Disusun oleh
Evita Yulianti R
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberi
hidayahnya sehingga Makalah yang berjudul “RDS (Respiratory Distress
Syndrome” dapat diselesaikan.
Dalam menyusun makalah ini saya menyadari bahwa makalah ini belum
sempurna dan masih banyak kekurangan disana sini, baik mengenai materi maupun
cara penyajiannya. Oleh karena itu, kritik dan saran-saran dari siapapun yang
bersifat membangun sangat saya harapkan.
Akhirnya kami menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu menyelesaikan makalah ini.
i
DAFTAR ISI
Halaman
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pola pernafasan normal adalah teratur dengan waktu ekspirasi lebih panjang
daripada waktu inspirasi, karena pada inspirasi otot pernafasan bekerja aktif,
sedangkan pada waktu ekspirasi otot pernapasan bekerja secara pasif. Pada keadaan
sakit dapat terjadi beberapa kelainan pola pernapasan yang paling sering adalah
takipneu. Ganguan pernafasan pada bayi dan anak dapat disebabkan oleh berbagai
kelainan organic, trauma, alargi, insfeksi dan lain-lain. Gangguan dapat terjadi sejak
bayi baru lahir (Bobak, Lowdermik. 2013)
RDS (Respiratory Distress Syndrome) atau disebut juga Hyaline membrane
disease merupakan hasil dari ketidak maturan dari paru-paru dimana terjadi gangguan
pertukaran gas. Berdasarkan perkiraan 30 % dari kematian neonatus diakibatkan oleh
RDS atau komplikasi yang dihasilkannya (Behrman, 2004 didalam Leifer 2011).
Pada penyakit ini, terjadi karena kekurangan pembentukan atau pengeluaran
surfaktan sebuah kimiawi paru-paru. Surfaktan merupakan suatu campuran lipoprotein
aktif dengan permukaan yang melapisi alveoli dan mencegah alveoli kolaps pada akhir
ekspirasi. (Bobak, 2013).
Secara klinis bayi dengan RDS menunjukkan takipnea (> 60 x/menit) ,
pernapasan cuping hidung, retraksi interkosta dan subkosta, expiratory grunting
(merintih) dalam beberapa jam pertama kehidupan. Tanda-tanda klinis lain, seperti:
hipoksemia dan polisitema. Tanda-tanda lain RDS meliputi hipoksemia, hiperkabia,
dan asidosis respiratory atau asidosis campuran (Bobak, 2013).
Kegawatan pernafasan (Acute Respiratory Distress syndrome) pada anak
merupakan penyebab utama kematian pada bayi baru lahir, diperkirakan 30% dari
semua kematian neonatus disebabkan oleh penyakit ini atau komplikasinya. Penyakit
ini terjadi pada bayi prematur, insidennya berbanding terbalik dengan umur kehamilan
dan berat badannya. 60-80% terjadi pada bayi yang umur kehamilannya kurang dari 28
3
minggu, 15-30% pada bayi antara 32-36 minggu, sekitar 3% pada bayi yang lebih dari
37 minggu (http://repository.usu.ac.id).
Secara tinjauan kasus, di negara-negara Eropa sebelum pemberian rutin
antenatal steroid dan postnatalsurfaktan, terdapat angka kejadian RDS 2-3%, di USA
1,72% dari kelahiran bayi hidupperiode 2002-1987. Sedangkan jaman modern
sekarang ini dari pelayanan NICU turun menjadi 1%.Di negara berkembang termasuk
Indonesia belum ada laporan tentang kejadianrds.
Penyebab terbanyak dari angka kesakitan dan kematian pada bayi prematur
adalah Respiratory Distress Syndrome (RDS). Sekitar 5 -10% didapatkan pada bayi
kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat 501-1500 gram (lemons et al,2001).
Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan dan
menurun sejak digunakan surfaktan eksogen ( Malloy & Freeman 2000). Saat ini RDS
didapatkan kurang dari 6% dari seluruh neonatus. Defisiensi surfaktan diperkenalkan
pertamakali oleh Avery dan Mead pada 1959 sebagai faktor penyebab terjadinya RDS.
