Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PERENCANAAN JALAN DAN JEMBATAN

Disusun Oleh :

HENDRIC WIDIYO PUTRA

MUHAMMAD SHAFWAN

M.ARIF ALAMIN

DOSEN PENGAMPU
HENDRA SAPUTRA M,SC

JURUSAN TEKNIK SIPIL

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

POLITEKNIK NEGERI BENGKALIS

2019

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, penulis panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis
bisa selesaikan makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Perencanaan jalan
dan jembatan, dengan judul “Perencanaan Geometri Jalan “.

Begitulah kiranya apa yang akan penulis sampaikan dalam makalah ini.
Penulis pun menyadari, makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, Penulis selaku penyusun memohon maaf atas segala kekurangan dalam
penyusunan makalh ini. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca sekalian agar kami bisa menjadi lebih baik.
Akhir kata, penulis mengucapakan terima kasih kepada semua pihak.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Bengkalis, 14 Januari 2020

KELOMPOK 5

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Jalan


Jalan memiliki peranan penting dalam kehidupan diantaranya memperlancar
arus distribusi barang dan jasa, sebagai akses penghubung antar daerah yang satu
dengan daerah yang lain serta dapat meningkatkan perekonomian dan taraf hidup
masyarakat. Perkembangan ekonomi dapat tercapai dengan dukungan prasarana
jalan yang memadai. Dukungan tersebut dapat diwujudkan melalui usaha-usaha
antara lain menetapkan kondisi jalan dan pembangunan jalan yang memenuhi
standar perencanaan. Pembangunan jalan baru maupun peningkatan jalan yang
diperlukan sehubungan dengan penambahan kapasitas jalan raya, tentu akan
memerlukan metode yang efektif dalam perancangan agar diperoleh hasil yang
terbaik dan ekonomis, memenuhi unsur keamanan dan kenyamanan bagi
pengguna jalan.
Pelayanan jalan yang baik, aman, nyaman dan lancar akan terpenuhi jika
lebar jalan yang cukup dan tikungan-tikungan dibuat berdasarkan persyaratan
teknis geometrik jalan raya, baik alinyemen vertikal, alinyemen horizontal serta
tebal perkerasan itu sendiri, sehingga kendaraan yang melewati jalan tersebut
dengan beban dan kecepatan rencana tertentu dapat melaluinya dengan aman dan
nyaman. Oleh karena itu, pembangunan prasarana jalan bukalah hal yang mudah,
disamping membutuhkan dana yang tidak sedikit, juga diperlukan perencanaan
yang baik
1.2 Tujuan Perencanaan
Adapun tujuan dalam pembuatan perencanaan geometri jalan adalah :
1. Mahasiswa dapat membuat peta kontur yang sesuai dengan yang ada di
lapangan
2. Mahasiswa dapat merencanakan trase jalan
3. Mahasiswa bisa mengetahui tahap-tahap dalam merencanakan geomtrik
jalan

1
1.3 Permasalahan
Adapun permasalahan dalam melakukan survey trase jalan adalah
kekurangan alat yangakan digunakan dalam melakukan survey sehingga tidak
mendapat hasil yang akurat dalam melakukan survey di lapangan.

2
BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Jalan


Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan pelengkap jalan, dan perlengkapannya yang diperuntukkan
bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah,
dibawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan
kereta api, jalan lori, dan jalan kabel (Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun
2006).
Untuk perencanaan jalan raya yang baik, bentuk geomteriknya harus
ditetapkan sedemikian rupa sehingga jalan yang bersangkutan dapat memberikan
pelayanan yang optimal kepada lalulintas sesuai dengan fungsinya, sebab tujuan
akhir dilakukan perencanaan ini adalah untuk menghasilkan suatu desain jalan
yang baik, ekonomis, serta mampu memberikan pelayanan lalu lintas yang
optimal saat jalan ini digunakan.
Dengan data yang ada dilakukan perhitungan geometrik berupa perencanaan
terhadap alinyeman horizontal dan alinyemen vertikal dengan menggunakan
peraturan yang terdapat dalam Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar
Kota (TPGJAK) tahun 1997. Perencanaan tebal perkerasan lentur menggunakan
Metoda Analisa Komponen (MAK) yang di keluarkan oleh Direktorat Jenderal
Bina Marga kementerian Pekerjaan Umum.

