Job Mix Formula Ac WC With Wetfix Be PDF
Job Mix Formula Ac WC With Wetfix Be PDF
2015
MAHABARATA
1. SETIO BUDI
2. BRIAN RIDHLO ADILA
3. M. RIZALDI KRESNA R.
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2015
RANCANGAN CAMPURAN RENCANA AC-WC DENGAN BAHAN TAMBAH
WETFIX-BE
DISUSUN OLEH :
ii
iii
DATA DIRI PESERTA
Dosen Pembimbing
Nama Lengkap : Dr. Bagus Hario Setiadji, ST. MT.
NIP : 197205102001121001
Jurusan/Prodi : S1 Teknik Sipil
Alamat Rumah : Jl. Gondang Timur IV No. 29 Bulusan
Telepon/Faksimile/HP : 76484419/081225599605
Mahasiswa 1
Nama Lengkap : Setio Budi
NIM : 21010112130043
Jurusan/Prodi : S1 Teknik Sipil
Alamat Rumah : Desa Karanggede 01/03, Mirit, Kebumen
Telepon/Faksimile/HP : 087837815789
Mahasiswa 2
Nama Lengkap : Brian Ridhlo Adila
NIM : 21010112130057
Jurusan/Prodi : S1 Teknik Sipil
Alamat Rumah : Jl. Kencono Wungu No. 1 03/09, Pekalongan
Telepon/Faksimile/HP : 085741279925
Mahasiswa 3
Nama Lengkap : M. Rizaldi Kresna
NIM : 21010112120036
Jurusan/Prodi : S1 Teknik Sipil
Alamat Rumah : Jl. Bukit Flamboyan No. 1, Semarang
Telepon/Faksimile/HP : 085726951199
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami selaku penyusun dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat yang harus dilaksanakan oleh
penyusun untuk dapat mengikuti “Lomba Perkerasan Jalan Tingkat Nasional CBR
UNILA 2015”.
Dalam setiap proses penyusunan makalah ini kami telah menerima bimbingan dari
berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, penyusun ingin mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Bapak Bagus Hario Setiadji, Ir. MT. selaku dosen pembimbing,
2. Rama PD, Mas Nur, Mas Mus, dan Pak Yeni selaku asisten Laboratorium
Transportasi, serta
3.Bebagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu
atas koreksi, saran, dan bantuannya selama proses penyusunan makalah ini. Serta
kepada berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu
dalam menyelesaikan makalah ini.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat banyak kekurangan dan
ketidaksempurnaan dalam penyusunan makalah ini. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari rekan mahasiswa khususnya dan
para pembaca pada umumnya, agar kedepannya akan menjadi lebih baik.
Akhir kata, kami berharap agar laporan yang kami susun ini dapat bermanfaat bagi
penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya serta kemajuan bagi nusa dan
bangsa kita tercinta.
a.n. Penyusun
v
DAFTAR ISI
JUDUL ...............................................................................................................................i
Bab I PENDAHULUAN
vi
3.4.3 Pengujian Bahan Campuran ..........................................................................24
3.5 PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA ......................................................... 25
4.1 Pemilihan material yang digunakan dan hasil pengujian bahan-bahan yang
digunakan ............................................................................................................ 26
4.1.1 Pemilihan Material ........................................................................................ 26
4.1.2 Pengujian Material ......................................................................................... 26
A. Pengujian Bahan Bitumen ............................................................................ 26
B. Pengujian Bahan Agregat ............................................................................. 40
4.2 Perhitungan komposisi campuran beton aspal .................................................... 55
A. Perkiraan Kadar Beton Aspal .......................................................................55
B. Perhitungan Komposisi Agregat ...................................................................57
4.3 Hasil pengujian Marshall untuk memperoleh Kadar Aspal Optimum ................ 58
A. Perhitungan Berat Jenis Agregat ..................................................................58
B. Perhitungan Beton Aspal .............................................................................. 58
4.4 Aplikasi beton aspal di lapangan .........................................................................64
4.5 Analisis dan Pembahasan .................................................................................... 66
Bab V Penutup
Lampiran .......................................................................................................................... 69
vii
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk kebutuhan dalam keikutsertaan lomba perkerasan
jalan cbr unila 2015. Penelitian bersifat eksperimental dan sekaligus bertujuan untuk
mengetahui pengaruh penggunaan bahan aditif wetfix-be pada AC-WC. Aspal yang
digunakan adalah AC 60/70 produksi Pertamina. Aggregat yang digunakan berasal dari
eks-kalikutho dan diproduksi oleh crusher batu PT Adhi Karya yang memiliki variasi
kadar aspal 4,5%, 5%, 5,5%, 6%, dan 6,5%. Maisng-masing variasi kadar aspal dibuat 3
benda uji dengan tambahan bahan aditif wetfix-be sebesar 0,3% hingga didapat kadar
aspal optimum (KAO) sebesar 5,525%. Kemudian semua benda uji diperiksa
karakteristik marshallnya. Hasil penelitian mengatakan penambahan bahan aditif
wetfix-be ke dalam campuran AC-WC akan mengakibatkan karakteristik marshall
benda uji menjadi relatif tinggi. Yang kami dapatkan VIM 3,3-7,1%, Stabilitas 833-
1197kg, Flow 1,9-3,0mm, BJ bulk 2,3-2,35, VFA 58-81, VMA 18,5-19,9, Marshall
Quotient 286-517, dan VIM PRD 2,7-4,6. Berdasarkan hasil pengujian yang didapat
dari tes karakteristik marshall diatas, maka memenuhi spesifikasi umum Bina Marga
2010.
