Laporan PBL Onkologi Modul 1
Laporan PBL Onkologi Modul 1
SISTEM ONKOLOGI
SEMESTER 5
Alhamdulillah, kami panjatkan syukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas tutorial Sistem Onkologi
Modul 1 Skenario 1 “Disfagia” dengan baik, meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga
kami berterima kasih kepada dr. Sugiarto, Sp.PA dan dr. Gladys Dwiani Tinovella Tubarad,
M.Pd.Ked selaku Tutor PBL yang telah membantu kami untuk berpikir kritis dalam menyelesaikan
pembahasan modul ini.
Kami sangat berharap laporan ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kami. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga laporan ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan
yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya.
Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan
kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu
yang akan datang.
Kelompok 8
i
DAFTAR ISI
Halaman Depan
Kata Pengantar ………………………………………………………………………………… i
Daftar Isi ………………………………………………………………………………………. ii
BAB I Pendahuluan …………………………………………………………………...………. 1
BAB II Pembahasan ……………………………………………………………………………. 2
Definisi Disfagia ……………………………………………………...………………........ 5
Klasifikasi Neoplasma & Penggolongan TNM ……………………………………..…..… 6
Patogenesis Disfagia …………………..…………….…………………….....………..…. 8
Hubungan Benjolan di Dada dengan Keluhan Skenario ………...……...………………… 10
Alur Diagnosis …………………...…………………………….………………………… 11
Pemeriksaan Penunjang ………………..……………………………...……………………13
Differential Diagnosis 1 (Ca Esofagus) …...…………………………..……………………15
Differential Diagnosis 2 (Ca Gaster) …….……......………………….…………………… 20
Tata Laksana ……………………………………………………………...……………… 21
Komplikasi, Prognosis & Pencegahan ……..……………………………...……………… 25
BAB III Kesimpulan …………………………………………………………………………… 26
Daftar Pustaka …………………………………………………………………………………. 27
ii
BAB I
PENDAHULUAN
MODUL 1 : DISFAGIA
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan tentang penyakipenyakit
dengan gejala pada disfagia, pathogenesis, patofisiologi, cara diagnosis, dan penanganan penyakit-
penyakit tersebut.
SASARAN PEMBELAJARAN
SKENARIO 1
Pasien seorang laki-laki usia 65 tahun dating ke IGD dengan keluhan susah menelan, namun perut
terasa cepat penuh setelah makan. Kadang disertai mual dan sampai muntah terutama setelah
makan. Saat ini lebih gampang menelan makanan cair. Pasien mengeluhkan pernah muntah darah
dan sering BAB hitam. Pasien sudah 2 kali masuk rumah sakit dengan keluhan lemas dan harus
transfusi darah. Nafsu makan menurun. Pasien juga mengeluh penurunan BB yang cepat saat ini
dan teraba massa keras di dada.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Langkah 4 : Rumusan Masalah
1. Apa definisi dan klasifikasi disfagia?
2. Jelaskan mengenai neoplasma jinak dan ganas! Dan jelaskan stadiumnya!
3. Bagaimana pathogenesis disfagia karena keganasan?
4. Jelaskan benjolan di dada dengan keluhan di skenario!
5. Jelaskan alur diagnosis pada skenario!
6. Jelasakn pemeriksaan penunjang pada skenario!
7. Jelaskan Differential Diagnosis 1 (Ca Esofagus)!
8. Jelaskan Differential Diagnosis 2 (Ca Gaster)!
9. Bagaimana tatalaksana yang diperlukan untuk pasien di skenario?
10. Apa komplikasi, prognosis, dan pencegahan pada kasus di skenario?
3
Langkah 5: Brain Stroming, Dengan cara mengaktifkan prior knowledge. Kegiatan ini
berupa curah pendapat dari seluruh anggota kelompok terhadap pertanyaan
yang ada.
4
DEFINISI DISFAGIA
Dysphagia didefinisikan sebagai kesulitan makan. Dysphagia adalah perkataan yang
berasal dari bahasa Yunani dys yang berarti kesulitan atau gangguan, dan phagia berarti makan.
Disfagia berhubungan dengan kesulitan makan akibat gangguan dalam proses menelan. Kesulitan
menelan dapat terjadi pada semua kelompok usia, akibat dari kelainan kongenital, kerusakan
struktur, dan/atau kondisi medis tertentu.
Disfagia diklasifikasikan dalam dua kelompok besar, yaitu disfagia orofaring (atau transfer
dysphagia) dan disfagia esofagus.
Disfagia orofaring timbul dari kelainan di rongga mulut, faring, dan esofagus, dapat
disebabkan oleh stroke, penyakit Parkinson, kelainan neurologis, oculopharyngeal muscular
dystrophy, menurunnya aliran air liur, xerostomia, masalah gigi, kelainan mukosa oral, obstruksi
mekanik (keganasan, osteofi, meningkatnya tonus sfingter esophagus bagian atas, radioterapi,
infeksi, dan obat-obatan (sedatif, antikejang, antihistamin).
