TINJAUAN TEORI
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Lansia
adalah orang yang berusia diatas 60 tahun yang mengalami proses menua. Dimana
proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis, maupun
sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan ini cenderung berpotensi
menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa pada lansia
(Depkes RI,1992).
Masa tua adalah suatu masa dimana orang dapat merasa puas dengan
keberhasilannya. Tetapi bagi orang lain, periode ini adalah permulaan kemunduran.
Usia tua dipandang sebagai masa kemunduran, masa kelemahan manusiawi dan
sosial sangat tersebar luas dewasa ini. Pandangan ini tidak memperhitungkan bahwa
kelompok lanjut usia bukanlah kelompok orang yang homogen . Usia tua dialami
dengan cara yang berbeda-beda. Ada orang berusia lanjut yang mampu melihat arti
penting usia tua dalam konteks eksistensi manusia, yaitu sebagai masa hidup yang
memberi mereka kesempatan-kesempatan untuk tumbuh berkembang dan bertekad
berbakti . Ada juga lanjut usia yang memandang usia tua dengan sikap-sikap yang
berkisar antara kepasrahan yang pasif dan pemberontakan , penolakan, dan
keputusasaan. Lansia ini menjadi terkunci dalam diri mereka sendiri dan dengan
demikian semakin cepat proses kemerosotan jasmani dan mental mereka sendiri.
(James C. Chalhoun, 1995)
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu :
Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun,
Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun,
Lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun
Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
Sedangkan menurut Prayitno Aryo (2002) mengatakan bahwa setiap orang yang
berhubungan dengan lanjut usia adalah orang yang berusia 56 tahun ke atas, tidak
mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok
bagi kehidupannya sehari-hari. Demikian juga batasan lanjut usia yang tercantum
dalam Undang-Undang No.4 tahun 1965 tentang pemberian bantuan penghidupan
orang jompo, bahwa yang berhak mendapatkan bantuan adalah mereka yang
berusia 56 tahun ke atas. Dengan demikian dalam undang-undang tersebut
menyatakan bahwa lanjut usia adalah yang berumur 56 tahun ke atas. Namun
demikian masih terdapat perbedaan dalam menetapkan batasan usia seseorang
untuk dapat dikelompokkan ke dalam penduduk lanjut usia. Dalam penelitan ini
digunakan batasan umur 56 tahun untuk menyatakan orang lanjut usia.
c. Teori Fisiologis
1) Teori Organ Tunggal
Penuaan terjadi akibat deferiorasi progresif pembuluh darah
karena aterosklerosis. Penuaan terjadi akibat kegagalan fungsi
kelenjar tiroid sehingga terjadi perlambatan proses metabolisme.
3) Teori Imunologik
Kemampuan respon imun setiap orang berbeda dan perbedaan ini
diperbesar bila mereka menjadi tua, karena proses penuaan
menimbulkan abnormalitas system imun yang member konstribusi
pada sebagian besar penyakit, baik akut maupun kronis pada
lansia.
1. Keadaan Umum
Penurunan secara progresif proses fisiologis akibat keseimbangan yang
mudah rusak dan gangguan mempertahankan homeostatis. Adanya stressor
fisik dan emosi menyebabkan lansia mudah terserang penyakit karena
penurunan fungsi fisiologis. Lansia lebih banyak menggunakan istirahat
daripada beraktifitas.
