaji tanggal kadaluarsa insulin.
4. Mengkaji adanya tanda dan gejala hipoglikemia atau alergi terhadap human
insulin.
5. Mengkaji riwayat medic dan riwayat alergi.
6. Mengkaji keadekuatan jaringan adipose, amati apakah ada pengerasan atau
penurunan jumlah jaringan.
7. Mengkaji tingkat pengetahuan klien prosedur dan tujuan pemberian terapi
insulin.
8. Mengkaji obat-obat yang digunakan waktu makan dan makanan yang telah
dimakan klien.
Tahap Orientasi
1. Memberi salam pada pasien
2. Menjelaskan kepada klien tentang persiapan dan tujuan prosedur pemberian
injeksi insulin.
3. Menutup sampiran (kalau perlu).
Tahap Interaksi
1. Mencuci tangan.
2. Memakai handscoen bersih.
3. Penyuntikan insulin
Pemakaian spuit insulin
a. Megambil vial insulin dan aspirasi sebanyak dosis yang diperlukan untuk
klien (berdasarkan daftar obat klien/instruksi medik).
b. Memilih lokasi suntikan. Periksa apakah dipermukaan kulitnya terdapat
kebiruan, inflamasi, atau edema.
c. Melakukan rotasi tempat/lokasi penyuntikan insulin. Lihat catatan perawat
sebelumnya.
d. Mendesinfeksi area penyuntikan dengan kapas alcohol/alcohol swab,
dimulai dari bagian tengah secara sirkuler ± 5 cm.
e. Mencubit kulit tempat area penyuntikan pada klien yang kurus dan
regangkan kulit pada klien yang gemuk dengan tangan yang tidak dominan.
f. Menyuntikkan insulin secara subcutan dengan tangan yang dominan secara
lembut dan perlahan.
g. Mencabut jarum dengan cepat, tidak boleh di massage, hanya dilalukan
penekanan pada area penyuntikan dengan menggunakan kapas alkohol.
h. Membuang spuit ke tempat yang telah ditentukan dalam keadaan jarum yang
sudah tertutup dengan tutupnya.
Pemakaian Insulin Pen
a. Memeriksa apakah Novolet berisi tipe insulin yang sesuai dengan
kebutuhan.
b. Mengganti jarum pada insulin pen dengan jarum yang baru.
c. Memasang cap Novolet sehingga angka nol (0) terletak sejajar dengan
indikator dosis.
d. Memegang novolet secara horizontal dan menggerakkan insulin pen (bagian
cap) sesuai dosis yang telah ditentukan sehingga indicator dosis sejajar
dengan jumlah dosis insulin yang akan diberikan kepada klien.

14
e. Skala pada cap : 0, 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18 unit (setiap rasa ”klik” yang
dirasakan perawat saatb memutar cap Insulin Pen menandakan 2 unit insulin
telah tersedia).
f. Memilih lokasi suntikan. Periksa apakah dipermukaan kulitnya terdapat
kebiruan, inflamasi, atau edema.
g. Melakukan rotasi tempat/lokasi penyuntikan insulin. Lihat catatan perawat
sebelumnya.
h. Mendesinfeksi area penyuntikan dengan kapas alcohol/alcohol swab,
dimulai dari bagian tengah secara sirkuler ± 5 cm.
i. Mencubit kulit tempat area penyuntikan pada klien yang kurus dan
regangkan kulit pada klien yang gemuk dengan tangan yang tidak dominan.
j. Menyuntikkan insulin secara subcutan dengan tangan yang dominan secara
lembut dan perlahan. Ibu jari menekan bagian atas Insulin Pen sampai tidak
terdengar lagi bunyi ‘klik’ dan tinggi Insulin Pen sudah kembali seperti
semula (tanda obat telah diberikan sesuai dengan dosis).
k. Tahan jarum Insulin pen selama 5-10 detik di dalam kulit klien sebelum
dicabut supaya tidak ada sisa obat yang terbuang.
l. Mencabut jarum dengan cepat, tidak boleh di massage, hanya dilalukan
penekanan pada area penyuntikan dengan menggunakan kapas alkohol.
Tahap Terminasi
1. Menjelaskan ke klien bahwa prosedur telah dilaksanakan
2. Membereskan alat
3. Cuci tangan
Tahap Evaluasi
1. Mengevaluasi respon klien terhadap medikasi yang diberikan 30 menit
setelah injeksi insulin dilakukan.
2. Mengobservasi tanda dan gejala adanya efek samping pada klien.
3. Menginspeksi tempat penyuntikan dan mengamati apakah terjadi
pembengkakan atau hematoma.
Tahap Dokumentasi
1. Mencatat respon klien setelah pemebrian injeksi insulin.
2. Mencatat kondisi tempat tusukan injeksi insulin.
3. Mencatat tanggal dan waktu pemberin injeksi insulin

