Tugas PK Hendra13
Tugas PK Hendra13
Disusun Oleh :
MUHAMMAD SHAFWAN
M.ARIF ALAMIN
DOSEN PENGAMPU
HENDRA SAPUTRA M,SC
2019
i
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, penulis panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis
bisa selesaikan makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Perencanaan jalan
dan jembatan, dengan judul “Perencanaan Geometri Jalan “.
Begitulah kiranya apa yang akan penulis sampaikan dalam makalah ini.
Penulis pun menyadari, makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, Penulis selaku penyusun memohon maaf atas segala kekurangan dalam
penyusunan makalh ini. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca sekalian agar kami bisa menjadi lebih baik.
Akhir kata, penulis mengucapakan terima kasih kepada semua pihak.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.
KELOMPOK 5
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
1.3 Permasalahan
Adapun permasalahan dalam melakukan survey trase jalan adalah
kekurangan alat yangakan digunakan dalam melakukan survey sehingga tidak
mendapat hasil yang akurat dalam melakukan survey di lapangan.
2
BAB 2
LANDASAN TEORI
3
2.2 Klasifikasi Jalan
Pada umumnya jalan raya dapat dikelompokkan dalam klasifikasi
menurut fungsinya, dimana pereturan ini mencakup tiga golongan penting, yaitu :
a. Jalan Arteri ( Utama )
Jalan raya utama adalah jalan yang melayani angkutan utama, dengan
ciri- ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata- rata tinggi dan jumlah jalan
masuk dibatasi secara efisien. Dalam komposisi lalu lintasnya tidak terdapat
kendaraan lambat dan kendaraan tak bermotor. Jalan raya dalam kelas ini
merupakan jalan- jalan raya berjalur banyak dengan konstruksi perkerasan dari
jenis yang terbaik.
b. Jalan Kolektor ( Sekunder )
Jalan kolektor adalah jalan raya yang melayani angkutan pengumpulan/
pembagian dengan ciri- ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata- rata
sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi.
Berdasarkan komposisi dan sifat lalu lintasnya dibagi dalam tiga kelas jalan,
yaitu :
Kelas II A
Merupakan jalan raya sekunder dua jalur atau lebih dengan konstruksi
permukaan jalan dari lapisan aspal beton atau yang setara.
Kelas II B
Merupakan jalan raya sekunder dua jalur dengan konstruksi permukaan
jalan dari penetrasi berganda atau yang setara dimana dalam komposisi
lalu lintasnya terdapat kendaraan lambat dan kendaraan tak bermotor.
Kelas II C
Merupakan jalan raya sekunder dua jalur denan konstruksi permukaan
jalan dari penetrasi tunggal, dimana dalam komposisi lalu lintasnya
terdapat kendaraan bermotor lambat dan kendaraan tak bermotor.
c. Jalan Lokal ( Penghubung )
Jalan penghubung adalah jalan yang melayani angkutan setempat
dengan cirri- cirri perjalanan yang dekat, kecepatan rata- rata rendah dan
jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
4
2.3 Data peta topografi
Peta topografi pada perencanaan ini digunakan untuk menentukan
kecepatan sesuai dengan daerahnya. Sama seperti halnya dengan mengukur
bangunan teknik sipil lainnya yaitu melakukan pengukuran 7 sudut dan jarak
(horizontal) serta beda tinggi (vertikal), pengukuran untuk perencanaan ini juga
mempertimbangkan jarak yang panjang, sehingga pengaruh lengkung permukaan
bumi juga diperhitungkan.
Pengukuran peta topografi dilakukan pada sepanjang trase jalan rencana
dengan mengadakan tambahan dan pengukuran detail pada tempat yang
memerlukan realinyemen dan tempat-tempat persilangan dengan sungai atau jalan
lain. Sehingga memungkinkan didapatkannya trase jalan yang sesuai standar.