Penemuan surfaktan untuk RDS termasuk salah satu kemajuan di bidang
kedokteran, karena pengobatan ini dapat mengurangi kebutuhan tekanan ventilator dan
mengurangi konsentrasi oksigen yang tinggi. Hasil-hasil dari uji coba klinik
penggunaan surfaktan buatan (Willkinson,2003), surfaktan dari cairan amnion manusia
( Merrit,2002), dan surfaktan dari sejenis lembu/bovine (Enhoring,2003) dapat
dipertanggungjawabkan dan dimungkinkan. Surfaktan dapat diberikan sebagai
pencegahan RDS maupun sebagai terapi penyakit pernapasan pada bayi yang
disebabkan adanya defisiensi atau kerusakan surfaktan.
4
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Tujuan pembuatan makalah ini untuk memperoleh pengetahuan mengenai sindrom
gawat napas.
2. Tujuan khusus
Mengetahui tingkat pengetahuan karyawan mengenai sindrom gangguan
pernapasan.
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Respiratory distress syndrome adalah suatu bentuk gagal nafas yang ditandai
dengan hipoksemia, penurunan compliance paru, dispnea, edema pulmonal bilateral
tanpa gagal jantung dan infiltrat yang menyebar (Somantri, 2009).
Respiratory distress syndrome (RDS) merupakan kumpulan gejala yang terdiri
atas dispnea, frekuensi pernafasan yang lebih dari 60 kali permenit, adanya sianosis,
adanya rintihan pada saat ekspirasi (ekspiratory grunting), serta adanya retraksi
suprasternal, interkostal, dan epigastrium saat inspirasi. Penyakit ini adalah penyakit
membran hialin, dimana terjadi perubahan atau berkurangnya komponen surfaktan
pulmonal (zat aktif alveoli yang dapat mencegah kolaps paru dan mampu menahan sisa
udara pada akhir ekspirasi) (Hidayat, 2008).
Respiratory Distress Syndrome atau RDS adalah suatu keadaan dimana bayi
mengalami kegawatan pernafasan yang diakibatkan kurang atau tidak adanya surfaktan
dalam paru-paru (Nelson, 2009)
RDS adalah perkembangan yang immature pada sistem pernafasan atau tidak
adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai Hyaline Membrane
Disease. (Suryadi dan Yuliani, 2012)
B. Etiologi
RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena kurangnya produksi
surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, makin muda
usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadi RDS. Ada 4 faktor penting
penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia perinatal, maternal
diabetes, secsiocaesaria. (Bobak, Lowdermik. 2013)
Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk
menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi
6
prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang
paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas. Gejala tersebut biasanya muncul
segera setelah bayi lahir dan akan bertambah berat.
RDS merupakan penyebab utama kematian bayi prematur. Sindrom ini dapat
terjadi karena ada kelainan di dalam atau diluar paru, sehingga tindakan disesuaikan
dengan penyebab sindrom ini. Kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini
adalah pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin (PMH).
C. Patofisiologi
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur
disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang, pengembangan
kurang sempurna kerana dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang
sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-
paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya
pengembangan paru (compliance) menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi berat,
shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang
menyebabkan asidosis respiratorik.
Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein
, lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli
tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi udara dan
berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan
pembukaan yang tinggi untuk mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang
luas dari rongga udara bahagian distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti
dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II.
Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan
ini.
Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma
dan keracunan oksigen, menyebabkan kerosakan pada endothelial dan epithelial sel
jalan pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang
7
berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu
setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk
pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang
immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan
chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD).
8
D. WOC
9
E. Manifestasi Klinis
Gejala utama Gawat napas / distress respirasi pada neonatus yaitu :
Takipnea : laju napas > 60 kali per menit (normal laju napas 40 kali per menit)
Sianosis sentral pada suhu kamaryang menetap atau memburuk pada 48-96 jam
kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik
Retraksi : cekungan pada sternum dan kosta pada saat inspirasi
Grunting : suara merintih saat ekspirasi
Pernapasan cuping hidung
Skor
Pemeriksaan
0 1 2
Frekuensi napas < 60 /menit 60-80 /menit > 80/menit
10
F. Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat RDS yaitu antara lain :
1. Ruptur Alveoli
Bila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak, pneumomediastinum,
pneumopericardium, emfisema intersisiel), pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba
memburuk dengan gejala klinis hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya
asidosis yang menetap.
2. Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang memburuk dan
adanya perubahan jumlah leukosit dan trombositopeni. Infeksi dapat timbul karena
tindakan invasif seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat respirasi.
3. Perdarahan intrakranial dan leukomalasia periventrikular.
Perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi
terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
4. PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan komplikasi bayi
dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi surfaktannya
11
G. Penatalaksanaan
1. Memberikan lingkungan yang optimal. Suhu tubuh bayi harus selalu diusahakan
agar tetap dalam batas normal (36,5o-37oc) dengan cara meletakkan bayi dalam
incubator. Kelembapan ruangan juga harus adekuat.
2. Pemberian oksigen. Pemberian oksigen harus dilakukan dengan hati-hati karena
berpengaruh kompleks pada bayi premature.pemberian oksigen yang terlalu
banyak dapat menimbulkan komplikasi seperti fobrosis paru,dan kerusakan retina.
Untuk mencegah timbulnya komplikasi pemberian oksigen sebaiknya diikuti
dengan pemeriksaan analisa gas darah arteri. Bila fasilitas untuk pemeriksaan
analisis gas darah arteri tidak ada, maka oksigen diberikan dengan konsentrasi tidak
lebih dari 40% sampai gejala sianosis menghilang.
3. Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlu untuk mempertahankan homeostasis
dan menghindarkan dehidrasi. Pada permulaan diberikan glukosa 5-10% dengan
jumlah yang disesuaikan dengan umur dan berat badan ialah 60-125 ml/kgbb/hari.
Asidosis metabolic yang selalu dijumpai harus segera dikoreksi dengan
memberikan nahco3 secara intravena yang berguna untuk mempertahankan agar ph
darah 7,35-7,45. Bila tidak ada fasilitas untuk pemeriksaan analisis gas darah,
nahco3 dapat diberi langsung melalui tetesan dengan menggunakan campuran
larutan glukosa 5-10% dan nahco3 1,5% dalam perbandinagn 4:1
4. Pemberian antibiotic. Bayi dengan PMH perlu mendapat antibiotic untuk
mencegah infeksi sekunder. Dapat diberikan penisilin dengan dosis 50.000-
100.000 U/kgbb/hari atau ampisilin 100 mg/kgbb/hari, dengan atau tanpa
gentamisin 3-5 mg/kgbb/hari.
5. Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien PMH adalah pemberian surfaktan
eksogen (surfaktan dari luar). Obat ini sangat efektif tapi biayanya sangat mahal.
12
H. Pencegahan RDS
Tindakan pencegahan yang harus dilakukan untuk mencegah komplikasi pada bayi
resiko tinggi adalah mencegah terjadinya kelahiran prematur, mencegah tindakan
seksio sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis, melaksanakan manajemen
yang tepat terhadap kehamilan dan kelahiran bayi resiko tinggi.
Tindakan yang efektif utntuk mencegah RDS adalah:
1. Mencegah kelahiran < bulan (premature).
2. Mencegah tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis.
3. Management yang tepat.
4. Pengendalian kadar gula darah ibu hamil yang memiliki riwayat DM.
5. Optimalisasi kesehatan ibu hamil.
6. Kortikosteroid pada kehamilan kurang bulan yang mengancam.
13
3. Data dasar pengkajian
a. Cardiovaskuler
Bradikardia (< 100 x/i) dengan hipoksemia berat
Murmur sistolik
Denyut jantung DBN
b. Integumen
Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi peripheral
Pitting edema pada tangan dan kaki
Mottling
c. Neurologis
Immobilitas, kelemahan
Penurunan suhu tubuh
d. Pulmonary
Takipnea (> 60 x/i, mungkin 30-100 x/i)
Nafas grunting
Pernapasan cuping hidung
Pernapasan dangkal
Retraksi suprasternal dan substernal
Sianosis
Penurunan suara napas, crakles, episode apnea
e. Status behavioral
Letargi
4. Pemeriksaan Doagnostik
a. Sert rontgen dada : untuk melihat densitas atelektasi dan elevasi diafragma
dengan over distensi duktus alveolar
b. Bronchogram udara : untuk menentukan ventilasi jalan napas
c. Data laboratorium :
14
Profil paru, untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan
amnion (untuk janin yang mempunyai predisposisi RDS)
Lesitin/spingomielin (L/S) ratio 2 : 1 atau lebih mengindikasikan
maturitas paru
Phospatidyglicerol : meningkat saat usia gestasi 35 minggu
Tingkat phospatydylinositol
AGD : pao2< 50 mmhg, paco2> 50 mmhg, saturasi oksigen 92%-94%,
ph 7,3-7,45.
Level potassium : meningkat sebagai hasil dari release potassium dari
sel alveolar yang rusak.
15
1.2. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1 DO : Surfaktan ↓ Kerusakan pertukaran
Hiperkapnea gas
Hipoksia Tegangan permukaan alveolus ↑
Takipnea
Sianosis Ketidakseimbangan infasi saat inspirasi
Letargi
Dispnea Kolaps alveoli
Pucat
Gangguan ventilasi pulmonal
Hipoksia
Retensio CO2 Peningkatan
Kerusakan endotel pulmonary
dan epitel duktus vaskular
arteriousus resistance
Asidosis
respiratorik
16
2 DO : Surfaktan menurun Pola napas tidak efektif
Dispnea;
takipnea Janin tidak dapat menjaga rongga paru tetap
Periode apnea Mengembang
Pernapasan
cuping hidung Usaha inspirasi lebih kuat
Retraksi
dinding dada Sukar bernapas
Sianosis Dispnea
Mendengkur Retraksi dinding dada
Napas Kelelahan
grunting Pernapasan cuping hidung
Kelelahan
MK : pola nafas tidak efektif
17
4 DO: Penggunaan energi yang Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
Berat badan 20 % Maksimal untuk
kebutuhan tubuh
bernafas
atau lebih di
bawah ideal
Membran mukosa Refleks menghisap
lemah
dan konjungtiva
pucat
Intake nutrisi inadekuat
Dilaporkan atau
fakta adanya MK 3: gangguan pemenuhan
kekurangan nutrisi
makanan
18
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
(NOC) (NIC)
Bradipnea Setelah dilakukan tindakan Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
keperawatan ..x.. Jam diharapkan Pertahankan jalan nafas yang paten
Dispnea pola nafas pasien teratur dengan Siapkan peralatan oksigenasi
Fase ekspirasi memanjang
kriteria : Monitor aliran oksigen
Monitor respirasi dan status O2
Irama pernafasan teratur/
Ortopnea tidak sesak Pertahankan posisi pasien
Pernafasan dalam batas normal Monitor volume aliran oksigen dan jenis canul
Penggunaan otot bantu yang digunakan.