2. Integumen
a. Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak.
b.Permukaan kulit kasar dan bersisik karena kehilangan proses keratinisasi,
serta perubahan ukuran dan bentuk-bentuk sel epidermis.
c. Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu.
d. Rambut dalam hidung dan telinga menebal.
e. Berkurangnya elastisitas akibat dari menurunya cairan dan vaskularisasi.
f. Pertumbuhan kuku lebih lambat.
g. Kuku jari menjadi keras dan rapuh, pudar dan kurang bercahaya.
h. Kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya
3. Muskuloskletal
a. Tulang kehilangan density ( cairan ) dan makin rapuh.
b. Kifosis
c. Pergerakan pinggang, lutut, dan jari-jari terbatas.
d. Persendiaan membesar dan menjadi kaku.
e. Tendon mengerut dan mengalami skelerosis.
f. Atrofi serabut otot ( otot-otot serabut mengecil ).Otot-otot serabut
mengecil sehingga seseorang bergerak menjadi lamban, otot-otot kram
dan menjadi tremor.
g. Otot-otot polos tidak begitu berpengaruh
4. Neurologik
Lensa kehilangan elastisitas, gerak mata menurun, pendegaran menurun,
perubahan keseimbangan dan ekulibrum, penurunan sensasi rasa,
penurunan persepsi bau, jumlah nerves ending menurun.
5. Kardiovaskuler.
a. Elastisitas dinding aorta menurun.
b. Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
c. Kemampuan jantung memompa darah menurun, hal ini menyebabakan
menurunnya kontraksi dan volumenya.
d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh
darah perifer untuk oksigenisasi,. Perubahan posisi dari tidur ke duduk
atau dari duduk ke berdiri bisa menyebabkan tekanan darah menurun,
mengakibatkan pusing mendadak.
e. Tekanan darah meninggi akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah
perifer.
6. Gastrointestinal.
a. Kehilangan gigi akibat Periodontal disease, kesehatan gigi yang buruk dan
gizi yang buruk.
b. Indera pengecap menurun, hilangnya sensitivitas saraf pengecapm di lidah
terhadap rasa manis, asin, asam, dan pahit.
c. Eosephagus melebar.
d. Rasa lapar menurun, asam lambung menurun.
e. Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.
f. Daya absorbsi melemah
7. Respirasi
a. Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku.
b. Menurunnya aktivitas dari silia.
c. Paru-paru kehilangan elastisitas, menarik nafas lebih berat, kapasitas
pernafasan maksimum menurun, dan kedalaman bernafas menurun.
d. Alveoli ukuranya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang.
e. Kemampuan untuk batuk berkurang.
f. Kemampuan kekuatan otot pernafasan akan menurun seiring dengan
pertambahan usia.
8. Reproduksi.
a. Menciutnya ovari dan uterus.
b. Atrofi payudara.
c. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa meskipun
adanya penurunan secara berangsur-angsur.
d. Kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia asal kondisi
kesehatan baik.
e. Selaput lendir vagina menurun.
9. Perkemihan.
a. sirkulasi ginjal menurun
b. Nefron menjadi atrofi dan aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%.
c. Otot-otot vesika urinaria menjadi lemah, frekuensi buang air kecil
meningkat dan terkadang menyebabkan retensi urin pada pria.
10. Endokrin.
a. Produksi semua hormon menurun.
b. Menurunnya aktivitas tyroid, menurunnya BMR (Basal Metabolic Rate),
dan menurunnya daya pertukaran zat.
c. Menurunnya produksi aldosteron.
d. Menurunya sekresi hormon kelamin misalnya, progesteron, estrogen, dan
testosteron.
b. Perubahan Psikologis
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental.
Perubahan fisik, khususnya organ perasa.
Kesehatan umum
Tingkat pendidikan
Keturunan (Hereditas)
Lingkungan
Kenangan (Memory).
Kenangan jangka panjang: Berjam-jam sampai berhari-hari yang lalu
mencakup beberapa perubahan.
Kenangan jangka pendek atau seketika: 0-10 menit, kenangan buruk.
IQ (Inteligentia Quantion).
Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal.
Berkurangnya penampilan, persepsi dan ketrampilan psikomotor, terjadi
perubahan pada daya membayangkan karena tekanan-tekanan dari faktor
waktu.
