Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEBIDANAN KOMUNITAS

EVIDANCE BASED DALAM ASUHAN KEBIDANAN


KOMUNITAS

OLEH : KELOMPOK 5
 DELLA NOFRIANTIKA
 INTAN MAHARANI
 NABILA FATYA
 RIZKA PURNAMA
 VONNY SAFA
 YAYUK SUSENO

DOSEN PEMBIMBING
RIALIKE BURHAN, M.KEB.

PRODI DIV KEBIDANAN


POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
2019
PEMBAHASAN

A. Pengertian Evidence Based Midwifery


Dalam beberapa tahun terakhir atau tepatnya beberapa bulan terakhir kita sering
mendengar tentang Evidence based. Evidence based artinya berdasarkan bukti. Artinya tidak
lagi berdasarkan pengalaman atau kebiasaan semata. Semua harus berdasarkan bukti. Bukti
inipun tidak sekedar bukti tapi bukti ilmiah terkini yang bias dipertanggung jawabkan.
Suatu istilah yang luas yang digunakan dalam proses pemberian informasi
berdasarkan bukti dari penelitian (Gray, 1997). Jadi, evidence based midwifery adalah
pemberian informasi kebidanan berdasarkan bukti dari penelitian yang bisa
dipertanggungjawabkan. Praktek kebidanan sekarang lebih didasarkan pada bukti ilmiah
hasil penelitian dan pengalaman praktek terbaik dari para praktisi dari seluruh penjuru dunia.
Rutinitas yang tidak terbukti manfaatnya kini tidak dianjurkan lagi.
Hal ini terjadi karena llmu Kedokteran berkembang sangat pesat. Temuan dan
hipotesis yang diajukan pada waktu yang lalu secara cepat digantikan dengan temuan baru
yang segera menggugurkan teori yang ada sebelumnya. Sementara hipotesis yang diujikan
sebelumnya bisa saja segera ditinggalkan karena muncul pengujian-pengujian hipotesis baru
yang lebih sempurna. Sebagai contoh, jika sebelumnya diyakini bahwa episiotomi
merupakan salah satu prosedur rutin persalinan khususnya pada primigravida, saat ini
keyakinan itu digugurkan oleh temuan yang menunjukkan bahwa episiotomi secara rutin
justru sering menimbulkan berbagai permasalahan yang kadang justru lebih merugikan bagi
quality of life pasien. Demikian pula halnya dengan temuan obat baru yang dapat saja segera
ditarik dan perederan hanya dalam waktu beberapa bulan setelah obat tersebut dipasarkan,
karena di populasi terbukti memberikan efek samping yang berat pada sebagian
penggunanya.
Bukti ini juga mempunyai tingkat kepercayaan untuk dijadikan sebagai evidence
based. Untuk tingkat paling tinggi (Ia) adalah hasil penelitian dengan meta analisis
dibawahnya atau level Ib adalah hasil penelitian dengan randomized control trial, IIa. non
randomized control trial, IIb. adalah hasil penelitian quasi eksperime lalu hasil studi
observasi (III) dan terakhir expert opinion, clinical experience (IV). Untuk mendapatkan
bukti ini bisa diperoleh dari berbagai macam hasil penelitian yang telah dipublikasikan oleh
berbagai macam media, itulah evidence base. Melalui paradigma baru ini maka setiap
pendekatan medik barulah dianggap accountable apabila didasarkan pada temuan-temuan
terkini yang secara medik, ilmiah, dan metodologi dapat diterima.
Tidak semua EBM dapat langsung diaplikasikan oleh semua professional kebidanan
di dunia. Oleh karena itu bukti ilmiah tersebut harus ditelaah terlebih dahulu,
mempertimbangkan manfaat dan kerugian serta kondisi setempat seperti budaya, kebijakan
dan lain sebagainya