Disfagia esofagus timbul dari kelainan di korpus esofagus, sfingter esofagus bagian bawah,
atau kardia gaster. Biasanya disebabkan oleh striktur esofagus, keganasan esofagus, esophageal
rings and webs, akhalasia, skleroderma, kelainan motilitas spastik termasuk spasme esofagus difus
dan kelainan motilitas esofagus nonspesifik.
Refferensi:
1. Japaries, Willie. 2013. Buku Ajar Onkologi Klinis Edisi 2. Jakarta: FKUI
5
KLASIFIKASI NEOPLASMA DAN PENGGOLONGAN STADIUM MENURUT TNM
Neoplasia berarti “pertumbuhan baru”. Sel neoplastic disebutkan mengalami transformasi
sebab terus mengadakan replikasi, tanpa dipengaruhi oleh faktor pengendali pertumbuhan sel
normal. Neoplasma mempunyai kemampuan autonom dan cenderung untuk menjadi besar tanpa
dipengaruhi lingkungan setempat. Semua neoplasma bergantung pada nutrisi dan suplai darah
pejamu, beberapa neoplasma membutuhkan dukungan endokrin dan ketergantungan tersebut dapat
digunakan untuk upaya terapi.
Dalam istilah umum kedokteran, neoplasma disebut tumor. Di antara berbagai macam
tumor, pembagian neoplasma menjadi jinak dan ganas didasarkan pada potensi manifestasi klinis.
A. Tumor Jinak
Apabila gambarang mikroskopik dan makroskopik tidak membahayakan, memberi kesan
bahwa tumor tersebut akan tetap terlokasi dan dapat dilakukan pengangkatan dengan tindakan
bedah lokal.
B. Tumor Ganas
Disebut dalam kelompok kanker, berasal dari kata latin “kepiting” – karena sifatnya yang
melekat erat di permukaan tempat tumor itu berada, mirip sifat kepiting. Ganas pada
neoplasma menyatakan bahwa lesi dapat menginvasi dan merusak struktur disekitarnya,
Refferensi:
1. Abbas, A. K., Aster, J.C., dan Kumar, V. 2015. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi 9.
Singapura: Elsevier Saunders
2. Manauaba, Tjakra Wibawa. Panduan Penatalaksanaan Kanker Solid PERABOI 2010.
Jakarta: Sagung Seto
7
PATOGENESIS DISFAGIA
Disfagia merupakan salah satu gejala kelainan atau penyakit di orofaring dan esophagus.
Keluhan ini akan timbul bila terdapat gangguan gerakan otot-otot menelan dan gangguan
transportasi makanan dari rongga mulut ke lambung. Disfagia dapat disertai dengan dapat disertai
dengan keluhan lainnya, seperti odinofagia (rasa nyeri waktu menelan), rasa panas di dada, rasa
mual, muntah, regurgitasi, hematemesis, melena, anoreksia, hipersalivasi, batuk dan berat badan
yang cepat berkurang. Manifestasi klinik yang sering ditemukan adalah sensasi makanan yang
tersangkut di daerah leher atau dada ketika menelan.
Berdasarkan penyebabnya disfagia dibagi atas:
1. Disfagia mekanik
2. Disfagia motoric
3. Disfagia oleh gangguan emosi
Disfagia mekanik utamanya disebabkan oleh sumbatan lumen esofagus oleh massa tumor (baik
jinak maupun ganas) dan benda asing. Penyebab lain adalah:
Disfagia mekanik timbul bila terjadi penyempitan lumen esofagus. Pada keadaan normal
lumen esofagus orang dewasa dapat meregang sampai 4 cm. Keluhan disfagia mulai timbul bila
dilatasi ini tidak mencapai diameter 2,5 cm.
Disfagia motorik disebabkan oleh kelainan neuromuskular yang berperan dalam proses menelan.
Lesi di pusat menelan di batang otak, kelainan saraf otak nervus trigeminus (N.V), nervus
vestibulookustikus (N.VII), nervus glosofaringus (N.IX), nervus fagus (N.X) dan nervus
hipoglosus (V.XII), kelumpuhan otot faring dan lidah serta gangguan peristaltik esofagus dapat
menyebabkan disfagia.
Kelainan otot polos esofagus yang dipersarafi oleh komponen parasimpatik n. vagus dan
neuron nonkolinergik pasca ganglion (post ganglionic noncholinergrc) di dalam ganglion
mienterik akan menyebabkan gangguan kontraksi dinding esofagus dan relaksasi sfingter esofagus
bagian bawah, sehingga dapat timbul keluhan disfagla. Penyebab utama dari disfagia motorik
adalah akalasia, spasme difus esofagus, kelumpuhan otot faring dan skleroderma esofagus.