B . Etiologi
Penyebab pasti reumatod arthritis tidak diketahui. Biasanya
merupakan kombinasi dari faktor genetik, lingkungan, hormonal dan faktor
system reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi
seperti bakteri, mikoplasma dan virus (Lemone & Burke, 2001).
Penyebab utama kelainan ini tidak diketahui. Ada beberapa teori
yang dikemukakan mengenai penyebab artritis reumatoid, yaitu :
1. Infeksi streptokokus hemolitikus dan streptokokus non-hemolitikus
2. Endokrin
3. Autoimun
4. Metabolik
5. Faktor genetik serta faktor pemicu lainnya.
Pada saat ini, Rheumatoid artritis diduga disebabkan oleh faktor
autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II; faktor
infeksi mungkin disebabkan oleh karena virus dan organisme mikoplasma
atau grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang
rawan sendi penderita.
2.2.3 Manifestasi Klinis
Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada penderita
rheumatoid arthritis. Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada
saat yang bersamaan, oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinis
yang sangat bervariasi.
1. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan
menurun dan demam.
2. Poliarthritis simetris, terutama pada sendi perifer, termasuk sendi -
sendi di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi -sendi
interfalangs distal.
3. Kekakuan dipagi hari selama lebih dari 1 jam, dapat bersifat
generalisasi tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Hal ini berbeda
dengan kekakuan pada osteoartritis, yang biasanya hanya
berlangsung selama beberapa menit dan selalu kurang dari satu jam.
4. Arthritis erosif, peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi
ditepi tulang.
5. Deformitas,kerusakan struktur penunjang sendi meningkat dengan
perjalanan penyakit. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput
metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal.
6. Nodul-nodul rheumatoid, biasanya pada sendi siku atau disepanjang
permukaan ekstensor dari lengan. Adanya nodula-nodula ini
biasanya merupakan petunjuk suatu penyakit yang aktif dan lebih
berat.
7. Manifestasi ekstra artikular, rheumatoid juga menyerang jantung,
paru-paru, mata dan pembuluh darah dapat rusak. (Price & wilson,
1995)
2.2.5. KOMPLIKASI
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis
dan ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat anti
inflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit
(disease modifying antirhematoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor
penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada arthritis reumatoid.
Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas , sehingga
sukar dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya
berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servi kal dan
neuropati iskemik akibat vaskulitis.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Tes serologi
· Sedimentasi eritrosit meningkat
·Darah, bisa terjadi anemia dan leukositosis
· Rhematoid faktor, terjadi 50-90% penderita
2. Pemerikasaan radiologi
·Periartricular osteoporosis, permulaan persendian erosi
·Kelanjutan penyakit: ruang sendi menyempit, sub luksasi dan
ankilosis
3. Aspirasi sendi
·Cairan sinovial menunjukkan adanya proses radang aseptik, cairan
dari sendi dikultur dan bisa diperiksa secara makroskopik.
2.2.7. PENATALAKSANAAN
5 . Pembedahan
Pembedahan dilakukan apabila rheumatoid arthritis sudah mencapai
tahap akhir. Bentuknya dapat berupa tindakan arhthrodesis untuk
menstabilkan sendi, arthoplasty atau total join replacement untuk
mengganti sendi.
BAB 3
3.1. Pengkajian
A. Anamnesa
B. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum :
Tingkat Kesadaran : Composmentis, Apatis, Sumnolen, Suporus, Coma
Tanda-Tanda Vital : Puls = Temp= RR= Tensi=
1. Kepala : Pada umumnya tidak akan tampak perubahan
2. Mata, Telinga, Hidung: Pada
umumnya tidak akan tampak perubahan
3. Leher : Pada umumnya tidak akan tampak perubahan
4. Dada & Punggung : Pada umumnya tidak akan tampak perubahan
5. Abdomen & Pinggang: Pada umumnya tidak akan tampak perubahan
6. Ekstremitas Atas & Bawah : kerusakan dari struktur penunjang sendi
dengan perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, pergeseran
sendi pada tulang telapak tangan dan jari, deformitas boutonniere dan leher
angsa adalah beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai pada
penderita. . Pada kaki terdapat tonjolan kaput metatarsal yang timbul
sekunder dari subluksasi metatarsal. Sendi-sendi yang besar juga dapat
terserang dan mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama
dalam melakukan gerakan ekstensi.