B. Manfaat Evidence Based Midwifery dalam praktik Kebidanan


Praktik berdasarkan penelitian merupakan penggunaaan yang sistematik, ilmiah dan
eksplisit dari penelitian terbaik saat ini dalam pengambilan keputusan tentang asuhan pasien
secara individu. Hal ini menghasilkan asuhan yang efektif dan tidak selalu melakukan
intervensi. Kajian ulang intervensi secara historis memunculkan asumsi bahwa sebagian
besar komplikasi obstetri yang mengancam jiwa bisa diprediksi atau dicegah. Intervensi
harus dilaksanakan atas dasar indikasi yang spesifik, bukan sebagai rutinitas sebab test-test
rutin, obat, atau prosedur lain pada kehamilan dapat membahayakan ibu maupun janin. Bidan
yang terampil harus tahu kapan ia harus melakukan sesuatu dan intervensi yang dilakukannya
haruslah aman berdasarkan bukti ilmiah.
Asuhan yang dilakukan dituntut tanggap terhadap fakta yang terjadi, menyesuaikan
dengan keadaan atau kondisi pasien dengan mengutamakan keselamatan dan kesehatan
pasien dengan mengikuti prosedur yang sesuai dengan evidence based asuhan kebidanan,
yang tentu saja berdasar kepada hal-hal yang sudah dibahas sebelumnya, yaitu: standar
asuhan kebidanan, standar pelayanan kebidanan, kewenangan bidan komunitas, fungsi utama
bidan bidan bagi masyarakat. Fungsi utama profesi kebidanan, ruang lingkup asuhan yang
diberikan.
Dengan pelaksanaan praktik asuhan kebidanan yang berdasarkan evidence based
tersebut tentu saja bermanfaat membantu mengurangi angka kematian ibu hamil dan resiko-
resiko yang di alami selama persalinan bagi ibu dan bayi serta bermanfaat juga untuk
memperbaiki keadaan kesehatan masyarakat.
C. Praktik Evidence Based Midwifery dalam asuhan kebidanan
Praktek kebidanan sekarang lebih didasarkan pada bukti ilmiah hasil penelitian dan
pengalaman praktek terbaik dari para praktisi dari seluruh penjuru dunia. Rutinitas yang tidak
terbukti manfaatnya kini tidak dianjurkan lagi.
Sesuai dengan evidence-based practice, pemerintah telah menetapkan program
kebijakan ANC sebagai berikut:
1. Kunjungan ANC
Dilakukan minimal 4 x selama kehamilan :
Trimester I
Sebelum 14 minggu - Mendeteksi masalah yg dapat ditangani
sebelum membahayakan jiwa.
 Mencegah masalah, misal : tetanus neonatal, anemia, kebiasaan tradisional
yang berbahaya
 Membangun hubungan saling percaya
 Memulai persiapan kelahiran & kesiapan menghadapi komplikasi.
 Mendorong perilaku sehat (nutrisi, kebersihan , olahraga, istirahat, seks, dsb).
Trimester II
14 – 28 minggu - Sama dengan trimester I ditambah : kewaspadaan khusus
terhadap hipertensi kehamilan (deteksi gejala preeklamsia, pantau TD, evaluasi edema,
proteinuria)
Trimester III
28 – 36 minggu - Sama, ditambah : deteksi kehamilan ganda.
Setelah 36 minggu
Sama, ditambah : deteksi kelainan letak atau kondisi yang memerlukan
persalinan di RS.
ANC: Praktek-Praktek Terbaik:
Tidak direkomendasikan
 Kunjungan rutin yang banyak
 Pendekatan resiko yang tiggi
 Pengukuran yang rutin: Tinggi, posisi janin sebelum 36 minggu, edema mata kaki
Direkomendasikan:
