Anda di halaman 1dari 9

PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN SOCIOCOGNITIVE CONFLICT

TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA


PADA MATERI TRANSPORTASI MEMBRAN SEL

DRAF
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Heni Safitri
1152060038

JURUSAN PENDIDIKAN MIPA


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2019/1440 H
DRAF BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Strategi Pembelajaran
Kata strategi berasal dari bahasa latin yaitu “strategia” yang berarti seni
penggunaan rencana untuk mencapai suatu tujuan yang akan dicapai. Menurut
Frellberg & Driscoll mengemukakan bahwa strategi pembelajaran dapat digunakan
untuk mencapai tujuan pembelajaran yang akan diraih oleh siswa pada berbagai
tingkatan, untuk karakteristik siswa yang berbeda, dan dalam konteks yang berbeda
pula (Anitah, 2013). Menurut Geralc dan Erly strategi pembelajaran tidak hanya
terbatas pada prosedur pembelajaran yang digunakan, melainkan didalamnya juga
berisi semua komponen mengenai materi pelajaran yang akan digunakan untuk
membantu siswa agar mampu mencapai tujuan yang telah ditentukan (Anitah,2013).
Strategi pembelajaran pada dasarnya berhubungan dengan perencanaan atau
kebijakan yang dirancang dalam mengelola pembelajaran untuk mencapai tujuan yang
telah ditentukan. Menurut Syah (2010) strategi belajar merupakan sedemikian langkah
yang direkayasa dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu.
Menurut Suyono (2011) strategi pembelajaran terkait dengan segala proses
pengelolaan meliputi pengelolaan siswa, pengelolaan guru, pengelolaan kegiatan
pembelajaran, pengelolaan lingkungan belajar, pengelolaan sumber belajar serta
penilaian sehingga proses pembelajaran lebih efektif dan efesien sesuai dengan tujuan
pembelajaran. David mengungkapkan bahwa “a plan, method, or series activities
designed to achieves a particular educational goal” yang berarti bahwa strategi
pembeljaran merupakan sebuah rencana, metode, dan serangkaian kegiatan yang
didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut di atas, maka strategi pembelajaran
dapat dikatakan sebagai perencanaan yang berisi model, metode, teknik atau atau
sumber belajar yang dirancang sedemikian ruoa untuk mencaai proses pembelajaran.