pernafasan (40-60x/menit)
Kedalaman pernafasan normal Monitor keefektifan terapi oksigen yang telah
diberikan
Penggunaan posisi tiga titik Suara perkusi jaringan paru
normal (sonor) Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
Peningkatan diameter
anterior-posterior
Pernafasan bibir
19
Pernafasan cuping hidung
Takipnea
Ansietas
Cedera medulaspinalis
Deformitas dinding dada
Deformitas tulang
Disfungsi neuromuskular
Gangguan muskuluskeletal
Gangguan Neurologis
(misalnya :
elektroenselopalogram(EEG)
positif, trauma kepala,
gangguan kejang)
Hiperventilasi
Imaturitas neurologis
Keletihan
Keletihan otot pernafasa
Nyeri
Obesitas
Posisi tubuh yang menghambat
ekspansi paru
Sindrom hipoventilasi
20
2 Gangguan pertukaran gas NOC NIC
Batasan Karakteristik : Respiratory status: Gas Exchange Acid Base Management
21
Sianosis
Somnolen
Takikardia
Ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi
Perubahan membran alveolar-
kapiler
3 Risiko Ketidakseimbangan Suhu Setelah diberikan intervensi Temperature Regulation (pengaturan suhu)
Tubuh keperawatan
selama……………pasien akan Monitor suhu minimal tiap 2 jam
Batasan Karateristik menunjukan termoregulasi yang di Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
buktikan oleh indikator sebagai Monitor TD, nadi, dan RR
BBLR Monitor warna dan suhu kulit
berikut (sebutkan 1-5: gangguan
Usia kehamilan kurang Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
ekstrem, berat, sedang, ringan, atau
Paparan lingkungan Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
tidak mengalami gangguan) dengan
dingin/panas Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya
criteria hasil:
kehangatan tubuh
Peningkatan suhu tubuh Berikan anti piretik jika perlu
Faktor yang berhubungan
Penurunan suhu tubuh
Perubahan metabolisme dasar Hipertermia
Penyakit atau trauma yang Hipotermia
mempengaruhi pengaturan
suhu
22
Pengobatan pengobatan yang
menyebabkan vasokonstriksi
dan vasodilatasi
Pakaian yang tidak sesuai
dengan suhu lingkungan
Ketidakaktifan atau aktivitas
berat
Dehidrasi
Pemberian obat penenang
Paparan dingin atau
hangat/lingkungan yang panas
4 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari Nutritional Status : food and Fluid Nutrition Management
kebutuhan tubuh Intake
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
Batasan karakteristik : Setelah dilakukan tindakan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
keperawatan ..x.. Jam diharapkan pasien.
Berat badan 20 % atau lebih di nutrisi pasien terpenuhi dengan Berikan substansi gula
bawah ideal kriteria : Berikan makanan yang terpilih ( sudah
Membran mukosa dan konjungtiva dikonsultasikan dengan ahli gizi)
pucat Kriteria Hasil : Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
Kelemahan otot yang digunakan Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan
untuk menelan/mengunyah Adanya peningkatan berat
nutrisi yang dibutuhkan
Luka, inflamasi pada rongga mulut badan sesuai dengan tujuan
Dilaporkan atau fakta adanya Berat badan ideal sesuai Nutrition Monitoring
kekurangan makanan dengan tinggi badan
Miskonsepsi Mampu mengidentifikasi BB pasien dalam batas normal
Kehilangan BB dengan makanan kebutuhan nutrisi Monitor adanya penurunan berat badan
Tidak ada tanda tanda Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
malnutrisi Monitor turgor kulit
Monitor mual dan muntah
23
Faktor yang berhubungan : Tidak terjadi penurunan Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan
berat badan yang be kadar Ht
Ketidakmampuan pemasukan atau Monitor pertumbuhan dan perkembangan
mencerna makanan atau mengabsorpsi Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
zat-zat gizi berhubungan dengan jaringan konjungtiva
faktor biologis, psikologis atau Monitor kalori dan intake nuntrisi
ekonomi.
24
J. Asuhan Keperawatan
a. Kasus
Seorang Ibu bernama Linda melahirkan seorang bayi berjenis kelamin laki-
laki disuatu Rumah sakit dengan usia kehamilan 30 minggu dan status kehamilan
G2 P0 A1 H 30 Minggu ketuban pecah dini kemudian Ibu Linda melahirkan
prematur secara secsio caesaria, A/S 7/9 dengan berat 1200 gram PB 36 cm, LK 25
cm, LD 25 cm dan LP 24 cm. Kemudian setelah di lahirkan bayi tersebut tidak
langsung menangis, mengalami sesak napas dan disertai dengan perubahan warna
biru pada sekitar bibir dan kuku (sianosis). Setelah dilakukan pengamatan retraksi
dinding dada berlebihan, nafas 80x/menit dan pernafasan dengan menggunakan
cuping hidung Selain itu suhu tubuh saat lahir mencapai 34,2 C.
