Anda di halaman 1dari 8

BAB I

Pendahuluan

Latar belakang

Jalan hidup spritualitas islam memiliki tiga fondasi dasar untuk membentuk pribadi
muslim yang utuh, yaitu iman, islam, dan ihsan. Iman merupakan fondasi yang paling dasar
dalam islam, ia adalah ikrar jiwa untuk yakin terhadap kekuatan tertinggi yaitu Allah. Syarat
utama dari iman adalah keyakinan tadi, dan selanjutnya ikrar lisan dan akhirnya ikrar tingkah
laku sebagai manifestasi dari keyakinan terhadap kekuatan Tertinggi dalam setiap
perbuatannya. Islam merupakan pokok-pokok ibadah, rule, dan metodologi dalam menempuh
jalan islam. Sedangkan ihsan merupakan kebaikan dan kebajikan budi pekerti sebagai
manifestasi dari iman dan islam, amal perbuatannya hanya di sandarkan hanya pada Allah dan
merasa seakan-akan melihat dan dilihat Allah. Karena potensi rūḫiyah pada diri manusia telah
dikalahkan nafsu buruk dalam diri manusia yang terus membesar karena pengaruh lingkungan
yang buruk dan manusia itu sulit untuk mengontrol nafsu tersebut.

1
BAB II

Pembahasan

A. Konsep Spiritualitas Sebagai Landasan Kebertuhanan

Pada dasarnya hati manusia itu bersifat Universal dengan catatan manusia itu telah
mencapai titik fitrah (God Sport) dan terbebas dari segala pradigma dan belenggu. Dalam
keadan seperti ini manusia merasakan ketenangan jiwa yang mendasari segala tingkah lakunya,
dan menggunakan suara hati sebagai penuntun hidupnya menuju sebuah kebenaran, dan semua
itu bersumber dari yang maha kuasa yaitu Allah. Sebagaimana Firnan Allah SWT dalam surat
As Sajadah Ayat: 9 yang artinya: “Kemudian dia menyempurnakan dan meniupkan ke
dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan
(perasaan) hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur”. Ketika manusia mengakui bahwa
Allahlah Tuhannya. Suara hati itu masih terus berjalan dan masih bisa dirasakan hingga saat
ini, kecuali hati yang tertutup. Sudah merupakan fitrah manusia untuk memiliki rasa ketuhanan
dan memiliki kebaikan hati nurani namun hal ini tidak terjadi kepada orang yang hatinya telah
tertutup, walaupun demikian ia pun masih bisa merasakan hal ini namun dengan kadar yang
rendah.

Tuhan berada di dalam hati orang-orang suci. Apabila kita ingin mudah merasakan
kehadiran Tuhan, maka kita hendaknya berawal dari penyucian hati. Melalui penyucian hati,
potensi roh akan semakin menguat dan mengalahkan semua dorongan instingtif materialistis
yang berlebihan (dalam istilah agama disebut dengan hawā an-nafs). Ketika hati telah suci,
maka jiwa manusia akan menerima pancaran rahmat Tuhan sehingga darinya terpancar energi
positif yang kemudian mempengaruhi penilaian dan sikapnya Perbedaan Paradigma dan God
Sport yaitu Paradigma atau persepsi adalah lapisan belenggu yang menutupi Gog Sport,
persepsi tercipta karena pengaruh-pengaruh luar yang membentuk paradigma dan pikiran kita.
Sedangkan dalam God Sport terdapat suara-suara hati yang bersumber dari sifat-sifat Illahi.
God Sport yang berisi bayangan- bayangan sifat Tuhan itu telah built in dalam diri manusia.

Untuk menjaga integritas diri kita di tengah realita dunia yang fana dan tak menentu.
Karena kenikmatan yang dihadirkan oleh jabatan, harta dan kekuasaan mudah menggiring kita
memilih melakukan perbuatan-perbuatan amoral dan penyalahgunaan wewenang, termasuk
melanggar prinsip dan nilai-nilai yang kita yakini. Integritas tanpa spiritualitas ibarat
membangun rumah di atas tumpukan pasir di tepi pantai, yang dapat roboh kapan saja akibat

2
terpaan ombak laut. Kita membutuhkan spiritualitas untuk mampu mempertahankan integritas
di tengah dunia yang penuh godaan yang menggiurkan. Kita tidak saja membutuhkan bakat,
kapasitas intelektual dan kompetensi untuk memenuhi panggilan hidup kita. Namun kita
memerlukan spiritualitas yang akan menjaga kita untuk tetap memilih cara-cara bermoral dan
patut di tengah aneka dinamika kehidupan yang tak menentu.Karena manusia adalah makhluk
ciptaan yang terbatas, yang memiliki kebebasan untuk memilih.

