Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM ANALISA INSTRUMENTAL

KROMATOGRAFI GAS (GC)

Kelas: 1A/ D-IV TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI

Disusun oleh:

Kelompok 5 :

M. Azmi Mahardika
Nabila Rizki Amalia
Noer Khofifah
Kelompok 6 :
Sonia Amelia S
Tirza Putri D
Wisnu Jurdan H

TEKNIK KIMIA

POLITEKNIK NEGERI MALANG

TAHUN AJARAN 2019- 2020


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kromatografi adalah cara pemisahan campuran yang didasarkan atas
perbedaan distribusi dari komponen campuran tersebut diantaranya dua fase, yaitu
fase diam (stationary) dan fase gerak (mobile). Fase diam dapat berupa zat padat
atau cair atau gas.Dalam kromatografi fase gerak dapat berupagas atau zat cair dan
fase diam dapat berupa zat padat atau zat cair.
Kromatografi gas merupakan metode yang cepat dan tepat untuk
memisahkan campuran yang sangat rumit.Waktu yang dibutuhkan beragam mulai
dari beberapa detik untuk waktu yang sederhana sampai berjam-jam untuk
campuran yang mengandung 500-1000 komponen.Metode ini sangat baik untuk
analisis senyawa organic yang mudah menguap seperti hidrokarbon dan
eter.Analisis minyak mentah dan tekanan uap dalam buah telah sukses dengan
metode ini.
Efisien pemisahan ditentukan dengan besarnya interaksi antara sampel dan
cairan, dengan menggunakan fase cair standar yang diketahui efektif untuk berbagai
senyawa. Kromatografi sendiri dibagi menjadi 2 yaitu, kromatografi gas cairan
dengan mekanisme pemisahan partisi , tehnik kolom dan nama alat GLC dan
kromatografi gas padat dengan mekanisme pemisahan absorbsi, tehnik kolom dan
nama alat GSC. Namun GSC jarang digunakan sehingga pada umumnya GC
disebut GLC.
Pada prinsipnya pemisahan dalam GC disebabkan oleh perbedaan dalam
kemampuan distribusi analit diantara fase gerak dan fase diam di dalam kolom pada
kecepatan dan waktu yang berbeda.
1.2 Tujuan Percobaan
 Dapat memisahkan larutan murni dalam suatu csmpuran dengan mengunakan
kromatografi gas
 Dapat menggunakan dengan baik dan benar alat GC
 Dapat memahami cara kerja dari alat GC

1.3 Tinjauan Pustaka

Dasar pemisahan secara kromatografi gas adalah penyebaran cuplikan antara dua
fase. Salah satu fase adalah fase diam yang dipermukaannya relatif luas dan fase gas yang
menelusi fase diam. Komponen yang dipisahkan dibawa oleh gas pembawa melaui kolom.
Pelarut akan menahan komponen secara selektif berdasarkan koefisien distribusinya,
sehingga terbentuk sejumlah pita yang berlainan pada gas pembawa. Pita komponen
meninggalkan kolom bersama dengan gas pembawa yang dicatat sebagai fungsi detektor.
Secara garis besar, peralatan kromatografi terusun atas gerbang suntik (injector), kolom,
detector, dan perekam.
Gerbang suntik harus cukup panas untuk menguapkan cuplikan, sehingga tidak
menghilangkan keefisienan yang disebabkan oleh cara penyuntikan. Sebaliknya, suhu harus
cukup rendah karena untuk mencegah penguraian dan penataan ulang akibat panas.
Kolom pada oven suhunya harus sesuai dengan komponen – komponen dalam cuplikan.
Teori penting dari Van Deemter yang menyangkut penggunaan dan sistem kromatografi
gas dan dapat digunakan untuk memperbaiki keefisienan kolom.
Keluaran proses kromatografi gas dari pemisahan cuplikan adalah kromatogram.
Analisis dari proses keseluruhan merupakan faktor penting, meliputi :
1. Kecepatan : penggunaan gas pembawa, suhu, dan jenis kepolaran kolom
akan mempengaruhi kecepatan pemisahan komponen dari cuplikan.
2. Resolusi (daya pisah) : daya pisah ini dapat berbeda beda sesuai dengan titik didih
masing masing larutan murninya.
3. Analisis kualitatif : merupakan waktu yang diperlukan sejak penyuntikan
cuplikan sampai makximum puncak. Beberapa senyawa yang mungkin mempunyai
waktu yang berdekatan tetapi pada prinsipnya tiap senyawa mempunyai satu waktu
tambat dan tidak dipengaruhi oleh adanya komponen lain.
4. Analisis kuantitatif : luas setiap puncak berbanding lurus denan konsentrasi
puncak tersebut. ketelitian dapat dicapai oleh kromatografi gas tergantung pada
detector, metode integrasi dan konsentrasi cuplikan. Kesalahan mungkin terjadi
adaah cara mrncuplik, penjerapan atau penguraian cuplikan dalam kromatograf,
kinerja detector, kinerja perekan, cara integrasi dan perhitungan.
BAB II