 Kunjungan antenatal terfokus dengan tenaga kesehatan
 Rencana persiapan persalinan dan kesiagaan menghadapi komplikasi
 Konseling keluarga berencana, menyusui, tanda-tanda bahaya, HIV/IMS, dan nutrisi
 Deteksi dan manajemen kondisi dan komplikasi yang menyertai kehamilan
 Tetanus toksoid
 Zat besi dan folat
 Pada populasi tertentu :pengobatan preventif malaria, pengobatan kecacingan,
yodium, vitamin A
2. Pemberian suplemen mikronutrien :
Tablet yang mengandung FeSO4 320 mg (= zat besi 60 mg) dan asam folat
500 sebanyak 1 tablet/hari segera setelah rasa mual hilang. Pemberian selama 90 hari (3
bulan). Ibu harus dinasehati agar tidak meminumnya bersama teh / kopi agar tidak
mengganggu penyerapannya.
3. Imunisasi TT 0,5 cc
Interval Lama perlindungan % perlindungan
TT 1 Pada kunjungan ANC pertama - -
TT 2 4 mgg setelah TT 1 3 tahun 80%
TT 3 6 bln setelah TT 2 5 tahun 95%
TT 4 1 tahun setelah TT 3 10 tahun 99%
TT 5 1 tahun setelah TT 4 25 th/ seumur hidup 99%
Dengan memberikan asuhan antenal yang baik akan menjadi salah satu tiang
penyangga dalam safe motherhood dalam usaha menurunkan angka kesakitan dan
kematian ibu dan perinatal.
a) Meningkatkan efektivitas asuhan antenatal
Mempromosikan dan menjaga kesehatan fisik dan mental ibu dan bayi dengan
memberikan pendidikan mengenai nutrisi, kebersihan diri dan proses kelahiran bayi.
 Mendeteksi dan menatalaksanaka komplikasi medis, bedah ataupun obstetri
selama kehamilan.
 Mengembangkan persiapan persalinan serta kesiapan menghadapi komplikasi.
 Membantu menyiapkan ibu untuk menyusui dengan sukses, menjalankan nifas
normal dan merawat anak secara fisik, psikologis dan sosial.
b) Adapun antenatal care akan efektif bila meliputi hal-hal sebagai berikut:
 Asuhan diberikan oleh petugas yang terampil dan berkesinambungan
 Persiapan menghadapi persalinan yang baik dengan memperkirakan komplikasi.
 Mempromosikan kesehatan dan pencegahan penyakit (tetanus toksoid, suplemen
gizi, pencegahan konsumsi alkohol dan rokok dan lain-lain).
 Mendeteksi dini komplikasi serta perawatan penyakit yang diderita ibu hamil
(HIV, sifilis, tuberkulosis, hepatitis, penyakit medis lain yang diderita (misal:
hipertensi, diabetes, dan lain-lain).
c) Asuhan antenatal secara tradisional
Seperti dalam asuhan antenatal, sebelum dikenal adanya asuhan berdasarkan
evidence based, asuhan yang diberikan berdasarkan tradisional. Asuhan yang banyak
berkembang saat ini sebenarnya berasal dari model yang dikembangkan di Eropa
pada awal dekade abad ini. Lebih mengarah keritual dari pada rasional. Biasanya
asuhan ini lebih mengarah ke frekuensi dan jumlah daripada terhadap unsur yang
mengarah kepada tujuan yang esensial
d) Pentingnya deteksi penyakit dan bukan penilaian/pendekatan risiko
Pendekatan risiko yang mempunyai rasionalisasi bahwa asuhan antenatal
adalah melakukan screening untuk memprediksi faktor-faktor risiko untuk
memprediksi suatu penyakit, tapi berdasarkan hasil studi di Zaire membuktikan
bahwa 71 % persalinan macet tidak bisa diprediksi.