3
2.2 Klasifikasi Jalan
Pada umumnya jalan raya dapat dikelompokkan dalam klasifikasi
menurut fungsinya, dimana pereturan ini mencakup tiga golongan penting, yaitu :
a. Jalan Arteri ( Utama )
Jalan raya utama adalah jalan yang melayani angkutan utama, dengan
ciri- ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata- rata tinggi dan jumlah jalan
masuk dibatasi secara efisien. Dalam komposisi lalu lintasnya tidak terdapat
kendaraan lambat dan kendaraan tak bermotor. Jalan raya dalam kelas ini
merupakan jalan- jalan raya berjalur banyak dengan konstruksi perkerasan dari
jenis yang terbaik.
b. Jalan Kolektor ( Sekunder )
Jalan kolektor adalah jalan raya yang melayani angkutan pengumpulan/
pembagian dengan ciri- ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata- rata
sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi.
Berdasarkan komposisi dan sifat lalu lintasnya dibagi dalam tiga kelas jalan,
yaitu :
 Kelas II A
Merupakan jalan raya sekunder dua jalur atau lebih dengan konstruksi
permukaan jalan dari lapisan aspal beton atau yang setara.
 Kelas II B
Merupakan jalan raya sekunder dua jalur dengan konstruksi permukaan
jalan dari penetrasi berganda atau yang setara dimana dalam komposisi
lalu lintasnya terdapat kendaraan lambat dan kendaraan tak bermotor.
 Kelas II C
Merupakan jalan raya sekunder dua jalur denan konstruksi permukaan
jalan dari penetrasi tunggal, dimana dalam komposisi lalu lintasnya
terdapat kendaraan bermotor lambat dan kendaraan tak bermotor.
c. Jalan Lokal ( Penghubung )
Jalan penghubung adalah jalan yang melayani angkutan setempat
dengan cirri- cirri perjalanan yang dekat, kecepatan rata- rata rendah dan
jumlah jalan masuk tidak dibatasi.

4
2.3 Data peta topografi
Peta topografi pada perencanaan ini digunakan untuk menentukan
kecepatan sesuai dengan daerahnya. Sama seperti halnya dengan mengukur
bangunan teknik sipil lainnya yaitu melakukan pengukuran 7 sudut dan jarak
(horizontal) serta beda tinggi (vertikal), pengukuran untuk perencanaan ini juga
mempertimbangkan jarak yang panjang, sehingga pengaruh lengkung permukaan
bumi juga diperhitungkan.
Pengukuran peta topografi dilakukan pada sepanjang trase jalan rencana
dengan mengadakan tambahan dan pengukuran detail pada tempat yang
memerlukan realinyemen dan tempat-tempat persilangan dengan sungai atau jalan
lain. Sehingga memungkinkan didapatkannya trase jalan yang sesuai standar.

2.4 Trase jalan


Dalam merencanakan jalan baru, menarik trase jalan adalah hal yang pertama
dilakukan. Trase jalan raya atau sering disebut sumbu jalan yaitu berupa garis-
garis lurus saling berhubungan yang terdapat pada peta topografi suatu muka
tanah dalam perencanaan jalan baru.Pemilihan lokasi jalan atau trase merupakan
bagian terpenting dari perencanaan jalan baru. F aktor penentu dalam pemilihan
trase jal an perlu diketahui untuk menghindari risiko kesalahan lokasi konstruksi
jalan semaksimal mungkin sehingga perlu di lakukan Stud i Kelayakan (
Feasibility Study ).
Model dalam pemilihan lokasi trase jalan dilakukan dengan kajian spasial
untuk koridor jalan menggunakan metode pengambilan keputusan banyak kriteria
yaitu kriteria tutupan lahan, kriteria geologi teknik, kriteria slope dan kriteria
jaringan sungai yang dibuat dalam operasi Sistem Informasi Geografis (SIG).
Evaluasi pemilihan alternatif lokasi trase jalan yang optimum dilakukan dengan
meng an alisis peta kelayakan biaya konstruksi jalan pada 3 (tiga) alternatif trase
rencana. Penelitian ini bertujuan untuk membuat konsep model pemilihan lokasi
trase jalan dengan cara pembobotan p ada kriteria dan selanjutnya melakukan
evaluasi terhadap beberapa alternatif trase jalan rencana. Dalam mengevaluasi
alternatif lokasi tr ase jalan terbaik, diberikan beberapa alternatif solusi, yaitu