ABSTRACT
This research made for the need of participation of “Lomba Perkerasan Jalan
CBR Unila 2015”. The research was experimental and aimed to find out the effect of the
use of wetfix-be additives in the AC-WC. The asphalt used was AC 60/70 of Pertamina
production. Aggregate used came from ex-kalikutho and produced by PT Adhi Karya
stone crusher which had a variation of asphalt content by 4.5%, 5%, 5.5%, 6%, and
6.5%. Each variation of asphalt content was made three specimens with wetfix-be
additives by 0,3% to obtain the optimum asphalt content (KAO) 5.525%. Then all
specimens examined its marshall characteristics. The result says every addition of
wetfix-be additives into AC-WC mixture would make the marshall characteristic of
each specimens becoming relatively high. Then we get VIM 3.3-7.1%, Stability 833-
1197kg, Flow 1.9-3.0mm, BJ bulk 2.3-2.35, VFA 58-81, VMA 18.5-19.9, Marshall
Quotient 286-517, and VIM PRD 2.7-4.6. Based on results obtained from marshall
characteristic test above, they fullfilled the general spesification of Bina Marga 2010.
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3.Tujuan dan Manfaat
1. Untuk mendapatkan Job Mix Formula (Rancangan Campuran Rencana)
dengan nilai stabilitas yang tinggi.
2. Untuk menjelaskan aplikasi beton aspal di lapangan.
2
BAB II
STUDI PUSTAKA
2.1. UMUM
Perkerasan jalan raya adalah proses pembangunan pelapisan jalan raya
yang diperkeras dengan material penyusun agregat dan bahan ikat, yang
memiliki ketebalan, kekuatan, dan kekakuan serta kestabilan tertentu agar
mampu menyalurkan beban lalu lintas diatasnya ke tanah dasar secara aman
dan nyaman tanpa terjadi kerusakan yang berarti. Struktur perkerasan jalan
terbagi menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu struktur perkerasan lentur, perkerasan
kaku, dan perkerasan komposit.
2.2.1. Aspal
Aspal adalah material semen hitam, padat atau setengah padat
dalam konsistensinya dimana unsur pokok yang menonjol adalah
bitumen yang terjadi secara alami atau yang dihasilkan dengan
penyulingan minyak (petroleum). Aspal Petrolum dan aspal liquid
asalah material yang penting.
3
Menurut The Asphalt Institut Superpave (1999) Series No.1 (SP-
1), tonase dari produksi aspal setiap tahunnya bertambah terus-
menerus mulai dari 3 juta ton pada tahun 1926 meningkat menjadi 8
juta ton pada tahun 1946, kemudian terjadi peningkatan secara
drastis pada tahun 1964 yaitu sebanyak 24 ton. Aspal adalah sistem
klorida yang rumit dari material hydrocarbon yang terbuat dari
Asphaltenes, resin dan oil.
Aspal ialah bahan hidro karbon yang bersifat melekat (adhesive),
berwarna hitam kecoklatan, tahan terhadap air, dan visoelastis.
Aaspal sering juga disebut bitumen merupakan bahan pengikat pada
campuran beraspal yang dimanfaatkan sebagai lapis permmukaan
lapis perkerasan lentur dan mempunyai sifat visoelastis. Aspal akan
bersifat padat pada suhu ruang dan bersifat cair bila dipanaskan.
Aspal merupakan bahan yang sangat kompleks dan secara kimia
belum dikarakterisasi dengan baik. Kandungan utama aspal adalah
senyawa karbon jenuh dan tak jenuh, alifatik dan aromatik yang
mempunyai atom karbon sampai 150 per molekul. Atom-atom selain
hidrogen dan karbon yang juga menyusun aspal adalah nitrogen,
oksigen, belerang dan beberapa atom lain. Secara kuantitatif,
biasanya 80% massa aspal adalah karbon, 10% hidrogen, 6%
belerang, dan sisanya oksigen dan nitrogen, serta sejumlah renik
besi, nikel dan vanadium. Senyawa-senyawa ini sering dikelaskan
atas aspalten (yang massa molekulnya kecil) dan malten (yang massa
molekulnya besar). Biasanya aspal mengandung 5 sampai 25%
aspalten. Sebagian besar senyawa di aspal adalah senyawa polar.
Jenis Aspal terbagi menjadi 2 tipe, yaitu aspal buatan dan aspal
alam.
a) Aspal Alam (Asbuton)
Aspal alam (Asbuton) Langsung tersedia di alam. Di Indonesia,
aspal alam dapat diperoleh dari Pulau Buton. Sifat asbuton sangat
dipengaruhi oleh suhu, yang mana jika suhu semakin meningkat,
maka aspal akan semakin cepat mencapai plastis. Selain itu, sifat
4
asbuton pun dipengaruhi oleh bahan pelarut, yang jika asbuton
diresapi oleh flux oil (bahan perangsang) maka asbuton akan
menjadi lembek. Asbuton digunakan sebagai lapis permukaan
pada jalan dengan volume lalu lintas 200 – 1500 kendaraan/hari.
Klasifikasi Asbuton yaitu:
1. Asbuton 10 Kadar aspal 9 – 11 %
2. Asbuton 13 Kadar aspal 11,5 – 14,5 %
3. Asbuton 16 Kadar aspal 15 – 17 %
4. Asbuton 20 Kadar aspal 17,5 – 22,5 %
5. Asbuton 25 Kadar aspal 23 – 27 %
6. Asbuton 30 Kadar aspal 27,5 – 32,5 %
b) Aspal buatan
Aspal buatan merupakan hasil akhir dari penyaringan minyak
(biasanya aspal + paraffin). Klasifikasi aspal buatan yaitu:
1. Aspal Cair
Aspal cair bukan merupakan produksi langsung dari
penyaringan minyak kasar, melainkan dari produksi tambahan,
karena harus melalui proses lanjutan. Aspal ini biasa
digunakan untuk take coat (pelapis) dan prime coat (perekat).