Keluhan disfagia dapat juga timbul bila terdapat gangguan emosi atau tekanan jiwa yang berat.
Kelainan ini dikenal sebagai globus histerikus.
8
Patogenesis Disfagia
Proses menelan merupakan proses yang kompleks. Setiap unsur yang berperan dalam
proses menelan harus bekerja secara terintegrasi dan berkesinambungan. Keberhasilan mekanisme
menelan ini tergantung dari beberapa faktor, yaitu
(a) ukuran bolus makanan,
(b) diameter lumen esofagus yang dilalui bolus
(c) kontraksi peristaltik esofagus
(d) fungsi sfingter esofagus bagian atas dan bagian bawah
(e) kerja otot-otot rongga mulut dan lidah
lntegrasi fungsional yang sempurna akan terjadi bila sistem neuro-muskular mulai dari
susunan saraf pusat, batang otak, persarafan sensorik dinding faring dan uvula, persarafan
ekstrinsik esofagus serta persarafan intrinsic otot-otot esofagus bekerja dengan baik, sehingga
aktivitas motorik berjalan lancar. Kerusakan pada pusat menelan dapat menyebabkan kegagalan
aktivitas komponen orofaring, otot lurik esofagus dan sfingter esofagus bagian atas. Oleh karena
otot lurik esdfagus dan sfingler esofagus bagian atas juga mendapat persarafan dari inti motor n.
vagus, maka aktivitas peristaltik esofagus masih tampak pada kelainan di otak. Relaksasi sfingter
esofagus bagian bawah terjadi akibat peregangan langsung dinding esofagus.
Refferensi:
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
2. Sujono, Hadi.2012. Gastroenterologi.Bandung: Alumni.
3. Soepardi EA, Iskandar N. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala
& Leher. EdisiKe-6 Jakarta: Balai Penerbit FK UI
9
HUBUNGAN BENJOLAN DI DADA DENGAN KELUHAN SKENARIO
Pada skenario didapatkan benjolan keras di dada, dari konsistensi benjolan yang keras
mengarah pada keganasan. Pada skenario terdapat keluhan disfagia yang berhubungan dengan
progresivitas penyakit, pada kasus keganasan awalnya benjolan tidak terlihat dan lunak, namun
lama kelamaan jika tidak ditangani dengan baik maka benjolan akan membesar dan keras sehingga
pada kasus ca esofagus benjolan dapat menyebabkan penyempitan pada lumen esofagus sehingga
timbul keluhan disfagia. Disfagia mengakibatkan pasien tidak dapat mengonsumsi makanan per
oral seperti biasanya diikuti dengan keluhan penurunan berat badan drastis.
Hematemesis melena juga dapat terjadi pada pasien di skenario karena massa tumor yang
rapuh kemudian terjadi perdarahan. Darah akan masuk kedalam gaster dan bercampur dengan
asam lambung, kemudian akan timbul respon muntah yang menyebabkan hematemesis dan jika
darah masuk ke dalam kolon maka akan timbul melena.
Refferensi:
1. Japaries, Willie. 2013. Buku Ajar Onkologi Klinis Edisi 2. Jakarta: FKUI
10
ALUR DIAGNOSIS
11
Refferensi:
1. Bates Pocket Guide to Physical Examination and History Taking 7th ed. 2013. Wolters
Kluwer Health
12
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Radiologi.
Pemeriksaan radiologi nya bisa berupa CT Scan. Untuk mendeteksi metastasis, massa tumor
dan menentukan prognosis.
Sitologi.
Pemeriksaan Papanicolaou dari cairan lambung dapat memastikan tumor ganas lambung
dengan hasil 80-90%. Tentu pemeriksaan ini perlu dilengkapi dengan pemeriksaan
gastroskopi dan biopsi.
- Ca gaster: Sel epitel lebih tersebar, inti membesar, hipokromatin, anak inti multiple (giant
nucleoli).
- Ca Esofagus: Dua tipe kanker esofagus primer: Karsinoma Sel Skuamosa dan
Adenokarsinoma
- Adenokarsinoma syncytial growth pattern with back-to-back glands, presence of single
cells and small clusters within lamina propria
- KSSexophytic, ulcerative, keratinization with variable “pearl” formation and invasive
growth, pleomorphism, mitotic
13
Imunnohistokimia Pemeriksaan imunnohistokimia saat ini sering digunakan di bagian
patologi.
Banyak penelitian dilakukan untuk menemukan marker yang sensitif dan spesifik untuk tipe
mukosa pada esofagus. Marker ini diantaranya cytokeratin (CK) dan nuclear pregnane x
reseptor (PXR). Untuk marker ca gaster yaitu KLF5 (untuk mengetahui grading, staging,
lymph nodes status dan prognosis)
Refferensi:
1. Winkel A, Wenke V, Capello A, Moons LMG, Pot RGJ, Dekken H, et al. Expression,
localization and polymorphisms of the nuclear receptor PXR in Barrett’s esophagus and
esophageal adenocarcinoma. BMJ Gastroenterolgy 2011; 11:1-8. Available from
http://www.biomedcentral.com/1 471-230X/11. Accessed August 6, 2012.