5
dilihat dari aspek panjang trase, biaya konstruksi serta dampak sosial, ekonomi
dan lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alternatif lokasi trase jalan
2 memiliki panjang 7.087 meter, yang terpendek dibanding dengan alternatif
lokasi lain nya dengan biaya konstruksi jalan sebesar Rp. 550.729.800.000.
Alternatif lokasi trase jalan 3 memiliki panjang 7.384 meter dengan biaya
konstruksi jalan sebesar Rp. 558.315.500.000 , sedangkan alternatif lokasi trase
jalan 1 memiliki panjang 7.424 meter dan biaya konstruksi jalan sebesar Rp.
669.375.200.000 . Aspek dampak sosial ekonomi ditinjau dengan melihat segi
kemanfaatan dari pembangunan rencana jalan , sedangkan aspek lingkungan yang
berpengaruh besar dapat di kurangi dengan melihat besa rnya manfaat jalan bagi
manusia. Peneliti an ini memberikan solusi bahwa al te rnatif terbaik dari lokasi
trase jalan terpilih adalah alternatif 3, dengan pertimbangan bahwa alternatif ini
mempunyai aspek kemanfaatan yang besar bagi kehidupan manusia. Walaupun
pada alternatif ini diperlukan biaya konstruksi yang besar dan jarak yang panjang ,
tetapi dengan kemanfaatan yang tinggi akan memungkinkan kembalinya modal
dari apa yang dihasilkan oleh jalan tersebut .

2.5 Perencanaan Geometrik Jalan Raya


 Perencanaan Alinemen Horizontal ( Trase Jalan )
Dalam perencanaan jalan raya harus direncanakan sedemikian rupa
sehingga jalan raya itu dapat memberikan pelayanan optimum kepada pemakai
jalan sesuai dengan fungsinya.Untuk mencapai hal tersebut harus memperhatikan
perencanaan alinyemen horizontal ( trase jalan ) yaitu garis proyeksi sumbu jalan
tegak lurus pada bidang peta yang disebut dengan gambar situasi jalan.Trase jalan
terdiri dari gabungan bagian lurus yang disebut tangen dan bagian lengkung yang
disebut tikungan. Untuk mendapatkan sambungan yang mulus antara bagian lurus
dan bagian tikungan maka pada bagian- bagian tersebut diperlukan suatu bagian
pelengkung peralihan yang disebut “spiral”.

6
Bagian yang sangat kritis pada alinyemen horizontal adalah bagian
tikungan, dimana terdapat gaya yang akan melemparkan kendaraan ke luar dari
tikungan yang disebut gaya sentrifugal.Beradasarkan hal tersebut di atas, maka
dalam perencanaan alinyemen pada tikungan ini agar dapat memberikan
kenyamanan dan keamanan bagi pengendara, maka perlu dipertimbangkan hal-
hal berikut :
a. Ketentuan- ketentuan dasar
Pada perencanaan geometrik jalan, ketentuan- ketentuan dasar ini tercantum
pada daftar standar perencanaan geometric jalan merupakan syarat batas,
sehingga penggunaannya harus dibatasi sedemikian agar dapat menghasilkan
jalan yang cukup memuaskan.
b. Klasifikadi medan dan besarnya lereng (kemiringan)
Klasifikasi dari medan dan besar kemiringan adalah sebagai berikut :

Klasifikasi Medan kemiringan (%)


Datar ( D ) 0 - 9.9
Bukit ( B ) 10 - 24.9
Gunung ( G ) > 25, 0

Tabel Tabel Klasifikasi Medan dan Besar Kemiringan

 Jenis- jenis Lengkungan Peralihan


Dalam suatu perencanaan alinyeman horizontal kita mengenal ada 3
macam bentuk lengkung horizontal antara lain :
1. Full Circle
Bentuk tikungan ini adalah jenis tikungan yang terbaik dimana
mempunyai jari- jari besar dengan sudut yang kecil. Pada pemakaian bentuk
lingkaran penuh, batas besaran R minimum di Indonesia ditetapkan oleh Bina
Marga sebagai berikut :

7
Jari- jari lengkungan minimum
Kecepatan rencana ( km/ jam )
( meter )

120 2000
100 1500
80 1100
60 700
40 300
30 100
Tabel 2. 3 Tabel Jari- jari Lengkung Minimum dan kecepatan rencana
Sumber : Perencanaan Geometrik Jalan Raya, NOVA

2. Spiral – Circle - spiral ( S – C – S )


Lengkung spiral pada tikungan jenis S - C – S ini adalah peralihan dari bagian
tangen ke bagian tikungan dengan panjangnya diperhitungkan perubahan gaya
sentrifugal.
Adapun jari- jari yang diambil adalah sesuai dengan kecepatan rencana yang ada
pada daftar I perencanaan geometric jalan raya.
Syarat Pemakaian :
a. Ls min ≤ Ls
b. Apabila R untuk circle tidak memenuhi untuk kecepatan tertentu
c. Δ C > 0
d. Lc > 20
e. L = 2 Ls + Lc < 2 Tt

Catatan :
 Untuk mendapatkan nilai P* dan K* dapat dilihat pada tabel
J. Bernett berdasarkan nilai θs yang didapatkan.
 Nilai c adalah nilai untuk perubahan kecepatan pada tikungan
= 0, 4 m/ detik.