Memberikan asuhan antenatal yang baik dengan langkah-langkah berikut:


 Sapa ibu dan keluarga untuk membuat merasa nyaman.
 Mendapatkan riwayat kehamilan ibu dan mendengarkan dengan teliti apa yang
diceritakan ibu.
 Melakukan pemeriksaan fisik seperlunya saja.
 Melakukan pemeriksaan laboratorium.
 Melakukan anamnesa untuk menilai apakah kehamilannya normal
 Membantu ibu dan keluarganya untuk mempersiapkan kelahiran dan kemungkinan
keadaan darurat
 Memberikan konseling tentang gizi, latihan, perubahan fisiologis, menasihati ibu
untuk mencari pertolongan segera jika ia mendapati tanda-tanda bahaya,
merencanakan dan mempersiapkan kelahiran yang bersih dan aman di rumah,
mengidentifikasi siapa yang dapat membantu bidan semala persalinan, menjelaskan
cara merawat payudara terutama pada ibu yang mempunyai putting susu rata atau
masuk ke dalam.
 Pemberian suplemen mikronutrien
 Imunisasi TT 0,5 cc
 Menjadwalkan kunjungan berikutnya.
 Mendokumentasikan kunjungan tersebut.

Survei mengenai praktek-praktek yang biasa dilakukan


 Meresapkan obat progestagen untuk ancaman keguguran : 63%
 Penggunaan diazepam untuk mengendalikan konvulsi pada eklampsi : 47%
 Tidak pernah melakukan versi luar : 57%
 Tidak menggunakan partograf untuk memantau dan melakukan manajemen persalinan :
88%
 Melakukan episiotomi pada semua primigravida : 32%
 Meresapkan antibiotic selama 5-7 hari untuk Seksio Cesaria : 59%
 Melakukan sebagian besar SEksio Cesaria dengan anestesi uumum : 65%
 Tidak mencuci tangan setiap kali sebelum melakukan periksa dalam selama persalinan :
72%
4. Pemotongan Tali Pusat
Berdasarkan evidence based, pemotongan tali pusat lebih baik ditunda karena
sangat tidak menguntungkan baik bagi bayi maupun bagi ibunya. Mengingat fenomena
yang terjadi di Indonesia antara lain tingginya angka morbiditas ataupun mortalitas pada
bayi salah satunya yang disebabkan karena Asfiksia Hyperbillirubinemia/ icterik
neonatorum, selain itu juga meningkatnya dengan tajam kejadian autis pada anak-anak di
Indonesia tahun ke tahun tanpa tahu pemicu penyebabnya. Ternyata salah satu asumsi
sementara atas kasus fenomena di atas adalah karena adanya ICC (Imediettly Cord
Clamping) di langkah APN yaitu pemotongan tali pusat segera setelah bayi lahir. Benar
atau tidaknya asumsi tersebut, beberapa hasil penelitian dari jurnal-jurnal internasional di
bawah ini mungkin bisa menjawab pertanyaan di atas.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kinmond, S. et al. (1993)
menunjukkan bahwa pada bayi prematur, ketika pemotongan tali pusat ditunda paling
sedikit 30 menit atau lebih, maka bayi akan:
 Menunjukkan penurunan kebutuhan untuk tranfusi darah
 Terbukti sedikit mengalami gangguan pernapasan
 Hasil tes menunjukkan tingginya level oksigen
 Menunjukkan indikasi bahwa bayi tersebut lebih viable dibandingkan dengan
bayi yang dipotong tali pusatnya segera setelah lahir
 Mengurangi resiko perdarahan pada kala III persalinan
 Menunjukkan jumlah hematokrit dan hemoglobin dalam darah yang lebih baik.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Eillen K. Hutton (2007) bahwa


dengan penundaan pemotongan tali pusat dapat:
 Peningkatan kadar hematokrit dalam darah
 Peningkatan kadar hemoglobin dalam darah
 Penurunan angka Anemia pada bayi
 Penurunan resiko jaudice/ bayi kuning
Mencermati dari hasil-hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa
pemotongan tali pusat segera setelah bayi lahir sangat tidak menguntungkan baik bagi
bayi maupun bagi ibunya. Namun dalam praktek APN dikatakan bahwa pemotongan tali
pusat dilakukan segera setelah bayi lahir. Dari situ kita bisa lihat betapa besarnya resiko
kerugian, kesakitan maupun kematian yang dapat terjadi.

5. Perawatan Tali Pusat


Saat bayi dilahirkan, tali pusar (umbilikal) yang menghubungkannya dan plasenta
ibunya akan dipotong meski tidak semuanya. Tali pusar yang melekat di perut bayi, akan
disisakan beberapa senti. Sisanya ini akan dibiarkan hingga pelan-pelan menyusut dan
mengering, lalu terlepas dengan sendirinya. Agar tidak menimbulkan infeksi, sisa
potongan tadi harus dirawat dengan benar.