B. Alasan Mengapa Manusia Memerlukan Spiritualitas.

Ada enam alasan mengapa kita membutuhkan spiritualitas untuk tetap mampu mengerjakan
panggilan hidup di dunia ini.: Sarana untuk melatih kepekaan diri kita di dalam menggali
makna kenyataan hidup.Menyadarkan bahwa panggilan hidup kita adalah anugerah pemberian
dari Tuhan. Untuk mengendalikan dorongan ego dalam diri kita. Untuk mengembangkan hati
nurani yang takut akan Tuhan. Ketika hati nurani yang takut akan Tuhan itu mulai merasuki
kesadaran dan hasrat hidup kita, maka kita memiliki kemampuan untuk menempuh hidup
dengan integritas. Hidup dengan integritas berarti hidup dengan prinsip bahwa dengan atau
tanpa kontrol dari pihak lain, kita tetap berpegang teguh pada nilai-nilai yang kita yakini.
Artinya, integritas kita diukur dari apa yang kita pikirkan, katakan dan lakukan, bahkan pada
saat kita sendirian. Iman, keyakinan yang melandasi nilai-nilai spiritualitas, memampukan
kita memenuhi panggilan hidup sambil tetap menjaga keseimbangan antara kehidupan duniawi
dan akhirat, sehingga kita tidak terhanyut mengejar kebendaan dan materialisme yang
berlebihan. Soedjatmoko, salah satu pengikut Sutan Sjahrir, pernah berkata: “Hanya imanlah
yang dapat memberikan keberanian hidup bagi manusia. Iman juga dapat memberikan
keberanian hidup dan kemantapan moral untuk menolak peluang- peluang yang gampang
namun tidak becus, biarpun kelihatan aman dan biarpun dipakai banyak orang, dan untuk
tetap mengambil jalan yang lurus, betapapun sulit jalan yang harus dilalui.”

C. Menggali Sumber Psikologis, Sosiologis, Filosofis, dan Teologis tentang Konsep


Ketuhanan

1. Bagaimana Tuhan dirasakaan kehadirannya dalam Perspektif Psikologis? Menurut hadis


Nabi, orang yang sedang jatuh cinta cenderung selalu mengingat dan menyebut orang yang
dicintainya (man ahabba syai’an katsura dzikruhu), kata Nabi, orang juga bisa diperbudak oleh
cintanya (man ahabba syai’an fa huwa `abduhu). Kata Nabi juga, ciri dari cinta sejati ada tiga
: (1) lebih suka berbicara dengan yang dicintai dibanding dengan yang lain, (2) lebih suka
berkumpul dengan yang dicintai dibanding dengan yang lain, dan (3) lebih suka mengikuti

3
kemauan yang dicintai dibanding kemauan orang lain/diri sendiri. Bagi orang yang telah jatuh
cinta kepada Allah SWT, maka ia lebih suka berbicara dengan Allah Swt, dengan membaca
firman Nya, lebih suka bercengkerama dengan Alloh SWT dalam I`tikaf, dan lebih suka
mengikuti perintah Allah SWT daripada perintah yang lain saat itulah kehadiran Allah dapat
kita rasakan.

2. Bagaimana Tuhan Disembah Masyarakat Dalam Perspektif Sosiologis? Berbeda dengan


perspektif teologis, sosiologi memandang agama tidak berdasarkan teks keagamaan (baca kitab
suci dan sejenisnya), tetapi berdasarkan pengalaman konkret pada masa kini dan pada masa
lampau. Hingga kini Agama menjadi sesuatu yang tak terpisahkan dalam tiap sendi kehidupan
manusia. Bahkan manusia yang menganggap dirinya sebagai manusia yang paling modern
sekalipun tak lepas dari Agama. Hal ini membuktikan bahwa Agama tidaklah sesempit
pemahaman manusia mengenai kebenaranya. Agama tidak saja membicarakan hal-hal yang
sifatnya eskatologis, malahan juga membicarakan hal-hal yang logis pula. Agama juga tidak
hanya membatasi diri terhadap hal-hal yang kita anggap mustahil. Karena pada waktu yang
bersamaan Agama juga menyuguhkan hal-hal yang riil. Begitulah Agama, sangat kompleks
sehingga betul-betul membutukan mata yang sanggup “melek” (keseriusan) untuk
memahaminya. Dalam Sosiologis, Agama dipandang sebagai sistem kepercayaan yang
diwujudkan dalam perilaku sosial tertentu. Berkaitan dengan pengalaman manusia, baik
sebagai individu maupun kelompok. Oleh karena itu, setiap perilaku yang diperankan akan
terkait dengan sistem keyakinan dari ajaran Agama yang dianut. Perilaku individu dan sosial
digerakkan oleh kekuatan dari dalam yang didasarkan pada nilai-nilai ajaran Agama yang
menginternalisasi sebelumnya. Manusia, masyarakat, dan kebudayaan berhubungan secara
dialektik. Ketiganya berdampingan dan berhimpit saling menciptakan dan meniadakan.

