Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berbagai bencana telah menimbulkan korban dalam jumlah yang besar.

Banyak korban yang selamat menderita sakit dan cacat. Rumah, tempat kerja,

ternak, dan peralatan menjadi rusak atau hancur. Korban juga mengalami dampak

psikologis akibat bencana, misalnya - ketakutan, kecemasan akut, perasaan mati

rasa secara emosional, dan kesedihan yang mendalam. Bagi sebagian orang,

dampak ini memudar dengan berjalannya waktu. Tapi untuk banyak orang lain,

bencana memberikan dampak psikologis jangka panjang, baik yang terlihat jelas

misalnya depresi , psikosomatis (keluhan fisik yang diakibatkan oleh masalah

psikis) ataupun yang tidak langsung : konflik, hingga perceraian.

Beberapa gejala gangguan psikologis merupakan respons langsung

terhadap kejadian traumatik dari bencana. Namun gejala-gejala yang lain juga

akan menyusul, ini adalah dampak tidak langsung dan bersifat jangka panjang

yang dapat mengancam berbagai golongan terutama kelompok yang rentan yaitu

anak-anak, remaja, wanita dan lansia.

Dalam banyak kasus, jika tidak ada intervensi yang dirancang dengan

baik, banyak korban bencana akan mengalami depresi parah, gangguan

kecemasan, gangguan stress pasca-trauma, dan gangguan emosi lainnya. Bahkan

lebih dari dampak fisik dari bencana, dampak psikologis dapat menyebabkan

penderitaan lebih panjang, mereka akan kehilangan semangat hidup, kemampuan

social dan merusak nilai-nilai luhur yang mereka miliki.

1
Menurut Departeman Hukum dan Hak Asasi Manusia, kelompok rentan

adalah semua orang yang menghadapi hambatan atau keterbatasan dalam

menikmati standar kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan berlaku umum

bagi suatu masyarakat yang berperadaban. Jadi kelompok rentan dapat

didefinisikan sebagai kelompok yang harus mendapatkan perlindungan dari

pemerintah karena kondisi sosial yang sedang mereka hadapi.

Kelompok masyarakat yang rentan adalah orang lanjut usia, anak-anak,

perempuan, dan lansia .

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan kelompok rentan?

2. Bagaimanakah mengidentifikasi masalah pada kelompok rentan?

3. Apa sajakah tindakan yang sesuai dengan kelompok rentan?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan kelompok rentan

2. Untuk mengetahui cara mengidentifikasi masalah pada kelompok rentan

3. Untuk mengetahui tindakan yang sesuai dengan kelompok rentan

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kelompok Rentan

Menurut UU No 24/2007, pasal 55, ayat 2 Kelompok rentan dalam situasi

bencana adalah individu atau kelompok yang terdampak lebih berat diakibatkan

adanya kekurangan dan kelemahan yang dimilikinya yang pada saat bencana terjadi

menjadi beresiko lebih besar, meliputi: bayi, balita, dan anak-anak; ibu yang sedang

mengandung / menyusui; penyandang cacat (disabilitas); dan orang lanjut usia.

Pada dasarnya pengertian mengenai kelompok rentan tidak dijelaskan secara

rinci. Hanya saja dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 pasal 5 ayat 3 dijelaskan bahwa

setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh

perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya. Kelompok

masyarakat yang rentan adalah orang lanjut usia, anak-anak, fakir miskin, wanita

hamil, dan penyandang cacat. Sedangkan menurut Human Rights Reference yang

dikutip oleh Iskandar Husein disebutkan bahwa yang tergolong ke dalam

Kelompok Rentan adalah:

1. Refugees (pengungsi)

2. Internally Displaced Persons (IDPs) adalah orang-orang yang

terlantar/pengungsi

3. National Minorities (kelompok minoritas)

4. Migrant Workers (pekerja migrant)

5. Indigenous Peoples(orang pribumi/penduduk asli dari tempat

pemukimannya)

6. Children (anak)

7. Women (Perempuan)
3
Menurut Departeman Hukum dan Hak Asasi Manusia, kelompok rentan

adalah semua orang yang menghadapi hambatan atau keterbatasan dalam

menikmati standar kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan berlaku umum

bagi suatu masyarakat yang berperadaban. Jadi kelompok rentan dapat

didefinisikan sebagai kelompok yang harus mendapatkan perlindungan dari

pemerintah karena kondisi sosial yang sedang mereka hadapi.

