Anda di halaman 1dari 1

Pencarian

Search… Search

Anda belum mahir membaca Qur'an?


Ingin segera bisa? Klik di sini sekarang!

Category
Waspada, Syirik Di Sekitar Kita!
Select Category
WASPADA, SYIRIK DI SEKITAR KITA!

Oleh
Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, M.A. Archives
Select Month
Kalau ada seorang penceramah berucap di atas mimbar, “Sungguh perbuatan syirik dan pelanggaran tauhid
sering terjadi dan banyak tersebar di masyarakat kita!”, mungkin orang-orang akan keheranan dan bertanya-
tanya: “Benarkah itu? Mana buktinya?”.

Tapi kalau sumber beritanya berasal dari firman Allâh Azza wa Jalla dalam al-Qur’ân, masihkah ada yang
meragukan kebenarannya?. Simaklah, Allâh Azza wa Jalla berfirman:

َ‫َو َﻣﺎ ﯾُؤْ ِﻣ ُن أ َ ْﻛﺛ َ ُر ُھم ِﺑﺎ ﱠ ِ ِإ ﱠﻻ َو ُھم ﱡﻣ ْﺷ ِر ُﻛون‬



Dan sebagian besar manusia tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan-Nya
(dengan sembahan-sembahan lain)”. [Yûsuf/12:106]

Semakna dengan ayat di atas, Allâh Azza wa Jalla juga berfirman:

َ‫ت ﺑِ ُﻣؤْ ِﻣﻧِﯾن‬


َ ‫ﺻ‬ ِ ‫َو َﻣﺎ أ َ ْﻛﺛ َ ُر اﻟﻧﱠ‬
ْ ‫ﺎس َوﻟَ ْو َﺣ َر‬

“Dan sebagian besar manusia tidak beriman (dengan iman yang benar) walaupun kamu sangat
menginginkannya” [Yûsuf/12:103]

Maksudnya, mayoritas manusia walaupun kamu sangat menginginkan dan bersunguh-sungguh untuk
(menyampaikan) petunjuk (Allah), mereka tidak akan beriman kepada Allâh (dengan iman yang benar), karena
mereka memegang teguh (keyakinan) kafir (dan syirik) yang merupakan agama (warisan). Dalam hadits yang
shahih, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih menegaskan hal ini:

َ‫ﻋﺔُ َﺣﺗﱠﻰ ﺗ َ ْﻠ َﺣﻖَ ﻗَﺑَﺎﺋِ ُل ِﻣ ْن أ ُ ﱠﻣﺗِﻲ ِﺑ ْﺎﻟ ُﻣ ْﺷ ِر ِﻛﯾنَ َو َﺣﺗﱠﻰ ﯾَ ْﻌﺑُدُوا اﻷ َ ْوﺛَﺎن‬ ‫ﻻَ ﺗَﻘُو ُم اﻟ ﱠ‬
َ ‫ﺳﺎ‬

“Tidak akan terjadi hari kiamat sampai beberapa qabilah (suku/kelompok) dari umatku bergabung dengan
orang-orang musyrik dan sampai mereka menyembah berhala (segala sesuatu yang disembah selain Allâh)”
[1]

Ayat-ayat dan hadits di atas menunjukkan bahwa perbuatan syirik terus ada dan terjadi di umat Islam sampai
datangnya hari Kiamat. [2]

HAKIKAT SYIRIK
Hakikat syirik adalah perbuatan mengadakan syarîk (sekutu) bagi Allâh Azza wa Jalla dalam sifat rubuubiyah-
Nya (perbuatan-perbuatan Allâh Azza wa Jalla yang khusus bagi-Nya, seperti menciptakan, melindungi,
mengatur dan memberi rizki kepada makhluk-Nya) dan ulûhiyah-Nya (hak untuk disembah dan diibadahi
semata-mata tanpa disekutukan). Meskipun mayoritas perbuatan syirik yang terjadi di umat ini adalah (syirik)
dalam sifat uluuhiyah-Nya, yaitu dengan berdoa (meminta) kepada selain Allâh Azza wa Jalla bersamaan
dengan (meminta) kepada-Nya, atau mempersembahkan satu bentuk ibadah kepada selain-Nya, seperti
menyembelih (berkurban), bernazar, rasa takut, berharap dan mencintai.