7. Sistem Immune : biasanya terjadi penurunan.
8. Genetalia : Pada umumnya tidak akan tampak
perubahan
9. Sistem Reproduksi : Pada umumnya tidak akan tampak
perubahan
10. Sistem Persyarafan : Kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya
sensasi pada jari tangan. Pembengkakan
sendi simetris.
11. Sistem Pengecapan : Pada umumnya tidak akan tampak perubahan
12. Sistem Penciuman : Pada umumnya tidak akan tampak perubahan
13. Tactil Respon : biasanya terjadi penurunan
C. Status Kognitif/Afektif/Sosial
4. APGAR Keluarga
INDEKS KATZ
(Indeks Kemandirian Pada Aktivitas Kehidupan Sehari-hari)
========================================================
Alamat : ……………………………………………………………
Skore Kriteria
==========================================================
Skore
Keterangan :
Nilai
Orientasi
Registrasi
Percobaan : ………..
Perhatian dan
Kalkulasi
Mengingat
Bahasa
Keterangan :
Nilai maksimal 30, Nilai 21 atau kurang biasanya indikasi adanya kerusakan
kognitif yang memerlukan penyelidikan lanjut
APGAR KELUARGA
Alat Skrining Singkat Yang Dapat Digunakan Untuk Mengkaji Fungsi Sosial
Penilaian :
Selalu : skore 2
Kadang – kadang : skore 1
Total
Hampir tidak pernah : skore 0
Resiko cidera
2. Kesulitan dalam Kerusakan kartilago dan
malakukan pergerakan tulang
↓
Kelemahan otot
↓
Kesulitan dalam bergerak
↓
Resiko cedera
Gangguan mobilitas
3. Keengganan untuk Deformitas skeletal Fisik
mencoba bergerak/ ↓
ketidakmampuan untuk Membrane sinovium
dengan sendiri bergerak hipertropi
dalam lingkungan fisik. ↓
Membatasi rentang gerak, Menghambat aliran sendi
ketidakseimbangan ↓
koordinasi, penurunan Kekakuan sendi
kekuatan otot/ kontrol dan ↓
massa (tahap lanjut). Gangguan mobilitas fisik
Perubahan fungsi dari
bagian-bagian yang sakit.
Bicara negatif tentang diri
sendiri, fokus pada
kekuatan masa lalu, dan
penampilan.
Defisit Perawatan
4. Kerusakan musculoskeletal diri
Ketidakmampuan untuk ↓
mengatur kegiatan sehari- Ketidakmampuan mengatur
hari ADL
↓
Keterbatasan pemenuhan
ADL
↓
Defisit perawatan diri Gangguan Citra Tubuh
5. Perubahan kemampuan atau Perubahan
Perubahan pada gaya untuk melakukan tugas Penampilan Peran
hidup/ kemapuan fisik ↓
untuk melanjutkan peran, Perubahan gaya hidup
kehilangan pekerjaan, ↓
ketergantungan pada orang Perubahan peran
terdekat. ↓
Perubahan pada Berpikiran negative tentang
keterlibatan sosial; rasa diri sendiri
terisolasi. ↓
Perasaan tidak berdaya, Gangguan body image
putus asa.
Kurang Pengetahuan
6. Gangguan dalam mengingat Mengenai Penyakit,
Pertanyaan/ permintaan ↓ Prognosis, Dan
informasi, pernyataan Kurang informasi mengenai Kebutuhan
kesalahan konsep. penyakit Pengobatan.