B. Strategi Pembelajaran Sociocognitive Conflict


Sociocognitive conflict pada dasarnya merupakan strategi pembelajaran
konflik kognitif yang dilakukan secara beregu. Pembeljaran konflik kognitif pertama
kali dikembangkan oleh Piaget tentang teori kontruktivisme. Pembentuk pengetahuan
menurut teori ini adalah memandang subjek aktif untuk menciptakan struktur kognitif
dalam berinteraksi dengan lingkungan. yang terpenting dalam teori kontruktivisme
adalah si belajarlah yang harus mendapatkan penekanan. Beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam teori belajar kontruktivisme adalah: a) mengutamakan
pembelajaran yang sifatnya nyata dan relevan; b) mengutamakan proses pembelajaran
yang terjadi; c) menanamkan dalam konteks pembelajaran sosial ; d)pembelajaran
dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman (Sanjaya,2006).
Menurut Soemanto (2006) Kontruksi berarti bersifat membangun, bahwa
pengetahuan yang dibangun oleh manusia secara bertahap sedikir demi sedikit.
Peserta didik harus mengkonstruksi pengetahuan itu sendiri melalui pengalaman
langsung. Dengan teori belajar ini peserta didik akan lebih berfikir untuk
menyelesaikan masalah yang mereka hadapi dan berusaha untuk menyelesaikan
masalah tersebut, mencari ide dan membuat keputusan yang tepat dengan
mempertimbangkan sumber-sumber yang dapat dipercaya.
Strategi pembelajaran Sociocognitive conflict merupakan strategi pengajaran
yang telah berkontribusi untuk mengubah konsepsi siswa tentang konsep-konsep
sains. Strategi pembelajaran Sociocognitive conflict merupakan proses kontruksi
secara pribadi dengan cara memunculkan konflik kognitif yang berasal dari
lingkungan sekitar secara bersama-sama (Skoumios,2009). Konflik kognitif ini akan
terjadi apabila terjadi ketidakseimbangan pengetahuan yang dimiliki oleh siswa
dengan informasi baru yang diterima oleh siswa terkait dengan pengetahuan yang
dimilikinya. Dalam hal ini, strategi pembelajaran Sociocognitive conflict dapat
memodifikasi pengetahuan yang dimiliki oleh siswa serta mengklarifikasi
pengetahuan yang sebelumnya sudah dimiliki oleh siswa.
Sociocognitive conflict ini meungkinkan siswa untuk bernegosiasi dengan
dirinya sendiri mengenai konsep yang mereka punya untuk menerima pengetahuan
baru. Menurut Skoumios (2009) Sociocognitive conflict merupakan strategi
pembejalaran yang memperlihatkan adanya dua atau lebih pemikiran yang
berbeda.Strategi pembelajaran ini menitik beratkan pada tiga tahap yaitu, (1)
memunculkan konsep sementara yang dimiliki oleh siswa; (2) destabilisasi konsepsi
siswa; (3) pembangunan konsep siswa secara bertahap sesuai dengan tujuan
pembelajaran yang dimaksud. Menurut Skomious (2009) langkah-langkah strategi
pembelajaran Sociocognitive conflict terdiri sebagai berikut :
1. Brainstorming (mengungkapkan pendapat)
Menurut Alex F. Osborn brainstorming atau curah pendapat merupakan salah
satu upaya untuk mencari solusi dari suatu permasalahan yang terjadi dengan cara
mencari gagasan atau ide spontan dari anggota kelompok (wikipedia.org).
Menurut Abdul (2002) curah pendapat dikategorikan sebagai saran untuk
menghasilkan sebanyak mungkin gagasan dari para anggota kelompok dalam rentang
waktu yang sangat singkat. Gagasan yang dikumpulkan dari para anggota kelompok
ini pada akhirnya akan sampai pada limpahan gagasan yang sangat beragam untuk
memecahkan suatu permasalahan yang diajukan.
Langkah brainstorming dapat dikatakan sebagai upaya untuk memecahkan
masalah sacara bersama-sama dengan cara melakukan diskusi kasual untuk
mendapatkan beberapa ide. Langkah brainstorming menitik beratkan pada konsep
awal yang dimiliki oleh siswa sehubungan dengan konsep transpor membran yang
dipelajari.
2. predictions-Explanation (Prediksi-Penjelasan)
Menurut Suparno (2007) prediction (prediksi) merupakan suatu proses
membuat dugaan dari suatu peristiwa nyata (fisika). Sedangkan explanation
merupakan suatu proses untuk membuat sebuah penjelasan mengenai dugaan yang
telah peserta didik buat sebelumnya. Dalam membuat dugaan atau prediksi peserta
didik harus mempunyai alasan atau penjelasan yang melatarbelakangi dibuatnya
