Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mioma Uteri adalah neoplasma jinak berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang
menumpangnya, sehingga dalam kepustakaan dikenal juga istilah Fibronoma, leimioma
ataupoun Fibrid (Saiufuddin, 1999).
Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai
sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih banyak. Mioma uteri
belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarche. Setelah menopause hanya kira-kira
10% mioma yang masih bertumbuh. Di Indonesia, mioma uteri ditemukan 2.39% – 11.7%
pada semua penderita ginekologi yang dirawat (Saifuddin, 1999).
Bila mioma uteri bertambah besar pada masa post menopause harus dipikirkan
kemungkinan terjadinya degenerasi maligna (sarcoma) (Sastrawinata, 1988). Dengan
pertumbuhan mioma dapat mencapai berat lebih dari 5 kg. Jarang sekali mioma ditemukan
pada wanita berumur 20 tahun, paling banyak berumur 35 – 45 tahun (25%). Pertumbuhan
mioma diperkirakan memerlukan waktu 3 tahun agar dapat mencapai ukuran sebesar tinja,
akan tetapi beberapa kasus ternyata tumbuh cepat. Mioma uteri ini lebih sering didapati
pada wanita nulipara atau yang kurang subur (Saifuddin, 1999).
Walaupun biasanya asimptomatik, leiomyomata dapat menyebabkan banyak
problema termasuk metrorrhagia dan menorrhagia, rasa sakit bahkan infertilitas. Memang,
perdarahan uteri yang sangat banyak merupakan indikasi yang paling banyak untuk
dilakukan histerektomi.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 KONSEP MIOMA UTERI


A. Pengertian
 Mioma Uteri adalah tumor jinak otot rahim dengan berbagai komposisi jaringan ikat
(Manuaba, 2001)
 Mioma uteri adalah neoplasma jinak berasal dari otot uterus, yang dalam kepustakaan
ginekologi juga terkenal dengan istilah-istilah fibrimioma uteri, leiomyoma uteri atau
uterine fibroid (Prawirohardjo,1996)
 Mioma uteri adalah tumor jinak uterus yang berbatas tegas yang terdiri dari otot polos
dan jaringan fibrosa (Sylvia A.P, 1994)
 Leiomioma adalah tumor uterus jinak tak berkapsul, berbatas tegas otot polos dengan
beberapa elemen jaringan penyambung fibrosa (Taber, Ben Zion, 1994)
 Mioma Uteri adalah tumor jinak otot rahim dengan berbagai komposisi
jaringanikat (Manuaba, 2001).

B. Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri. Diduga mioma merupakan
sebuah tumor monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik
tunggal. Sel-sel tumor mempunyai abnormalitas kromosom, khususnya pada kromosom
lengan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor, di samping faktor
predisposisi genetik, adalah estrogen, progesteron dan human growth hormone.

1. Estrogen
Beberapa ahli dalam penelitiannya menemukan bahwa pada otot rahim yang berubah
menjadi mioma ditemukan reseptor estrogen yang lebih banyak daripada otot rahim normal.
Mioma uteri dijumpai setelah menarche. Seringkali terdapat pertumbuhan tumor yang cepat
selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat
menopause dan pengangkatan ovarium. Adanya hubungan dengan kelainan lainnya yang
tergantung estrogen seperti endometriosis (50%), perubahan fibrosistik dari payudara
(14,8%), adenomyosis (16,5%) dan hiperplasia endometrium (9,3%). Mioma uteri banyak
ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas. 17B
hidroxydesidrogenase: enzim ini mengubah estradiol (sebuah estrogen kuat) menjadi estron
(estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan miomatous, yang juga
mempunyai jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak daripada miometrium normal.

2. Progesteron
Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron menghambat
pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu: mengaktifkan 17B hidroxydesidrogenase dan
menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.

3. Hormon pertumbuhan
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang mempunyai
struktur dan aktivitas biologik serupa yaitu HPL, terlihat pada periode ini, memberi kesan
bahwa pertumbuhan yang cepat dari leiomioma selama kehamilan mingkin merupakan hasil
dari aksi sinergistik antara HPL dan Estrogen.
Faktor predisposisi terjadinya mioma uteri, yaitu :

 Umur
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar 10% pada
wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering memberikan gejala klinis antara
35 – 45 tahun.

