Anda di halaman 1dari 2

3.

On the other side,Tomalin also mentioned "agency" in different interpretation, how


do you see that if you relate it to subject formation and public for women? How do you
relate Mahmood's Performativity and Tomalin's De-privatisation?

Dalam penjelasanya, Tomalin ingin menyampaikan dan memberi batasan mengenai


‘’Agency’’dengan berbagai pendapat para ahli untuk meletakan konsep agency dia secara
implicit. Dalam meletakan kajian agency, Tomalin ingi membedakan antara konsep
mengenai women equality antara di barat dan selatan. Dalam mengkonsep subjek formation,
Tomalin menggunakan kaca mata keruangan yang mana terdapat perbedaan kesadaran
mengenai woman equality. Agama memainkan peran aktif, dalam membentuk asumsi
kesadaran membongkar dominasi patriarkal hagemony baik diruang prifat maupun publik.
dalam masyarakat barat yang menjunjung sekularisme selalu menyuarakan pemisahan
agama dan negara yang menganggap agama adalah ‘’face of Male’’ yang menindas wanita
dalam segala bidang , seperti yang dialami oleh negara Selatan. Dilain pihak, sekularisme
tidak sama sekali membebaskan dan menyuarakan women equality secara mutlak, malah
mereka menekan wanita secara implisit di ruang-ruang prifat seperti keluarga. jadi, menurt
opini saya, sekularisme tidak lebih kejam dalam menindas kaum perempuan karena
kesetaraan gender tersebut tidak dapat dikontrol oleh publik seperti di negara Turki dan
masih menjadi ‘’peti kemas’’ dalam masalah women equality yang makin sulit untuk
diselesaikan.

Menurut saya, Mahmood dan Tomalin dalam mengkaji gender khuusnya wanita
memiliki sudut pandang yang berbeda, jika Mahmood dalam Performativity menempatkan
wanita menjadi subjek yang “bertindak” untuk menggunakan agama sebagai pendobrak
sistim liberalisme dan mengakuisisi aksinya sebagai gerakan yang dapat merubah arus
wsternisasi dan liberalisme. Tetapi Tomalin, gender memposisikan agama sebagai “alat”
untuk memanipulasi agama agar dapat masuk dalam ruang publik dan memberikan ruang
untuk wanita ikut andil dalam pembangunan

4. If Emma Tolin sees Gender and Development (GAD)in Asia is different from
European that separates religion and secular, then does Tomalin consider religions are
good for modern development? How Tomalin involves religion for its development?

Menurut opini saya, pada awalnya Tomalin menganggap Religion sebagai


masalah besar dalam gender equality dan GAD, sebab asumsinya bahwa agama menjadi
hambatan terbesar. Asumsi mengenai ‘’Religion is Face of Male’’ yang mana jika negara
dikuasai oleh agama akan berakibat segala kebijakan yang dikeluarjkan bersifat bersumbu
pada patriarkal center. Padahal dalam dunia Barat sendiri yang sekuler, tindakan penyalah
gunaan equality of gender malah memiliki ruang yang besar. Tomalin berasumsi, agama
akan mengekang wanita jika dibawa keruang publik tetapi terdapat alternatif jika wanita
tersebut dapat memahami mengenai ‘’religious literacy’’ yang mengkaji mengenai wanita
dalam agama secara positif , seperti pentingnya Agama dalam kehidupan dan pembangunan
baik negara dan masyarakat; memahami kepercayaan dan praktek keagamaan agama lainya;
serta memeahami agama tidak hanya dalam cover agama cristian di barat yang memisahkan
agama dan state. Dari sana dapat kita lihat bahwa agama dapat toleran denga peran wanita
dalam ranah publik.

Tomalin, melibatkan agama dalam format De-Privatization yaitu dengan cara


memanipulasi agama keruang publik, dengan harapan wanita yang terkurung oleh polarisasi
patriarkal agama tersebut dapat keluar dari ranah prifat dan dapat berkontribusi dalam
pembangunan. Konsep memanipulasi juga tidak lepas dari pandangan ‘’religious Literacy’’
sebagai dasar pemahaman wanita dan kebijakan untuk melibatkan wanita keranah publik
sebagai bentuk dari manipulasi agama tersebut.

Anda mungkin juga menyukai