dugaan tersebut, sehingga dalam proses ini peserta didik diberikan kesempatan yang
seluas-luasnya untuk membuat penjelasan yang mendukung dugaan tersebut.
Semakin banyak gagasan yang muncul, maka guru akan mengetahui bagaimana
keadaan konsep peserta didik serta miskonsepsi apa yang banyak terjadi pada diri
peserta didik. Proses ini sangat penting untuk membangun konsep peserta didik.
Dalam proses ini meskipun siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok, namun
mereka menjawab pertanyaan lembar diskusi secara individual.
3. Realisation of disagrements (realisasi perbedaan pendapat)
Realisasi pendapat merupakan metode yang digunakan dalam suatu kelompok
untuk mengklarifikasi perbedaan pendapat yang terjadi beserta alasan dan penjelasan
dari masing-masing siswa yang satu dengan yang lainnya.
4. Experimentation in order to verify prediction (eksperimen untuk
memverifikasi prediksi)
Menurut Bahri (2006) metode eksperimen (percobaan) merupakan cara
pembelajaran dimana peserta didik melakukan percobaan dengan mengalami dan
membuktikan secara langsung terkait dengan materi yang mereka perlajari. Dalam
proses pembelajaran peserta didik diberi kesempatan untuk menganalisis,
membuktikan, dan menarik kesimpulan sendiri mengenai suatu objek, keadaan atau
suatu proses.
Menurut Sumantri dan Permana (1999) eksperimen bertujuan agar peserta
didik mampu menyimpulkan fakta, informasi atau data yang diperoleh, melatih
peserta didik agar mampu meranang, melaksanakan dan melaporkan hasil percobaan,
serta melatih peserta didik untuk menggunakan logika berifikir induktif maupun
deduktif untuk menarik kesimpulan dari fakta, data atau informasi yang terkumpul
melalui percobaan. Namun tujuan initi dari proses experimentation in order to verify
prediction yaitu untuk memverifikasi prediksi yang sebelumnya sudah mereka susun.
5. Temporary enfotcement of conceptions (penegakan konsepsi sementara)
Pada tahap ini, percobaan yang sebelumnya telah dilakukan oleh peserta didik
akan membawa peserta didik menuju konsepsi sementara. Pada tahap ini pun diskusi
kelompok kembali dilakukan, sehingga siswa akan didorong untuk membuat
kesimpulan kelompok berdasarkan hipotesisi yang telah disusun sebelumnya beserta
hasil percobaan yang telah dilakukan dengan mengacu pada jawaban dari pertanyaan
yang ada dalam lembar diskusi.
6. “Destabilisation” of student’s conception (‘destabilisasi konsepsi siswa’)
Pada tahap konsep siswa akan stabil sehingga siswa memungkinkan untuk
menerima konsep lain yang diusulkan oleh sesama siswa atau guru melalui diskusi
kalsikal yang dilakukan.
7. Contruction of conception (kontruksi konsepsi)
Pada tahap ini juga dilakukan diskusi kalsika sebagai upaya untuk megubah
konsep sebelumnya yang dimilki oleh siswa ke arah tujuan yang dimaksudkan.
Langkah-langkah tersebut juga dapat dijadikan indikator dalam
keterlaksaanaan strategi pembelajaran yang telah dilakukan disekolah.
Keterlaksaanaan tersebut dapat ditulis melalui lembar observasi untuk guru atau
siswa. Dengan adanya pengamatan dari tahapan tersebut maka analisis terhadap
keterlaksanaan proses pembelajaran dapat dilakukan.
C. Berfikir Kritis
Beragam definisi mengenai pengertian berfikir kritis banyak dikemukakan
oleh para ahli, meskipun demikian dari berbagai definisi tersebut banyak terdapat
kesamaan. Berfikir kritis merupakan kemampuan yang sangat dibutuhkan pada zaman
sekarang, terutama di abad 21. Kemampuan berfikir kritis sangat berguna untuk
jangka panjang dimana peserta didik membutuhkan kemampuan ini untuk mengatur
keterampilan belajar, dan mempu memberdayakan keterampilan individu maupun
kelompok agar mampu memberikan kontribusi pada profesi yang mereka pilih. Udi
dan Cheng (2015) mengemukakan bahwa kemampu berfikir kritis harus menjadi
pengalaman yang mendasar yang meresap ke dalam diri peserta didik mulai dari usia
pra-sekolah hingga SMA dan perangkat di universitas dengan cara mengenalkan
karakter (disposisi) yang tepat dan beralih menuju pengembangan berfikir kritis.
Berfikir kritis merupakan suatu proses berfikir yang reflektif, terarah dan