 Paritas
Lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanita yang relatif infertil, tetapi sampai saat
ini belum diketahui apakan infertilitas menyebabkan mioma uteri atau sebaliknya mioma
uteri yang menyebabkan infertilitas, atau apakah kedua keadaan ini saling mempengaruhi.

 Faktor ras dan genetik


Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadian mioma uteri
tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada wanita dengan riwayat
keluarga ada yang menderita mioma.

 Fungsi ovarium
Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan mioma, dimana
mioma uteri muncul setelah menarche, berkembang setelah kehamilan dan mengalami
regresi setelah menopause. Pemberian agonis GnRH dalam waktu lama sehingga terjadi
hipoestrogenik dapat mengurangi ukuran mioma. Efek estrogen pada pertumbuhan mioma
mungkin berhubungan dengan respon mediasi oleh estrogen terhadap reseptor dan faktor
pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor progesteron, faktor
pertumbuhan epidermal dan insulin-like growth factor yang distimulasi oleh estrogen.
Anderson dkk, telah mendemonstrasikan munculnya gen yang distimulasi oleh estrogen
lebih banyak pada mioma daripada miometrium normal dan mungkin penting pada
perkembangan mioma. Namun bukti-bukti masih kurang meyakinkan karena tumor ini tidak
mengalami regresi yang bermakna setelah menopause sebagaimana yang disangka. Lebih
daripada itu tumor ini kadang-kadang berkembang setelah menopause bahkan setelah
ooforektomi bilateral pada usia dini.

C. Patofisiologi
Skema patofisiologi dari Myoma Uteri dapat dijabarkan sebagai berikut:

Sumber : Sarwono Prawiroharjo, 1996


Keterangan:
Myoma awalnya dipengaruhi oleh faktor hormonal. Hormon yang berpengaruh adalah
Estrogen. Estrogen setiap bulannya dikeluarkan oleh GnRH untuk proses ovulasi dan saat
menstruasi. Apabila estrogen dikeluarkan dalam jumlah berlebih dan mengenai sel-se
immatur otot yang ada pada rahim yang terjadi yaitu munculnya Myoma uteri. Maka dari
itu, myoma uteri sering ditemukan pada wanita yang pada masa reproduksi dan sangat
jarang ditemui pada wanita saat sebelum hamil. Selain faktor hormonal, myoma uteri
berkembang karena faktor-faktor lain seperti umur, ras, menarche dini, keturunan, berat
badan (Prawiroharjo, 1996)
D. Klasifikasi mioma uteri
 Mioma Submukosum
Angka kejadiannya 5%. Berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga
uterus. Paling sering menyebabkan perdarahan yang banyak, sehingga memerlukan
histerektomi walaupun ukurannya kecil. Adanya mioma submukosa dapat dirasakan sebagai
suatu “Curet Bump” (benjolan waktu kuret). Kemungkinan terjadinya degenerasi sarkoma
juga lebih besar pada jenis ini. Sering mempunyai tangkai yang panjang sehingga menonjol
melalui vagina, disebut sebagai mioma submukosa bertungkai yang dapat menimbulkan
“Myomgeburt” yang sering mengalami nekrose atau ulserasi (Sastrawinata, 1988).

Gambar Klasifikasi Mioma uteri


Keterangan gambar :
 Mioma Intramural
Mioma terdapat di dinding uterus diantara serabut miometrium. Kalau besar atau multiple
dapat menyebabkan pembesaran uterus dan berbenjol-benjol (Sastrawinata, 1988).
 Mioma Subserosum
Letaknya di bawah tunika serosa, kadang-kadang vena yang ada dipermukaan pecah dan
menyebabkan perdarahan intra abdominal. Dapat tumbuh diantara kedua lapisan
ligamentum latum menjadi Mioma Intra Ligamenter. Dapat tumbuh menempel pada
jaringan lain, misalnya ke ligametrium atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari
uterus, sehingga disebut Wedering/Parasitik Fibroid. Mioma subserosa yang bertangkai
dapat menimbulkan torsi (Saifuddin, 1999).

