PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mioma Uteri adalah neoplasma jinak berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang
menumpangnya, sehingga dalam kepustakaan dikenal juga istilah Fibronoma, leimioma
ataupoun Fibrid (Saiufuddin, 1999).
Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai
sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih banyak. Mioma uteri
belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarche. Setelah menopause hanya kira-kira
10% mioma yang masih bertumbuh. Di Indonesia, mioma uteri ditemukan 2.39% – 11.7%
pada semua penderita ginekologi yang dirawat (Saifuddin, 1999).
Bila mioma uteri bertambah besar pada masa post menopause harus dipikirkan
kemungkinan terjadinya degenerasi maligna (sarcoma) (Sastrawinata, 1988). Dengan
pertumbuhan mioma dapat mencapai berat lebih dari 5 kg. Jarang sekali mioma ditemukan
pada wanita berumur 20 tahun, paling banyak berumur 35 – 45 tahun (25%). Pertumbuhan
mioma diperkirakan memerlukan waktu 3 tahun agar dapat mencapai ukuran sebesar tinja,
akan tetapi beberapa kasus ternyata tumbuh cepat. Mioma uteri ini lebih sering didapati
pada wanita nulipara atau yang kurang subur (Saifuddin, 1999).
Walaupun biasanya asimptomatik, leiomyomata dapat menyebabkan banyak
problema termasuk metrorrhagia dan menorrhagia, rasa sakit bahkan infertilitas. Memang,
perdarahan uteri yang sangat banyak merupakan indikasi yang paling banyak untuk
dilakukan histerektomi.
BAB II
TINJAUAN TEORI
B. Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri. Diduga mioma merupakan
sebuah tumor monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik
tunggal. Sel-sel tumor mempunyai abnormalitas kromosom, khususnya pada kromosom
lengan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor, di samping faktor
predisposisi genetik, adalah estrogen, progesteron dan human growth hormone.
1. Estrogen
Beberapa ahli dalam penelitiannya menemukan bahwa pada otot rahim yang berubah
menjadi mioma ditemukan reseptor estrogen yang lebih banyak daripada otot rahim normal.
Mioma uteri dijumpai setelah menarche. Seringkali terdapat pertumbuhan tumor yang cepat
selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat
menopause dan pengangkatan ovarium. Adanya hubungan dengan kelainan lainnya yang
tergantung estrogen seperti endometriosis (50%), perubahan fibrosistik dari payudara
(14,8%), adenomyosis (16,5%) dan hiperplasia endometrium (9,3%). Mioma uteri banyak
ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas. 17B
hidroxydesidrogenase: enzim ini mengubah estradiol (sebuah estrogen kuat) menjadi estron
(estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan miomatous, yang juga
mempunyai jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak daripada miometrium normal.
2. Progesteron
Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron menghambat
pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu: mengaktifkan 17B hidroxydesidrogenase dan
menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.
3. Hormon pertumbuhan
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang mempunyai
struktur dan aktivitas biologik serupa yaitu HPL, terlihat pada periode ini, memberi kesan
bahwa pertumbuhan yang cepat dari leiomioma selama kehamilan mingkin merupakan hasil
dari aksi sinergistik antara HPL dan Estrogen.
Faktor predisposisi terjadinya mioma uteri, yaitu :
Umur
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar 10% pada
wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering memberikan gejala klinis antara
35 – 45 tahun.
Paritas
Lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanita yang relatif infertil, tetapi sampai saat
ini belum diketahui apakan infertilitas menyebabkan mioma uteri atau sebaliknya mioma
uteri yang menyebabkan infertilitas, atau apakah kedua keadaan ini saling mempengaruhi.
Fungsi ovarium
Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan mioma, dimana
mioma uteri muncul setelah menarche, berkembang setelah kehamilan dan mengalami
regresi setelah menopause. Pemberian agonis GnRH dalam waktu lama sehingga terjadi
hipoestrogenik dapat mengurangi ukuran mioma. Efek estrogen pada pertumbuhan mioma
mungkin berhubungan dengan respon mediasi oleh estrogen terhadap reseptor dan faktor
pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor progesteron, faktor
pertumbuhan epidermal dan insulin-like growth factor yang distimulasi oleh estrogen.
Anderson dkk, telah mendemonstrasikan munculnya gen yang distimulasi oleh estrogen
lebih banyak pada mioma daripada miometrium normal dan mungkin penting pada
perkembangan mioma. Namun bukti-bukti masih kurang meyakinkan karena tumor ini tidak
mengalami regresi yang bermakna setelah menopause sebagaimana yang disangka. Lebih
daripada itu tumor ini kadang-kadang berkembang setelah menopause bahkan setelah
ooforektomi bilateral pada usia dini.