Syaikhul Islam Muhammad bin ‘Abdul Wahhâb rahimahullah menjelaskan hakikat perbuatan syirik yang
diperangi oleh semua rasul yang diutus oleh Allâh Azza wa Jalla, beliau berkata:

“Ketahuilah, semoga Allâh merahmatimu, sesungguhnya (hakekat) tauhid adalah mengesakan Allâh
Subhanahu wa Ta’ala dalam beribadah. Inilah agama (yang dibawa) para rasul yang diutus oleh Allâh Azza wa
Jalla kepada umat manusia.

Rasul yang pertama adalah (nabi) Nûh Alaihissallam yang diutus oleh Allâh kepada kaumnya ketika mereka
bersikap ghuluw (berlebihan dan melampaui batas dalam mengagungkan) orang-orang yang shaleh (di
kalangan mereka, yaitu) Wadd, Suwâ’, Yaghûts, Ya’ûq dan Nasr. [4]

Rasul yang terakhir, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dialah yang menghancurkan gambar-
gambar (patung-patung) orang-orang shaleh tersebut. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus oleh Allâh
kepada kaum (orang-orang musyrik) yang selalu beribadah, berhaji, bersedekah dan banyak berzikir kepada
Allah, akan tetapi mereka (berbuat syirik dengan) menjadikan makhluk sebagai perantara antara mereka
dengan Allâh (dalam beribadah). Mereka mengatakan: “Kami menginginkan melalui perantara-perantara
makhluk itu agar lebih dekat kepada Allah [5], dan kami menginginkan syafa’at mereka di sisi-Nya” [6].
(Perantara-perantara tersebut adalah) seperti para malaikat, Nabi Isa bin Maryam, dan orang-orang shaleh
lainnya.

Maka Allâh Azza wa Jalla mengutus Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memperbaharui
(memurnikan kembali) ajaran agama yang pernah dibawa oleh Nabi Ibrâhîim Alaihissallam (yaitu ajaran tauhid)
dan menyerukan kepada mereka bahwa bentuk pendekatan diri dan keyakinan seperti ini adalah hak Allâh
yang murni (khusus bagi-Nya) dan tidak boleh diperuntukkan sedikit pun kepada selain-Nya, meskipun itu
malaikat atau nabi utusan-Nya, apalagi yang selainnya”. [7]

CONTOH-CONTOH PERBUATAN SYIRIK YANG BANYAK TERJADI DI MASYARAKAT


Perbuatan-perbuatan syirik seperti ini sangat sering dilakukan oleh sebagian kaum Muslimin, bahkan
perbuatan syirik yang dilakukan oleh orang-orang di zaman Jahiliyah -sebelum datangnya Islam- masih juga
sering terjadi di zaman modern ini.

Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu berkata: “Perbuatan syirik yang terjadi di jaman Jahiliyah (juga) terjadi pada
(jaman) sekarang ini:

1- Dahulu orang-orang musyrik (di zaman Jahiliyah) meyakini bahwa Allâh Dialah Yang Maha Pencipta dan
Pemberi rezeki (bagi semua mekhluk-Nya), akan tetapi (bersamaan dengan itu) mereka berdoa
(meminta/menyeru) kepada para wali (orang-orang yang mereka anggap shaleh dan dekat kepada Allâh Azza
wa Jalla) dalam bentuk berhala-berhala, sebagai perantara untuk (semakin) mendekatkan mereka kepada
Allâh (menurut persangkaan sesat mereka). Maka Allâh tidak meridhai (perbuatan) mereka menjadikan
perantara (dalam berdoa) tersebut, bahkan Allâh Azza wa Jalla menyatakan kekafiran mereka dalam firman-
Nya:

ٌ ‫َواﻟﱠذِﯾنَ اﺗ ﱠ َﺧذُوا ِﻣ ْن دُوﻧِ ِﮫ أ َ ْو ِﻟﯾَﺎ َء َﻣﺎ ﻧَ ْﻌﺑُ ُد ُھ ْم ِإ ﱠﻻ ِﻟﯾُﻘَ ِ ّرﺑُوﻧَﺎ ِإﻟَﻰ ﱠ ِ ُز ْﻟﻔَ ٰﻰ ِإ ﱠن ﱠ َ ﯾَ ْﺣ ُﻛ ُم ﺑَ ْﯾﻧَ ُﮭ ْم ﻓِﻲ َﻣﺎ ُھ ْم ﻓِﯾ ِﮫ ﯾَ ْﺧﺗ َ ِﻠﻔُونَ ۗ ِإ ﱠن ﱠ َ َﻻ ﯾَ ْﮭدِي َﻣ ْن ُھ َو َﻛﺎذ‬
ٌ ‫ِب َﻛﻔﱠ‬
‫ﺎر‬

“Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allâh (berkata): “Kami tidak menyembah mereka
(sembahan-sembahan kami) melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allâh dengan sedekat-
dekatnya”. Sesungguhnya Allâh akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka perselisihkan.
Sesungguhnya Allâh tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang pendusta dan sangat besar
kekafirannya”. [az-Zumar/39:3]

Allâh Azza wa Jalla maha mendengar lagi maha dekat, tidak membutuhkan keberadaan perantara dari
makhluk-Nya. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

َ ‫ﺳﺄَﻟَ َك ِﻋﺑَﺎدِي‬
ٌ ‫ﻋ ِﻧّﻲ ﻓَﺈِ ِﻧّﻲ ﻗَ ِر‬
‫ﯾب‬ َ ‫َو ِإ َذا‬

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwa Aku adalah maha
dekat”. [al-Baqarah/2:186]

Kita saksikan di zaman sekarang ini kebanyakan kaum Muslimin berdoa (meminta/menyeru) kepada wali-wali
dalam wujud (penyembahan terhadap) kuburan mereka, dengan tujuan untuk mendekatkan diri mereka kepada
Allâh Azza wa Jalla.

Berhala-berhala (di zaman Jahiliyah) merupakan wujud dari para wali (orang-orang yang mereka anggap
shaleh dan dekat kepada Allâh Azza wa Jalla) yang telah wafat menurut pandangan orang-orang musyrik (di
zaman Jahiliyah). Sedangkan kuburan adalah wujud dari para wali yang telah meninggal menurut pandangan
orang-orang yang melakukan perbuatan Jahiliyah (di zaman sekarang), meskipun harus diketahui bahwa fitnah
(kerusakan/keburukan yang ditimbulkan) dari (penyembahan terhadap) kuburan lebih besar dari fitnah
(penyembahan) berhala!

2- Dahulu orang-orang musyrik (di zaman Jahiliyah) selalu berdoa kepada Allâh Azza wa Jalla semata di
waktu-waktu sulit dan sempit, kemudian mereka menyekutukan-Nya di waktu lapang. Allâh Azza wa Jalla
berfirman:

َ‫ﺻﯾنَ ﻟَﮫُ اﻟ ّدِﯾنَ ﻓَﻠَ ﱠﻣﺎ ﻧَ ﱠﺟﺎ ُھ ْم ِإﻟَﻰ ْاﻟﺑَ ِ ّر ِإ َذا ُھ ْم ﯾُ ْﺷ ِر ُﻛون‬ َ ‫ﻓَﺈِ َذا َر ِﻛﺑُوا ِﻓﻲ ْاﻟﻔُ ْﻠ ِك َد‬
ِ ‫ﻋ ُوا ﱠ َ ُﻣ ْﺧ ِﻠ‬

“Maka apabila mereka mengarungi (lautan) dengan kapal mereka berdoa kepada Allâh dengan memurnikan
agama bagi-Nya; kemudian tatkala Allâh menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali)
mempersekutukan (Allah)”. [al-‘Ankabût/29:65]

Bagaimana mungkin diperbolehkan bagi seorang Muslim untuk berdoa kepada selain Allâh dalam waktu sempit
dan lapang (sebagaimana yang sering dilakukan oleh banyak kaum Muslimin di zaman ini)?[8].