8
3. Spiral – Spiral ( S – S )
Penggunaan lengkung spiral – spiral dipakai apabila hasil
perhitungan pada bagian lengkung S – C – S tidak memenuhi syarat yang
telah ditentukan. Bentuk tikungan ini dipergunakan pada tikungan yang tajam.

ST

TS

K ES
SC SC
P Os P
TS Os

RC RC
RC

Gambar 2. 3 Spiral – spiral

 Penampang Melintang
Penampang melintang jalan adalah potongan suatu jalan tegak lurus
pada as jalan yang menunjukkan bentuk serta susunan bagian- bagian jalan yang
bersangkutan dalam arah melintang. Maksud dari penggambaran profil melintang
disamping untuk memperlihatkan bagian- bagianjalan juga untuk membantu
dalam menghitung banyaknya galian dan timbunan sesuai dengan rencana jalan
dengan menghitung luas penampang melintang jalan.
 Kemiringan pada Tikungan ( Super Elevasi )
Pada suatu tikungan jalan, kendaraan yan lewat akan terdorong keluar
secara radial oleh gaya sentrifugal yang diimbangi oleh :
a) Komponen yang berkendaraan yang diakibatkan oleh adanya super
elevasi dari jalan
b) Gesekan samping antara berat kendaraan dengan perkerasan jalan.

9
Kemiringan superelevasi maksimim terdapat pada bagian busur tikungan
sehingga perlu diadakan perubahan dari kemiringan maksimum berangsur- angsur
ke kemiringan normal.
Dalam melakukan perubahan pada kemiringan melintang jalan, kita
mengenal tiga metode pelaksanaan, yaitu :
a. Mengambil sumbu as jalan sebagai sumbu putar

Gambar Sumbu as jalan sebagai sumbu putar

b. Mengambil tepi dalam jalan sebagai sumbu putar

Gambar Tepi jalan sebagai sumbu putar


c. Mengambil tepi luar jalan sebagai sumbu putar

Gambar Tepi luar jalan sebagai sumbu putar

10
Pelebaran Perkerasan pada Tikungan ( Widening )
Untuk membuat tikungan pelayanan suatu jalan tetap sama, baik pada
bagian lurus maupun tikungan, prlu diadakan pelebaran pada perkerasan tikungan.
Pelebaran perkerasan pada tikungan tergantung pada :
a. Jari- jari tikungan ( R )
b. Sudut tikungan ( Δ )
c. Kecepatan Tikungan ( Vr )
Rumus Umum :

B = n ( b’ + C ) + ( n – 1 ) Td + Z

Dimana :
B = lebar perkerasan pada tikungan ( m )
n = jumlah jalur lalu lintas
b’ = lebar lintasan truk pada tikungan
Td = lebar melintang akibat tonjolan depan
Z = lebar tambahan akibat kelainan dalam mengemudi
C = kebebasan samping ( 0, 8 ) m

Rumus :

W = B - L

Dimana :
B = lebar jalan
L = lebar badan jalan ( Kelas II B = 7, 0 )
Syarat :
Bila B ≤ 7 tidak perlu pelebaran
Bila B > 7 perlu pelebaran

11
 Alinement Vertikal ( Profil Memanjang )
Alinement vertikal adalah garis potong yang dibentuk oleh bidang vertical
melalui sumbu jalan. Profil ini menggambarkan tinggi rendahnya jalan terhadap
muka yanah asli, sehingga memberikan gambaran terhadap kemampuan
kendaraan naik atau turun dan bermuatan penuh.
Pada alinyemen vertical bagian yang kritis adalah pada bagian lereng,
dimana kemampuan kendaraan dalam keadaan pendakian dipengaruhi oleh
panjang kritis, landai dan besarya kelandaian. Maka berbeda dengan alinyemen
horizontal, disini tidak hanya pada bagian lengkung, tetapi penting lurus yang
pada umumnya merupakan suatu kelandaian.
 Landai Maksimum dan Panjang Maksimum Landai
Landai jalan adalah suatu besaran untuk menunjukkan besarnya kenaikan
atau penurunan vertical dalam satu satuan jarak horizontal ( mendatar ) dan
biasanya dinyatakan dalam persen ( % ).
Maksud dari panjang kritis landai adalah panjang yang masih dapat
diterima kendaraan tanpa mengakibatkan penurunan kecepatan truck yang cukup
berarti. Dimana untuk panjang kelandaian cukup panjang dan mengakibatkan
adanya pengurangan kecepatan maksimum sebesar 30 – 50 % kecepatan rencana
selama satu menit perjalanan.
Kemampuan kendaraan pada kelandaian umumnya ditentukan oleh
kekuatan mesin dan bagian mekanis dari kendaraan tersebut. Bila pertimbangan
biaya menjadi alasan untuk melampaui panjang kritis yang diizinkan, maka dapat
diterima dengan syarat ditambahkan jalur khusus untuk kendaraan berat.
Syarat panjang kritis landai maksimum tersebut adalah sebagai berikut :
Landai maksimum (%) 3 4 5 6 7 8 10 12
Panjang Kritis 400 330 250 200 170 150 135 120
Tabel Syarat Panjang Kritis Landai Maksimum