2. Cunningham D, Allum WH, Stenning SP, et al. Perioperative che-motherapy versus
surgery alone for resectable gastroesophagealcancer. N Engl J Med 2006; 355: 11 20.
doi:10.1056/NEJMoa055531. PMid:16822992Cunningham D, Allum WH, Stenning SP,
et al. Perioperative che-motherapy versus surgery alone for resectable
gastroesophagealcancer. N Engl J Med 2006; 355: 11-20. doi:10.1056/NEJMoa055531.
PMid:16822992
3. Sudoyo A W, Setyohadi B, Alwi I dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V.
Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. 2009; 2773-2779
14
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS 1 (KANKER ESOFAGUS)
Defnisi
Ca esofagus merupakan karsinoma yang berasal dari epitel berlapis gepeng yang melapisi
lumen esophagus.
Epidemiologi
Ca esofagus merupakan jenis kanker yang sering ditemukan di daerah yang dikenal dengan
julukan Asian Esophageal Cancer Belt yang terbenntang dari tepi elatan laut Kaspia di sebelah
barat sampai ke Utara Cina meliputi Iran, Asia Tengah, Afganistan, Siberia, dan Mongolia. Selain
kanker esofagus banyk terdapat di Finlandia, Afrika Tenggara, dan Perancis barat Laut. Di
Amerika Utara dan Eropa Barat, Ca esofagus lebih sering terjadi pada orang kulit hitam
dibandingkan dengan orang kulit putih. Squamous cell carcinoma adalah jenis kanker yang sering
terjadi pada orang kulit hitam, sedangkan adenokarsinoma sering terjadi pada kulit putih.
Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki berisiko terkena kanker esofagus 3 hingga 4 kali lebih besar
dibandingkan dengan wanita. Hal ini terutama dikaitkan dengan tingginya kos dan pada konsumsi
alkohol dan rokok pada pria. Berdasarkan tingkat usia, usia lebih 65 tahun memiliki resiko paling
tinggi untuk menderita kanker esofagus. Sekitar 15% penderita didiagnosa menderita kanker
esofagus pada usia kurang dari 55 tahun.
- Umur
Kejadian tumor esofagus cenderung lebih rendah pada usia muda dan meningkat seiring
peningkatan usia. Hanya kurang dari 15% kasus ditemukan dibawah umur 55 tahun
- Jenis Kelamin
Dibandingkan dengan perempuan, laki-laki lebih rentan terkena tumor esofagus 3 kali lipat.
- Gastroesophageal Reflux Disease(GERD)
Orang dengan GERD mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk mendapat adenokarsinoma
esofagus. Risiko meningkat seiring dengan lamanya kejadian GERD dan keparahan gejalanya.
GERD juga menyebabkan Barret esofagus yang juga dikaitkan dengan peningkatan risiko.
- Barret Esofagus
Pasien yang menderita Barret esofagus lebih berisiko untuk mendapatkan tumor esofagus
walaupun tidak semua pasien Barret esofagus menderita tumor esofagus.
- Rokok dan Alkohol
- Obesitas
- Diet
15
Diet buah dan sayuran dapat menurunkan risiko terkena tumor esofagus. Kebalikannya diet
tinggi lemak dapat meningkatkan risiko. Selain itu meminum minuman yang panas terlalu
sering juga dapat meningkatkan risiko kejadian tumor esofagus
- Akalasia
Pasien dengan kondisi spingter bagian bawah esofagus yang tidak berelaksasi optimal
menyebabkan makanan lama tertahan di esofagus sehingga menyebabkan iritasi pada
esofagus. Hal ini meningkatkan kejadian tumor esofagus.
- Paparan zat kimia
- Trauma pada esophagus
- Bakteri pada lambung
Patofisiologi
Secara fisiologis jaringan esofagus distratafikasi oleh epitel non keratin skuamosa.
Karsinoma sel skuamosa yang meningkat dari epitel terjadi akibat stimulus iritasi kronik agen
iritan, alcohol, tembakau dan beberapa komponen nitrogen diidentifikasi sebagai karsinogenik
iritan (Fischella, 2009). Penyebab kanker esofagus belum diketahui secara pasti akan tetapi para
peneliti percaya bahwa beberapa factor resiko seperti merokok dan alcohol, dapat menyebabkan
kanker esofagus dengan cara merusak DNA sel yang melapisi bagian dalam esofagus, akibatnya
DNA sel tersebut menjadi abnormal. Iritasi yang berlangsung lama pada dinding esofagus, seperti
yang terjadi pada GERD, Barrett’s esophagus dan achalasia dapat memicu terjadinya kanker.