fokus dalam upaya memutuskan sesuatu yang akan dilakukan. Yaumi (2012)
menyatakan, erfikir kritis merupakan kemampuan kognitif dalam pengambilan
kesimpulan berdasarkan alasan logis dan bukti empiris. Pengertian tersebut juga
didukung oleh Moran (Turino, 2017) yang menyatakan bahwa keterampilan berfikir
kritis tidak hanya terjadi dalam kegiatan ilmiah melainkan terjadi juga dalam
kehidupan sehari-hari. Dalam kehidupan sehari-hari kemampuan dalam menalar,
menyatakan, menganalisis, memahami, dan sebelumnya mengevaluasi informasi.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ennis (2011) critical thinking is reasonanble
and reflective thinking focused on deciding what to believe or do. Berfikir kritis
bertujuan untuk menguji, melakukan pertimbangan, atau pemikiran pada pendepat
yang diajukan baik oleh orang lain maupun diri sendiri (Sapriya, 2014). Ennis (2011)
mengemukakan bahwa indikator berfikir krtis terdiri dari :
1) memberikan penjelasan sederhana.
2) membangun keterampilan dasar.
3) menyimpulkan.
4) memberikan penjelasan lanjut.
5) mengatur strategi dan taktik.
Menurut Ramlan (2014) terdapat 6 indikator dalam berfikir kritis, antaralain :
1. kemampuan mengidentifikasi asumsi yang diberikan.
2. kemampuan merumuskan pokok-pokok permasalahan.
3. kemampuan menentukan akibat dari suatu ketentuan yang diambil.
4. kemampuan mendeteksi adanya bias berdasarkan pada sudut pandang yang
berbeda.
5. kemampuan mengungkap data/ definisi/ teorema dalam menyelesaikan masalah.
6. kemampuan mengevaluasi argumen yang relevan dalam penyelesaian suatu
masalah.
Angelo (Drajat, 2017) mengemukakan bahwa indikator dalam berfikir kritis
terdiri dari :
1) Keterampilan menganalisis
Menganalisis merupakan keterampilan menguraikan struktur ke dalam
beebrapa komponen, sehingga dapat diketahui pengorganisasian dari struktur tersebut.
Kata operasional yang sering digunakan dalam keterampilan berfikir kritis antara lain:
menyimpulkan, mengilustrasikan, menyusun sebuah diagram, membedakan,
memerinci, menunukan, mengidentifikasi, memilih, menghubungkan, memisahkan,
serta membagi.
2) Keterampilan mensitesis
Mensitesis merupakan sebuah upaya untuk menggabungkan beberapa bagian
ke dalam bentuk yang baru. Pertanyaan sisntesis terkait dengan upaya
menggabungkan informasi dari beberapa sumber bacaan, sehingga dapat
menghasilkan ide baru yang tidak jelas disebutkan dalam bacaan. Kata operasional
yang sering digunakan dalam keterampilan mensitesis adalah mengakategorikan,
mengorganisasikan, menyusun, mengkombinasikan, menghubungkan, menjelaskan,
menciptakan, merevisi, menceritakan dan menuliskan kembali.
3) Keterampilan mengenal dan memecahkan masalah
Mengenal dan memecahkan masalah merupakan keterampilan dalam
menerapkan konsep kepada beberapa pengertian yang baru. Pada dasarnya siswa
dituntut agar mampu memahami suatu permasalahan yang terjadi secara kritis
sehingga siswa dapat menangkap permasalahan utama dengan tepat, dan mampu
membuat pola sebuah konsep permasalahan. Dengan kata lain, keterampilan
mengenal dan memecahkan masalah merupakan keterampilan peserta didik untuk
menerapkan konsep yang telah dipelajari agar memecahkan suatu permasalahan yang
terjadi. Kata operasional yang digunakan dalam keterampilan ini, anatara lain :
mengoperasikan, mengubah, menghitung, menyiapkan, mendemonstrasikan,
meramalkan, menghasilkan, menunjukan, menghubungkan, memecahkan,
menghasilkan serta menggunakan.
4) Keterampilan menyimpulkan
Menyimpulkan membutuhkan keterampilan membaca untuk menguraikan
serta memahami berbagai aspek sehingga sampai pada suatu rumusan yang baru,
berupa suatu kesimpiulan. Kata operasional yang digunaan dalam keterampilan
menyimpulkan in, antara lain: mengkategorikan, menceritakan, menjelaskan,
memisahkan, memerinci, dan menghubungkan.
5) Keterampilan mengevaluasi atau menilai
Ketrampilan mengevaluasi atau menilai membutuhkan pemikiran yang
mendalam untuk memberikan nilai terhadap sesuatu berdasarkan kriteria yang ada.
Kata operasional yang sering digunakan pada keterampilan ini anatara lain :
mengkritik, mendeskripsikan, membandingkan, menilai, menyimpulkan ,