BAB III

PENUTUP

15
A. Kesimpulan
Insulin merupakan hormon alami yang dikeluarkan oleh pankreas. Insulin
dibutuhkan oleh sel tubuh untuk mengubah dan menggunakan glukosa darah (gula
darah), dari glukosa, sel membuat energi yang dibutuhkan untuk menjalankan
fungsinya. Insulin adalah protein kecil sederhana yang terdiri dari 51 asam amino, 30
di antaranya merupakan satu rantai polipeptida, dan 21 lainnya yang membentuk
rantai kedua. Kedua rantai dihubungkan oleh ikatan disulfida.
Kode genetik untuk insulin ditemukan dalam DNA di bagian atas lengan pendek
dari kromosom kesebelas yang berisi 153 basa nitrogen (63 dalam rantai A dan 90
dalam rantai B). DNA yang membentuk kromosom, terdiri dari dua heliks terjalin
yang dibentuk dari rantai nukleotida, masing-masing terdiri dari gula deoksiribosa,
fosfat dan nitrogen. Ada empat basa nitrogen yang berbeda yaitu adenin, timin,
sitosin dan guanin. Sintesis protein tertentu seperti insulin ditentukan oleh urutan
dasar tersebut yang diulang.

B. Saran
Meskipun telah ditemukannya sintesis insulin, namun tetap saja kita harus
berpola hidup yang sehat baik pola makannya maupun yang lainnya karena pada zaman
sekarang makanan banyak mengandung gula yang tinggi untuk itu jangan
sembarangan makan makanan yang belum pasti keamanannya untuk dikonsumsi.
Penulis juga menyarankan agar berolah raga yang telatur guna membakar gula yang
berada dalam tubuh kita. Dengan berpola hidup yang sehat, berarti kita telah mencegah
penyakit diabetes militus.

16
DAFTAR PUSTAKA

Adewale SO, Ayeni RO, Ajala OA, & Adeniran T. 2007. A New Generalized
Mathematical Model for Study of Diabetes Mellitus. Research Journal of Applied
Sciences 2 (5): 629-632.

Ardiansah, N dan M. Kharis. 2012. Model Matematika Untuk Penyakit Diabetes Tanpa
Faktor Genetik. Jurusan Matematika, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Negeri Semarang, Indonesia. Jurnal Mipa 35 (1). ISSN 0215-
9945.

Banjarnahor, Eka. Sunny Wangko. 2012. Sel Beta Pankreas Sintesis Dan Sekresi Insulin.
Bagian Anatomi-Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi
Manado. Jurnal Biomedik, Volume 4, Nomor 3, November, hlm. 156-162.

Gustia, Riza.dkk.2012. Dna Rekombinan Dalam Bidang Kesehatan (Pembuatan Insulin).


Pendidikan Kimia. Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Jambi.

Kaban S. 2007. Pengembangan Model Pengendalian Kejadian Penyakit Diabetes Mellitus


Tipe 2 di Kota Sibolga. Majalah Kedokteran Nusantara 40(2): 119-128.

Rao PT, Rao KS, & Usha CL. 2011. Stochastic Modeling of Blood Glucose Level in Type-
2 Diabetes Mellitus. Asian Journal of Mathematics and Statistics 4(1): 56-65.

Rismayanthi, Cerika. 2010. Terapi Insulin Sebagai Alternatif Pengobatan Bagi Penderita
Diabetes. Dosen Turusan Pendidikan Kesehatan Dan Rekreasi Fik UNY. Medikora
Vol Vi, No. 2, November : 29 – 36.

17

Anda mungkin juga menyukai