5
dilihat dari aspek panjang trase, biaya konstruksi serta dampak sosial, ekonomi
dan lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alternatif lokasi trase jalan
2 memiliki panjang 7.087 meter, yang terpendek dibanding dengan alternatif
lokasi lain nya dengan biaya konstruksi jalan sebesar Rp. 550.729.800.000.
Alternatif lokasi trase jalan 3 memiliki panjang 7.384 meter dengan biaya
konstruksi jalan sebesar Rp. 558.315.500.000 , sedangkan alternatif lokasi trase
jalan 1 memiliki panjang 7.424 meter dan biaya konstruksi jalan sebesar Rp.
669.375.200.000 . Aspek dampak sosial ekonomi ditinjau dengan melihat segi
kemanfaatan dari pembangunan rencana jalan , sedangkan aspek lingkungan yang
berpengaruh besar dapat di kurangi dengan melihat besa rnya manfaat jalan bagi
manusia. Peneliti an ini memberikan solusi bahwa al te rnatif terbaik dari lokasi
trase jalan terpilih adalah alternatif 3, dengan pertimbangan bahwa alternatif ini
mempunyai aspek kemanfaatan yang besar bagi kehidupan manusia. Walaupun
pada alternatif ini diperlukan biaya konstruksi yang besar dan jarak yang panjang ,
tetapi dengan kemanfaatan yang tinggi akan memungkinkan kembalinya modal
dari apa yang dihasilkan oleh jalan tersebut .
6
Bagian yang sangat kritis pada alinyemen horizontal adalah bagian
tikungan, dimana terdapat gaya yang akan melemparkan kendaraan ke luar dari
tikungan yang disebut gaya sentrifugal.Beradasarkan hal tersebut di atas, maka
dalam perencanaan alinyemen pada tikungan ini agar dapat memberikan
kenyamanan dan keamanan bagi pengendara, maka perlu dipertimbangkan hal-
hal berikut :
a. Ketentuan- ketentuan dasar
Pada perencanaan geometrik jalan, ketentuan- ketentuan dasar ini tercantum
pada daftar standar perencanaan geometric jalan merupakan syarat batas,
sehingga penggunaannya harus dibatasi sedemikian agar dapat menghasilkan
jalan yang cukup memuaskan.
b. Klasifikadi medan dan besarnya lereng (kemiringan)
Klasifikasi dari medan dan besar kemiringan adalah sebagai berikut :
7
Jari- jari lengkungan minimum
Kecepatan rencana ( km/ jam )
( meter )
120 2000
100 1500
80 1100
60 700
40 300
30 100
Tabel 2. 3 Tabel Jari- jari Lengkung Minimum dan kecepatan rencana
Sumber : Perencanaan Geometrik Jalan Raya, NOVA
Catatan :
Untuk mendapatkan nilai P* dan K* dapat dilihat pada tabel
J. Bernett berdasarkan nilai θs yang didapatkan.
Nilai c adalah nilai untuk perubahan kecepatan pada tikungan
= 0, 4 m/ detik.
8
3. Spiral – Spiral ( S – S )
Penggunaan lengkung spiral – spiral dipakai apabila hasil
perhitungan pada bagian lengkung S – C – S tidak memenuhi syarat yang
telah ditentukan. Bentuk tikungan ini dipergunakan pada tikungan yang tajam.
ST
TS
K ES
SC SC
P Os P
TS Os
RC RC
RC
Penampang Melintang
Penampang melintang jalan adalah potongan suatu jalan tegak lurus
pada as jalan yang menunjukkan bentuk serta susunan bagian- bagian jalan yang
bersangkutan dalam arah melintang. Maksud dari penggambaran profil melintang
disamping untuk memperlihatkan bagian- bagianjalan juga untuk membantu
dalam menghitung banyaknya galian dan timbunan sesuai dengan rencana jalan
dengan menghitung luas penampang melintang jalan.