Kamus Besar Bahasa Indonesia merumuskan pengertian rentan sebagai :

(1) mudah terkena penyakit dan, (2) peka, mudah merasa. Kelompok yang

lemah ini lazimnya tidak sanggup menolong diri sendiri, sehingga memerlukan

bantuan orang lain. Selain itu, kelompok rentan juga diartikan sebagai

kelompok yang mudah dipengaruhi. Pengertian kedua merupakan konsekuensi

logis dari pengertian yang pertama, karena sebagai kelompok lemah sehingga

mudah dipengaruhi.

4
B. Identifikasi Kelompok Beresiko

Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana

mengartikan bencana sebagai suatu peristiwa luar biasa yang mengganggu dan

mengancam kehidupan dan penghidupan yang dapat disebabkan oleh alam

ataupun manusia, ataupun keduanya. Untuk menurunkan dampak yang

ditimbulkan akibat bencana, dibutuhkan dukungan berbagai pihak termasuk

keterlibatan perawat yang merupakan petugas kesehatan yang jumlahnya

terbanyak di dunia dan salah satu petugas kesehatan yang berada di lini

terdepan saat bencana terjadi (Powers & Daily, 2010) Peran perawat dapat

dimulai sejak tahap mitigasi (pencegahan), tanggap darurat bencana dalam

fase prehospital dan hospital, hingga tahap recovery.

Terdapat individu atau kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat

yang lebih rentan terhadap efek lanjut dari kejadian bencana yang memerlukan

perhatian dan penanganan khusus untuk mencegah kondisi yang lebih buruk

pasca bencana. Kelompok-kelompok ini diantaranya: anak-anak, perempuan,

terutama ibu hamil dan menyusui, lansia, individu-individu yang menderita

penyakit kronis dan kecacatan. Identifikasi dan pemetaan kelompok beresiko

melalui pengumpulan informasi dan data demografi akan mempermudah

perencanaan tindakan kesiap-siagaan dalam menghadapi kejadian bencana di

masyarakat (Morrow, 1999; Powers & Daily, 2010; World Health Organization

(WHO) & International Council of Nursing (ICN), 2009).

a) Bayi dan Anak-anak

Bayi dan anak-anak sering menjadi korban dalam semua tipe

bencana karena ketidakmampuan mereka melarikan diri dari daerah

5
bahaya. Ketika Pakistan diguncang gempa Oktober 2005, sekitar 16.000

anak meninggal karena gedung sekolah mereka runtuh. Tanah longsor

yang erjadi di Leyte, Filipina, beberapa tahun lalu mengubur lebih dari 200

anak sekolah yang tengah belajar di dalam kelas (Indriyani 2014).

Diperkirakan sekitar 70% dari semua kematian akibat bencana adalah

anak-anak baik itu pada bencana alam maupun bencana yang disebabkan

oleh manusia (Powers & Daily, 2010).

Selain menjadi korban, anak-anak juga rentan terpisah dari orang

tua atau wali mereka saat bencana terjadi. Diperkirakan sekitar 35.000

anak-anak Indonesia kehilangan satu atau dua orang tua mereka saat

kejadian tsunami 2004. Terdapat juga laporan adanya perdagangan anak

(Child-Trafficking) yang dialami oleh anak-anak yang kehilangan orang

tua/wali (Powers & Daily, 2010)

Pasca bencana, anak-anak berisiko mengalami masalah-masalah

kesehatan jangka pendek dan jangka panjang baik fisik dan psikologis

karena malnutrisi, penyakit-penyakit infeksi, kurangnya skill bertahan

hidup dan komunikasi, ketidakmampuan melindungi diri sendiri,

kurangnya kekuatan fisik, imunitas dan kemampuan koping. Kondisi

tersebut dapat mengancam nyawa jika tidak diidentifikasi dan ditangani

dengan segera oleh petugas kesehatan (Powers & Daily, 2010; Veenema,

2007).

b) Perempuan

Diskriminasi terhadap perempuan dalam kondisi bencana telah

menjadi isu vital yang memerlukan perhatian dan penanganan khusus.

6
Oleh karena itu, intervensi-intervensi kemanusiaan dalam penanganan

bencana yang memperhatikan standar internasional perlindungan hak asasi

manusia perlu direncanakan dalam semua stase penanganan bencana

(Klynman, Kouppari, & Mukhier, 2007).

Studi kasus bencana alam yang dilakukan di Bangladesh mendapati

bahwa pola kematian akibat bencana dipengaruhi oleh relasi gender yang

ada, meski tidak terlalu konsisten.

Pola ini menempatkan perempuan, terlebih lagi yang hamil,

menyusui, dan lansia lebih berisiko karena keterbatasan mobilitas secara

fisik dalam situasi darurat (Enarson, 2000; Indriyani, 2014; Klynman et al,

2007).

7
c) Lansia

Diskriminasi terhadap perempuan dalam kondisi bencana telah

menjadi isu vital yang memerlukan perhatian dan penanganan khusus.