Untuk aspal cair terdiri dari tiga jenis, yaitu:
a. Rapid Curing (RC) → AC+gasoline → cepat kering,
b.Medium Curing (MC)→ AC+minyak tanah→ kering sedang,
c. Sort Curing (SC) → AC+solar → lambat mengering.
2. Aspal Emulsi
Aspal emulsi merupakan campuran dari aspal semen dengan
air. Aspal ini dapat digunakan untuk cold mix dan take coat
(pelapis).Untuk aspal emulsi terdiri dari dua jenis, yaitu:
a. Aspal emulsi kationik (+),
b. Aspal emulsi anionik (-).
5
3. Aspal Semen (Asphalt Cement / AC )
Untuk Aspal Semen sendiri ada beberapa tipe yaitu:
a. AC 40/50
b. AC 60/70
c. AC 85/100
d. AC 120/150
e. AC 200/300
1. Uji penetrasi
Spesifikasi : SK SNI 06-2456-1991
Pengujian ini bertujuan untuk menentukan angka penetrasi aspal yang
akan menjadi acuan spesifikasi pada karaktristik lainnya.
2. Uji titik lembek
Spesifikasi : SNI 06-2434-1991
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat suhu dimana aspal
mulai lembek akibat suhu udara sehingga dalam perencanaan jalan bisa
diperkirakan bahwa aspal yang digunakan masih tahan dengan suhu di
lokasi perencanaan jalan tersebut.
3. Uji titik nyala dan titik bakar aspal
Spesifikasi : SNI 06-2433-1991
Titik nyala diketahui untuk memperkirakan temperatur maksimum
dalam pemanasan aspal sehingga dalam praktik di lapangan,pemanasan
6
aspal tidak boleh melebihi titik nyala dan titik bakarnya. Dalam
percampuran aspal diusahakan untuk tidak melebihi titik nyala karena
bila dipanaskan lebih dari titik nyala, aspal dapat menjadi keras dan
getas jika terbakar karena ikatan antar molekul aspal berkurangatau
bahkan hilang sama sekali.
4. Uji daktilitas
Spesifikasi : SNI 06-2432-1991
Uji daktilitas aspal adalah suatu uji kualitatif yang secara tidak
langsung dapat digunakan untuk mengetahui tingkat adesifnes atau
daktilitas aspal keras.Aspal dengan nilai daktilitas yang rendah adalah
aspal yang memiliki daya adhesi yang kurang baik dibandingkan
dengan aspal yang memiliki nilai daktilitas yang tinggi.
5. Uji berat jenis aspal
Spesifikasi : SNI 06-2441-1991
Pada pengujian ini dihasilkan berat jenis aspal yang akan digunakan
dalam analisa campuran, yaitu pada formula berat jenis maksimum
campuran serta persentase rongga terisi aspal.
6. Uji kelarutan aspal dengan CCl4
Spesifikasi : AASHTO T-44-03
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kemurnian
aspal.CCl4 digunakan sebagai pelarutnya.
7. Pengujian kehilangan berat aspal
Spesifikasi : SNI 06-2441-1991
Menentukan berat minyak dan aspal dengan cara pemanasan dan tebal
tertentu yang dinyatakan dalam persen berat semula.
8. Pengujian viskositas aspal
Spesifikasi : AASHTO T 201-03
Kekentalan bitumen sangat bervariasi terhadap suhu, dari tingkat
padat, encer sampai cair.Hubungan antara kekentalan dan suhu adalah
sangat penting dalam perencanaan dan penggunaan materi bitumen.
7
Tabel 2.1 Ketentuan-Ketentuan untuk Aspal Keras
8
2.2.2. Agregat
Agregat adalah sekumpulan butir-butir pecah, kerikil, pasir, atau
mineral lainnya berupa hasil alam atau buatan (Departemen
Pekerjaan Umum – Direktorat Jendral Bina Marga, 1998).
Agregat adalah partikel mineral yang berbentuk butiran-butiran
yang merupakan salah satu penggunaan dalam kombinasi dengan
berbagai macam tipe mulai dari sebagai bahan material di semen
untuk membentuk beton, lapis pondasi jalan, material pengisi, dan
lain-lain (Harold N.Atkins.1997).
Sedangkan secara umum agregat didefinisikan sebagai formasi
kulit bumi yang keras dan padat (Silvia Sukirman, 2003).
Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat diartikan bahwa
agregat sebagai kumpulan butiran batuan yang berukuran tertentu
yang diperoleh dari hasil alam langsung maupun dari pemecahan
batu besar ataupun agregat yang di sengaja dibuat untuk tujuan
tertentu.
Daya dukung perkerasan jalan ditentukan sebagian beras oleh
karakteristik agregat yang digunakan. Pemilihan agregat yang tepat
dan memenuhi persyaratan akan sangat menentukan dalam
keberhasilan dan pemeliharaan jalan. Pada campuran beraspal,
agregat memberikan kontribusi sampai 90-95% terhadap berat
campuran, sehingga sifat-sifat agregat merupakan salah satu faktor
penentu dari kinerja campuran tersebut. Untuk tujuan ini, sifat
agregat yang harus diperiksa antara lain:
a. Ukuran butir
Ukuran agregat dalam suatu campuran beraspal terdistribusi dari
yang berukuran besar sampai ke yang kecil. Semakin besar
ukuran maksimum agregat yang dipakai semakin banyak variasi
ukurannya dalam campuran tersebut.