Cara merawatnya adalah sebagai berikut:


 Saat memandikan bayi, usahakan tidak menarik tali pusat. Membersihkan tali pusat
saat bayi tidak berada di dalam bak air. Hindari waktu yang lama bayi di air karena
bisa menyebabkan hipotermi.
 Setelah mandi, utamakan mengerjakan perawatan tali pusat terlebih dahulu.Perawatan
sehari-hari cukup dibungkus dengan kasa steril kering tanpa diolesi dengan alkohol.
Jangan pakai betadine karena yodium yang terkandung di dalamnya dapat masuk ke
dalam peredaran darah bayi dan menyebabkan gangguan pertumbuhan kelenjar
gondok.
 Jangan mengolesi tali pusat dengan ramuan atau menaburi bedak karena dapat
menjadi media yang baik bagi tumbuhnya kuman.
 Tetaplah rawat tali pusat dengan menutupnya menggunakan kasa steril hingga tali
pusat lepas secara sempurna.

6. Lotus birth
Isu Terkini dalam praktik kebidanan lain yang sangat fenomenal adalah lotus
birth yang membuat Robin Lim mendapat penghargaan yang membanggakan sejawat di
seluruh dunia. Lotus Birth, atau tali pusat yang tidak dipotong, adalah praktek
meninggalkan tali pusat yang tidak diklem dan lahir secara utuh, daripada ikut
menghalangi proses fisiologis normal dalam perubahan Wharton’s jelly yang
menghasilkan pengkleman internal alami dalam 10-20 menit pasca persalinan.
Tali pusat kemudian Kering dan akhirnya lepas dari umbilicus. Pelepasan tersebut

umumnya terjadi 3-10 hari setelah lahir.
 Organisasi Kesehatan Dunia(WHO)

menekankan pentingnya penyatuan atau penggabungan pendekatan untuk asuhan ibu dan
bayi, dan menyatakan dengan jelas (dalam Panduan Praktis Asuhan Persalinan Normal:,
Geneva, Swiss, 1997) “Penundaan Pengkleman (atau tidak sama sekali diklem) adalah
cara fisiologis dalam perawatan tali pusat, dan pengkleman tali pusat secara dini

merupakan intervensi yang masih memerlukan pembuktian lebih lanjut.”
 Lotus Birth

jarang dilakukan di rumah sakit tetapi umumnya dilakukan di klinik dan rumah bersalin,
sehingga proses bonding attachment antara ibu dan bayi dapat dilakukan, hal ini tentunya
bermanfaat bagi ibu dan bayi yang baru lahir .
Meskipun merupakan suatu fenomena alternatif yang baru, penundaan

pemotongan tali pusat sudah ada dalam budaya Bali dan budaya orang Aborigin.
 Oleh

karena itu, keputusan untuk dilakukannya Lotus Birth serta dampak fisiologis yang dapat
terjadi karena Lotus Birth merupakan tanggungjawab dari klien yang telah memilih dan
membaut keputusan tentang tindakan tersebut.

Praktik Modern dari Lotus Birth menunjukkan bahwa mamalia yang mempunyai
99% bahan genetik hampir sama dengan manusia, yaitu simpanse pun membiarkan
plasenta utuh, tidak merusak atau memotongnya. Hal tersebut dikenal dengan fakta
primatologistsSampai sekarang belum ada penelitian lebih lanjut mengenai adanya

kehilangan berat badan bayi dan penyakit kuning karena tindakan Lotus Birth.


Referensi mengenai Lotus Birth ini terdapat dalam ajaran Budha, Hindu, serta Kristen
dan Yahudi.