3. Bagaimana Tuhan Dirasionalisasikan Dalam Perspektif Filosofis Filsafat Ketuhanan


adalah pemikiran tentang Tuhan dengan pendekatan akal budi, yaitu memakai apa yang disebut
sebagai pendekatan filosofis. Bagi orang yang menganut agama tertentu (terutama agama
Islam, Kristen, Yahudi), akan menambahkan pendekatan wahyu di dalam usaha
memikirkannya. Jadi Filsafat Ketuhanan adalah pemikiran para manusia dengan pendekatan
akal budi tentang Tuhan. Usaha yang dilakukan manusia ini bukanlah untuk menemukan Tuhan
secara absolut atau mutlak, namun mencari pertimbangan kemungkinan-kemungkinan bagi
manusia untuk sampai pada kebenaran tentang Tuhan. Penelaahan tentang Allah dalam filsafat
lazimnya disebut teologi filosofi. Hal ini bukan menyelidiki tentang Allah sebagai obyek,
namun eksistensi alam semesta, yakni makhluk yang diciptakan, sebab Allah dipandang

4
semata-mata sebagai kausa pertama, tetapi bukan pada diri-Nya sendiri, Allah sebenarnya
bukan materi ilmu, bukan pula pada teodise . Jadi pemahaman Allah di dalam agama harus
dipisahkan Allah dalam filsafat. Namun pendapat ini ditolak oleh para agamawan, sebab dapat
menimbulkan kekacauan berpikir pada orang beriman. Maka ditempuhlah cara ilmiah untuk
membedakan dari teologi dengan menyejajarkan filsafat ketuhanan dengan filsafat lainnya
(Filsafat manusia, filsafat alam dll). Maka para filsuf mendefinisikannya sebagai usaha yang
dilakukan untuk menilai dengan lebih baik, dan secara refleksif , realitas tertinggi yang
dinamakan Allah itu, ide dan gambaran Allah melalui sekitar diri kita.

4. Konsep tentang Tuhan dalam Perspektif Teologis Dalam perspektif teologis, masalah
ketuhanan, kebenaran, dan keberagamaan harus dicarikan penjelasannya dari sesuatu yang
dianggap sakral dan dikultuskan karena dimulai dari atas (dari Tuhan sendiri melalui wahyu-
Nya). Artinya, kesadaran tentang Tuhan, baik-buruk, cara beragama hanya bisa diterima kalau
berasal dari Tuhan sendiri. Tuhan memperkenalkan diri-Nya, konsep baik-buruk, dan cara
beragama kepada manusia melalui pelbagai pernyataan, baik yang dikenal sebagai pernyataan
umum, seperti penciptaan alam semesta, pemeliharaan alam, penciptaan semua makhluk,
maupun pernyataan khusus, seperti yang kita kenal melalui firman-Nya dalam kitab suci,
penampakan diri kepada nabi-nabi, bahkan melalui inkarnasi menjadi manusia dalam dogma
Kristen. Pernyataan-pernyataan Tuhan ini menjadi dasar keimanan dan keyakinan umat
beragama. Melalui wahyu yang diberikan Tuhan, manusia dapat mengenal Tuhan; manusia
mengetahui cara beribadah; dan cara memuji dan mengagungkan Tuhan. Dapat disimpulkan
bahwa pengetahuan tentang Tuhan, baik-buruk, dan cara beragama dalam perspektif teologis
tidak terjadi atas prakarsa manusia, tetapi terjadi atas dasar wahyu dari atas. Tanpa inisiatif
Tuhan melalui wahyu-Nya, manusia tidak mampu menjadi makhluk yang bertuhan dan
beribadah kepada-Nya