Oleh karena itu, intervensi-intervensi kemanusiaan dalam penanganan

bencana yang memperhatikan standar internasional perlindungan hak asasi

manusia perlu direncanakan dalam semua stase penanganan bencana

(Klynman, Kouppari, & Mukhier, 2007).

Studi kasus bencana alam yang dilakukan di Bangladesh mendapati

bahwa pola kematian akibat bencana dipengaruhi oleh relasi gender yang

ada, meski tidak terlalu konsisten. Pola ini menempatkan perempuan,

terlebih lagi yang hamil, menyusui, dan lansia lebih berisiko karena

keterbatasan mobilitas secara fisik dalam situasi darurat (Enarson, 2000;

Indriyani, 2014; Klynman et al, 2007).

d) Individu dengan keterbatasan fisik (kecacatan) dan penyakit kronis

Menurut WHO, terdapat lebih dari 600 juta orang yang menderita

kecacatan di seluruh dunia atau mewakili sekitar 7-10% dari populasi

global. 80% diantaranya tinggal di negara berkembang. Angka ini terus

meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, angka harapan

hidup dan kemajuan di bidang kesehatan (Klynman et al., 2007).

Di Amerika Serikat, setelah kejadian banjir di Grand Forks, North

Dakota pada tahun 1997, barulah dibangun rumah perlindungan yang dapat

diakses oleh korban bencana yang menggunakan kursi roda. Pada saat

terjadi bencana kebakaran di California, tahun 2003, banyak individu-

individu cacat pendengaran tidak memahani level bahaya bencana tersebut

8
karena kurangnya informasi yang mereka fahami (Powers & Daily, 2010).

Orang cacat, karena keterbatasan fisik yang mereka alami berisiko

sangat rentan saat terjadi bencana, namun mereka sering mengalami

diskriminasi di masyarakat dan tidak dilibatkan pada semua level

kesiapsiagaan, mitigasi, dan intervensi penanganan bencana (Klynman et

al., 2007).

C. Tindakan sesuai untuk Kelompok Rentan

Untuk mengurangi dampak bencana pada individu dari kelompok-

kelompok rentan diatas, petugas-petugas yang terlibat dalam perencanaan

dan penanganan bencana perlu (Morrow, 1999 & Daily, 2010)

a. Mempersiapkan peralatan-peralatan kesehatan sesuai dengan kebutuhan

kelompok-keompok rentan tersebut, contohnya ventilisator untuk anak,

alat bantu untuk individu yang cacat, alat-alat bantuan persalinan, dll.

b. Melakukan pemetaan kelompok-kelompok rentan

c. Merencanakan intervensi-intervensi untuk mengatasi hambatan informasi

dan komunikasi

d. Menyediakan transportasi dan rumah penampungan yang dapat diakses

e. Menyediakan pusat bencana yang dapat diakses.

D. Sumber Daya yang Tersedia Dilingkungan untu kelompok beresiko

Untuk mengurangi dampak yang lebih berat akibat bencana terhadap

kelompok – kelompok beresiko saat bencana baik itu dampak jangka pendek

maupun jangka panjang, maka petugas kesehatan yang terlibat dalam

penanganan encana perlu mengidentifikasikan sumber daya apa saja yang

tersedia di lngkungan yang dapat digunakan saat bencana terjadi, diantaranya :

9
a. Terbentuknya desa siaga dan organisasi kemasyarakatan yang terus

mensosialisasikan kesiapsiagaan terhadap bencana terutama untuk area

yang rentan terhadap kejadian bencana.

b. Kesiapan rumah sakir atau fasilitas kesehatan menerima korban bencana

dari kelompok berisiko baik itu dari segi fasilitas maupun ketenagaan

seperti : beberapa jumlah incubator untuk bayi baru lahir, tempat tidur

untuk pasien anak, ventilator anak, fasilitas persalinan, fasilitas perawatan

pasien dengan penyakit kronis, dsb

c. Adanya symbol – symbol atau bahasa yang bisa dimengerti oleh individu-

individu dengan kecacatan tentang peringatan bencana, jalur evakuasi,

lokasi pengungsian dll.

d. Adanya system support berpa konseling dari ahli-ahli voluntir yang khusus

menangani kelompok beresiko untuk mencegah dan mengidentifikasi dini

kondisi depresi pasca bencana pada kelompok tersebut sehingga intervensi

yang sesuai dapat diberikan untuk merawat mereka.

e. Adanya agensi-agensi baik itu dari pemerintah maupun non pemerintah

(NGO) yang membantu korban bencana terutama kelompok-kelompok

beresiko seperti : agensi perlindungan anak dan perempuan, agency

pelacakan keluarga korban bencana ( tracking centre), dll.