b. Analisa Kasus
DO: usia kehamilan 30 minggu, ketuban pecah dini, retraksi dinding dada
berlebihan. RR: 80x/menit s: 36,3 C
c. Pembahasan
Bila bayi mengalami sesak napas begitu lahir atau 1-2 hari kemudian,
biasanya disebabkan adanya kelainan jantung atau paru-paru. Hal ini bisa terjadi
pada bayi dengan riwayat kelahiran normal atau bermasalah, semisal karena
ketuban pecah dini atau lahir prematur. Pada bayi prematur, sesak napas bisa terjadi
karena adanya kekurangmatangan dari organ paru-paru. Paru-paru harusnya
berfungsi saat bayi pertama kali menangis, sebab saat ia menangis, saat itu pulalah
bayi mulai bernapas. Tapi pada bayi lahir prematur, karena saat itu organnya tidak
siap, misalnya gelembung paru-paru tak bisa mekar atau membuka, sehingga udara
tidak masuk. Itu sebabnya ia tak bisa menangis. Ini yang namanya penyakit
respiratory distress syndrome (RDS). Tidak membukanya gelembung paru-paru
tersebut karena ada suatu zat, surfactan, yang tak cukup sehingga gelembung paru-
1
paru atau unit paru-paru yang terkecil yang seperti balon tidak membuka. Ibaratnya,
seperti balon kempis. Gejala pada kelainan jantung bawaan adalah napas sesak. Ada
juga yang misalnya sedang menyusui atau beraktivitas lainnya, mukanya jadi biru
dan ia jadi pasif. Jadi, penyakitnya itu utamanya karena kelainan jantung dan
secondary-nya karena masalah pernapasan. Jadi, biasanya sesak napas yang terjadi
ini tidak bersifat mendadak. Walaupun demikian, tetap harus segera dibawa ke
dokter.
d. ANALISA DATA
No Data Penunjang Etiologi Problem
1 Ds: - Imaturitas neurologis Gangguan pola
Do: nafas
RR 70 x/menit
Retraksi dinding dada
(+)
Retraksi dinding
efigastrium (+)
Bayi tampak lemah
Usia kehamilan ibu 30
minggu dengan KPD
U
2 Ds: - Bayi tidak bisa Resiko tinggi
Do: memproduksi panas hipotermi.
Suhu bayi 36,2 °C tubuh sesuai kebutuhan
3 Ds: - Intake yang tidak Kekurangan
Do: adekuat nutrisi
- Toleransi minum
belum baik
- Bayi tampak
muntah
4 Ds: - Ketidakefektifan pola Resiko
Do: Turgor Kulit kurang minum bayi kekurangan
elastis volume cairan
Mukosa bibir kering
Toleransi minum belum
baik
e. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pola nafas berhubungan dengan Imaturitas neurologis
2. Resiko tinggi gangguan termoregulasi: hipotermi berhubungan dengan Bayi
tidak bisa memproduksi panas tubuh sesuai kebutuhan
2
3. Kekurangan nutrisi berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
4. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan Ketidakefektifan pola
minum bayi
f. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Dx Tujuan Intervensi Rasional
1 Gangguan pola Setelah dilakukan Bersihkan mulut, Mengetahui
nafas perawatan dalam 3 x hidung dan secret frekuensi nafas
berhubungan 24 jam, gangguan trakea Mengetahui
dengan pola nafas berkurang. Observasi pola nafas keadaan umum
Imaturitas Dengan kriteria hasil: Observasi TTV bayi
neurologis Irama pernafasan Pertahankan posisi Mempertahankan
teratur/ tidak sesak pasien suhu tubuh
Pernafasan dalam Berikan terapy Membantu
batas normal (40- O2 sesuai dengan Memenuhi suplai
kebutuhan O2
60x/menit)
Kolaborasi Obat-obatan
Kedalaman pemberian terapy mungkin
pernafasan normal obat dibutuhkan dalam
pemberian terapi
2 Resiko tinggi Tupan: Tempatkan bayi Mencegah
gangguan Setelah dilakukan pada tempat yang terjadinya
termoregulasi: tindakan keperawatan hangat hipotermi
hipotermi selama 3 x 24 jam Pantau suhu tubuh Mengetahui