CONTOH-CONTOH LAIN PERBUATAN-PERBUATAN SYIRIK YANG BANYAK TERSEBAR DI MASYARAKAT


[9]
1- Mempersembahkan salah satu bentuk ibadah kepada selain Allâh Subhanahu wa Ta’ala, seperti berdoa
(memohon) kepada orang-orang shaleh yang telah mati, meminta pengampunan dosa, menghilangkan
kesulitan (hidup), atau mendapatkan sesuatu yang diinginkan, seperti keturunan dan kesembuhan penyakit,
kepada orang-orang shaleh tersebut. Juga seperti mendekatkan diri kepada mereka dengan sembelihan
qurban, bernazar, thawaf, shalat dan sujud…Ini semua adalah perbuatan syirik, karena Allâh Subhanahu wa
Ta’ala berfirman:

َ‫ﯾك ﻟَﮫُ ۖ َو ِﺑ ٰ َذ ِﻟ َك أ ُ ِﻣ ْرتُ َوأَﻧَﺎ أ َ ﱠو ُل ْاﻟ ُﻣ ْﺳ ِﻠ ِﻣﯾن‬


َ ‫ﺎي َو َﻣ َﻣﺎﺗِﻲ ِ ﱠ ِ َربّ ِ ْاﻟﻌَﺎﻟَ ِﻣﯾنَ َﻻ ﺷ َِر‬ َ ‫ﻗُ ْل ِإ ﱠن‬
ُ ُ‫ﺻ َﻼﺗِﻲ َوﻧ‬
َ َ‫ﺳ ِﻛﻲ َو َﻣ ْﺣﯾ‬

“Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allâh, Rabb
semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang
yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allâh)”. [al-An’âm/6:162-163]

2- Mendatangi para dukun, tukang sihir, peramal (paranormal) dan sebagainya, serta membenarkan ucapan
mereka. Ini termasuk perbuatan kufur (mendustakan) agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, berdasarkan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya:
“Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal kemudian membenarkan ucapannya, maka sungguh
dia telah kafir terhadap agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam” [10]

Allâh Subhanahu wa Ta’ala menyatakan kekafiran para dukun, peramal dan tukang sihir tersebut dalam firman-
Nya yang artinya:

‫وت ۚ َو َﻣﺎ‬
َ ‫ﺎر‬ ُ ‫وت َو َﻣ‬ ُ ‫ﻋﻠَﻰ ْاﻟ َﻣﻠَ َﻛﯾ ِْن ﺑِﺑَﺎﺑِ َل ھ‬
َ ‫َﺎر‬ ِ ُ ‫ﺳ ْﺣ َر َو َﻣﺎ أ‬
َ ‫ﻧز َل‬ َ ‫ﺎطﯾنَ َﻛﻔَ ُروا ﯾُﻌَ ِﻠّ ُﻣونَ اﻟﻧﱠ‬
ّ ِ ‫ﺎس اﻟ‬ ِ َ‫ﺷﯾ‬ ‫ﺎن َو ٰﻟَ ِﻛ ﱠن اﻟ ﱠ‬
ُ ‫ﺳﻠَ ْﯾ َﻣ‬
ُ ‫ﺳﻠَ ْﯾ َﻣﺎنَ ۖ َو َﻣﺎ َﻛﻔَ َر‬ ُ ‫ﻋﻠَ ٰﻰ ُﻣ ْﻠ ِك‬ ُ ‫ﺎط‬
َ ‫ﯾن‬ ِ َ‫ﺷﯾ‬ ‫َواﺗﱠﺑَﻌُوا َﻣﺎ ﺗَﺗْﻠُو اﻟ ﱠ‬
‫ﺎرﯾنَ ِﺑ ِﮫ ِﻣ ْن أ َ َﺣ ٍد ِإ ﱠﻻ ِﺑﺈِ ْذ ِن ﱠ ِ ۚ َوﯾَﺗَﻌَﻠﱠ ُﻣونَ َﻣﺎ‬ َ ‫وﻻ ِإﻧﱠ َﻣﺎ ﻧ َْﺣ ُن ِﻓﺗْﻧَﺔٌ ﻓَ َﻼ ﺗ َ ْﻛﻔُ ْر ۖ ﻓَﯾَﺗَﻌَﻠﱠ ُﻣونَ ِﻣ ْﻧ ُﮭ َﻣﺎ َﻣﺎ ﯾُﻔَ ِ ّرﻗُونَ ِﺑ ِﮫ ﺑَﯾْنَ ْاﻟ َﻣ ْر ِء َوزَ ْو ِﺟ ِﮫ ۚ َو َﻣﺎ ُھم ِﺑ‬
ِّ ‫ﺿ‬ ِ ‫ﯾُﻌَ ِﻠّ َﻣ‬
َ ُ‫ﺎن ِﻣ ْن أ َ َﺣ ٍد َﺣﺗ ﱠ ٰﻰ ﯾَﻘ‬
َ ُ‫س َﻣﺎ ﺷ ََر ْوا ِﺑ ِﮫ أَﻧﻔ‬
َ‫ﺳ ُﮭ ْم ۚ ﻟَ ْو َﻛﺎﻧُوا ﯾَ ْﻌﻠَ ُﻣون‬ ٍ ‫ﻋ ِﻠ ُﻣوا ﻟَ َﻣ ِن ا ْﺷﺗ َ َراهُ َﻣﺎ ﻟَﮫُ ﻓِﻲ ْاﻵ ِﺧ َر ِة ِﻣ ْن ﺧ ََﻼ‬
َ ْ‫ق ۚ َوﻟَ ِﺑﺋ‬ َ ‫ﺿ ﱡر ُھ ْم َو َﻻ ﯾَﻧﻔَﻌُ ُﮭ ْم ۚ َوﻟَﻘَ ْد‬
ُ َ‫ﯾ‬

“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka
mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (mengerjakan sihir), hanya
syaitan-syaitan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang
diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil, yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak
mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan, “Sesungguhnya kami hanya cobaan
(bagimu), maka janganlah kamu kafir.” Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan
sihir itu mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak
memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorang pun, kecuali dengan izin Allâh. Dan mereka mempelajari
sesuatu yang memberi mudharat kepada diri mereka sendiri dan tidak memberi manfaat. Padahal
sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allâh) dengan sihir itu,
tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya sendiri dengan
sihir, kalau mereka mengetahui” [al-Baqarah/2:102]

Hal ini dikarenakan para dukun, peramal, dan tukang sihir tersebut mengaku-ngaku mengetahui urusan gaib,
padahal ini merupakan kekhususan bagi Allâh Subhanahu wa Ta’ala.

َ ‫ض ْاﻟﻐَﯾ‬
َ‫ْب إِ ﱠﻻ ﱠ ُ ۚ َو َﻣﺎ ﯾَ ْﺷﻌُ ُرونَ أَﯾﱠﺎنَ ﯾُ ْﺑﻌَﺛُون‬ ِ ‫ت َو ْاﻷ َ ْر‬ ‫ﻗُل ﱠﻻ ﯾَ ْﻌﻠَ ُم َﻣن ﻓِﻲ اﻟ ﱠ‬
ِ ‫ﺳ َﻣ َﺎوا‬

“Katakanlah: “Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”,
dan mereka tidak mengetahui bilamana mereka akan dibangkitkan”. [an-Naml/27:65]

Selain itu, mereka selalu bekerjasama dengan para jin dan setan dalam menjalankan praktek sihir dan
perdukunan. Padahal para jin dan setan tersebut tidak mau membantu mereka dalam praktek tersebut sampai
mereka melakukan perbuatan syirik dan kafir kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala, misalnya
mempersembahkan hewan kurban untuk para jin dan setan tersebut, menghinakan al-Qur’ân dengan berbagai
macam cara, atau cara-cara lainnya [11]. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