D. Membangun Argumen tentang Cara Manusia Meyakini dan Mengimani Tuhan

Iman kepada Allah SWT merupakan pokok dari seluruh iman yang tergabung dalam rukun
iman. Karena iman kepada Allah SWT merupakan pokok dari keimanan yang lain, maka
keimanan kepada Allah SWT harus tertanam dengan benar kepada diri seseorang. Sebab jika
iman kepada Allah SWT tidak tertanam dengan benar, maka ketidak-benaran ini akan berlanjut
kepada keimanan yang lain, seperti iman kepada malaikat-malaikat Nya, kitab-kitab Nya,
rasul-rasul Nya, hari kiamat, serta qadha dan qadar Nya. Dan pada akhirnya akan merusak

5
ibadah seseorang secara keseluruhan. Di masyarakat tidak jarang kita jumpai cara-cara
beribadah seorang yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, padahal orang tersebut mengaku
beragama Islam

Ada dua cara beriman kepada Allah SWT :

a. Bersifat Ijmali
Cara beriman kepada Allah SWT yang bersifat ijmali maksudnya adalah, bahwa kita
mepercayai Allah SWT secara umum atau secara garis besar. Al-Qur’an sebagai sumber
ajaran pokok Islam telah memberikan pedoman kepada kita dalam mengenal Allah
SWT. Diterangkan, bahwa Allah adalah dzat yang Maha Esa, Maha Suci. Dia Maha
Pencipta, Maha Mendengar, Maha Kuasa, dan Maha Sempurna.
b. Bersifat Tafshili
Cara beriman kepada Allah SWT yang bersifat tafsili, maksudnya adalah mempercayai
Allah secara rinci. Kita wajib percaya dengan sepenuh hati bahwa Allah SWT memiliki
sifat-sifat yang berbeda dengan sifat-sifat makhluk Nya. Sebagai bukti adalah adanya
“Asmaul Husna” yang kita dianjurkan untuk berdoa dengan Asmaul Husna serta
menghafal dan juga meresapi dalam hati dengan menghayati makna yang terkandung
di dalamnya. Selain itu kita juga harus menaati semua perintah Allah dan menjauhi
larangan-Nya.

E. Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Visi Ilahi untuk Membangun Dunia yang Damai

Agar manusia dapat tetap konsisten dalam kebaikan dan kebenaran Tuhan, maka manusia
dituntut untuk membangun relasi yang baik dengan Tuhan. Manusia tidak akan mampu
membangun relasi yang harmonis dengan Tuhan apabila hidupnya lebih didominasi oleh
kepentingan ragawi dan bendawi. Oleh karena itu, sisi spiritualitas harus memainkan peran
utama dalam kehidupan manusia sehingga ia mampu merasakan kehadiran Tuhan dalam setiap
gerak dan sikapnya. Apabila manusia telah mampu mengasah spiritualitasnya sehingga ia dapat
merasakan kehadiran Tuhan, maka ia akan dapat melihat segala sesuatu dengan visi Tuhan
(Ilahi). Visi Ilahi inilah yang saat ini dibutuhkan oleh umat manusia sehingga setiap tindak
tanduk dan sikap perilaku manusia didasari dengan semangat kecintaan kepada Tuhan sebagai
manifestasi kebenaran universal dan pengabdian serta pelayanan kepada sesama ciptaan
Tuhan, dengan begitu akan terciptanya dunia yang damai.

6
BAB III

Penutup

Kesimpulan

Dari hasil uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa cara manusia bertuhan itu berbeda-
beda, ada yang bertuhan ada yang menerima segala kepastian dan menimpa diri dan
sekitarnya dan yakin berasal dari tuhan.

Bahkan ada manusia yang hanya beryuhan saja ada juga yang beragama saja, yang
dimaksud bertuhan saja manusia itu hanya mangakui keberadaan tuhan saja, mengakui
kebesarannya tapi dia tidak mengikuti perintah Tuhan-Nya, sedangkan yang beragama saja
dia hanya menjalankan apa yang diperintahkan oleh agamanya saja, tetapi dia tidak mengakui
keberadaaan Tuhan-Nya.

Jadi lebih baik kita beragama dan juga bertuhan, itu akan lebih baik daripada hanya
bertuhan saja atau hanya beragama saja, sebab kita akan bisa mengenal lebih dekat dengan
agama dan tuhan kita.

7
Daftar pustaka

https://www.slideshare.net/mobile/chusnaqumillaila/bagaimana-manusia-bertuhan-materi-
agama-islam

Anda mungkin juga menyukai