E. Tanda Dan Gejala Mioma Uteri


Faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya tanda dan gejala adalah besarnya
mioma uteri, lokasi dari mioma uteri dan perubahan terjadi pada mioma uteri (Manuaba,
2001).
Berikut ini tanda dan gejalanya, yaitu :
1 Perdarahan Abnormal
 Hipermenore
 Menorargia
 Metrorargia
 Menometrorargia
Yang sering menyebabkan perdarahan adalah jenis submukosa sebagai akibat pecahnya
pembuluh darah. Perdarahan oleh mioma dapat menimbulkan amenia yang berat.
Beberapa faktor yang menjadi penyebab perdarahan antara lain:
 Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hyperplasia. Endometrium sampai Adeno
Karsinoma Endometrim.
 Permukaan Endometrium yang lebih luas dari bias
 Atrofi Endometrium diatas Mioma Submukosum
 Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma diantara
serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah yang melaluinya
dengan baik (Saifuddin, 1999).

2 Nyeri
Timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma yang disertai nekrosis setempat
dan peradangan.
 Torsi bertungkai
 Infeksi pada mioma

3 Gejala dan Tanda Penekanan


Gejala ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri. Sehingga dapat menyebabkan:
 Retensio urin pada uretra
 Edema tungkai dan nyeri panggul pada pembuluh darah dan limfe dipinggul
 Konstipasi

4 Infertilitas dan Abortus


Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars interstitialis
submukosum, juga memudahkan terjadinya abortus oleh karena distorsi rongga uterus
(Prawiroharjo,1996)
5. Gejala-Gejala Sekunder
 Anemia
 Lemah
 Pusing-pusing
 Sesak nafas
 Asites
 Polisitemia

F. Penatalaksanaan Mioma Uteri


Pilihan pengobatan myoma tergantung umur pasien, paritas, status kehamilan, keinginan
untuk mendapatkan keturunan lagi, keadaan umum dan gejala serta ukuran lokasi serta jenis
myoma uteri itu sendiri.
1 Konservatif dengan Pemeriksaan Periodik
Tidak semua myoma uteri memerlukan pengobatan bedah ataupun medikamentosa
terutama bila myoma itu masih kecil dan tidak menimbulkan gangguan atau keluhan.
Walaupun demikian myoma uteri memerlukan pengamatan 3-6 bulan, maksudnya setiap 3-6
bulan pemeriksaan pelvic dan atau USG pelvic seharusnya diulang.
Pada wanita menopause, myoma biasanya tidak memberikan keluhan. Bahkan
pertumbuhan myoma dapat terhenti pertumbuhannya atau menjadi lisut. Estrogen harus
digunakan dengan dosis yang terkecil-kecilnya pada wanita post menopause dengan myoma
atau mengontrol gejala-gejala dan ukuran myoma harus diperiksa dengan pemerikaan pelvic
dan USG pelvic setiap 6 bulan. Perlu diingat bahwa penderita myoma uteri sering
mengalami menopause yang terlambat. Bila didapatkan pembesaran myoma pada masa post
menopause, harus dicurigai kemungkinan keganasan dan pilihan terapi dalam hal ini adalah
histerektomi total.

