Anda di halaman 1dari 13

OVERVIEW PHM

Status Kepemilikan perusahaan dan bentuk legal: PT Pertamina Hulu

Mahakam berdiri sejak 29 Desember 2015, berdasarkan Akta Pendirian Perseroan

Terbatas No. 40 Tahun 2015 dan telah mendapatkan pengesahan berdasarkan

Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor

AHU-2474428.AH.01.01 Tahun 2015 tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum

Perseroan Terbatas PT Pertamina Hulu Mahakam.

Alamat kantor pusat: World Trade Center II, Jl. Jenderal Sudirman Kav. 29-

31 Jakarta Raya 12920-Indonesia.

Gambar Struktur Tata Kelola PHM


Visi dan Misi Perusahaan

Visi:
Menjadi perusahaan eksplorasi dan produksi minyak dan gas nasional kelas

dunia dan menjadi salah satu pusat keunggulan Pertamina.

“To be a world class national exploration and production company and to be one

of Pertamina’s center of excellence.”

Misi:
Menjalankan kegiatan eksplorasi dan produksi minyak dan gas yang aman,

berkelanjutan, handal, efisien dan ramah lingkungan dengan mengedepankan

penciptaan nilai, menggunakan teknologi berbasis inovasi, prinsip komersial yang

kuat dan karyawan berkelas dunis.

“To carry out a safe, sustainable, reliable, efficient and eco-friendly

exploration and production activities by prioritizing value creation, utilizing

innovation-based technology, robust commercial principles and world class

employee.”

Wilayah Kerja dan Produksi


PHM beroperasi di WK Mahakam, tepatnya di hulu (delta) Sungai

Mahakam, yang secra administratif berada di Kabupaten Kutai Kartanegara,

Provinsi Kalimantan Timur. Wilayah Operasi kami meliputi 5 kecamatan yaitu

Anggana, Muara Badak, Muara jawa, Samboja, dan Sangasanga, yang terdiri dari 6

area pemrosesan, dengan total luas area 2.8883,91 km2. Selanjutnya, operasi kami

didukung oleh 2 (dua) kantor, yakni di balikpapan dan Jakarta.


Gambaar Wilayah Kerja Mahakam

PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM) berperan penting sebagai pengelola

WK Mahakam yang merupakan kontributor gas yang tinggi bagi Indonesia. Seiring

dengan kebutuhan gas yang meningkat, kami terus berupaya mempertahankan

produksi migas di WK Mahakam untuk menjamin kestabilan suplai gas Indonesia.

OVERVIEW MAHAKAM FIELD


Blok Mahakam adalah sebuah proyek raksasa dalam berbagai hal. Tak

hanya besar dari sisi cadangan dan serta produksi minyak dan gas saja, secara

wilayah blok ini juga sangat luas, cakupannya meliputi daratan, rawa – rawa,

hingga lepas pantai dengan luasan mencapai 2.378,51 km2 yang berlokasi di tengah

pusat transportasi sungai dan laut pesisir Kalimantan Timur.


Meski menyandang status sebagai lapangan penghasil gas terbesar, sifat reservoir

Mahakam sebenarnya tersebar dengan ukuran yang tidak terlalu besar. Karakteristik

khas tersebut membuat operasi di Mahakam terfokus pada empat hal, yaitu kegiatan

pengeboran, well service, penambahan infrastruktur, dan pengoptimalan produksi

berbasis operational excellence. Karakteristik reservoir yang menyebar, ditambah

menurunnya tekanan sumur dan meningkatnya jumlah lapangan yang di operasikan

dari tahun ke tahun, menyebabkan kegiatan operasi di Blok Mahakam menjadi

sangat masif dan kompleks.

South Mahakam
Kawasan South Mahakam berlokasi 35 km dilepas pantai dengan kedalaman

laut 35-60 meter. Kawasannya terdiri dari beberapa lapangan kecil yang

dikembangkan sebagai satu kesatuan agar lebih efisien dan ekonomis. Melanjutkan

penemuan Lapangan Stupa pada 1996, Total kembali mengebor 4 sumur di Stupa

untuk lebih memastikan sebaran dan besaran cadangannya pada 1998. Pada 2007

ditemukan struktur baru di lapangan ini yaitu West Stupa.