‫ﻧس ﯾَﻌُوذُونَ ِﺑ ِر َﺟﺎ ٍل ِ ّﻣنَ ْاﻟ ِﺟ ِّن ﻓَزَ ادُو ُھ ْم َر َھﻘًﺎ‬ ِ ْ َ‫َوأَﻧﱠﮫُ َﻛﺎنَ ِر َﺟﺎ ٌل ِ ّﻣن‬
ِ ‫اﻹ‬

“Dan bahwasannya ada beberapa orang dari (kalangan) manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-
laki dari (kalangan) jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan”. [al-Jin/72:6]

3- Berlebihan dan melampaui batas dalam mengagungkan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri yang melarang hal ini dalam sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam: “Janganlah kalian berlebihan dan melampaui batas dalam memujiku seperti orang-orang Nashrani
berlebihan dan melampaui batas dalam memuji (Nabi Isa) bin Maryam, karena sesungguhnya aku adalah
hamba (Allâh), maka katakanlah: hamba Allâh dan rasul-Nya”. [12]

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang hamba yang tidak mungkin ikut memiliki sebagian dari
sifat-sifat khusus yang dimiliki Allâh Azza wa Jalla, seperti mengetahui ilmu gaib, memberikan manfaat atau
mudharat bagi manusia, mengatur alam semesta, dan lain-lain. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

َ‫ﯾر ِﻟﻘَ ْو ٍم ﯾُؤْ ِﻣﻧُون‬ ٌ ‫ﺳو ُء ۚ ِإ ْن أَﻧَﺎ ِإ ﱠﻻ ﻧَذ‬


ٌ ‫ِﯾر َوﺑَ ِﺷ‬ ‫ﻲ اﻟ ﱡ‬ ‫ْب َﻻ ْﺳﺗ َ ْﻛﺛ َ ْرتُ ِﻣنَ ْاﻟ َﺧﯾ ِْر َو َﻣﺎ َﻣ ﱠ‬
َ ‫ﺳ ِﻧ‬ َ ‫ﺿرا ِإ ﱠﻻ َﻣﺎ ﺷَﺎ َء ﱠ ُ ۚ َوﻟَ ْو ُﻛ ْﻧتُ أ َ ْﻋﻠَ ُم ْاﻟﻐَﯾ‬
َ ‫ﻗُ ْل َﻻ أ َ ْﻣ ِﻠكُ ِﻟﻧَ ْﻔ ِﺳﻲ ﻧَ ْﻔﻌًﺎ َو َﻻ‬

“Katakanlah: “Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan
kecuali yang dikehendaki Allah. Dan seandainya aku mengetahui yang gaib, tentulah aku akan melakukan
kebaikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi
peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman”. [al-A’râf/7:188]

Di antara Bentuk Pengagungan Yang Berlebihan Dan Melampaui Batas Kepada Rasulullâh Shallallahu Alaihi
Wa Sallam adalah sebagai berikut:

• Meyakini bahwa beliau mengetahui perkara yang gaib dan bahwa dunia diciptakan karena beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam.

• Memohon pengampunan dosa dan masuk surga kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena semua
perkara ini adalah khusus milik Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan tidak ada seorang makhluk pun yang ikut serta
memilikinya.

• Melakukan safar (perjalanan jauh) dengan tujuan menziarahi kuburan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
karena beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri yang melarang perbuatan ini dalam sabda beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam : “Tidak boleh melakukan perjalanan (dengan tujuan ibadah) kecuali ke tiga masjid: Masjidil
Haram, Masjid Nabawi dan Masjidil Aqsha”. [13]

Semua hadits yang menyebutkan keutamaan melakukan perjalanan untuk mengunjungi kuburan beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hadits yang lemah dan tidak benar penisbatannya kepada beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana yang ditegaskan oleh sejumlah imam ahli hadits.

Adapun melakukan perjalanan untuk melakukan shalat di Masjid Nabawi maka ini adalah perkara yang
dianjurkan dalam Islam berdasarkan hadits yang shahih.[14]

• Meyakini bahwa keutamaan Masjid Nabawi disebabkan adanya kuburan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Ini jelas merupakan kesalahan yang sangat fatal, karena Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
menyebutkan keutamaan shalat di Masjid Nabawi sebelum beliau wafat.