METODE PERCOBAAN

2.1 Alat dan Bahan


1. Alat
 1 paket Gas Chromatography
 Printer PC
 Suntik
2. Bahan
 Campuran
 Heptana
 Toluena
2.2 Prosedur Percobaan
1. Menyalakan alat serta PC computer yang memiliki aplikasi bawaan alat
2. Mengalirkan udara (fase gerak) ke dalam alat dengan menekan tombol “flow”
kemudian mengatur volume udara yang dimasukkan kedalam alat
3. Menekan tombol “SIGNAL 1” untuk memperlihatkan keadaan signal yang ada
dalam detektor (A/B)
4. Mengatur suhu pada injektor dengan menuliskan suhu 30- 50̊ C diatas titik didih
tertinggi suatu bahan penyusun campuran
5. Mengatur suhu oven sesuai titik didih tertinggi suatu bahan pada campuran
6. Mengatur suhu detektor sesuai suhu oven
7. Siapkan bahan dengan mengambil 0,04 µL kedalam sringe (sringe dibilas kurang
lebih tiga kali dengan bahan)
8. Setelah bahan didapatkan, lalu masukkan bahan dan injekkan terhadap injektor
9. Saat menekan injeksi dan “Run Start” pada PC harus bersamaan
10. Tunggu selama 12 menit
11. Tekan ikon “analyze” pada layar komputer hingga muncul grafik yang
menunjukkan peak
12. Klik “peak display” untuk menampilkan kromatograf
13. Simpan dan print gambar (kromatograf)
14. Klik “Run Stop” pada layar PC
2.3 Data Pengamatan
Suhu Injektor : 150 ̊C
Suhu oven : 100 ̊C
Suhu detektor : 100 ̊C