menerangkan, menafsirkan, dan memutuskan.
6) Mampu mengambil keputusan
Mengambil keputusan merupakan kemampuan yang terkait mengkaji, serta
melihat suatu permasalahan. Dalam hal ini, siswa mampu mengambil keputusan
rasional lebih dari satu untuk memecahkan masalah, menimbang sesuai standar,
konteks, dan mempertimbangkan bukti sebelum keputusan tersebut dilakukan.
Emily (2011) mengungkapkan bahwa berfikir kritis ditinjau dari pendekatan
psikologi kognitif merupakan proses yang mengaitkan strategi, mental dan
kemampuan pengungkapan seseorang untuk menyelesaikan suatu permasalahan,
membuat keputusan serta mempelajari konsep baru. Conklin (Turino, 2017)
mengemukaakn bahwa berfikir kritis merupakan saalh satu kemampuan berfikir
tingkat tinggi serta dapat mengajak siswa menjadi pelajar aktif karena dalam hal ini
siswa melakukan kemampuan menganalisis, mengevaluasi, dan meciptakan. Selain
itu, berfikir kritis sangat dibutuhkan oleh peserta didik untuk memeriksa kebenaran
dari suatu informasi yang diterima, sehingga peserta didik dapat memutuskan
informasi tersebut layak untuk diterima atau ditolak (Kaleligou & Gilbahar, 2013).
Facione (Drajat, 2014) mengemukakan:
Many of the CT skills and sub-skills idenfied are valuable, if not vital, for
other important activities, such as communicating effectivelly. Als CT skills
can be applied in concert with other technical or interpersonal skills to any
number of specific concerns such as as progamming computers, defending,
clients, developing a winning sales strategy, managing an office, or helping a
friend figure out what might be wrong with his car. In part this is what the
experts means by characterizing these CT skills as pervasive and puposeful.
Dari pernyataan tersebut maka dapat diketahui bahwa menurut para ahi
keterampilan berfikir kritis dapat ditemukan dalam berbagai aspek kehidupana antara
lain seperti kemampuan berkomunikasi yang efektif, kemampuan teknik meprogram
komputer, dan mengatur strategi penjualan. Dari pernyataan tersebut juga dapat
diketahui bahwa kemampuan berfiir kritis seorang peserta didik dalam kegiatan
pembelajaran dapat ditemukan dalam keterampilan berinteraksi dan menyelesaikan
tugas secara kelompok, mampu menyampaikan pendapat, serta mempunyai
keterampilan teknis dalam melaksanakan suatu penugasan pembelajaran.
Sapriya (2014) mengemukakan tentang modifikasi yang dilakukan oleh Dunn
and Duun terhadap teknik brainstorming yang menjadi salah satu tahap dalam startegi
pembelajaran Socioconitive conflict yang dapat membantu dalam menentukan
langkah-langkah melakukan berfikir kritis, meliputi :
1. Guru menentukan fokus dari bahasan yang dapat mendorong siswa agar
mau berpikir.
2. Guru mengajukan pertanyaan berikutnya yang dapat memancing pendapat
peserta didik mengenai ide yang belum diterapkan.
3. setelah peserta didik mampu menjawab pertanyaan yang diberikan oleh
guru, selnajutnya guru memberikan pertanyaan kembali tentang cara
mengatasi kesulitan tersebut.
4. Guru meminta peserta didik mencari atau memberikan jawaban alternatif
untuk mengatasi permasalahan yang sedang dibahas.
5. Peserta didik diminta untuk mengambil keputusan apa yang seharusnya
dilakukan sebagai akhir dalam proses pemecahan masalah.
Berdasarkan pendapat para ahli yang telah diuraikan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa kemampuan berfikir kritis merupakan kemampuan peserta didik
dalam menentukan dan memecahkan suatu permasalahan yang terjadi, meliputi
kemampuan menetukan inti permasalahan, menggali informasi, menemukan
perbedaan dan persamaan, mempertimbangkan serta menilai, memisahkan pendapat
rasional dari prasangka dan pengaruh sosial, konsisten dalam berfikir, serta mampu
menarik kesimpulan dari berbagai aspek dan sudut pandang yang dihadapi
berdasarkan pertimbangan tertentu dan bisa dipertanggungjawabkan. Menurut Turino
(2017) hal ini akan sangat berdampak pada sistem pendidikan nasional, dimana
kualitas pendidikan di Indonesia akan meningkat dan lulusan siswa Indonesia yang
siap menyongsong era globalisasi yang sangat kompetitif dan penuh dengan
tantangan.

Anda mungkin juga menyukai