Adanya website atau homepage bencana dan publikasi penelitian yang berisi

informasi – informasi tentang bagaimana perencanaan legawatdaruratan dan

bencana pada kelompok-kelompok dengan kebutuhan khusus dan beresiko.

E. Lingkungan yang sesuai dengan Kebutuhan Kelompok Beresiko

Setelah kejadian bencana , adalah penting sesegera mungkin untuk

10
menciptakan lingkungan yang kondusif yang memungkinkan kelompok

berisiko untuk berfungsi secara mandiri sebagaimana sebelum kejadian

bencana, diantaranya (Enarson, 2000; Federal Emergency Management

Agency (FEMA), 2010; Indriyani, 2014; Klynman et al., 2007; Powers &

Daily, 2010; Veenema, 2007) :

a. Menciptakan kondisi/ lingkungan yang memungkinkan ibu menyusui

untuk terus memberikan ASI kepada anaknya dengan cara memberikan

dukungan moril, menyediakan konsultasi laktasi dan pencegahan depresi.

b. Membantu anak kembali melakukan aktivitas-aktivitas regular

sebagaimana sebelum kejadian bencana seperti : penjagaan kebersihan

diri, belajar/ sekolah, dan bermain.

c. Melibatkan lansia dalam aktivitas-aktivitas social dan program lintas

generasi misalnya dengan remaja dan anak-anak untuk mengurangi resiko

isolasi social dan depresi.

d. Menyediakan informasi dan lingkungan yang kondusif untuk individu

dengan keterbatasan fisik, misalnya area evakuasi yang dapat diakses oleh

mereka.

e. Adanya fasilitas-fasilitas perawatan untuk korban dengan penyakit kronis

dan infeksi.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kelompok rentan adalah semua orang yang menghadapi hambatan atau

keterbatasan dalam menikmati standar kehidupan yang layak bagi kemanusiaan

dan berlaku umum bagi suatu masyarakat yang berperadaban. Jadi kelompok

rentan dapat didefinisikan sebagai kelompok yang harus mendapatkan

perlindungan dari pemerintah karena kondisi sosial yang sedang mereka hadapi.

Kelompok masyarakat yang rentan adalah orang lanjut usia, anak-anak,

perempuan, dan penyandang cacat. Untuk mengurangi dampak bencana pada

individu dari kelompok-kelompok rentan diatas, petugas- petugas yang terlibat

dalam perencanaan dan penanganan bencana perlu Mempersiapkan peralatan-

peralatan kesehatan sesuai dengan kebutuhan kelompok-keompok rentan

tersebut, contohnya ventilisator untuk anak, alat bantu untuk individu yang cacat,

alat-alat bantuan persalinan, dll, melakukan pemetaan kelompok-kelompok

rentan, merencanakan intervensi-intervensi untuk mengatasi hambatan informasi

dan komunikasi, menyediakan transportasi dan rumah penampungan yang dapat

diakses, menyediakan pusat bencana yang dapat diakses.

B. Saran

Dalam penulisan makalah ini, penulis menyarankan kepada para

pembaca agar memahami secara mendalam materi yang telah dipaparkan dalam

makalah ini, karena dalam kehidupan sehari-hari hal tersebut sangat bermanfaat

untuk meningkatkan taraf hidup kelompok rentan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Enarson, E. (2000). Infocus Programme on Crisis Response and Reconstruction

Working paper I : Gender and Natural Disaster. Geneva: Recovery and

Reconstruction Department.

Kamus Besar Bahasa lndonesia, edisi ketiga, 2001, hlm. 948.

Klynman, Y., Kouppari, N., & Mukhier, M., (Eds.). 2007. World Disaster Report

2007: Focus on Discrimination. Geneva, Switzerland: International

Federation of Red Cross and Red Crescent Societies.

Morrow, B. H. (1999). Identifying and mapping community vulnerability.

Disasters, 23(1), 1-18.

Powers, R., & Daily, E., (Eds.). 2010. International Disaster Nursing. Cambridge,

UK: The World Association for Disaster and Emergency Medicine &

Cambridge University Press.

Undang-Undang No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi

Manusia, hal. 21.

Veenema, T.G. 2007. Disaster Nursing and Emergency Preparedness for

Chemical, Biological, and Radiological Terorism and Other Hazards (2nd

ed.). New York, NY: Springer Publishing Company, LLC.

World Health Organization (WHO) & International Council of Nursing (ICN).

2009. ICN Framework of Disaster Nursing Competencies. Geneva,

Switzerland: ICN.
13
14
15

Anda mungkin juga menyukai