Beberapa factor yang dapat mempertinggi kejadian kanker esofagus diantaranya merokok,
mengkonsumsi alcohol, obesitas, Gastro Esophageal Reflux Disease (GERD), Barret’s esophagus,
diet, achalasia dan bakteri lambung.
Biasanya penyakit ini seringkali ditandai dengan adanya disfagia (sulit menelan),
merasakan benjolan pada tenggorokkan dan nyeri saat menelan, nyeri pada dada, hemoragi
(kehilangan berat badan), dan terlihat kurus.
Adenomakarsinoma esofagus sering terjadi pada bagian tengah dan bagian bawah
esofagus. Peningkatan abnormal mukosa esofageal sering dihubungkan dengan refluks
gastroesofageal kronik. Metaplasia pada stratifikasi normal epitelium skuamosa bagian distal akan
terjadi dan menghasilkan epitelium glandular yang berisi sel-sel goblet yang disebut epitel Barret.
Perubahan genetic pada epitelium meningkatkan kondisi dysplasia dan secara progresif
membentuk adenokarsinoma pada esofagus (papineni, 2009). Adanya kanker esofagus bias
menghasilkan metastatis ke jaringan sekitar akibat invasi jaringan dan efek kompresi oleh tumor.
Invasi oleh tumor sering terjadike struktur disekitar mediastinum, invasi ke aorta mengakibatkan
pendarahan massif, invasi ke pericardium terjadi tamponade jantung atau sindrom vena kava
superior, invasi ke serabut saraf mengakibatkan suara serak atau disfagia, invasike saluran nafas
mengakibatkan fistula trakeosofageal dan esofagopulmonal, yang merupakan komplikasi serius
dan progresif mempercepat kematian. Sering terjadi adalah pneumonia aspirasi yang pada
gilirannya yang akan menyebabkan abses paru dan epiema. Selain itu, juga dapat terjadi gagal
16
nafas yang disebabkan oleh obstruksi mekanik atau pendarahan akut massif. Pasien sering Nampak
malnutrisi, lemah, emasiasi, dan gangguan system imun yang kemudian akan menyulitkan terapi
(Wang, 2008)
Pathway
17
Gejala Klinis
Keterlambatan antara awitan gejala-gejala dini serta waktu ketika pasien mencari bantuan
medis seringkali antara 12-18 bulan, biasanya ditandai dengan lesi ulseratif esofagus tahap lanjut.
Disfagia
Gejala utama dari kanker esofagus adalah masalah menelan, sering dirasakan oleh pasien
seperti ada makanan yang trsangkut di tenggorokan atau dada. Ketika menelan menjadi sulit,
maka pasien biasanya mengganti makanan dan kebiasaan makannya secara tidak sadar, pasien
makan dengan jumlah gigitan yang lebih sedikit dan mengunyah makanan dengan lebih pelan
dan hati-hati. Seiring dengan pertumbuhan kanker yang semakin besar pasien mulai mekan-
makanan yang lebih lembut dengan harapan makanan dapat dengan lebih mudah masuk
melewati esofagus, hingga akhirnya pasien berhenti mengkonsumsi makanan padat dan mulai
mengkonsumsi makanan cair. Akan tetapi, jika kanker tetap terus tumbuh, bahkan makanan
cair pun tidak bisa melewati esofagus. Untuk membantu makanan melewati esofagus biasanya
tubuh mengkompensasi dengan menghasilkan saliva luarkan. Hal ini juga yang menyebabkan
orang yang menderita kanker esofagus sering mengeluh banyak mengeluarkan mucus atau
saliva.
Merasakan benjolan pada tenggorokan dan rasa nyeri saat menelan.
Nyeri pada dada
Nyeri dada sering di deskripsikan dengan perasaan tertekan atau terbakar di dada, gejala ini
sering sekali diartikan dengan gejala yang berkaitan denngan organ lain seperti jantung.
Kehilangan berat badan
Sekitar sebagian dari pasien yang menderita kanker esofagus mengalami penurunan berat
badan. Hal ini terjadi karena masalah menelan sehingga pasien mendapat masukan makanan
yang kurang untuk tubuhnya. Penyebab lain dikarenakan berkurangnya nafsu makan dan
meningkatnya proses metabolism kanker yang diderita oleh pasien.
Pendarahan
Pendarahan juga bisa terjadi pada pasien kanker esofagus. Sel tumor mampu tumbuh keluar
aliran darah, menyebabkan terjadinya nekrosis dan ulserasi pada mukosa dan meghasilkan
pendarahan di daerah gastrointestinal, jika pendarahan terjadi dalam jumlah yang banyak
maka feses juga bisa berubah menjadi hitam, tapi hal ini bukan berarti tanda bahwa kanker
esofagus pasti ada.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiografi
Dengan bubur barium akan terdapat gambaran yang khas pada sebagian besar kasus
dimana akan terlihat tumor dengan permukaan erosif dan kasar pada bagian esofagus
yang terkena. Bila terdapat penyempitan pada bagian distal oleh penyebaran tumor ini
dari daerah kardia lambung, hal ini harus dapat dibedakan dengan akalasia.