9
b. Gradasi
Gradasi agregat ditentukan oleh analisa saringan, dimana contoh
agregat harus melalui satu set saringan. Gradasi dibedakan
menjadi gradasi seragam (uniform graded), gradasi rapat (dense
graded), gradasi senjang (gap graded).
c. Kebersihan agregat
Dalam spesifikasi biasanya memasukan syarat kebersihan
agregat, yaitu dengan memberikan suatu batasan jenis dan jumlah
material yang tidak diinginkan (seperti tanaman, partikel lunak,
lumpur dan lain sebagainya) berada dalam atau melekat pada
agregat. Agregat yang kotor akan memberikan pengaruh yang
jelek pada kinerja perkerasan, seperti berkurangnya ikatan antara
aspal dengan agregat.
d. Kekerasan
Semua agregat yang digunakan harus kuat, mampu menahan
abrasi dan degradasi selama proses produksi dan operasionalnya
di lapangan. Agregat yang akan digunakan sebagai lapis
permukaan perkerasan harus lebih keras (lebih tahan) dari pada
agregat yang digunakan untuk lapis bawahnya. Hal ini disebabkan
karena lapisan permukaan perkerasan akan menerima dan
menahan tekanan dan benturan akibat beban lalu lintas paling
besar. Untuk itu, kekuatan agregat terhadap beban merupakan
suatu persyaratan yang mutlak harus dipenuhi oleh agregat yang
akan digunakan sebagai bahan jalan.
e. Bentuk butir agregat
Bentuk partikel agregat yang bersudut memberikan ikatan antara
agregat (agregate interlocking) yang baik yang dapat menahan
perpindahan (displacement) agregat yang mungkin terjadi.
Agregat yang bersudut tajam, berbentuk kubikal dan agregat yang
memiliki lebih dari satu bidang pecah akan menghasilkan ikatan
antar agregat yang paling baik. Dalam campuran beraspal,
penggunaan agregat yang bersudut saja atau bulat saja tidak akan
10
menghasilkan campuran beraspal yang baik. Kombinasi
penggunaan kedua bentuk partikel agregat ini sangatlah
dibutuhkan untuk menjamin kekuatan pada struktur perkerasan
dan workabilitas yang baik dari campuran tersebut.
f. Tekstur permukaan agregat
Permukaan agregat yang kasar akan memberikan kekuatan pada
campuran beraspal karena kekasaran permukaan agregat dapat
menahan agregat tersebut dari pergeseran atau perpindahan.
Kekasaran permukaan agregat juga akan memberikan tahanan
gesek yang kuat pada roda kendaraan sehingga akan
meningkatkan keamanan kendaraan terhadap slip. Selain itu, film
aspal lebih mudah merekat pada permukaan yang kasar sehingga
akan menghasilkan ikatan yang baik antara aspal dan agregat dan
pada akhirnya akan menghasilkan campuran beraspal yang kuat.
g. Daya serap agregat
Jika daya serap agregat sangat tinggi, agregat ini akan terus
menyerap aspal baik pada saat maupun setelah proses
pencampuran agregat dengan aspal di unit pencampur aspal
(AMP). Hal ini akan menyebabkan aspal yang berada pada
permukaan agregat yang berguna untuk mengikat partikel agregat
menjadi lebih sedikit sehingga akan menghasilkan film aspal yang
tipis. Oleh karena itu, agar campuran yang dihasilkan tetap baik
agregat yang porus memerlukan aspal yang lebih banyak
dibandingkan dengan yang kurang porus.
h. Kelekatan terhadap aspal
Kelekatan agregat terhadap aspal adalah kecenderungan agregat
untuk menerima, menyerap dan menahan film aspal.
11
Agregat terbagi menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu agregat kasar, agregat
halus dan filler.
1. Agregat Kasar ( tertahan #8)
Fungsi:
Memberikan stabilitas campuran dari kondisi saling mengunci
(interlocking) dari masing-masing agregat kasar dan dari tahanan
gesek terhadap suatu aksi perpindahan. Stabilitas ditentukan oleh
bentuk dan tekstur permukaan agregat kasar (kubus dan kasar).
Karakteristik agregat kasar:
a) Mempunyai kekuatan atau kekerasan (Crushing Strenght).
b) Mempunyai bentuk yang relatif kotak / kubus.
c) Mempunyai bidang permukaan yang relatif kasar.
Agregat yang digunakan dalam pembuatan aspal beton adalah batu
pecah atau kerikil dalam keadaan kering dengan persyaratan sebagai
berikut:
a) Keausan agregat yang diperiksa dengan mesin Los Angeles pada
500 putaran harus mempunyai nilai maksimum 40 %.
b) Kelekatan terhadap aspal harus lebih besar dari 95 %.
c) Indeks kepipihan agregat maksimum 25 %.
d) Peresapan agregat terhadap air maksimum 3 %.
e) Berat jenis semu agregat minimum 2,50.
f) Gumpalan lempung agregat maksimum 0,25 %.
g) Bagian-bagian batu yang lunak dari agregat harus kurang dari
5%.
12
permukaan. Agregat halus #30 s/d #200 penting untuk menaikkan
kadar aspal sehingga akan lebih awet.
Karakteristik agregat halus:
a) Mempunyai kekuatan atau kekerasan (Crushing Strenght).
b) Mempunyai bentuk yang relatif kotak / kubus.
c) Mempunyai bidang permukaan yang relatif kasar.
Agregat halus harus terdiri dari bahan-bahan berbidang kasar,
bersudut tajam, dan bersih dari kotoran-kotoran.Agregat halus terdiri
dari pasir, bahan-bahan halus hasil pemecahan batu atau kombinasi
bahan-bahan tersebut dalam keadaan kering yang memenuhi syarat:
a) Nilai sand equivalent dari agregat minimum 50.
b) Berat jenis semu minimum 2,50.
c) Dari pemeriksaan Atterberg, agregat harus non plastis.
d) Peresapan agregat terhadap air maksimum 3 %.