Gambar 2.3.1 Hasil kromatograf senyawa campuran suhu oven 100 ̊C


Suhu injektor : 150 ̊C
Suhu oven : 75 ̊C
Suhu detektor : 75 ̊C

Gambar 2.3.2 Hasil kromatograf senyawa campuran suhu oven 75

Gambar 2.3.3 Hasil kromatograf senyawa heptana


Gambar 2.3.4 Hasil kromatograf senyawa toluena

Gambar 2.3.5 Hasil analisis kromatograf


BAB III
PEMBAHASAN
3.1. M. Azmi Mahardika
Pemisahan pada kromatografi gas didasarkan pada perbedaan kecepatan migrasi
komponen-komponen suatu cuplikan di dalam kolom. Perbedaan migrasi ini terjadi
karena perbedaan interaksi komponen-komponen tersebut dengan fasa diam dan fasa
gerak. Fasa diamnya berupa cairan yang melekat pada zat pendukung (adsorben),
sedangkan fasa geraknya berupa gas.Karena gas ini berfungsi membawa komponen-
komponen sepanjang kolomhingga mencapai detektor, maka fasa gerak disebut juga
sebagai gas pembawa (carrier gas).
Pada percobaan ini, gas pembawa yang digunakan adalah nitrogen.Gas
pembawa mengalir dengan cepat, oleh karena itu proses pemisahan hanya
membutuhkan waktu beberapa menit saja. Inilah keuntungan pemisahan dengan
menggunakan GC. Namun, tidak semua senyawa dapat dipisahkan dengan
menggunakan metode kromatografi gas. Selain berfungsi dalam pemisahan,
kromatografi gas juga dapat digunakan dalam analisa, baik analisa kualitatif maupun
kuantitatif. Senyawa-senyawayang dapat dipisahkan dengan menggunakan metode ini
adalah senyawa yang memenuhi dua persyaratan berikut :
 Mudah menguap saat diinjeksikan
 Stabil pada suhu pengujian (50-300°C) yakni tidak mengalami penguraian atau
pembentukan menjadi senyawa lain.
Pada percobaan pertama penentuan kadar sampel campuran dan pemisahannya
dengan metode operasi isotermal. Adapun Suhu injektor diset pada suhu 150°C, detektor
pada suhu 100°C dan kolom suhu mencapai 100°C. Hal ini bertujuan agar semua
komponen berubah menjadi gas dan keluar meninggalkan kolom. Sehingga muncullah
bangun segitiga yang masih saling menempel satu sama lain dan agak sulit
mengidentifikasinya. Adapun senyawa yang terdeteksi oleh detektor pertama kali yaitu
yang memeliki kepolaran yang rendah pada titik didih tertentu.
Gambar 2.3.2 Pada percobaan kedua menggunakan sample campuran dengan
metode yang sama. Dengan Suhu injector di set 150° C, suhu detector 75°C, dan suhu
kolom 75° C. Menghasilkan kromatograf jelas pada bangun segitiga dan dapat
diidentifikasi. Pada bangun seitiga awa yaitu memiliki kepolaran yang rendah dan mudah
menguap pada titik didih tertentu .
Percobaan dengan meggunakan sample n-Heptana, dengan suhu injector yang di set
pada 75°C, suhu detector 75°C, dan suhu kolom diset pada 75°C. menghasilkan dalam
senyawa n-Heptana terdapat 3 bagian yang dapat diidentiiksi dengan bangun segiiga yang
jelas.
Pada percobaan terakhir menggunakan sample toluena, dengan suhu injector yang
di set 75° C, suhu detector 75° C, dan suhu kolom 75° C. mendapatkan data dalam suatu
cuplikan sample toluena hanya ada satu bagian saja.
3.2. Nabila Rizki Amalia
Percobaan pada praktiukm analisa intrumental membahas tentang Gas
Kromatografi yang dilakukan untuk menentukan komponen- komponen yang terdapat
pada sampel. Umumnya alat ini digunakan untuk pemisahan dan analisis suatu senyawa
dalam suatu campuran. Terdapat dua fase yaitu fase gerak berupa gas pembawa yang
digunakan adalah gas nitrogen. Gas nitrogen yang digunakan sebagai fase gerak karena
tidak rekatif terhadap senyawa lainnya dan merupakan gas yang inert. Campuran yang
digunakan yaitu senyawa heptana, toluena, butil asetat.
Penggunaan sampel pada GC harus mudah menguap saat diinjeksikan dan
stabil pada suhu yang dioperasikan. Suhu oven dan suhu detektor harus sama yaitu
115 ̊C, 100 ̊C, dan 75̊C. Bila suhu injektor 150 ̊C diatas titik didih sampel yang
diketahui bahwa titik didih toluena sebesar 110,6 ̊C dan heptana titik didihnya sebesar
98,42 ̊C. Jumlah senyawa atau campuran yang diinjeksikkan senilai 0,04 µL.
Pada percobaan pertama dilakukan operasi alat dengan suhu oven 100̊C,
suhu detektor 100 ̊C dan suhu injektor 150 ̊C dapat dilihat pada gambar 2.3.1. dalam
kromatograf masih terlihat berdampingan antar satu peak dengan peak yang lain, maka