4- Berlebihan dan melampaui batas dalam mengagungkan kuburan orang-orang shaleh yang terwujudkan
dalam berbagai bentuk, di antaranya:

• Memasukkan kuburan ke dalam masjid dan meyakini adanya keberkahan dengan masuknya kuburan
tersebut.

Ini bertentangan dengan petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Allâh melaknat orang-orang Yahudi dan Nashrani, (kerena) mereka menjadikan kuburan nabi-nabi
mereka sebagai masjid (tempat ibadah)” [15]

Dalam hadits lain, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya: “Sesungguhnya orang-orang
sebelum kalian selalu menjadikan kuburan para nabi dan orang-orang shaleh (di antara) mereka sebagai
masjid (tempat ibadah), maka janganlah kalian (wahai kaum Muslimin) menjadikan kuburan sebagai masjid,
sesungguhnya aku melarang kalian dari perrbuatan tersebut” [16]

• Membangun (meninggikan) kuburan dan mengapur (mengecat)nya.


Dalam hadits yang shahih, Jâbir bin ‘Abdillâh Radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam melarang mengapur (mengecat) kuburan, duduk di atasnya, dan membangun di atasnya”.[17]

Perbuatan-perbuatan ini dilarang karena merupakan sarana yang membawa kepada perbuatan syirik
(menyekutukan Allâh Subhanahu wa Ta’ala dengan orang-orang shaleh tersebut).

5- Termasuk perbuatan yang merusak tauhid dan akidah seorang Muslim adalah menggantungkan jimat -baik
berupa benang, manik-manik atau benda lainnya- pada leher, tangan, atau tempat-tempat lainnya, dengan
meyakini jimat tersebut sebagai penangkal bahaya dan pengundang kebaikan.

Perbuatan ini dilarang keras oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau yang artinya:
“Barangsiapa yang menggantungkan jimat, sungguh dia telah berbuat syirik”. [18]

6- Demikian juga perbuatan tathayyur, yaitu menjadikan sesuatu sebagai sebab kesialan atau keberhasilan
suatu urusan, padahal Allâh Subhanahu wa Ta’ala tidak menjadikannya sebagai sebab yang berpengaruh.

Perbuatan ini juga dilarang keras oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau yang
artinya: “(Melakukan) ath-thiyarah adalah kesyirikan”. [19]

7- Demikian juga perbuatan bersumpah dengan nama selain Allâh Azza wa Jalla. Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda yang artinya: “Barangsiapa bersumpah dengan (nama) selain Allâh, sungguh dia telah
berbuat syirik”.[20]

NASIHAT DAN PENUTUP


Demikianlah beberapa contoh praktek perbuatan syirik yang terjadi di masyarakat. Hendaknya fakta tersebut
menjadikan seorang Muslim selalu memikirkan dan mengkhawatirkan dirinya akan kemungkinan terjerumus ke
dalam perbuatan tersebut. Karena siapa yang mampu menjamin dirinya dan keluarganya selamat dari
keburukan yang terjadi pada orang-orang yang hidup disekitarnya?

Kalau Nabi Ibrâhim Alaihissallam saja sampai mengkhawatirkan dirinya dan keluarganya terjerumus dalam
perbuatan menyembah kepada selain Allâh (syirik), dengan berdoa kepada Allah ‘jauhkanlah diriku dan anak
cucuku dari (perbuatan) menyembah berhala’ (Ibrâhim:35), padahal beliau Alaihissallam adalah nabi mulia
yang merupakan panutan dalam kekuatan iman, kekokohan tauhid, serta ketegasan dalam memerangi syirik
dan pelakunya, maka sudah tentu kita lebih pantas lagi mengkhawatirkan hal tersebut menimpa diri dan
keluarga kita, dengan semakin bersungguh-bersungguh berdoa dan meminta perlindungan kepada-Nya agar
dihindarkan dari semua perbuatan tersebut dan pintu-pintu yang membawa kepadanya.