2 Pengobatan Medikamentosa dengan GnRH


Pada umumnya, pengobatan mioma uterus dilakukan secara operatif (miomektomi atau
histerektomi), karena dahulu memang belum ditemukan pengobatan medikamentosa yang
efektif untuk mioma uterus. Seperti diketahui bahwa pertumbuhan mioma dapat dipicu oleh
estrogen, sehingga dewasa ini terlah tersedia jenis obat yang dapat menekan pertumbuhan
serta mengurangi pembesaran mioma. Obat tersebut adalah analog GnRH. Perlu ditekankan
bahwa pemberian GnRH bukan untuk menghilangkan mioma melainkan untuk mepermudah
tindakan operatif dan mengurangi histerektomi. Oleh karena itu GnRH diberikan sebelum
tindakan peratif. Penelitian multisenter dilakukan pada 114 pasien dengan mioma uterus
yang diberikan GnRH leuprolein asetat selama 6 bulan, didapatkan data sebagai berikut:
selama penggunaan analog GnRH ditemukan pengurangan volume uterus rata-rata 67% ,
pada 90 wanita didapatkan pengurangan volume mioma uterus sebanyak 80%. Bila dilihat
secara keseluruhan, maka rata-rata pengecilan mioma uterus terjadi sebanyak 44%.
Efek maksimal dari analog GnRH baru terlihat setelah 3 bulan. Pada 3 bulan berikutnya
tidak terjadi pengurangan yang berarti. Setiap mioma memberikan hasil yang berbeda-beda
terhadap pemberian analog GnRH. Ada mioma uterus yang sama sekali tidak memberikan
respon terhadap analog GnRH. Makin tinggi kadar reseptor estrogen suatu mioma, makin
tinggi pula respon terhadap analog GnRH. Pemberian analog GnRH menyebabkan
perubahan degeneratif dari mioma, sehingga sensitivitas steroid menurun. Setelah selesai
pemberian analog GnRH, maka sintesis steroid yang tadinya terhambat, akan muncul
kembali, sehingga 4 bulan setelah pengobatan, mioma membesar kembali seperti semula.
Mioma submukosum merupakan mioma uterus yang paling responsif terhadap pemberian
analog GnRH. Mioma uterus yang kromosomnya menunjukkan penyimpangan dari yang
normal merupakan mioma yang paling tidak responsif terhadap pemberian GnRH analog.
Mioma subserosum merupakan mioma yang paling banyak mengalami penyimpangan,
sehingga mioma jenis ini paling tidak responsif terhadap pemberian analog GnRH. Mioma
submukosum dan intramural tidak banyak mengalami aberasi kromosom
Keuntungan pemberian analog GnRH preoperasi adalah untuk:
1. Memudahkan pelepasan perlekatan denagn jaringan sekitar
2. Pada pascaoperasi jarang ditemukan perlekatan usus
3. Mengurangi volume uterus dan vilome mioma uterus
4. Mengurangi anemia akibat perdarahan
5. Mengurangi perdarahan pada saat operasi
6. Dengan mengecilnya mioma maka dapat dilakukan tindakan laparoskopi, atau bila tidak
mungkin melakukan tindakan laparoskopi, maka laparotomi dapat dilakukan dengan
sayatan pfannenstiel
7. Pada pengangkatan mioma uterus tidak diperlukan insisi yang luas sehingga kerusakan
miometrium menjadi minimal
8. Mempermudah pengangkatan mioma submukosum dengan histeroskopi
9. Mempermudah melakukan vaginal histerektomi. Analog GnRH sebaiknya diberikan
pada mioma yang besarnya sesuai usia kehamilan 14 sampai 18 minggu. Bila besarnya
melampaui 18 minggu, maka pemberian GnRH tidak relevan lagi
10. Bila situasi pasien yang ada tidak memungkinkan untuk dilakukan tindakan operatif,
maka dapat dicoba lakukan pemberian analog GnRH jangka panjang untuk sekedar
menekan pertumbuhan mioma uterus lebih jauh. Perlah dilakukan publikasi pemberian
analog GnRH selama 2 tahun pada 51 wanita premenopause dengan mioma utersu yang
menolak dilakukan tindakan operatif. Untuk mengatasi efek samping dari jangka panjang
pemberian analog GnRH berupa hipoestrogen, maka diberikan estrogen-progesteron sebagai
addback theraphy. Untuk mencegah osteoporosis dapat juga diberikan kalsium atau
bifosfonat.
3 Tindakan Operatif
 Myomectomi
Myomectomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus.
Myomectomi dilakukan bila masih menginginkan keturunan dan syaratnya harus dilakukan
dilatasi kuretase dulu untuk menghilangkan kemungkinan keganasan Myomectomi cukup
berhasil untuk mengontrol perdarahan kronik akibat myoma.
Tindakan myomectomi dapat dikerjakan misalnya dengan extirpasi melalui vagina pada
myom geburt. Malah sekarang ini myomectomi dapat dikerjakan dengan histeroskopi untuk
kasus myoma submucosa dan dengan laparaskopi untuk kasus myoma subserosa Angka
kemungkinan terjadi kehamilan setelah myomectomi adalah 30-50%.
Perlu diingat untuk dilakukan pemeriksaan patologi anatomi segera setelah dilatasi kuretase
dan myomectomi untuk menyingkirkan myosarcoma atau mixed mesodermal sarcoma.
Kerugian myomectomi adalah:
 Melemahkan dinding uterus – ruptura uteri pada waktu hamil
 Menyebabkan perlekatan
 Histerektomi
Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya merupakan tindakan terpilih.
Histerektomi dapat dilaksanakan perabdominan atau per vaginam. Histerektomi pervaginam
sulit karena uterus harus lebih kecil dari telur angsa dan tidak ada perlekatan dengan
sekitarnya. Histerektomi pervaginam diperlukan bila ada perbaikan cystocele, rectocele atau
enterocele dan akan lebih mudah bila disertai prolapsus uteri.
Histerektomi secara umum dilakukan pada myoma yang besar dan multiple. Histerektomi
total umumnya dilakukan dengan alasan mencegah akan timbulnya karsinoma servisis uteri.
Histerektomi supra vaginal (sub total) hanya dilakukan apabila terdapat kesukaran teknis
dalam mengangkat uterus keseluruhannya dan bila histerektomi supravaginal ini dilakukan
maka pemeriksaan pap smear harus dilakukan 1 tahun sekali.
Pada wanita muda sebaiknya ditinggalkan 1 atau ke-2 ovarium, maksudnya untuk:
 Menjaga jangan terjadi menopause sebelum waktunya
 Menjaga gangguan coronair atau aterosclerosis umum