13
2.2.3. Bahan Tambah (Wetfix-Be)
Wetfix-Be adalah bahan kimia anti stripting yang disarankan
dosis pemakaian yaitu 0,3% terhadap kadar aspal terutama pada
musim hujan. Zat aditif kelekatan dan anti pengelupasan dapat
ditambahkan ke dalam aspal dan prosentase aditif yang diperlukan
serta waktu pencampurannya harus sesuai dengan petunjuk pabrik
pembuatnya. Keuntungan lain menggunakan zat aditif wetfix-be
pada perkerasan jalan yaitu:
a. Sebagai modifier aspal untuk meningkatkan ikatan agregat
dan aspal.
b. Dapat digunakan untuk mencapai macam jenis agregat.
c. Pemeliharaan rutin menjadi berkurang.
d. Dapat memperpanjang umur jalan 3-4 tahun.
e. Jalan selalu baik terpelihara dan nyaman.
Tabel 2.2 Spesifikasi yang dimiliki oleh Wetfix-Be (Akzo Nobel,
2003)
14
2.3. KARAKTERISTIK BETON ASPAL
Menurut pedoman Teknik No. 025/T/BM/1999, Lapis Beton Aspal
(Laston) adalah lapisan penutup kontruksi perkerasan jalan yang mempunyai
nilai struktural, dalam arti lapis perkerasan tersebut mempunyai tingkat
stabilitas dan ketahanan dalam menerima beban kendaraan serta memiliki
sifat kedap air. Sedangkan menurut Silvia Sukirman, 2003 dalam Rian,
2006, Lapis Beton Aspal adalah jenis perkerasan jalan yang terdiri dari
campuran agregat dan aspal, dengan atau tanpa bahan tambahan. Material-
materil pembentuk beton aspal dicampur di instalasi pencampur pada suhu
tertentu, kemudian untuk pekerjaan di lapangan campuran material tersebut
diangkut ke lokasi, dihamparkan dan dipadatkan. Campuran aspal beton
dapat dapat dikatakan baik apabila memiliki sifat berikut:
1. Stiff (Kaku)
Sifat tersebut diperlukan untuk:
a) Memikul/ membagi beban lalu lintas;
b) Mengurangi rutting/ bergelombang memotong jalan;
c) Mengurangi horizontal stress (mengurangi retak).
Agar dapat diperoleh sifat kaku (stiff), maka kebutuhan campuran
adalah sebagai berikut:
a) Permukaan agregat kasar atau batu pecah.
b) Kadar aspal rendah.
c) Kandungan filler yang banyak.
2. Flexible (Lentur)
Sifat tersebut diperlukan untuk:
a) Menahan retak
Jalan yang semakin kaku, kemungkinan timbul retak semakin
tinggi.
b) Menahan/ melawan tegangan atau regangan tarik
Jalan yang terlalu flexible mengakibatkan perubahan bentuk
sangat besar (rutting, alur).
15
Agar dapat diperoleh sifat lentur (flexible), maka kebutuhan
campuran adalah sebagai berikut:
a) Permukaan agregat kasar atau batu pecah.
b) Kadar aspal tinggi.
c) Kandungan filler yang sedikit.
3. Durable (Awet)
Sifat tersebut diperlukan untuk:
a) Memperlambat embrittlement/ kerapuhan dari campuran
beraspal.
b) Mempertahankan fleksibilitas, polishing dari agregat/ skid
resistant.
Agar dapat diperoleh sifat awet (durable), maka kebutuhan
campuran adalah sebagai berikut:
a) Kadar aspal tinggi.
b) Agregat gradasi rapat.
c) Rongga udara kecil.
4. Stable (Tahan terhadap tekanan)
Sifat tersebut diperlukan untuk:
a) Menahan tekanan akibat beban lalu lintas
b) Mengurangi rutting.
Agar dapat diperoleh sifat tahan terhadap tekanan (stable), maka
kebutuhan campuran adalah sebagai berikut:
a) Agregat harus bergradasi rapat, keras, permukaan kasar, dan
berasal dari batu pecah.
b) Kadar aspal sedang.
c) Aspal yang digunakan adalah aspal keras dengan angka penetrasi
kecil.
5. Impermeable (Kedap air)
Sifat tersebut diperlukan untuk mencegah masuknya air/ udara. Jika
air dan udara masuk ke dalam perkerasan, maka air dan udara ini
mempercepat proses oksidasi sehingga proses pelapukan akan
berlangsung lebih cepat.
16
Agar dapat diperoleh sifat kedap air (impermeable), maka kebutuhan
campuran adalah sebagai berikut:
a) Agregat dengan gradasi rapat.
b) Kadar aspal besar.
c) Rongga udara kecil.
6. Skid Resistance (Kekasaran)
Sifat tersebut diperlukan untuk mencegah slip pada kendaraan.
Agar diperoleh sifat kekesaran (skid resistant), maka kebutuhan
campuran adalah sebagai berikut:
a) Agregat dengan gradasi rapat.
b) Kadar aspal sedikit.
7. Workable (Kemudahan pengerjaan)
Sifat tersebut diperlukan untuk mempermudah pengerjaan di
lapangan.
Agar diperoleh sifat mudah dikerjakan (work ability), maka
kebutuhan campuran adalah sebagai berikut:
a) Agregat dengan gradasi rapat.
b) Kadar aspal besar dengan angka penetrasi tinggi.
8. Spray Reduction (Percikan api)
Sifat tersebut diperlukan untuk menghindari percikan api apabila
terjadi kecelakaan. Untuk memperoleh sifat spray reduction,
digunakan kadar aspal yang besar dengan angka penetrasi kecil.
17
2.4. AC-WC (ASPHALT CONCRETE – WEARING COURSE)
Salah satu produk yang kini banyak digunakan oleh Departemen
Permukiman dan Prasarana Wilayah adalah AC-WC (Asphalt Concrete-
Wearing Course) / Lapis Aus Aspal Beton. AC-WC adalah salah satu dari
tiga macam campuran lapis aspal beton yaitu AC-WC, AC-BC dan AC-
Base. Ketiga jenis Laston tersebut merupakan konsep spesifikasi campuran
beraspal yang telah disempurnakan oleh Bina Marga bersama-sama dengan
Pusat Litbang Jalan. Dalam perencanaan spesifikasi baru tersebut
menggunakan pendekatan mutlak.