18
CT scan untuk melihat derajat pembesaran tumor pada rongga toraks dan diperlukan
untuk mengetahui apakah terdapat metastasis pada hati.
2. Endoskopi dan Biopsi
Pemeriksaan endoskopi dan biopsi sangat penting untuk mendiagnosis karsinoma esofagus,
terutama untuk membedakan antara karsinoma epidermal dan adenokarsinoma. Pada
pemeriksaan tersebut diperlukan beberapa biopsi karena terjadi penyebaran ke submukosa
dan adanya kecenderungan tertutupnya karsinoma epidermal oleh sel epitel skuamosa yang
normal.
3. Sitologi
Pemeriksaan sitologik didapatkan dengan cara bilasan pada daerah tumor tersebut. Sel tumor
juga diperoleh pada ujung esofagoskop ketika alat ini keluar setelah pemeriksaan
endoskopik.
4. Pemeriksaan tes faal hati dan ultrasonografi diperlukan untuk mengetahui apakah ada
metastasis pada hati.
Jika terdiagnosis secara dini, secara keseluruhan Ca esofagus memiliki prognosis yang
baik. Sebanyak 70% penderita mengalami metastase pada kelenjar limfa nodus. Jika tidak ada
keterlibatan limfa nodus, maka 50 % pasien dapat bertahan hidup selama 5 tahun. Jika sudah terjadi
metastase, maka hanya 1 dari 8 penderita yang mampu bertahan hingga 5 tahun.
Refferensi:
1. Japaries, Willie. 2013. Buku Ajar Onkologi Klinis Edisi 2. Jakarta: FKUI
19
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS 2 (KANKER GASTER)
Definisi
Yaitu keganasan yang menyerang gaster atau lambung, bisa mengenai bagian kardiak, fundus,
korpus, ataupun pylorus. Kanker lambung merupakan kanker dengan angka kejadian tertinggi
di bidang Gastrointestinal.
Epidemiologi
Tumor gaster terdiri dari dua jenis yaitu tumor jinak dan tumor ganas.Tumor jinak jarang
ditemukan dari pada Tumor ganas. Tumor Jinak ditemukan pada usia < 55 tahun 0.2-0.4% di
amerika,setelah amerika saat ini negara seperti Jepang, Eropa Timur, dan amerika latin
menjadi masalah baru.
Faktor Resiko
Faktor resiko kanker gaster terbanyak yaitu Helicobacter pylori diikuti dengan diet tinggi
nitrat (Nitrosamin) sebagai pengawet,makanan yang di asap dan diasinkan,rokok,atrofi
lambung.
Gejala Klinis
1. berat badan menurun 7. nausea
2. nyeri epigastrium 8. mudah lelah
3. muntah 9. sendawa
4. keluhan pencernaan 10. hematemesis
5. anoreksia 11. regurgitasi
6. disfagia 12. mudah kenyang
Refferensi:
1. Japaries, Willie. 2013. Buku Ajar Onkologi Klinis Edisi 2. Jakarta: FKUI
20
TATA LAKSANA
A. Terapi Operasi
Bila lesi relatif terlokalisasi, harus diupayakan reseksi tuntas tumor untuk mencapai
reseksi radikal. Selain menjamin kesehatan pasien, mereseksi esofagus harus dilakukan cukup
panjang dan pembersihan kelenjar limfe serta jaringan penunjang para-esofagus yang cukup.
Pada umunya kanker esofagus segmen tengah dan inferior torakal harus dilakukan
anastomosis supra arkus aorta, apeks torakal atau bila perlu servikal, kanker esofagus segmen
superior segmen superior torakal harus dilakukan anastomosis servikal. Panjang reseksi batas
atas dan bawah esofagus umumnya berjarak 5cm lebih dari tepi lesi.
Bila lesi sudah bermetastasis luas atau terdapat invasi eksternal jelas (T4) dan setelah
eksplorasi dinilai tidak dapat lagi reseksi radikal, maka tetap harus diupayakan reseksi paliatif
untuk memperbaiki kualitas hidup dan memperpanjang usia.
Bila tumor sudah jelas menginfiltrasi organ sekitar membentuk massa fiksasi dan
dipastikan tidak dapat direseksi maka harus berdasarkan derajat disfagia pasien, kondisi fisik
umum dan situasi waktu operasi dan lainnya dipertimbangkan perlu tidaknya operasi untuk
mengurangi gejala (seperti anastomosis pintas esofagogastrik, fistulasi gastrojejunal,
pemasangan pipa intrakranial, dan lain-lain) atau terminasi operasi.