4 Radioterapi
Tindakan ini bertujuan untuk agar ovarium tidak berfungsi lagi sehingga penderita
mengalami menopause dan diharapkan akan menghentikan perdarahan nantinya.
Syarat-syarat dilakukan radioterapi adalah:
 Hanya dilakukan pada wanita yang tidak dapat dioperasi (bad risk patient)
 Uterus harus lebih kecil dari kehamilan 3 bulan
 Bukan jenis submucosa
 Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rectum
 Tidak dilakukan pada wanita muda sebab dapat menyebabkan menopause
 Tidak ada keganasan uterus

5. Uteri Fibroid Embolization


Sinonim dari uterine artery embolization dilakukan oleh ahli radiologi. Terapi ini dilakukan
dalam keadaan pasien sadar tetapi diberi sedatif dan anti nyeri. Terapi ini tidak memerlukan
anestesi umum. Dilakukan dengan memasukan kateter ke dalam arteri femoralis. Dengan
gambaran imaging radiologis memasukan kateter ke dalam artery dan melepaskan partikel
ke dalam arteri yang memberi suplai darah kepada mioma uteri tersebut. Hal tersebut dapat
membuat mioma menjadi mengecil dan akhirnya mati.

2.2 KONSEP ANEMIA


A. Pengertian
Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitungan sel darah merah dan kadar
hemoglobin dan hematokrit di bawah normal (Smeltzer, 2002).
Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel darah merah, kualitas
hemoglobin dan volume packed red bloods cells (hematokrit) per 100 ml darah (Price,
2006).
Dengan demikian anemia bukan merupakan suatu diagnosis atau penyakit, melainkan
merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau gangguan fungsi tubuh dan perubahan
patotisiologis yang mendasar yang diuraikan melalui anemnesis yang seksama, pemeriksaan
fisik dan informasi laboratorium.

B. Etiologi
Penyebab tersering dari anemia adalah kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk
sintesis eritrosit, antara lain besi, vitamin B12 dan asam folat. Selebihnya merupakan akibat
dari beragam kondisi seperti perdarahan, kelainan genetik, penyakit kronik, keracunan obat,
dan sebagainya.
Penyebab umum dari anemia:
 Perdarahan hebat atau Akut (mendadak)
 Kecelakaan
 Pembedahan
 Persalinan
 Pecah pembuluh darah
 Penyakit Kronik (menahun)
 Perdarahan hidung
 Wasir (hemoroid)
 Ulkus peptikum
 Kanker atau polip di saluran pencernaan
 Tumor ginjal atau kandung kemih
 Perdarahan menstruasi yang sangat banyak
 Berkurangnya pembentukan sel darah merah
 Kekurangan zat besi
 Kekurangan vitamin B12
 Kekurangan asam folat
 Kekurangan vitamin C
 Penyakit kronik
 Meningkatnya penghancuran sel darah merah
 Pembesaran limpa
C. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sum-sum tulang atau kehilangan sel
darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sum-sum tulang dapat terjadi akibat
kekurangan nutrisi, pajanan toksik, inuasi tumor, atau kebanyakan akibat penyebab yang
tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi)
pada kasus yang disebut terakhir, masalah dapat akibat efek sel darah merah yang tidak
sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa factor diluar sel darah
merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam system fagositik atau dalam
system retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping proses ini
bilirubin yang sedang terbentuk dalam fagosit akan masuk dalam aliran darah. Setiap
kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direpleksikan dengan meningkatkan
bilirubin plasma (konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang ; kadar 1,5 mg/dl
mengakibatkan ikterik pada sclera.
Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai rendahnya kadar
hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit). Fungsi darah adalah membawa makanan
dan oksigen ke seluruh organ tubuh. Jika suplai ini kurang, maka asupan oksigen pun akan
kurang. Akibatnya dapat menghambat kerja organ-organ penting, Salah satunya otak. Otak
terdiri dari 2,5 miliar sel bioneuron. Jika kapasitasnya kurang, maka otak akan seperti
komputer yang memorinya lemah, lambat menangkap. Dan kalau sudah rusak, tidak bisa
diperbaiki (Sjaifoellah, 1998).