C. Patofisiologi
Skema patofisiologi dari Myoma Uteri dapat dijabarkan sebagai berikut:
2 Nyeri
Timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma yang disertai nekrosis setempat
dan peradangan.
Torsi bertungkai
Infeksi pada mioma
4 Radioterapi
Tindakan ini bertujuan untuk agar ovarium tidak berfungsi lagi sehingga penderita
mengalami menopause dan diharapkan akan menghentikan perdarahan nantinya.
Syarat-syarat dilakukan radioterapi adalah:
Hanya dilakukan pada wanita yang tidak dapat dioperasi (bad risk patient)
Uterus harus lebih kecil dari kehamilan 3 bulan
Bukan jenis submucosa
Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rectum
Tidak dilakukan pada wanita muda sebab dapat menyebabkan menopause
Tidak ada keganasan uterus
B. Etiologi
Penyebab tersering dari anemia adalah kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk
sintesis eritrosit, antara lain besi, vitamin B12 dan asam folat. Selebihnya merupakan akibat
dari beragam kondisi seperti perdarahan, kelainan genetik, penyakit kronik, keracunan obat,
dan sebagainya.
Penyebab umum dari anemia:
Perdarahan hebat atau Akut (mendadak)
Kecelakaan
Pembedahan
Persalinan
Pecah pembuluh darah
Penyakit Kronik (menahun)
Perdarahan hidung
Wasir (hemoroid)
Ulkus peptikum
Kanker atau polip di saluran pencernaan
Tumor ginjal atau kandung kemih
Perdarahan menstruasi yang sangat banyak
Berkurangnya pembentukan sel darah merah
Kekurangan zat besi
Kekurangan vitamin B12
Kekurangan asam folat
Kekurangan vitamin C
Penyakit kronik
Meningkatnya penghancuran sel darah merah
Pembesaran limpa
C. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sum-sum tulang atau kehilangan sel
darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sum-sum tulang dapat terjadi akibat
kekurangan nutrisi, pajanan toksik, inuasi tumor, atau kebanyakan akibat penyebab yang
tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi)
pada kasus yang disebut terakhir, masalah dapat akibat efek sel darah merah yang tidak
sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa factor diluar sel darah
merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam system fagositik atau dalam
system retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping proses ini
bilirubin yang sedang terbentuk dalam fagosit akan masuk dalam aliran darah. Setiap
kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direpleksikan dengan meningkatkan
bilirubin plasma (konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang ; kadar 1,5 mg/dl
mengakibatkan ikterik pada sclera.
Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai rendahnya kadar
hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit). Fungsi darah adalah membawa makanan
dan oksigen ke seluruh organ tubuh. Jika suplai ini kurang, maka asupan oksigen pun akan
kurang. Akibatnya dapat menghambat kerja organ-organ penting, Salah satunya otak. Otak
terdiri dari 2,5 miliar sel bioneuron. Jika kapasitasnya kurang, maka otak akan seperti
komputer yang memorinya lemah, lambat menangkap. Dan kalau sudah rusak, tidak bisa
diperbaiki (Sjaifoellah, 1998).
F. Pemeriksaan penunjang
1. Jumlah darah lengkap (JDL) : hemoglobin dan hemalokrit menurun,
2. Jumlah eritrosit : menurun, (AP) menurun berat (aplastik), MCV (molume korpuskular
rerata) dan MCH (hemoglobin korpuskular rerata) menurun dan mikrositik dengan eritrosit
hipokronik (DB), peningkatan (AP).
3. Jumlah retikulosit : bervariasi, misal : menurun (AP), meningkat (respons sumsum
tulang terhadap kehilangan darah/hemolisis).
4. Pewarna sel darah merah : mendeteksi perubahan warna dan bentuk (dapat
mengindikasikan tipe khusus anemia).
5. LED : Peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi, misal : peningkatan
kerusakan sel darah merah : atau penyakit malignasi.
6. Masa hidup sel darah merah : berguna dalam membedakan diagnosa anemia, misal :
pada tipe anemia tertentu, sel darah merah mempunyai waktu hidup lebih pendek.
7. Tes kerapuhan eritrosit : menurun (DB).
8. SDP : jumlah sel total sama dengan sel darah merah (diferensial) mungkin meningkat
(hemolitik) atau menurun (aplastik).