Kemiringan pada Tikungan ( Super Elevasi )
Pada suatu tikungan jalan, kendaraan yan lewat akan terdorong keluar
secara radial oleh gaya sentrifugal yang diimbangi oleh :
a) Komponen yang berkendaraan yang diakibatkan oleh adanya super
elevasi dari jalan
b) Gesekan samping antara berat kendaraan dengan perkerasan jalan.
9
Kemiringan superelevasi maksimim terdapat pada bagian busur tikungan
sehingga perlu diadakan perubahan dari kemiringan maksimum berangsur- angsur
ke kemiringan normal.
Dalam melakukan perubahan pada kemiringan melintang jalan, kita
mengenal tiga metode pelaksanaan, yaitu :
a. Mengambil sumbu as jalan sebagai sumbu putar
10
Pelebaran Perkerasan pada Tikungan ( Widening )
Untuk membuat tikungan pelayanan suatu jalan tetap sama, baik pada
bagian lurus maupun tikungan, prlu diadakan pelebaran pada perkerasan tikungan.
Pelebaran perkerasan pada tikungan tergantung pada :
a. Jari- jari tikungan ( R )
b. Sudut tikungan ( Δ )
c. Kecepatan Tikungan ( Vr )
Rumus Umum :
B = n ( b’ + C ) + ( n – 1 ) Td + Z
Dimana :
B = lebar perkerasan pada tikungan ( m )
n = jumlah jalur lalu lintas
b’ = lebar lintasan truk pada tikungan
Td = lebar melintang akibat tonjolan depan
Z = lebar tambahan akibat kelainan dalam mengemudi
C = kebebasan samping ( 0, 8 ) m
Rumus :
W = B - L
Dimana :
B = lebar jalan
L = lebar badan jalan ( Kelas II B = 7, 0 )
Syarat :
Bila B ≤ 7 tidak perlu pelebaran
Bila B > 7 perlu pelebaran
11
Alinement Vertikal ( Profil Memanjang )
Alinement vertikal adalah garis potong yang dibentuk oleh bidang vertical
melalui sumbu jalan. Profil ini menggambarkan tinggi rendahnya jalan terhadap
muka yanah asli, sehingga memberikan gambaran terhadap kemampuan
kendaraan naik atau turun dan bermuatan penuh.
Pada alinyemen vertical bagian yang kritis adalah pada bagian lereng,
dimana kemampuan kendaraan dalam keadaan pendakian dipengaruhi oleh
panjang kritis, landai dan besarya kelandaian. Maka berbeda dengan alinyemen
horizontal, disini tidak hanya pada bagian lengkung, tetapi penting lurus yang
pada umumnya merupakan suatu kelandaian.
Landai Maksimum dan Panjang Maksimum Landai
Landai jalan adalah suatu besaran untuk menunjukkan besarnya kenaikan
atau penurunan vertical dalam satu satuan jarak horizontal ( mendatar ) dan
biasanya dinyatakan dalam persen ( % ).
Maksud dari panjang kritis landai adalah panjang yang masih dapat
diterima kendaraan tanpa mengakibatkan penurunan kecepatan truck yang cukup
berarti. Dimana untuk panjang kelandaian cukup panjang dan mengakibatkan
adanya pengurangan kecepatan maksimum sebesar 30 – 50 % kecepatan rencana
selama satu menit perjalanan.
Kemampuan kendaraan pada kelandaian umumnya ditentukan oleh
kekuatan mesin dan bagian mekanis dari kendaraan tersebut. Bila pertimbangan
biaya menjadi alasan untuk melampaui panjang kritis yang diizinkan, maka dapat
diterima dengan syarat ditambahkan jalur khusus untuk kendaraan berat.