B. Radioterapi
Radioterapi pre-operasi bertujuan membasmi atau menghambat sel tumor yang aktif,
agar tumor primer mengecil, invasi eksternal mereda, metastasis kelenjar limfe menurun,
hingga keberhasilan reseksi dan survival jangka panjang meningkat. Terapi kombinasi ini
sesuai untuk kaknker esofagus stadium sedang dan lanjut.
Radioterapi pasca operasi sering kali digunakan untuk lokasi dengan tumor residif,
karena sasarannya jelas dan dapat digunakan medan radiasi lebih kecil dan dosis lebih besar,
sehingga hasilnya lebih pasti.
Radioterapi lebih aman dan mudah diterima pasien, penggunaannya sangat meluasi,
tapi sirkulasi darah kanker esofagus relatif lebih buruk, efek terapi tidak ideal, umumnya
dilaporkan survival 5 tahun sekitar 10%.
C. Kemoterapi
Radioterapi dan kemoterapi serentak preoperasi dapat menurunkan stadium lesi,
meningkatkan angka eksisi operasi, tidak meningkatkan mortalitas operasi, berguna untuk
mengendalikan lesi mikrometastasis dan mengendalikan lesi lokal. Pedoman terapi kanker
esofagus ditentukan NCCN tahun 2005 menekankan, terhadap kasus yang tak dapat direseksi
tuntas dan pasien stadium III harus dilakukan radiokemoterapi preoperasi. Meskipun regimen
DF masih merupakan regimen klasik dalam kanker esofagus, akhir-akhir ini tengah dicari obat
dan regimen kemoterapi baru, seperti irinotekan (CPT-11), taksol, taksotere, xeloda, inhinitor
siklooksidase-2, gemsitabin, dan lain-lain.
21
Tatalaksana Kanker Gaster
A. Terapi Operasi
c. Operasi diperkecil
Dibandingkan operasi radikal karsinoma gaster standar, semua operasi dengan
lingkup reseksi atau lingkup diseksi kelenjar limfe lebih kecil, tidak perlu mengangkat
omentum mayor dan pars anterior mesokolon transversal dapat digolongkan sebagai
operasi diperkecil. Terutama mencakup gastrektomi parsial, gastrektomi konservasi
pilorus, gastrektomi konservasi nervus vagus, dan lain-lain. Operasi jenis ini sesuai
untuk karsinoma stadium dini dengan kemungkinan sangat kecil metastasis kelenjar
limfe.
B. Kemoterapi
OBAT PROSEDUR
C. Radioterapi
1. Radioterapi intraoperatif
Radioterapi intraopertif dapat membantu mencegah kekambuhan karsinoma gaster.
Kelebihannya adalah radioterapi dosis tunggal tinggi intraoperatif memiliki efek biologis
yang lebih tinggi dari iradiasi fraksional dengan dosis yang sama, sehingga dapat secara
lebih tepat mengiradiasi lokasi berisiko tinggi rekurensi karsinoma yaitu tapak tumor;
intraoperatif dapat memberikan proteksi terhadap jaringan normal sekitar, mengurangi
efek samping radiasi.
2. Radioterapi pascaoperasi
Raadioterapi pascaoperasi hanya dilakukan digunakan sebagai terapi lokal untuk
mengurangi nyeri akibat invasi karsinoma dan terhadap lokasi karsinoma residual yang
telah diberi tanda klip logam.
23
D. Imunoterapi
Imunoterapi yang sering digunakan termasuk menguatkan imunitas nonspesifik seperti
lentinan, knestin, ganoderma, dan lain-lain. Sediaan imunitas adaptif seperti LAK (sel
pembuluh yang diaktivasi limfokin), CTL (limfosit T sitotoksik), dan sjeumlah sitokin seperti
interleukin-2 (IL-2), faktor nekrosis tumor (TNF), interferon (IFN), dan lain-lain.
F. Terapi Gen
Terapi gen merupakan modalitas terapi baru, dewasa ini masih dalam tingkat
eksperimen hewan yang banyak diteliti dan berefek cukup baik adalah terapi gen bunuh diri
dan terapi gen anti angiogenesis.
Refferensi:
Desen, W. 2013. Buku Ajar Onkologi Klinis Edisi 2. Jakarta: Balai penerbit FKUI.
24
PROGNOSIS, KOMPLIKASI, DAN PENCEGAHAN
Komplikasi yang terjadi pada karsinoma esofagus bisa diakibatkan oleh tumor primer
maupun penyebarannya. Obstruksi esofagus dapat terjadi sebagai akibat besarnya massa
tumor esofagus yang mengakibatkan pasien tidak dapat mengonsumsi makanan per oral
seperti biasanya diikuti dengan keluhan turunnya berat badan drastis. Perdarahan juga dapat
terjadi akibat massa tumor yang rapuh. Nyeri kanker juga dilaporkan sebagai salah satu
komplikasi pada karsinoma esofagus. Nyeri bisa ditemukan lokal atau di daerah retrosternal
maupun nyeri tulang apabila ditemukan adanya metastasis tulang.