dibuat suhu oven 75 ̊C, suhu detektor 75 ̊C dan suhu injektor 150 ̊C. Dapat dilihat pada
gambar 2.3.2 senyawa yang terdapat dalam campuran telah memisah.
Pengujian senyawa yang terdapat dalam campuran yaitu senyawa toluena
dan senyawa heptana. Senyawa toluena dapat dilihat pada gambar 2.3.4, dan senyawa
heptana pada gambar 2.3.3. pengujian ini dilakukan untuk menentukan pada kromograf
yang mana terdapat senyawa yang diuji. Senyawa heptana pertama kali keluar
dikarenakan titik didih yang besar yaitu sebesar 98,42 ̊C dan toluena sebesar 110,6 ̊C.
Selain dipengaruhi oleh titik didih, faktor yang mempengaruhi adalah senyawa polar
non-polar. Yang keluar terlebih dahulu adalah senyawa yang non polar. Karena colomn
yang dipake jenis nonpolar.
Senyawa heptana saat di injekkan menghasilkan waktu retensi sebesar 4.69
sedangkan toluena sebesar 6.03. Perbedaan dengan senyawa heptana pada campuran
sebesar 4.78, dan toluena yang dihasilkan sebesar 6.00. Jadi berjarak 0.09 pada senyawa
heptana dan 0.03 pada senyawa toluena. Banyak senyawa heptana sebesar 14.70% dan
senyawa toluena sebesar 30.23%.
Kesalahan dalam kromatograf dapat disebabkan tidak bersamanya saat
menekan suntik yang hendak di injeksikan dengan tombol “start run”. Dan juga bisa
karena keraguan saat menekan suntik yang hendak diinjeksikan sehingga hasil dari
kromatograf tetap gabung.
3.3. Noer Khofifah
Dalam kromatografi gas, fase geraknya adalah gas dan zat terlarutnya yang
terpisah sebagai uap. Pada praktikum ini dilakukan pemisahan dari suatu sampel yang
merupakan campuran dari 5 larutan. Dari sampel tersebut dilakukan pemisahan saat
temperaturnya 75°C dan 100°C. Digunakan temperatur yang tinggi agar cairan yang
diinjeksikan berubah menjadi uap. Gas pembawa mengalir dengan cepat, oleh karena
itu proses pemisahan hanya membutuhkan waktu beberapa menit saja. Ini merupakan
keuntungan pemisahan dengan menggunakan GC.
Semakin polar suatu komponen maka komponen tersebut akan keluar terlebih
dahulu pada percobaan ini. Kromatogram campuran pada suhu 75ºC,Inj B 150,dan Det
B 75 ,zat-zat organik sudah memisah secara sempurna, zat organik yang keluar atau
terdeteksi pertama kali dengan waktu retensi 4,76 menit dengan luas area sebesar
14,70%. Zat kedua yang mucul dengan waktu retensi 5,22 menit dan luas area 18,87%.
Zat ke-3 yang mucul dengan waktu retensi 6 menit dan luas area 30,23%. Zat keempat
dengan waktu retensi 7,11 menit dan luas area 19,61 %. Dan Zat terakhir yang muncul
dengan waktu retensi 9,24 menit dan luas area 16,60%.
Kromatogram campuran zat organik pada suhu 100ºC ,Inj B 150 dan Det B 100
kromatogram kandungan zat organik di dalam sampel sudah terlihat mulai memisah
tetapi pemisahannya belum cukup sempurna, , zat organik yang keluar atau terdeteksi
pertama kali dengan waktu retensi 3,57 menit dengan luas area sebesar 16,10%. Zat
kedua yang mucul dengan waktu retensi 3,76 menit dan luas area 19,63%. Zat ke-3
yang mucul dengan waktu retensi 3,93 menit dan luas area 6,88%. Zat keempat dengan
waktu retensi 4,12 menit dan luas area 27,56 %. Dan Zat terakhir yang muncul dengan
waktu retensi 4,46 menit dan luas area 16,37%.
Kromatogram Heptana zat organik pada suhu 100ºC ,Inj B 150 dan Det B 100
kromatogram kandungan zat organik di dalam sampel sudah terlihat memisah dan
pemisahannya sempurna, zat organik yang keluar atau terdeteksi pertama kali dengan
waktu retensi 4,69 menit dengan luas area sebesar 92,57%. Zat kedua yang mucul
dengan waktu retensi 5,84 menit dan luas area 6,66%. Zat ke-3 yang mucul dengan
waktu retensi 6,8 menit dan luas area 0,68%.
3.4. Sonia Amelia
Pada percobaan kali ini dilakukan pemisahan campuran dengan menggunakan
instrumen Gas Cromatography. Pemisahan dengan Cromatography Gas ini didasarkan
pada perbedaan kesetimbangan distribusi komponen – komponen sampel diantara fase
gerak dan fase diam. Hal ini terjadi karena adanya interaksi komponen – komponen
tersebut antara fase diam dan fase gerak. Kromatografi gas merupakan sebutan dari
kromatografi gas – cair. Oleh karena itu fasa gerak pada kromatografi ini berupa gas
yaitu Nitrogen, sedangkan fase diamnya berupa larutan (cairan) yaitu suatu campuran
dan zat – zat murni yang melekat pada fase pendukung.