Awalnya lapangan – lapangan di South Mahakam dinilai tidak ekonomis

untuk dikembangkan. Selain terdiri dari banyak struktur berukuran kecil dan

tersebar, lokasi South Mahakam juga jauh dari Bontang. Berada di kawasan

Balikpapan, Jarak lapangan South Mahakam adalah sekitar 58 km dari Peciko.

Berdasarkan analisis dan hasil evaluasi yang mendalam, lapangan ini akhirnya

diputuskan untuk dikembangkan dengan merancang pengembangan lapangan yang

efisien. Biaya ditekan serendah mungkin, namun tetap memenuhi kualifikasi safety.

Keekonomian lapangan diwujudkan dengan menggunakan anjungan tripod tanpa

awak (unmanned). Total juga memutuskan untuk mengirim gas dan


kondensat dari Lapangan South Mahakam ke fasilitas Senipah untuk dialirkan ke

Bontang.

Proyek pengembangan South Mahakam Complex diresmikan pada Januari

2013 oleh Kepala SKK Migas, Rudi Rubiandini. Proyek ini mencakup

pengembangan tiga lapangan gas dan kondensat, yaitu Stupa, West Stupa, dan East

Mandu, serta Jempang dan Metulang. Pengembangan fase pertama mencakup

pembangunan tiga anjungan dan pengeboran 19 sumur. Produksi gas dan kondensat

tahap pertama mencapai 69.000 barel serta minyak per hari (BOEPD). Khusus

untuk kondensat, produksi mencapai 18.000 BPH. Pada 2013 pengembangan South

Mahakam dilanjutkan pada fase berikutnya. Proyek pengembangan South Mahakam

Fase-3 menjadi proyek dengan nilai investasi terbesar yang dilaksanakan Total

sebelum kontrak di Blok Mahakam berakhir pada Desember 2017. Investasi senilai

US$130 juta ini diantaranya digunakan untuk membiayai pembangunan anjungan

dan pengeboran 7 sumur gas di lapangan Jempang dan Metulang.

Peciko
Produksi perdana gas bumi dari Lapangan Peciko terjadi pada Desember

1999. Berlokasi sekitar 60 km di timur laut lepas pantai kota Balikpapan, atau di

barat daya Lapangan Bekapai di Selat Makassar, cadangan gas Peciko berada di

reservoir berkedalaman 2.100 meter hingga 3.900 meter. Dengan luas lapangan

sekitar 350 km2, lapangan gas Peciko ditemukan pada 1983 melalui sumur

eksplorasi Peciko-1. Pada 1991, kepastian keekonomian lapangan diperoleh

dengan ditemukannya cadangan di sumur NWP-1. Di awal masa produksi, tiap-

tiap sumur di Lapangan Peciko mampu menghasilkan gas rata-rata 80 MMSCFD.


Dalam waktu singkat, produksi awal Lapangan Peciko naik dari 400 MMSCFD

menjadi 800 MMSCFD. Produksi gas dari lapangan ini turut disertai produksi

kondensat sebesar 16.000 barel per hari (BPH). Pada 2005, produksi gas Peciko

mencapai puncak tertinggi sebesar 1.400 MMSCFD. Pengembangan Lapangan

Peciko dilanjutkan ke fase-fase berikutnya. Hingga 2011 Lapangan Peciko

terdapat 114 sumur produksi yang telah dibor, 7 wellhead platform 12 slot, serta 4

ruas jaringan pipa gas yang berukuan 24 inchi yang menghubungkan lapangan di

lepas pantai dengan instalasi darat di Senipah (Peciko Process Area/PPA), yang

terhubung dengan jaringan pipa gas 42 inch sepanjang 80km ke Bontang. Pada

2014, Total kembali menyelesaikan pengembangan Peciko tahap selanjutnya,

yakni Fase-7B. Pada tahap pengembangan ini, Total menambah 8 sumur deleniasi

dan dua anjungan produksi.

Bekapai
Lapangan minyak Bekapai ditemukan pada tahun 1972, yang mencakup

area seluas 20 km2 di lepas pantai Kalimantan Timur (Selat Makassar). Lokasinya

berjarak 15 km di wilayah timur delta sungai Mahakam atau 42 km dari Terminal

Senipah di sebelah utara Balikpapan, Kalimantan Timur. Cadangan minyak

lapangan Bekapai tersimpan di lebih dari 100 lapisan reservoir yang berbeda –

beda dan berada di kedalaman antara 1.300 meter hingga 2.500 meter. Dengan

rata – rata kedalaman laut sekitar 30 meter, upaya produksi minyak perdana di

lapangan ini masih menggunakan fasilitas barge yang di tambatkan ditengah laut

untuk kemudian ditarik ke daratan. Sejak 1976, produksi minyak di kirim ke darat

menuju fasilitas pengolahan minyak dan kondensat di Senipah dengan

menggunakan jaringan pipa.