D. Manifestasi klinis anemia


Gejala klinis yang muncul merefleksikan gangguan fungsi dari berbagai sistem dalam tubuh
antara lain penurunan kinerja fisik, gangguan neurologik (syaraf) yang dimanifestasikan
dalam perubahan perilaku, anorexia (badan kurus kerempeng), pica, serta perkembangan
kognitif yang abnormal pada anak. Sering pula terjadi abnormalitas pertumbuhan, gangguan
fungsi epitel, dan berkurangnya keasaman lambung. Cara mudah mengenal anemia dengan
5L, yakni lemah, letih, lesu, lelah, lalai. Kalau muncul 5 gejala ini, bisa dipastikan
seseorang terkena anemia. Gejala lain adalah munculnya sklera (warna pucat pada bagian
kelopak mata bawah). Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga dan
kepala terasa melayang. Jika anemia bertambah berat, bisa menyebabkan stroke atau
serangan jantung (Sjaifoellah, 1998).
E. Komplikasi anemia
Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya, penderita anemia akan
mudah terkena infeksi. Gampang batuk-pilek, gampang flu, atau gampang terkena infeksi
saluran napas, jantung juga menjadi gampang lelah, karena harus memompa darah lebih
kuat. Pada kasus ibu hamil dengan anemia, jika lambat ditangani dan berkelanjutan dapat
menyebabkan kematian, dan berisiko bagi janin. Selain bayi lahir dengan berat badan
rendah, anemia bisa juga mengganggu perkembangan organ-organ tubuh, termasuk otak
(Sjaifoellah, 1998).

F. Pemeriksaan penunjang
1. Jumlah darah lengkap (JDL) : hemoglobin dan hemalokrit menurun,
2. Jumlah eritrosit : menurun, (AP) menurun berat (aplastik), MCV (molume korpuskular
rerata) dan MCH (hemoglobin korpuskular rerata) menurun dan mikrositik dengan eritrosit
hipokronik (DB), peningkatan (AP).
3. Jumlah retikulosit : bervariasi, misal : menurun (AP), meningkat (respons sumsum
tulang terhadap kehilangan darah/hemolisis).
4. Pewarna sel darah merah : mendeteksi perubahan warna dan bentuk (dapat
mengindikasikan tipe khusus anemia).
5. LED : Peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi, misal : peningkatan
kerusakan sel darah merah : atau penyakit malignasi.
6. Masa hidup sel darah merah : berguna dalam membedakan diagnosa anemia, misal :
pada tipe anemia tertentu, sel darah merah mempunyai waktu hidup lebih pendek.
7. Tes kerapuhan eritrosit : menurun (DB).
8. SDP : jumlah sel total sama dengan sel darah merah (diferensial) mungkin meningkat
(hemolitik) atau menurun (aplastik).
9. Jumlah trombosit : menurun caplastik; meningkat (DB); normal atau tinggi (hemolitik)
10. Hemoglobin elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur hemoglobin.
11. Bilirubin serum (tak terkonjugasi): meningkat (AP, hemolitik).
12. Folat serum dan vitamin B12 membantu mendiagnosa anemia sehubungan dengan
defisiensi masukan/absorpsi
13. Besi serum : tak ada (DB); tinggi (hemolitik)
14. TBC serum : meningkat (DB)
15. Feritin serum : meningkat (DB)
16. Masa perdarahan : memanjang (aplastik)
17. LDH serum : menurun (DB)
18. Tes schilling : penurunan eksresi vitamin B12 urine (AP)
19. Guaiak : mungkin positif untuk darah pada urine, feses, dan isi gaster, menunjukkan
perdarahan akut / kronis (DB).
20. Analisa gaster : penurunan sekresi dengan peningkatan pH dan tak adanya asam
hidroklorik bebas (AP).
21. Aspirasi sumsum tulang/pemeriksaan/biopsi : sel mungkin tampak berubah dalam
jumlah, ukuran, dan bentuk, membentuk, membedakan tipe anemia, misal: peningkatan
megaloblas (AP), lemak sumsum dengan penurunan sel darah (aplastik).
22. Pemeriksaan andoskopik dan radiografik : memeriksa sisi perdarahan : perdarahan GI