9. Jumlah trombosit : menurun caplastik; meningkat (DB); normal atau tinggi (hemolitik)
10. Hemoglobin elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur hemoglobin.
11. Bilirubin serum (tak terkonjugasi): meningkat (AP, hemolitik).
12. Folat serum dan vitamin B12 membantu mendiagnosa anemia sehubungan dengan
defisiensi masukan/absorpsi
13. Besi serum : tak ada (DB); tinggi (hemolitik)
14. TBC serum : meningkat (DB)
15. Feritin serum : meningkat (DB)
16. Masa perdarahan : memanjang (aplastik)
17. LDH serum : menurun (DB)
18. Tes schilling : penurunan eksresi vitamin B12 urine (AP)
19. Guaiak : mungkin positif untuk darah pada urine, feses, dan isi gaster, menunjukkan
perdarahan akut / kronis (DB).
20. Analisa gaster : penurunan sekresi dengan peningkatan pH dan tak adanya asam
hidroklorik bebas (AP).
21. Aspirasi sumsum tulang/pemeriksaan/biopsi : sel mungkin tampak berubah dalam
jumlah, ukuran, dan bentuk, membentuk, membedakan tipe anemia, misal: peningkatan
megaloblas (AP), lemak sumsum dengan penurunan sel darah (aplastik).
22. Pemeriksaan andoskopik dan radiografik : memeriksa sisi perdarahan : perdarahan GI
G. Penatalaksanaan Medis
1. Tindakan umum :
Penatalaksanaan anemia ditunjukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang
hilang.
Transpalasi sel darah merah.
Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi.
Suplemen asam folat dapat merangsang pembentukan sel darah merah.
Menghindari situasi kekurangan oksigen atau aktivitas yang membutuhkan oksigen.
Obati penyebab perdarahan abnormal bila ada.
Diet kaya besi yang mengandung daging dan sayuran hijau.
2. Pengobatan (untuk pengobatan tergantung dari penyebabnya) :
a. Anemia defisiensi besi
Penatalaksanaan :
Mengatur makanan yang mengandung zat besi, usahakan makanan yang diberikan
seperti ikan, daging, telur dan sayur.
Pemberian preparat fe Perrosulfat 3x 200mg/hari/per oral sehabis makan, Peroglukonat
3x 200 mg/hari /oral sehabis makan.
b. Anemia pernisiosa : pemberian vitamin B12
c. Anemia asam folat : asam folat 5 mg/hari/oral
d. Anemia karena perdarahan : mengatasi perdarahan dan syok dengan pemberian cairan
dan transfusi darah
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mioma Uteri adalah neoplasma jinak berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang
menumpangnya, sehingga dalam kepustakaan dikenal juga istilah Fibronoma, leimioma atau
poun Fibrid (Saifuddin, 1999). Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor, di samping faktor predisposisi
genetik, adalah estrogen, progesteron dan human growth hormone.
Berdasarkan letaknya mioma uteri diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu: Mioma Uteri
Subserosum, Mioma Uteri Intramural, Mioma Uteri Submukosum. Berikut ini tanda dan
gejalanya perdarahan abnormal, nyeri, gejala dan tanda penekanan, infertilitas dan abortus.
Gejala-Gejala Sekunder yaitu: anemia, lemah, pusing-pusing, sesak nafas, asites,
polisitemia.
Penatalaksanaan mioma uteri adalah Konservatif dengan Pemeriksaan Periodik,
Pengobatan Medikamentosa dengan GnRH, Tindakan Operatif (Myomectomi,
Histerektomi), Radioterapi, Uteri Fibroid Embolization.
Mioma merupakan tumor jinak otot rahim, mioma dapat mengecil waktu sesudah
menopause atau pun sesudah kehamilan. Ada pula yang membesar dan dapat menimbulkan
komplikasi sehingga memerlukan pengobatan alternatif. Mioma yang membesar sering
menimbulkan perdarahan pervaginam sehingga seringkali ditemukan wanita tersebut
terkena anemia.
B. SARAN
Bagi ibu yang memiliki keluhan seperti diatas penulis menyarankan agar ibu segera
memeriksakan kondisinya di petugas kesehatan, sehingga kondisi ibu terpantau dan bila
terjadi komplikasi dapat ditangani sedini mungkin.
27% wanita berumur 25 tahun mempunyai sarang mioma. Sarang ini dapat membesar
maupun mengecil. Untuk itu bagi setiap wanita diharapkan tahu gejala dan tanda adanya
mioma yang bisa membesar dalam tubuh. Jika sudah membesar mioma ini harus diambil
dengan cara melakukan tindakan operatif.
DAFTAR PUSTAKA
www.hidayat2.wordpress.com
www.wikipedia.com