Beberapa alasan ibu untuk memilih Lotus Birth:

1) Tidak ada keinginan ibu untuk memisahkan plasenta dari bayi dengan cara
memotong tali pusat
2) Supaya proses transisi bayi terjadi secara lembut dan damai, yang
memungkinkan penolong persalinan untuk memotong tali pusat pada waktu yang
tepat.
3) Merupakan suatu penghormatan terhadap bayi dan plasenta.
4) Mendorong ibu untuk menenangkan diri pada minggu pertama postpartum
sebagai masa pemulihan sehingga bayi mendapat perhatian penuh.
5) Mengurangi kematian bayi karena pengunjung yang ingin bertemu bayi.
Sebagian besar pengunjung akan lebih memilih untuk menunggu hingga plasenta
telah lepas.

6) Alasan rohani atau emosional.


7) Tradisi budaya yang harus dilakukan.


8) Tidak khawatir tentang bagaimana mengklem, memotong atau mengikat tali

pusat.


9) Kemungkinan menurunkan risiko infeksi (Lotus Birth memastikan sistem


tertutup antara plasenta, tali pusat, dan bayi sehingga tidak ada luka terbuka)
10) Kemungkinan menurunkan waktu penyembuhan luka pada perut (adanya luka
membutuhkan waktu untuk penyembuhan.sedangkan jika tidak ada luka, waktu
penyembuhan akan minimal).

Beberapa manfaat dilakukannya Lotus Birth diantaranya :

1) Tali pusat dibiarkan terus berdenyut sehingga memungkinkan terjadinya


perpanjangan aliran darah ibu ke janin.
2) Oksigen vital yang melalui tali pusat dapat sampai ke bayi sebelum bayi benar-benar
dapat mulai bernafas sendiri.
3) Lotus Birth juga memungkinkan bayi cepat untuk menangis segera setelah lahir.
4) Bayi tetap berada dekat ibu setelah kelahiran sehingga memungkinkan terjadinya
waktu yang lebih lama untuk bounding attachment.
5) Dr Sarah Buckley mengatakan :”bayi akan menerima tambahan 50-100ml darah
yang dikenal sebagai transfusi placenta. Darah transfusi ini mengandung zat besi, sel
darah merah, keeping darah dan bahan gizi lain, yang akan bermanfaat bagi bayi

sampai tahun pertama.”
 Hilangnya 30 mL darah ke bayi baru lahir adalah setara

dengan hilangnya 600 mL darah untuk orang dewasa. Asuhan persalinan umum
dengan pemotongan tali pusat sebelum berhenti berdenyut memungkinkan bayi baru
lahir kehilangan 60 mL darah, yang setara dengan 1200mL darah orang dewasa.

Evidence Base – Midwifery


Dibawah ini akan dipaparkan Evidence Base dalam praktik Kebidanan terkini
menurut proses reproduksi:
1) EBM-ANC

KEBIASAAN KETERANGAN

Diet rendah garam untuk Hipertensi bukan karena retensi garam


mengurangi hipertensi

Dianjurkan untuk memakai kondom ada


sel semen yang mengandung
prostaglandin tidak kontak langsung
Membatasi hubungan seksual dengan organ reproduksi yang dapat
untuk mencegah abortus dan memicu kontraksi uterus
kelahiran prematur

Kram pada kaki bukan semata-mata


Pemberian kalsium untuk disebabkan oleh kekurangan kalsium
mencegah kram pada kaki

Diet untuk memcegah bayi Bayi besar disebabkan oleh gangguan


besar metabolism pada ibu seperti diabetes
mellitus

Aktititas dan mobilisasi/latihan


(senam hamil dll) saat masa
kehamilan menurunkan
kejadian PEB, gestasional
diabetes dan BBLR dan
persalinan SC Berkaitan dengan peredaran darah dan
kontraksi otot.