Penggunaan AC-WC yaitu untuk lapis permukaan (paling atas) dalam
perkerasan dan mempunyai tekstur yang paling halus dibandingkan dengan
jenis laston lainnya. Pada campuran laston lainnya. Pada campuran laston
yang bergradasi menerus tersebut mempunyai sedikit rongga dalam
sstruktur agregatnya dibandingkan dengan campuran bergradasi senjang.
Hal tersebut menyebabkan campuran AC-WC lebih peka terhadap variasi
dalam proporsi campuran.
Gradasi agregat gabungan untuk campuran untuk campuran AC-WC
yang mempunyai gradasi menerus tersebut ditunjukkan dalam persen berat
agregat, harus memenuhi batas-batas dan harus berada di luar daerah
larangan (restriction zone) yang diberikan dalam Tabel 3.1 di bawah ini
dengan membandingkan jenis AC-BC yang mempunyai ukuran butir
agregat maksimum 25 mm atau 1 inch dan AC-Base 37,5 mm atau 1½ inch.
Jenis AC-WC mempunyai ukuran butir agregat maksimum 19 mm atau ¾
inch. Sedangkan ketentuan sifat-sifat campuran beraspal panas di Indonesia
seperti campuran beraspal jenis AC-WC adalah ketentuan yang telah
dikeluarkan oleh Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah bersama-
sama dengan Bina Marga, yaitu seperti tertera dalam Tabel 3.2 di bawah ini.
18
Tabel 2.3 Gradasi agregat untuk campuran aspal
19
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. UMUM
Penelitian ini dilakukan di laboratotium transportasi teknik sipil
universitas diponegoro dengan dasar menngunakan sistem pencampuran
aspal panas Ashpalt Concrete-Wearing Course (AC-WC) dengan panduan
The Asphalt Institute (1997) Superpave Series No.1 (SP-1) yang merupakan
dasar dari pembangunan jalan raya dan banyak digunakan oleh Bina Mraga.
Sedangkan standar-standar pengujian yang digunakan sebagian
menggunakan standar yang dikeluarkan oleh The Asphalt Institute (1997)
Superpave Series No.1 (SP-1) namun sebagian besar mengadopsi dari
metode-metode yang disahkan atau distandarkan oleh Bina Marga yang
berupa SK-SK SNI.
20
3.3. ALAT PENELITIAN
1. Alat Uji Pemeriksaan Aspal
Alat yang digunakan untuk pemeriksaan aspal antara lain: alat uji
penetrasi, alat uji titik lembek, alat uji titik nyala dan titik bakar, alat uji
daktilitas, alat uji kelarytan, dan alat uji berat jenis.
2. Alat Uji Pemeriksaan Agregat
Alat uji yang digunakan untuk pemeriksaan agregat antara lain: saringan
standar (terdiri dari ukuran ¾”, ½”, 3/8”, #4, #8, #16, #30, #50, dan
#200), oven, alat uji berat jenis, alat uji kelekatan, dan alat uji kadar
lumpur.
3. Alat Uji Pemeriksaan Bahan Campuran
Alat uji yang digunakan untuk pemeriksaan bahan campuran antara lain:
alat uji marshall, penumbuk manual, alat cetak benda uji, bak perandam,
dan alat uji ekstraksi.
21
nyala dan titik bakarnya. Dalam percampuran aspal diusahakan
untuk tidak melebihi titik nyala karena bila dipanaskan melebihi
titik nyala, aspal dapat menjadi keras dan getas.
d) Pemeriksaan Daktilitas Aspal
Uji daktilitas aspal adalah suatu uji kualitatif yang secara tidak
langsung dapat digunakan untuk mengetahui tingkat adhesiveness
atau daktilitas aspal keras. Aspal dengan nilai daktilitas yang
rendah adalah aspal yang memiliki gaya adesi yang kurang baik
dibandingkan dengan aspal yang memiliki nilai daktilitas yang
tinggi.
e) Pemeriksaan Kelarutan Aspal dalam CCl4
Pengujian tersebut bertujuan untuk mengetahui tingkat
kemurnian aspal dengan menggunakan larutan CCl4.
f) Pemeriksaan Berat Jenis Aspal
Pada pengujian tersebut dihasilkan berat jenis aspal yang akan
digunakan dalam analisis campuran, yaitu pada formula berat jenis
maksimum campuran dan presentase rongga terisi aspal.
g) Pengujian Kehilangan Berat Bitumen
Pengujan tersebut bertujuan untuk mengetahui presentase
kehilangan berat aspal.
h) Pengujian Viskositas Bitumen
Uji viskositas bertujuan untuk mengetahui tingkat kekentalan
aspal.
Seperti disebutkan di atas bahwa terdapat 8 jenis pengujian, namun
dalam makalah ini kami hanya melakukan 6 jenis pengujian. Pengujian
yang kami lakukan adalah:
a) Pemeriksaan Penetrasi Bahan Bitumen,
b) Pemeriksaan Titik Lembek Aspal,
c) Pemeriksaan Titik Nyala dan Titik Bakar Aspal,
d) Pemeriksaan Daktilitas,
e) Pemeriksaan Kelarutan Aspal dalam CCl4, serta
f) Pemeriksaan Berat Jenis Aspal.
22
3.4.2 Pengujian Bahan Agregat
Agregat yang kami gunakan berasal dari quarry daerah Kali Kutho.