Senyawa – senyawa yang dapat dipisahkan oleh kromatografi gas adalah


senyawa yang mudah menguap dan stabil pada suhu pengoperasian. Artinya senyawa
tersebut tidak boleh terurai menjadi senyawa lain pada suhu tersebut. Meninjau dari
senyawa yang akan di gunakan harus mudah menguap, maka harus memperhatikan
suhu pada oven dan detektor. Jika suhu pada detektor dan oven terlalu tinggi, maka
campuran yang di injekkan akan mudah sekali menguap, sehingga hasil kromatogram
menjadi jelek dan tidak bisa dianalisis waktu retensi nya. Dan sebaliknya, jika suhu
oven dan detektor di turunkan maka akan menjadikan kromatogram yang baik, karena
campuran akan menguap satu persatu sehingga di dapatkan waktu retensi yang pas.
Dapat dilihat pada data pengamatan pada suhu oven 75°C, suhu detektor 75°C, dan
suhu injektor 150°C lebih baik daripada suhu oven 100°C, suhu detektor 100°C dan
suhu inejktor 150°C.

Analisis kualitatif yang digunakan untuk menentukan zat apakah yang


terkandung dalam suatu campuran tersebut mnggunakan metode membandingkan
waktu retensi. Sehingga harus dilakukan pengukuran atau uji campuran terlebih dahulu
hingga mendapatkan kromatogram yang baik setelah itu melakukan percobaan untuk
larutan murni sehingga dapat dilihat selisih waktu retensi pada larutan murni sehingga
dapat mencocokkan pada data percobaan kromatogram campuran yang mempunyai
waktu retensi hampir sama atau mendekati.
Pada analisis campuran didapatkan peak yang muncul pada kromatograf.
Adapun waktu retensinya yaitu 4,76 ; 5,22 ; 6,00 ; 7,11 dan 9,24. Setelah itu di
injeksikan zat murni lainnya untuk mengetahui adakah zat murni berupa Heptana
dan juga Toluena di dalam suatu campuran tersebut. didapatkan hasil waktu retensi
pada heptana adalah 4,69 dan untuk toluena adalah 6,03. Sehingga dapat diketahui
bahwa di dalam suatu campuran tersebut mengandug heptana dan juga toluena
karena terdapat waktu retensi yang hampir mirip pada kedua nya. Untuk heptana
terdapat pada peak nomor 1 dan untuk toluena terdapat pada peak nomor 3. Hal ini
disebabkan karena titik didih heptana lebih besar daripada toluena sehingga keluar
terlebih dahulu dan tingkat keporalan pada heptana lebih ke non polar daripada
toluena.

Besar kecilnya peak pada kromatogram dapat menentukan jumlah zat yang
terkandung dalam satu kali injekkan. Pada puncak nomor 1 didapatkan luas peak
sebesar 1352292, nomor 2 sebesar 1736317, nomor 3 sebesar 2781408, nomor 4
sebesar 1804343 dan selanjutnya sebesar 1527810 dalam 0,04 mikro liter campuran.
Sehingga dapat diketahui terdapat larutan heptana sebanyak 14,70% dan toluena
sebanyak 30,23% dari 0,04 mikroliter campuran.
3.5. Tirza Putri
Pada praktikum kali ini komponen atau sampel yang digunakan adalah
campuran, toluene, dan heptana. Adapun suhu oven 75C, suhu injector B 150C, dan
suhu detektor B 75C. Hal ini bertujuan agar semua komponen berubah menjadi gas dan
keluar meninggalkan kolom. Sebelum dilakukan pengukuran, instrumen GC harus
dibiarkan selama ± 1 jam agar aliran gas pembawa tetap sehingga kolom tidak akan
cepat rusak. Selain berfungsi dalam pemisahan, kromatografi gas juga dapat digunakan
dalam analisa, baik analisa kualitatif maupun kuantitatif.

Pertama-tama menyalakan operator atau pc lalu mengatur suhu oven, suhu


injector, dan suhu detector pada injector. Kemudian menyuntik sampel atau mengambil
sampel yang ada dibotol kecil. Sebelum mengambil dibilas terlebih dahulu. Setelah
sampel terambil, sampel diinjeksikan ke injector bersamaan dengan menekan run pada
pc. Komponen-komponen sampel akan dibawa fase gerak menuju detektor dan hasilnya
direkam oleh recorder. Detektor yang digunakan ialah detektor ionisasi nyala.

Kemudian mengatur integrasi, mengedit analisis dan mengatur kromatogram.