Ditemukan hampir 50 tahun lalu, lapangan minyak Bekapai terus

mengalami penurunan produksi. Lebih dari 95% cadangan minyaknya telah

diproduksi. Lapangan Bekapai merupakan lapangan minyak pertama yang

ditemukan. Bekapai sekaligus menjadi lapangan minyak dan gas tertua yang

dikelola oleh Total (sekarang Pertamin Hulu Mahakam). Puncak produksi

Bekapai pada 1978 sebesar 58.000 BPH.

Bekapai tercatat sebagai satu-satunya lapangan di Mahakam dengan

produksi yang menunjukan perulangan tren meningkat, meski tak pernah lagi

mencapai puncak produksi seperti pada 1970-an. Untuk merawat lapangan

Bekpaai yang sudah cukup tua, salah satu cara untuk meningkatkan produksi di

lapangan Bekapai adalah dengan memasukan sejenis cairan kimia yaitu Drag

Reducing Agent (DRA), ke pipa – pipa demi melancarkan jalan aliran migas.

Upaya lain ditempuh dengan melakukan re-development (menambah sumur baru)

dan de-bottlenecking.

Sisi-Nubi
Lapangan Sisi ditemukan pada 1986, sementara Lapangan Nubi pada

1992. Kedua lapangan ini berjarak 25 km dari Delta Mahakam kearah lepas pantai

dan sekitar 30 km sebelah tenggara Lapangan Tunu. Kedua lapangan ini berada di

dua wilayah kerja migas yang berbeda, yaitu Blok Mahakam dan Blok Tengah.

Penyatuan lapangan (unitiasasi) disetujui pada 1997 dan menjadi unit Sisi-Nubi,

dengan partisipasi 47,9 persen INPEX, dan 4,2 persen PT Pertamina (Persero).

Pada tahun 2003, dilakukan seismik 3D seluas 1.040 km2 untuk melengkapi

pemahaman bawah permukaan Lapangan Sisi-Nubi. Satu tahun kemudian, PoD

pertama untuk kedua lapangan disetujui oleh BPMIGAS, dengan merencanakan

pengeboran 27 sumur produksi baru. Pengeboran pengembangan lapangan


dimulai pada September 2007 dan berhasil memproduksi gas sebesar 350

MMSCFD. Investasi yang dibutuhkan untuk pengembangan tahap pertama

sebesar US$1,1 miliar. Dari nilai itu, sebanyak US$485 juta dianggarkan untuk

pembangunan fasilitas penunjang produksi, sementara sebanyak US$620 juta

untuk biaya pengeboran sumur.

Produksi gas dan kondensat Sisi-Nubi dialirkan ke Central Processing

Unit (CPU) atau North Processing Unit (NPU). Gas selanjutnya dialirkan ke

fasilitas pengolahan LNG di Bontang. Sementara produksi kondensat dikirm ke

Senipah unutk kemudian di ekspor. Sisi-Nubi mencapai puncak produksi gas

sebesar 450 MMSCFD selang 18 bulan kemudian. Pengembangan lapangan fase

pertama dilanjutkan dengan pengembangan fase berikutnya untuk

mempertahankan masa dan tingkat produksi. PoD tahap kedua lapangan Sisi Nubi

disetujui BPMIGAS pada tahun 2009, dengan rencana pengeboran 35 sumur baru

serta membangun anjungan fasilitas pendukung produksi lainnya.

Pengembangan Fase-2B di canangkan pada 2014 dengan melakukan

kegiatan seismik serta membangun anjungan baru, yaitu WPN3 dan WPS2. Total

investasi yang dikeluarkan untuk pengembangan tersebut sebesar US$ 1 miliar.

Peresmian pengoperasian pengembangan Fase-2B Sisi-Nubi dilakukan pada 20

Oktober 2016, bersamaan dengan peresmian pengoperasian proyek

pengembangan Lapangan Peciko 7-B. Pada akhir 2016, produksi gas dari Sisi-

Nubi tercatat sebesar 300 MMSCFD.