Pengujian yang harus dilakukan antara lain:
a) Analisa Saringan Agregat Kasar dan Halus
Gradasi agregat adalah pembagian ukuran butiran yang dinyatakan
dalam persen dari berat total. Tujuan utama pekerjaan analis ukuran
butir agregat adalah untuk pengontrolan gradasi agar diperoleh
konstruksi campuran yang bermutu tinggi. Suatu lapisan yang semuanya
terdiri dari agregat kasar dengan ukuran yang kira-kira sama
mengandung rongga udara sekitar 35%. Apabila lapisan tersebut terdiri
atas agregat kasar, sedang, dan halus dengan perbandingan yang benar
akan dihasilkan lapisan agregat yang lebih padat dan rongga udara yang
kecil.
b) Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat
Pengujian tersebut bertujuan untuk mengetahui berat jenis dan
penyerapan agregat.
c) Pemeriksaan Kelekatan Agregat terhadap Aspal
Pengujian tersebut bertujuan untuk mengetahui kecelakaan agregat
terhadap aspal.
d) Pengujian Kadar Lumpur
Adanya partikel ringan pada agregat dengan jumlah besar yang
digunakan sebagai campuran aspal panas akan mengganggu stabilitas
campuran. Partikel ringan yang dimaksud adalah partikel yang
mengapung di atas larutan yang berat jenisnya 2. Bahan yang digunakan
untuk memisahkan partikel ringan adalah larutan sengkhlorida (ZnCl2)
berat jenis 2.
e) Pengujian Indeks Kepipihan dan Kelonjongan
Bentuk butir (particle shape) pada agregat dibedakan menjadi 6
kategori, yaitu bulat, tidak beraturan, berbidang pecah (angular), pipih,
panjang, pipih, dan lonjong. Agregat yang pipih dan atau panjang akan
mudah patah apabila mendapat beban lalu lintas. Besarnya kepipihan
dinyatakan dalam indeks kepipihan. Banyaknya agregat yang pipih
23
dinyatakan dengan indeks kepipihan (flackiness index) dan agregat yang
panjang dinyatakan dengan indeks kelonjongan (elongatian index).
f) Pengujian Keausan Agregat
Pada pekerjaan jalan, agregat akan mengalami proses tambahan seperti
pemecahan, pengikisan akibat cuaca, pengausan akibat lalu lintas. Guna
mengatasi hal tersebut, agregat harus mempunyai daya tahan yang
cukup terhadap pemecahan (crushing), penurunan (degradation), dan
penghancuran (disintegration). Agregat pada atau di dekat permukaan
perkerasan memerlukan kekerasan dan mempunyai daya tahan terhadap
pengausan yang lebih besar dibandingkan dengan agregat yang letaknya
pada lapisan lebih bawah karena bagian atas perkerasan menerima beban
terbesar.
g) Pengujian Pelapukan Agregat
Merupakan pengujian untuk mengetahui ketahanan agregat terhadap
perubahan cuaca (dilakukan dengan sodium sulfat atau magnesium
sulfat).
Seperti disebutkan di atas bahwa terdapat 7 jenis pengujian, namun dalam
penelitian kali ini kami hanya melakukan 4 jenis pengujian. Pengujian yang
kami lakukan adalah:
a) Analisa Saringan Agregat Kasar dan Halus,
b) Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat,
c) Pemeriksaan Kelekatan Agregat terhadap Aspal,
d) Pengujian Kadar Lumpur.
24
b) Pemeriksaan Kadar Bitumen dengan Cara Ekstraksi
Ekstraksi yang dilakukan merupakan proses pengendalian mutu, di mana
bermaksud untuk memeriksa kadar aspal pada suatu campuran yang
telah digelar di lapangan dengan kadar aspal optimum pada JMF. Selain
pemeriksaan kadar aspal, pemeriksaan gradasi agregat juga diperlukan
karena dapat mempengaruhi kinerja perkerasan jalan jika berbeda
dengan gradasi agregat pada JMF.
Seperti disebutkan di atas pengujian yang dilakukan, namun dalam
penelitian kali ini kami melakukan beberapa kali pengujian. Pengujian yang
kami lakukan adalah:
a) Pemeriksaan dengan Alat Marshall dicampur dengan wetfix-be.
25
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pemilihan material yang digunakan dan hasil pengujian bahan-bahan yang
digunakan.
4.1.1. Pemiilihan Material
Dalam pembuatan rancangan campuran rencana ini agregat kasar yang
digunakan berasal dari Quarry Kali Kutho, agregat halus (pasir) yang digunakan
berasal dari Muntilan, dan bitumen (aspal) yang digunakan adalah aspal buatan
Pertamina pen 60/70.
4.1.2. Pengujian Material
A. Pengujian Bahan Bitumen
1) Penetrasi Bahan Bitumen
a) Data Hasil Pengujian
Tabel 4.1 Data Hasil Penetrasi
Pengamatan 1 70 72
Pengamatan 2 73 72
Pengamatan 3 70 69
Pengamatan 4 72 71
Pengamatan 5 71 70
Rata-rata 71,0
26
b) Perhitungan dan Analisis
Mencari rata-rata nilai penetrasi dari percobaan yang telah dilakukan.
Perhitungannya adalah sebagai berikut:
Toleransi 2 4 12 20
c) Kesimpulan
1. Terpenuhinya toleransi nilai penetrasi 4 mm dari kedua percobaan
penetrasi yang dilakukan.
27
2. Dari hasil percobaan yang telah dilakukan diperoleh rata-rata nilai
penetrasi aspal sebesar 71,0 mm sehingga memenuhi persyaratan
aspal penetrasi 60/70.
28
2) Titik Lembek Aspal
a) Presentasi Data Hasil Pengujian
Tabel 4.4 Pemeriksaan Titik Lembek
o
Suhu yang diambil Waktu (menit) Titik Lembek ( C )
No
o o
C F I II I II
1 5 41 0 0 5 5
2 10 50 1 1 12 12
3 15 59 2 2 16 16
4 20 68 3 3 20 20
5 25 77 4 4 25 25
6 30 86 5 5 31 31
7 35 95 6 6 36 36
8 40 104 7 7 42 42
10 50 122 9 9 52 52
11 55 131
29
Nilai titik lembek rata-rata =
= 52 oC.