Pencegahan terutama difokuskan untuk menghindari faktor risiko yang dapat dihindari
seperti konsumsi minuman beralkohol, menghentikan kebiasaan merokok. membiasakan
makan buah-buahan dan sayuran segar dan mempertahankan berat badan yang ideal. Bagi
mereka yang memiliki riwayat menderita kanker atau penyakit lainnya seperti akalasia, barrett
esofagus, infeksi Helcobacter pylory maupun memiliki penyakit refluks esofageal, sebaiknya
melakukan pemeriksaan berkala dan konsultasi dengan dokter.
Prognosis penyakit sangat bergantung pada stadium awal saat diagnosis ditegakkan.
Refferensi:
1. Sudoyo A W, Setyohadi B, Alwi I dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V.
Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. 2009; 2773-2779
25
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Karsinoma atau keganasan adalah penyakit karena proliferasi berlebihan dari sel tumor.
Sel tumor timbul karena protoonkogen yang berubah menjadi onkogen (meningkatnya
onkogen), gen supresor tumor menurun, dan kegagalan dalam perbaikan DNA. Suatu tumor
dikatakan jinak atau ganas tergantung dari manifestasi klinis benjolan yang ada, dan didukung
oleh pemeriksaan patologi anatomi. Tumor jinak memiliki konsistensi lunak atau kenyal,
berbatas tegas, memiliki daya tumbuh yang lambat, dan memiliki kapsul, serta tidak adanya
infiltratif ke organ lain. Sedangkan tumor ganas memiliki manifestasi klinis berupa benjolan
dengan konsistensi keras, batas atau tepi tidak jelas, memiliki daya infiltratif atau metastatis ke
organ lain, dan pertumbuhannya cepat.
Dalam skenario modul disfagia ini, kemungkinan diagnosis pasien mengarah ke
Karsinoma Esofagus dikarenakan terdapatnya masa tumor yang teraba keras pada bagian dada,
riwayat pasien hematemesis melena, riwayat transfusi dan lainnya. Berdasarkan jenis kelamin,
laki-laki berisiko terkena kanker esofagus 3 hingga 4 kali lebih besar dibandingkan dengan
wanita. Hal ini terutama dikaitkan dengan tingginya kos dan pada konsumsi alkohol dan rokok
pada pria. Berdasarkan tingkat usia, usia lebih 65 tahun memiliki resiko paling tinggi untuk
menderita kanker esophagus. Differential diagnosis yang kedua adalah Karsinoma Gaster,
Kemungkinan benjolan tersebut merupakan metastatis dari tumor primer di gaster, dan
berdasarkan klinis pasien yang selalu muntah setelah makan, dimungkinkan makanan yang
masuk terhalang oleh masa tumor di gaster.
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah CT-
Scan Thoraks dan Abdomen, Pemeriksaan Barium, dan lainnya. Dengan memberikan
penatalaksaan simptomatik dan rujuk ke dokter spesialis bedah onkologi untuk tindakan
selanjutnya.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo A W, Setyohadi B, Alwi I dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V.
Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. 2009; 2773-2779
2. Japaries, Willie. 2013. Buku Ajar Onkologi Klinis Edisi 2. Jakarta: FKUI
3. Winkel A, Wenke V, Capello A, Moons LMG, Pot RGJ, Dekken H, et al. Expression,
localization and polymorphisms of the nuclear receptor PXR in Barrett’s esophagus and
esophageal adenocarcinoma. BMJ Gastroenterolgy 2011; 11:1-8. Available from
http://www.biomedcentral.com/1 471-230X/11. Accessed August 6, 2012.
4. Cunningham D, Allum WH, Stenning SP, et al. Perioperative che-motherapy versus
surgery alone for resectable gastroesophagealcancer. N Engl J Med 2006; 355: 11 20.
doi:10.1056/NEJMoa055531. PMid:16822992Cunningham D, Allum WH, Stenning SP,
et al. Perioperative che-motherapy versus surgery alone for resectable
gastroesophagealcancer. N Engl J Med 2006; 355: 11-20. doi:10.1056/NEJMoa055531.
PMid:16822992
5. Sudoyo A W, Setyohadi B, Alwi I dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V.
Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. 2009; 2773-2779
6. Bates Pocket Guide to Physical Examination and History Taking 7th ed. 2013. Wolters
Kluwer Health
7. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
8. Sujono, Hadi.2012. Gastroenterologi.Bandung: Alumni.
9. Soepardi EA, Iskandar N. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala
& Leher. EdisiKe-6 Jakarta: Balai Penerbit FK UI
10. Abbas, A. K., Aster, J.C., dan Kumar, V. 2015. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi 9.
Singapura: Elsevier Saunders
11. Manauaba, Tjakra Wibawa. Panduan Penatalaksanaan Kanker Solid PERABOI 2010.
Jakarta: Sagung Seto
27