Kemudian mengatur grafik luaran dengan klik tombol kemudian atur mengatur
informasiyang akan keluar pada grafik pada menu display option, lalu mengatur lebar
grafik pada menu, kemudian klik save setiap melakukan perubahan,kemudian mengatur
output lalu klik tombol reproses lalu menyimpan hasil integrasi.

Pada percobaan kali ini terdapat 5 puncak. Komponen yang memiliki titik didih
lebih rendah akan lebih mudah menguap menjadi gas dan pergerakannya lebih cepat di
dalam kolom dibandingkan dengan komponen lain dengan titik didih yang lebih tinggi
untuk mencapai detektor.
3.6. Wisnu Jurdan
Pada praktikum kali ini menggunakan GC sama seperti halnya dengan HPLC
yaitu memisahkan suatu campuran berdasarkan tingkat kepolaran suatu zat dengan dua
fase yaitu fase diam (statonery phase) dan fase gerak (mobile phase). Yang
membedakan adalah praktikum menggunakan GC ini menggunakan suhu sebagai
variabel karena temperatur yang tinggi agar bahan yang diinjeksikan berubah menjadi
uap dan terbaca dengan detector. Diperlukan waktu 15 menit untuk setiap kali
praktikum.

Kromatogram campuran pada suhu 75°𝐶, Injector B 150°𝐶, dan detector 75°𝐶
menghasilkan zat zat sudah berpisah secara sempurna dengan penilaian setiap puncak
tidak saling berhimpit. Zat yang keluar pertama dengan waktu retensi 4.76 menit
dengan luas area sebesar 14.70%. Zat kedua yang keluar dengan retensi waktu 5.22
menit dan luas area 18.8%. Zat ketiga yang keluar dengan waktu retensi 6 menit dengan
luas area 30.23%. Zat keempat dengan waktu retensi 7.11 menit dan luas area 19.61%.
Dan zat terakhir yang keluar dengan waktu retensi 9.24 menit dan luas area 16.60%.

Kromatogram senyawa campuran pada suhu 100°𝐶, Injector B 150°𝐶, dan


detector 100°𝐶. Menghasilkan komposisi zat organik di dalam sampel sudah memisah
akan tetapi belum dikatakan sempurna dikarenakan puncak satu dengan yang lain masih
saling berhimpit. Zat yang keluar pertama dengan waktu retensi 3.57 menit dengan luas
area 16.10%. zat kedua yang keluar dengan waktu retensi 3.76 menit dan dengan luas
area 19.63%. zat ketiga dengan waktu retensi 3.93 menit dengan luas area 6.88%. zat
keempat yang muncul dengan waktu retensi 4.12 menit dengan luas area 27.56% dan
yang terakhir dengan waktu retensi 4.46 menit dan luas area 16.37%

Kromatogram heptana dengan suhu 100°𝐶, Injector B 150°𝐶, Detector 100°𝐶.


Hasil kromatogram yang keluar mengindikasikan sudah memisah dengan sempurna. Zat
organik yang keluar pertama dengan waktu rtensi 4.69 menit dengan luas area 92.57%.
zat yang kedua muncul dengan waktu waktu retensi 5.84 menit dan dengan luas area
6.66%. zat terakhir yang keluar dengan waktu retensi 6.8 menit dan luas area 0.68%.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Terdapat lima komponen yang ada dalam campuran.
2. Fase gerak dalam gas kromatografi adalah gas nitrogen dan fase diam terdapat
5 komponen yang diuji adalah heptana dan toluena.
3. Suhu oven dan suhu detektor 75̊C suhu injektor sebesar 150̊C dapat
menghasilkan kromatograf dengan gambar yang lebih gabung dan benar benar
terpisah
4. Toluena memiliki titik didih yang tinggi sebesar 110.6̊C
5. Kandungan dalam campuran yang diuji adalah heptana 14.70% dan toluena
30.23%.
6. Kesalahan atau terjadinya penyimpangan disebabkan oleh waktu tidak
bersamaan dalam menginjeksikan campuran atau senyawa denga menekan
“start run”
4.2 Daftar Pustaka
Yuneka. 2000. Teknik Kromatografi. Jakarta: PT Kalman Pustaka
Sumar Hendayana. 1994. Kimia Analisis Instrumen. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka
McNair & E.J.Bonelli.1988.Dasar Kromatografi Gas. Bandung:
Penerbit ITB Bandung

Anda mungkin juga menyukai