2) EBM INC & PNC

KEBIASAAN KETERANGAN

Tampon vagina menyerap darah tetapi


tidak menghentikan perdarahan, bahkan
perdarahan tetap terjadi dan dapat
menyebabkan infeksi

Tampon Vagina

Selama 2 jam pertama atau selanjutnya


penggunaan gurita akan menyebabkan
kesulitan pemantauan involusio rahim

Gurita atau sejenisnya

Bayi benar-benar siaga selama 2 jam


Memisahkan ibu dan bayi pertama setelah kelahiran. Ini merupakan
waktu yang tepat untuk melakukan
kontak kulit ke kulit untuk mempererat
bonding attachment serta keberhasilan
pemberian ASI

Duduk diatas bara yang panas dapat


menyebabkan vasodilatasi, menurunkan
tekanan darah ibu dan menambah
perdarahan serta menyebabkan dehidrasi

Menduduki sesuatu yang panas

Review dari Cochrane menginformasikan bahwa epidural tidak hanya


menghilangkan nyeri persalinan, namun seperti tindakan medikal lainnya
berdampak pada perpanjangan persalinan, peningkatan penggunaan oksitosin,
peningkatan persalinan dengan tindakan seperti forcep atau vakum ekstraksi, dan
tindakan seksio sesarea karena kegagalan putaran paksi dalam, resiko robekan
hingga tingkat 3-4 dan lebih banyak membutuhkan tindakan episiotomy pada
nulipara.

Studi lain tentang sentuhan persalinan membuktikan bahwa dengan sentuhan


persalinan 56% lebih sedikit yang mengalami tindakan Seksio Sesarea, pengurangan
penggunaan anestesi epidural hingga 85%, 70 % lebih sedikit kelahiran dibantu
forceps, 61% penurunan dalam penggunaan oksitosin; durasi persalinan yang lebih
pendek 25%, dan penurunan 58% pada neonatus yang rawat inap.

Menyusui secara esklusif dapat meingkatkan gerakan peristaltic ibu sehingga


mencegah konstipasi ibu. Ibu yang menyusui secara eksklusif akan lebih sedikit
yang konstipasi.

D. Sumber Evidence Based


Sumber EBM dapat diperoleh melalui bukti publikasi jurnal dari internet maupun
berlangganan baik hardcopy seperti majalah, bulletin, atau CD. Situs internet yang ada
dapat diakses, ada yang harus dibayar namun banyak pula yang public domain. Contoh
situs yang dapat diakses secarea gratis (open access) seperti:
a. Evidence Based Midwifery di Royal College Midwives Inggris
:http://www.rcm.org.uk/ebm/volume-11-2013/volume-11-issue-1/the-physical-effect-
of-exercise-in-pregnancy-on-pre-eclampsia-gestational-diabetes-birthweight-and-
type-of-delivery-a-struct/
b. Midwifery Today : http://www.midwiferytoday.com/articles/midwifestouch.asp
c. International Breastfeeding Journal
:http://www.internationalbreastfeedingjournal.com/content
d. Comfort in Labor : http://Childbirthconnection.org.
e. Journal of Advance Research in Biological Sciences
:http://www.ejmanager.com/mnstemps/86/86-1363938342.pdf?t=1370044205
f. American Journal of Obstetric and Gynecology : http://ajcn.nutrition.org/
g. American Journal of Clinical Nutrition : http://ajcn.nutrition.org/
h. American Journal of Public Health : http://ajcn.nutrition.org/
i. American Journal of Nursing :http://journals.lww.com/ajnonline/pages/default.aspx
j. Journal of Adolescent Health : http://www.jahonline.org/article/S1054-
139X(04)00190-9/abstract
DAFTAR PUSTAKA

Yuniati I. Filosofi Kebidanan. Bandung: Program Pascasarjana Program Studi Magister


Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung; 2011.

Stillerman E. A Midwife’s Touch. Midwifery Today. 2008(84).

Saifuddin AB, Wiknjosastro GH, Affandi B, Waspodo D, editors. Buku Panduan Praktis
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2002.

https://moudyamo.wordpress.com/2013/06/01/isu-terkini-dan-evidence-based-dalam-praktik-
kebidanan/
http://rohanihasanuddin.blogspot.com/2016/06/konsep-dasar-evidence-based-midwifery.html

Sandip S, Asha K, Paulin G, Hiren S, Gagandeep S, Amit V. A comparative study of serum uric
acid, calcium anf magnesium in preeclampsia and normal pregnancy. Journal of Advance
Research in Biological Sciences. 2013;5(1):55-8.

Anda mungkin juga menyukai