Handil
Lapangan minyak dan gas Handil terletak di sekitar Delta Mahkam dengan

luas area sekitar 40 km2. Diperlukan swamp barge drilling rig untuk mengebor

sumur – sumur minyak dan gas di lapangan ini. Sebagian besar kandungan

minyak dan gas di lapangan Handil tersimpan di reservoir zona utama dengan

kedalaman 1.500 meter hingga 2.700 meter, serta sebagian lainnya di reservoir

yang lebih dangkal maupun lebih dalam. Jumlah reservoir diperkirakan mencapia

500 lapisan yang berbeda-beda.

Setelah ditemukan pada Maret 1974, studi pengembangan lapangan segera

dilakukan. 15 bulan berselang, Handil merayakan produksi minyak pertama. Pada

1976, fasilitas produksi di Central Processing Area (CPA) mulai beroperasi.

Puncak produksi minyak tercapai pada Maret 1977 dengan tingkat produksi

hampir mencapai 200.000 BOPD. Untuk menahan laju penurunan produksi

alamiah (natural declining), upaya secondary recovery dilakukan di Handil

melalui injeksi lean gas sekitar 55 MMSCFD pada November 1995. Injeksi

dilakukan melalui dua sumur injektor yang terletak di puncak struktur pada lima

reservoir water-flooded. Proyek pertama berhasil menambah produksi kumulatif

minyak hingga 4,5 juta barel selama periode injeksi. Didukung oleh keberhasilan,

baik teknis maupun ekonomis, serta pengalaman pada proyek tahap pertama,

program ini diperluas lagi pada tahun 2000 melalui proyek kedua. Proyek ini

dilaksanakan dengan mengebor satu sumur injektor dan menginjeksikan lean gas

sekitar 26 MMSCFD ke dalam enam reservoir lainnya.


Tambora dan Tunu

Tambora adalah lapangan minyak dan gas yang terletak di hamparan

daratan Delta Mahakam. Sementara Tunu termasuk lapangan besar di perairan

dangkal yang mencakup area seluas 1.400 km2 yang membentang 80 km dari

utara ke selatan di sepanjang garis pantai terluar Delta Mahakam. Cadangan gas di

Lapangan Tunu terletak di lapisan – lapisan reservoir, dengan kedalaman antara

2.200 meter hingga 4.900 meter.

Lapangan Tambora mulai menghasilkan minyak pada 1984. Lima tahun

seusainya, associated gas dari Lapangan Tambora di produksikan, bersamaan

dengan mulai berproduksinya gas Lapangan Tunu pada tahun 1990, setelah

selesainya pembangunan Tambora-Tunu Central Processing Unit (CPU-1). Di

fasilitas ini, dilakukan pemisahan antara air, gas, dan kondensat. Gas kemudian

dikompres sebelum di kirim ke Kilang LNG Bontang. CPU-1 memiliki kapasitas

pemrosesan sebesar 350 MMSCFD.

Lapangan Tunu adalah penopang utama produksi gas Mahakam dan dapat

dikategorikan sebagai giant gas field karena mempunyai wilayah yang luas,

reservoir Tunu yang terbilang banyak dan memencar, ada yang berhubungan dan

ada yang tidak. Lapisan reservoir yang itipis dan menyebar membuat lapangan

Tunu membutuhkan sumur yang banyak untuk memproduksi gas.

Seiring dengan menurunnya tekanan sumur, air mulai menurun bercampur

dengan gas sehingga energi yang dibutuhkan untuk mengangkat gas semakin

besar. Akhirnya produksi gas beberapa sumur di lapangan Tunu berhenti. Untuk
menghidupkannya kembali, dibutuhkan well service yang intensif. Tunu telah

memasuki fase production decline setelah mencapai puncak produksi pada 2008 –

2012.

Beberapa tahun belakangan, muncul perkembangan menarik di Tunu.

Total berhasil memproduksikan gas dari reservoir dangkal sedalam 1.000 meter,

yang sebelumnya tidak dapat di produksi secara komersial karena masalah

keamanan dan keekonomian, namun bisa membuat arsitektur sumur yang aman

dan ekonomis, sehingga bisa memproduksi gas dari area diatas, dikedalaman 1000

meter. Investasi untuk pengembangan shallow gas sendiri cukup mahal karena

diperlukan teknik komplesi khusus untuk mencegah produksi pasir. Saat ini dari

sekitar 500 MMSCFD produksi dari gas Tunu, hampir 40 persen berasal dari

shallow gas dengan kecenderungan terus meningkat karena cadangan gas di main

zone semaki berkurang.