berhubungan diharapkan suhu setiap 2 jam perubahan suhu
dengan belum tubuh tetap normal. yang terjadi
terbentuknya Tupen:
lapisan lemak Suhu 36,5-37.5oc
pada kulit. Bayi tidak kedinginan
3 Kekurangan Setelah dilakukan Observasi intake Mengetahui
nutrisi tindakan keperawatan dan output. status nutrisi bayi
berhubungan selama 3 x 24 jam Berikan cairan IV Memenuhi
dengan intake diharapkan nutrisi dengan kandungan kebutuhan kalori
yang tidak pada bayi dapat glukosa sesuai bayi
adekuat tercukupi kebutuhan neonates Menentukan diet
Kriteria Hasil Rujuk kepada ahli yang tepat bagi
a. Tidak terjadi diet untuk bayi
penurunan BB > membantu memilih
15 %. cairan yang dapat
b. Bayi tidak memenuhi
muntah kebutuhan gizi
c. Bayi dapat
minum dengan
baik
3
4 Resiko Setelah dilakukan Observasi suhu dan Mengetahui
kekurangan tindakan keperawatan nadi. adanya indikasi
volume cairan selama 3 x 24 jam Observasi adanya kekurangan
berhubungan diharapkan Resiko tanda-tanda volume cairan
dengan kekurangan volume dehidrasi atau Menentukan
Ketidakefektifan cairan tidak terjadi overhidrasi. intervensi lebih
pola minum bayi Kriteria hasil : Berikan terapi lanjut
a. Turgor pada intravena sesuai Mempertahankan
perut bagian dengan anjuran dan keseimbangan
depan kenyal, berikan dosis cairan
tidak ada edema, pemeliharaan, Cairan
membranmukosa selain itu berikan membantu
lembab, intake pula tindakan- distribusi obat-
cairan sesuai tindakan obatan dalam
dengan usia dan pencegahan tubuh serta
BB. Berikan susu dan membantu
b. Output urin 1-2 cairan intravena menurunkan
ml/kg BB/jam, sesuai kebutuhan demam. Cairan
ubun-ubun datar, bening
elektrolit darah membantu
dalam batas menambahkan
normal. kalori serta
menanggulangi
kehilangan BB
g. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
4
/R : Klien terlihat
meringis
5
Pukul 12.00
WIB
I,II Senin, 23 o Mengobservasi pola /R: klien tampak
Desember nafas tenang
2017 o Mengobsevasi TTV Respirasi :
Pukul 20.00 o Menempatkan bayi 58x/menit
3
WIB pada tempat yang Suhu: 36. 7 o C
hangat Nadi: 149 x/menit
o Mengobservasi suhu
bayi tiap 2 jam
III,IV Senin, 23 o Memberikan minum /R: Muntah tidak
Desember perogt ada
2017 o Mengukur intake dan Intake : 32cc
Pukul 20.00 output Output : 18cc, BAB
WIB o Memberikan bayi 1x
posisi yang nyaman
h. EVALUASI
No Diagnosa Evaluasi Keperawatan
1 I Sabtu, 21 Desember 2017 Pukul 20.00 WIB
S:-
O : Keadaan Bayi hipoaktif, bayi gelisah, nafas cepat
66 x / menit
A : Gangguan pola nafas belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
I:
o Kaji pola nafas bayi
o Observasi TTV
o Kolaborasi pembererian obat sesuai kebutuhan.
6
3 III Sabtu, 21 Desember 2017Pukul 20.00 WIB
S:-
O : Bayi tampak muntah dan rewel
A : Kekurangan nutrisi berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
I: o Kaji intake dan output
O Beri diit sesuai kebutuhan bayi
O timbang BB perhari
7
o timbang BB perhari
8
0: Mukosa bibir lembab, abdomen supel, diit Asi/
Pregestemil 8 x 4cc
A: Resiko kekurangan volume cairan berhubungan
dengan gangguan mekanisme regulasi belum teratasi
P: Lanjutkan Intervensi
I: o Kaji minum bayi per OGT
o ukur balance per 12 jam
9
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem
pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan
sebagai Hyaline Membrane Disesae (Suryadi dan Yuliani, 2001).
B. Saran
Semoga Makalah ini dapat berguna bagi penyusun dan pembaca. Kritik dan
saran sangat diharapkan untuk pengerjaan berikutnya yang lebih baik
10
DAFTAR PUSTAKA
11