G. Penatalaksanaan Medis
1. Tindakan umum :
Penatalaksanaan anemia ditunjukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang
hilang.
 Transpalasi sel darah merah.
 Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi.
 Suplemen asam folat dapat merangsang pembentukan sel darah merah.
 Menghindari situasi kekurangan oksigen atau aktivitas yang membutuhkan oksigen.
 Obati penyebab perdarahan abnormal bila ada.
 Diet kaya besi yang mengandung daging dan sayuran hijau.
2. Pengobatan (untuk pengobatan tergantung dari penyebabnya) :
a. Anemia defisiensi besi
Penatalaksanaan :
Mengatur makanan yang mengandung zat besi, usahakan makanan yang diberikan
seperti ikan, daging, telur dan sayur.
Pemberian preparat fe Perrosulfat 3x 200mg/hari/per oral sehabis makan, Peroglukonat
3x 200 mg/hari /oral sehabis makan.
b. Anemia pernisiosa : pemberian vitamin B12
c. Anemia asam folat : asam folat 5 mg/hari/oral
d. Anemia karena perdarahan : mengatasi perdarahan dan syok dengan pemberian cairan
dan transfusi darah
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Mioma Uteri adalah neoplasma jinak berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang
menumpangnya, sehingga dalam kepustakaan dikenal juga istilah Fibronoma, leimioma atau
poun Fibrid (Saifuddin, 1999). Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor, di samping faktor predisposisi
genetik, adalah estrogen, progesteron dan human growth hormone.
Berdasarkan letaknya mioma uteri diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu: Mioma Uteri
Subserosum, Mioma Uteri Intramural, Mioma Uteri Submukosum. Berikut ini tanda dan
gejalanya perdarahan abnormal, nyeri, gejala dan tanda penekanan, infertilitas dan abortus.
Gejala-Gejala Sekunder yaitu: anemia, lemah, pusing-pusing, sesak nafas, asites,
polisitemia.
Penatalaksanaan mioma uteri adalah Konservatif dengan Pemeriksaan Periodik,
Pengobatan Medikamentosa dengan GnRH, Tindakan Operatif (Myomectomi,
Histerektomi), Radioterapi, Uteri Fibroid Embolization.
Mioma merupakan tumor jinak otot rahim, mioma dapat mengecil waktu sesudah
menopause atau pun sesudah kehamilan. Ada pula yang membesar dan dapat menimbulkan
komplikasi sehingga memerlukan pengobatan alternatif. Mioma yang membesar sering
menimbulkan perdarahan pervaginam sehingga seringkali ditemukan wanita tersebut
terkena anemia.

B. SARAN
Bagi ibu yang memiliki keluhan seperti diatas penulis menyarankan agar ibu segera
memeriksakan kondisinya di petugas kesehatan, sehingga kondisi ibu terpantau dan bila
terjadi komplikasi dapat ditangani sedini mungkin.
27% wanita berumur 25 tahun mempunyai sarang mioma. Sarang ini dapat membesar
maupun mengecil. Untuk itu bagi setiap wanita diharapkan tahu gejala dan tanda adanya
mioma yang bisa membesar dalam tubuh. Jika sudah membesar mioma ini harus diambil
dengan cara melakukan tindakan operatif.
DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer.2001.Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta:Medica Asculapius


Hanifa Winkjosastro.1999.Tumor Jinak Pada Alat Genital. Ed. Kedua Cetakan
Ketiga.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka-Sarwono Prawirohardjo

Indman PD.All About Myomectomy.http://www.myomectomy.net

Ida Bagus Manuaba.1998.Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana


untuk Pendidikan Bidan.Jakarta:EGC

Sarwono Parwirohardjo.2007.Ilmu Kebidanan.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo

Scott, James.1995.Danforth Buku Saku Obstetri dan Ginekologi.Jakarta:Widya Medika

Taber, Ben Zion.1994.Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi.Jakarta:EGC

www.hidayat2.wordpress.com
www.wikipedia.com

Anda mungkin juga menyukai