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajarkan doa perlindungan dari segala bentuk syirik kepada
Sahabat yang mulia, Abu Bakar ash-Shiddîq Radhiyallahu ‘anhu yang berbunyi :

‫ َوأ َ ْﺳﺗ َ ْﻐ ِﻔ ُر َك ِﻟ َﻣﺎ ﻻ أ َ ْﻋﻠَ ُم‬، ‫ﻋوذُ ِﺑ َك أ َ ْن أ ُ ْﺷ ِر َك ِﺑ َك َوأَﻧَﺎ أ َ ْﻋﻠَ ُم‬


ُ َ ‫اﻟﻠﱠ ُﮭ ﱠم ِإ ِﻧّﻲ أ‬

“Ya Allâh, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan menyekutukan-Mu yang aku ketahui, dan
aku memohon ampun kepada-Mu dari apa yang tidak aku ketahui (sadari)” [21].

Juga tentu saja, dengan semakin giat mengusahan langkah-langkah untuk kian memantapkan akidah tauhid
dalam diri kita yang terwujud dalam meningkatnya semangat mempelajari ilmu tentang tauhid dan keimanan,
serta berusaha semaksimal mungkin mempraktekkan dan merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Wallâhu a’lam

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04-05/Tahun XIV/1431/2010M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah
Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-7574821]
_______
Footnote
[1]. Hadits shahih riwayat Abu Dâwud no. 4252, at-Tirmidzi no. 2219 dan Ibnu Mâjah no. 3952.
[2]. Lihat kitab al-‘Aqîdatul Islâmiyyah, Muhammad bin Jamil Zainu, hlm. 33-34
[3]. Kitâbut Tauhîd, Shâleh bin Fauzân al-Fauzân, hlm. 8
[4]. Ini adalah nama-nama orang shaleh dari umat Nabi Nûh Alaihissallam , yang kemudian setelah mereka
wafat, kaumnya menjadikan patung-patung mereka sebagai sembahan selain Allâh k . Lihat QS Nûh/71:23
[5]. Sebagaimana yang disebutkan dalam QS. az-Zumar/39:3
[6]. Sebagaimana yang disebutkan dalam QS. Yûnus/10:18
[7]. Kasyfusy Syubuhât hlm. 7
[8]. Al-‘Aqîdatul Islâmiyyah hlm. 46
[9]. Pembahasan ini diringkas dari kitab Mukhâlafât fit Tauhîd, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz ar-Rayyis, dengan sedikit
tambahan dan penyesuaian
[10]. HR. Ahmad (2/429) dan al-Hâkim (1/49). Lihat ash-Shahîhah no. 3387
[11]. Hum Laisu Bisyai hlm. 4
[12]. HR. al-Bukhâri no. 3261
[13]. HR. al-Bukhâri no. 1132 dan Muslim no. 1397
[14]. HR. al-Bukhâri no. 1133 dan Muslim no. 1394
[15]. HR. al-Bukhâri no. 1265 dan Muslim no. 529
[16]. HR. Muslim no. 532
[17]. HR. Muslim (no. 970).
[18]. HR. Ahmad (4/156). Lihat ash-Shahîhah no. 492
[19]. HR. Abu Dâwud no. 3910, at-Tirmidzi no. 1614 dan Ibnu Mâjah no. 3538. Lihat ash-Shahîhah no. 429
[20]. HR. Abu Dâwud (no. 3251) dan at-Tirmidzi (no. 1535). Lihat ash-Shahîhah no. 2042
[21]. Hadits shahih riwayat al-Bukhâri, al-Adabul Mufrad no. 716 dan Abu Ya’la no. 60.

Anda belum mahir membaca Qur'an?


Ingin segera bisa? Klik di sini sekarang!

23 September 2010 in category Bahasan : Tauhid

« Previous Zindiq (Madrasah Orientalis Atau Yahudi Gaya Baru) Hukum Bersumpah Dengan Menyebut Nama Selain Allah Next »

Twitter Telegram Download Surat Ayat

Anda mungkin juga menyukai