Syarat panjang kritis landai maksimum tersebut adalah sebagai berikut :
Landai maksimum (%) 3 4 5 6 7 8 10 12
Panjang Kritis 400 330 250 200 170 150 135 120
Tabel Syarat Panjang Kritis Landai Maksimum
12
Lengkung Vertikal
Pada setiap penggantian landai harus dibuat lengkung vertical yang
memenuhi keamanan, kenyamanan, dan drainage yang baik. Lengkung vertical
yang digunakan adalah lengkung parabola sederhana. Lengkung vertical adalah
suatu perencanaan alinyemen vertical untuk membuat suatu jalan tidak terpatah-
patah.
a. Lengkung vertical cembung
½ LV ½ LV
½ LV
½ LV
½ LV ½ LV
13
½ LV ½ LV
Gambar Lengkung Vertikal Cekung
Pada lengkung vertical cembung yang mempunyai tanda ( + ) pada
persamaannya dan lengkung vertical cekung yang mempunyai tanda ( - ) pada
persamaannya. Hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
a. Pada alinyemen vertical tidak selalu dibuat lengkungan dengan jarak
pandangan menyiap, tergantung pada medan, klasifikasi jalan, dan biaya.
b. Dalam menentukan harga A = G1 – G2 terdapat 2 cara dalam penggunannya,
yaitu :
Bila % ikut serta dihitung maka rumus yang dipergunakan adalah seperti
di atas.
Bila % sudah dimasukkan dalam rumus, maka rumus menjadi :
G1 - G 2
y =
300
Jarak Pandang
Jarak pandang adalaha jarak dimana pengemudi dapat melihat benda
yang menghalanginya, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak dalam
batas mana pengemudi dapat melihat dan menguasai kendaraan pada satu jalur
lalu lintas. Jarak pandang bebas ini dibedakan menjadi dua bagian, yaitu :
14
a. Jarak Pandang Henti ( dh )
Jarak pandang henti adalah jarak pandang minimum yang
diperlukan pengemudi untuk menghentikan kendaraan yang sedang berjalan
setelah melihat adanya rintangan pada jalur yang dilaluinya. Jarak ini
merupakan dua jarak yang ditempuh sewaktu melihat benda hingga menginjak
rem dan jarak untuk berhenti setelah menginjak rem.
Rumus :
dh = dp + dr
dp = 0, 287 . V . tr
V2
dr =
254 ( fm ± L )
Dimana :
dh = jarak pandang henti
dp = jarak yang ditempuh kendaraan dari waktu melihat benda
dimana harus berhenti sampai menginjak rem
dr = jarak rem
Vr = kecepatan rencana ( km/ jam )
L = kelandaian
Fm = koefisien gesek maksimum
= - 0, 000625 . Vr + 0, 19
(+) = pendakian
(-) = penurunan
15
b. Jarak Pandang Menyiap ( dm )
Jarak pandang menyiap adalah jarak yang dibutuhkan untuk menyusul
kendaraan lain yang digunakan hanya pada jalan dua jalur. Jarak pandang
menyiap dihitung berdasarkan panjang yang diperlukan untuk melakukan
penyiapan secara normal dan aman.
Jarak pandang menyiap ( dm ) untuk dua jalur dihitung dari
penjumlahan empat jarak.
Rumus :
Dm = dl + d2 + d3 + d4
Dimana :
dl = jarak yang ditempuh selama kendaraan menyiap
= 0,278. tr ( V – m + ½ . a. tr )
d2 = jarak yang ditempuh oleh kendaraan menyiap selama dijalur
kanan (0, 278 . Vr. t2 )
d3 = jarak bebas antara kendaraan yang menyiap dengan
kendaraan yang datang
d4 = jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang dating(2/3 . d2 )
V = kecepatan rencana
tr = waktu ( 3, 7 – 4, 3 ) detik
t2 = waktu ( 9, 3 – 10, 4 ) detik
m = perbedaan kecepatan ( 15 km/ jam )
a = percepatan rata- rata ( 2, 26 – 2, 36 )
16