Tidak tepat mengikuti ↓
instruksi/ terjadinya Kurang pengetahuan
komplikasi yang dapat
dicegah.
1. Nyeri Akut/ Kronis b.d agen pencedera; distensi jaringan oleh akumulasi
cairan atau proses inflamasi, destruksi sendi.
Tujuan : Individu mengatakan intensitas nyeri berkurang
Kriteria hasil : - Menyebutkan nyeri mereda
- Skala nyeri rendah
- Klien tidak mengeluh kesakitan pada daerah sendi
ekstremitas
Intervensi dan Rasional:
a. Intervensi : Pantau keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat
faktor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non
verbal
Rasional: Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan
keefektifan program
b. Intervensi : Berikan matras / kasur keras, bantal kecil. Tinggikan linen tempat
tidur sesuai kebutuhan
Rasional : Matras yang lembut atau empuk, bantal yang besar akan mencegah
pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress
pada sendi yang sakit. Peninggian linen tempat tidur menurunkan
tekanan pada sendi yang terinflamasi atau nyeri.
c. Intervensi : Tempatkan / pantau penggunaan bantal, karung pasir, gulungan
trokhanter, bebat, brace.
Rasional : Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan mempertahankan
posisi netral. Penggunaan brace dapat menurunkan nyeri dan dapat
mengurangi kerusakan pada sendi
d. Intervensi : Motivasi klien untuk sering mengubah posisi,. Bantu untuk
bergerak di tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan bawah,
hindari gerakan yang menyentak.
Rasional : Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi.
Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/ rasa sakit pada sendi
e. Intervensi : Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada
waktu bangun dan atau pada waktu tidur. Sediakan waslap hangat
untuk mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari.
Pantau suhu air kompres, air mandi, dan sebagainya.
Rasional : Panas meningkatkan relaksasi otot, dan mobilitas, menurunkan rasa
sakit dan melepaskan kekakuan di pagi hari. Sensitivitas pada panas
dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan
f. Intervensi : Berikan masase yang lembut
Rasional : meningkatkan relaksasi atau mengurangi nyeri
g. Intervensi : motivasi klien dalam penggunaan teknik manajemen stres, misalnya
relaksasi progresif, sentuhan terapeutik, biofeed back, visualisasi,
pedoman imajinasi, hypnosis diri, dan pengendalian napas.
Rasional : Meningkatkan relaksasi, memberikan rasa kontrol dan mungkin
meningkatkan kemampuan koping
h. Intervensi : Libatkan dalam aktivitas hiburan yang sesuai untuk situasi individu.
Rasional : Memfokuskan kembali perhatian, memberikan stimulasi, dan
meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan sehat
i. Intervensi : Beri obat sebelum aktivitas atau latihan yang direncanakan sesuai
petunjuk.
Rasional : Meningkatkan realaksasi, mengurangi tegangan otot atau spasme,
memudahkan untuk ikut serta dalam terapi
j. Intervensi : Kolaborasi : Berikan obat-obatan sesuai petunjuk (mis:asetil
salisilat)
Rasional : sebagai anti inflamasi dan efek analgesik ringan dalam
mengurangi kekakuan dan meningkatkan mobilitas.
k. Intervensi : Berikan kompres dingin jika dibutuhkan
Rasional : Rasa dingin dapat menghilangkan nyeri dan bengkak selama periode
akut
Carpenito, Lynda Juall, 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC : Jakarta
Doenges E Marilyn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta
Evelin. 2006. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Gramedia Pustaka Utama :
Jakarta
Leeckenotte.A.G.(1996). Gerontologic Nursing. Mosby Year Book. Missouri
Lemone & Burke, 2001. Medical Surgical Nursing; Critical Thinking in Client
Care, hal.1248
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 2. Media Aesculapius
FKUI : Jakarta
Nugroho.W. (2000). Keperawatan Gerontik. Jakarta
Smeltzer, Suzzanne C.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. .Jakarta:
EGC.