12
 Lengkung Vertikal
Pada setiap penggantian landai harus dibuat lengkung vertical yang
memenuhi keamanan, kenyamanan, dan drainage yang baik. Lengkung vertical
yang digunakan adalah lengkung parabola sederhana. Lengkung vertical adalah
suatu perencanaan alinyemen vertical untuk membuat suatu jalan tidak terpatah-
patah.
a. Lengkung vertical cembung

½ LV ½ LV

½ LV
½ LV

Gambar Lengkung Vertikal Cembung


b. Lengkung vertical cekung

½ LV ½ LV

13
½ LV ½ LV
Gambar Lengkung Vertikal Cekung
Pada lengkung vertical cembung yang mempunyai tanda ( + ) pada
persamaannya dan lengkung vertical cekung yang mempunyai tanda ( - ) pada
persamaannya. Hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
a. Pada alinyemen vertical tidak selalu dibuat lengkungan dengan jarak
pandangan menyiap, tergantung pada medan, klasifikasi jalan, dan biaya.
b. Dalam menentukan harga A = G1 – G2 terdapat 2 cara dalam penggunannya,
yaitu :
 Bila % ikut serta dihitung maka rumus yang dipergunakan adalah seperti
di atas.
 Bila % sudah dimasukkan dalam rumus, maka rumus menjadi :

G1 - G 2

y =

300

Jarak Pandang
Jarak pandang adalaha jarak dimana pengemudi dapat melihat benda
yang menghalanginya, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak dalam
batas mana pengemudi dapat melihat dan menguasai kendaraan pada satu jalur
lalu lintas. Jarak pandang bebas ini dibedakan menjadi dua bagian, yaitu :

14
a. Jarak Pandang Henti ( dh )
Jarak pandang henti adalah jarak pandang minimum yang
diperlukan pengemudi untuk menghentikan kendaraan yang sedang berjalan
setelah melihat adanya rintangan pada jalur yang dilaluinya. Jarak ini
merupakan dua jarak yang ditempuh sewaktu melihat benda hingga menginjak
rem dan jarak untuk berhenti setelah menginjak rem.

Rumus :

dh = dp + dr

dp = 0, 287 . V . tr

V2

dr =

254 ( fm ± L )
Dimana :
dh = jarak pandang henti
dp = jarak yang ditempuh kendaraan dari waktu melihat benda
dimana harus berhenti sampai menginjak rem
dr = jarak rem
Vr = kecepatan rencana ( km/ jam )
L = kelandaian
Fm = koefisien gesek maksimum
= - 0, 000625 . Vr + 0, 19
(+) = pendakian
(-) = penurunan

15
b. Jarak Pandang Menyiap ( dm )
Jarak pandang menyiap adalah jarak yang dibutuhkan untuk menyusul
kendaraan lain yang digunakan hanya pada jalan dua jalur. Jarak pandang
menyiap dihitung berdasarkan panjang yang diperlukan untuk melakukan
penyiapan secara normal dan aman.
Jarak pandang menyiap ( dm ) untuk dua jalur dihitung dari
penjumlahan empat jarak.
Rumus :

Dm = dl + d2 + d3 + d4

Dimana :
dl = jarak yang ditempuh selama kendaraan menyiap
= 0,278. tr ( V – m + ½ . a. tr )
d2 = jarak yang ditempuh oleh kendaraan menyiap selama dijalur
kanan (0, 278 . Vr. t2 )
d3 = jarak bebas antara kendaraan yang menyiap dengan
kendaraan yang datang
d4 = jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang dating(2/3 . d2 )
V = kecepatan rencana
tr = waktu ( 3, 7 – 4, 3 ) detik
t2 = waktu ( 9, 3 – 10, 4 ) detik
m = perbedaan kecepatan ( 15 km/ jam )
a = percepatan rata- rata ( 2, 26 – 2, 36 )

16

Anda mungkin juga menyukai