OVERVIW DRILLING & WELL INTERVENTION

DRILLING
Merupakan kegiatan pembuatan lubang tegak atau miring dengan berbagai

garis tengah kedalam bumi untuk berbagai tujuan, dalam eksplorasi minyak bumi

walaupun setelah melalui berbagi percobaan dan penelitian pada laboratorium

serta melalui ahli ahli geofisika dan geologi untuk mengetahui daerah jabakan

tertentu yang mengandung minyak pemboran minyak bumi masih menjadi

spekulasi yang sangat besar, umumnya spekulasi ini sekitar 10% sampai 25%.

Pada saat ini dikenal berbagai macam pemboran. Berdasarkan posisi

pipanya, teknik pemboran dibagi atas pemboran vertical dan pemboran horizontal.

Pemboran vertical merupakan pemboran konventional yang lazim dipakai sejak


tahun 1920 an, dengan cara mendirikan menara pemboran yang berada diatas

jebakan minyak yang akan di eksplorasi pemboran lalu dilakukan dengan cara

pipa vertical langsung menembus jebakan yang diperkirakan mengandung

minyak, dengan cara yang konventional ini umumnya satu rig hanya dapat

mengebor 1 zona yang diperkirakan mengandung cadangan minyak.

Pemboran berarah (horizontal) biasanya dilakukan karena adanya factor

sosial yang berupa adanya cadagan minak yang berada dibawah pemukiman

sehingga tidak memungkinkan untuk mendirikan rig pemboran karena dapat

mengganggu aktiitas masyarakat disekitar adanya cadangan ang berada pada

dibawah sungai, rawa, atau danau apabila dilakukan pengeboran secara vertical,

maka harus membuat platform sehingga memerlukan biaya yang lebih besar. Hal

ini sebenarnya tidak perlu dilakukan mengingat bahwa biaya sewa rig yang mahal

serta ada alternative untuk melakukan pengeboran berarah lewat darat yang dapat

diarahkan pada reservoir tersebut.

Selanutnya dari aspek geologi, penyebabnya saat pengeboran melewati

zona patahan. Pada zona ini akan terbentuk rekahan yang mana bila dilakukan

pemboran lumpur akan masuk kedalam rekahan ini dan menebabkan loss.

Penyebab lainnya terdapatnya salt dome yang dapat menimbulkan masalah yaitu

caving karena lumpur pemboran dapat melarutkan garam sehingga dapat

menebabkan runtuhnya formasi sehingga perlu dilakukan pemboran berarah untuk

menghindari adanya salt domE.


WELL INTERVENTION
Intervensi sumur merupakan kegiatan yang menjelaskan peralatan dan

metode dasar yang dapat diaplikasikan pada sumur produksi yang mempunyai

potensial yang belum digunakan sepenunya.

Intervensi terbagi dalam dua kategori umum: ringan atau berat. Selama

intervensi ringan, operator menggunakan alat atau sensor ke dalam sumur. Dalam

intervensi berat, rig crew menghentikan produksi sebelum melakukan sebuah

operasi.

Well service biasanya melakukan intervensi ringan menggunakan slickline,

wireline, atau coiled tubing. Sistem ini memungkinkan operator untuk

meminimalkan kemungkinan penyumbatan sumur yang memiliki potensial yang

belum diproduksikan. Biasanya intervensi ringan digunakan untuk mengganti

peralatan downhole seperti valve atau pump, atau untuk mengumpulkan tekanan

bawah lubang, suhu, dan data aliran.

Intervensi berat yang disebut sebagai workover mengharuskan rig crew

untuk melepaskan wellhead dan penghalang tekanan lainnya dari sumur untuk

mengakses kedalam lubang sumur. Operasi ini membutuhkan rig untuk melepas

dan memasang kembali peralatan wellhead dan alat komplesi.

Biasanya, workover digunakan untuk mengganti bagian-bagian seperti

tubing string dan pompa yang tidak dapat diambil melalui intervensi ringan.

Beberapa workover dilakukan untuk kegiatan plug and abandonment pada zona

produksi awal dan berganti pada zona produksi yang baru yang memilika

cadangan yang lebih besar kegiatan ini disebut kerja ulang pindah lokasi.

Anda mungkin juga menyukai