Pada percobaan ini diperoleh data titik lembek yaitu 52oC . Aspal
yang digunakan dalam percobaan adalah aspal dengan penetrasi 60 / 70
yang memiliki titik lembek antara 48-58 oC sehingga aspal yang diuji
masuk dalam spesifikasi.
Pengujian titik lembek merupakan salah satu cara untuk mengetahui
pada suhu berapa aspal mulai melembek sehingga dapat menentukan
aspal yang digunakan sesuai atau tidak dengan susu yang ada di lapangan.
c) Kesimpulan
1. Titik lembek aspal yang diperoleh dari hasil percobaan adalah 52 oC.
2. Aspal yang digunakan untuk percobaan memenuhi spesifikasi aspal
penerasi 60/70, dimana titik lembek berada pada suhu 48-58 oC
30
3) Pemeriksaan Titik Nyala dan Titik Bakar
a) Presentasi Data Hasil Pengujian
Tabel 4.6 Pemeriksaan Titik Nyala
Temperatur
Mulai jam :
o
10.40 110 C
Selesai jam :
10.45
o o
C dibawah titik nyala Waktu C Titik nyala
56 1 231 -
51 2 236 -
46 3 241 -
41 4 246 -
36 6 251 -
31 7 256 -
26 10 261 -
21 11 266 -
31
16 12 271 -
11 13 276 -
6 14 281 -
c) Kesimpulan
1. Dari hasil pemeriksaan menunjukkan titik nyala sebesar 286oC ˃ 200oC
berarti memenuhi spesifikasi sifat untuk penetrasi 60/70.
2. Dari hasil pemeriksaan menunjukkan titik bakar lebih dari 300oC berarti
memenuhi spesifikasi sifat untuk penetrasi 60/70.
32
4) Pemeriksaan Daktilitas
a) Presentasi Data Hasil Pengujian
Tabel 4.8. Pemeriksaan Daktilitas
Mulai jam:
10.50
Selesai jam:
12.00
Mencapai suhu
Direndam pada suhu
pemeriksaan o
25 C Pembacaan suhu
Mulai jam: temperatur 25oC
12.00
Selesai jam:
Pemeriksaan 13.00
Daktilitas pada suhu
o
25 C
Pembacaan suhu
Mulai jam: temperatur 25oC
Selesai jam: 13.15
13.39
33
nilai daktilitas akan semakin tinggi, sehingga aspal akan terbilang semakin
plastis.
c) Kesimpulan
Dari hasil uji pemeriksaan daktilitas terhadap kedua benda uji aspal di atas
diperoleh hasil 110 cm sehingga memenuhi spesifikasi penetrasi 60/70.
34
5) Pemeriksaan Kelarutan Aspal dengan Karbon Tetra Klorida (CCL4)
35
b) Perhitungan dan Analisa
Berat aspal = (berat erlenmeyer + aspal) – (berat erlenmeyer kosong)
= 116,800 – 113,800
= 3,000 gram
Berat endapan = (berat kertas saring+endapan)–(berat kertas saring
kosong)
= 1,130 – 1,110
= 0,02 gram
Presentase endapan = 0,02/3,000 x 100%
= 0,67 %
Presentase aspal yang larut = 100 % - 0,67 %
= 99, 33 %
c) Kesimpulan
Dari hasil pemeriksaan kelarutan aspal dalam CCl4, diperoleh nilai
kelarutan CCl4 = 99,33 %. Menurut spesifikasi kelarutan CCl4 di atas 99%
memenuhi spesifikasi aaspal pen 60/70.
36
6) Berat Jenis Bitumen atau Aspal Keras
a) Data Hasil Pengujian
Tabel 4.12 Pemeriksaan Berat Jenis Aspal
Pembukaan Dipanaskan Pembacaan suhu oven
contoh
Mulai jam : 08.30 Temperatur 110oC
Selesai jam : 09.00
Didiamkan
Mendinginkan contoh
Mulai jam :09.00
Selesai jam : 09.10
Direndam
Mencapai suhu
Mulai jam :09.10
Pemeriksaan
Selesai jam : 09.40
Berat jenis
Pemeriksaan
Mulai jam : 09.40
Selesai jam : 10.05
Contoh I II
37
Berat Air (3) 13,910 gr 14,770 gr
Rata-Rata 1,043
BJ =
= 𝐶−𝐴
𝐵−𝐴 − 𝐷−𝐶
Keterangan:
Contoh I
–
=
= 1,044 gr/cm3
38
Contoh II
–
=
= 1,042 gr/cm3
= 1,043 gr/cm3
c) Kesimpulan
Berdasarkan dari pengujian, diperoleh nilai berat jenis rata-rata aspal
sebesar 1,043 sehingga aspal yang telah diuji tersebut memenuhi syarat
sebagai aspal penetrasi 60/70 yaitu berat jenis minimal 1.
39
B. Pengujian Bahan Agregat
1. Analisis Saringan Agregat Kasar dan Halus
a) Data Hasil Pengujian
1) Batu Pecah ¾” (5000 gram)
Analisis pembagian butiran batu pecah ¾” dapat dilihat pada Tabel
Tabel 4.14 Analisis Pembagian Butiran Batu Pecah ¾”
60
50
40
30 Lolos (%)
20
10 Batas
0 Bawah
Nomor Saringan
Gambar 4.1 Grafik Analisis Saringan pada Batu Pecah maks 3/4 “
40
2) Batu Pecah ½” (2500 gram)
60
50
Lolos (%)
40
Batas Bawah
30
Batas Atas
20
10
0
Nomor Saringan
Gambar 4.2 Grafik Analisis Saringan pada Batu Pecah maks 1/2 “
41
3) Abu Batu (500 gram)
Analisis pembagian butiran abu batu dapat dilihat pada Tabel 3.3
Tabel 4.16 Analisa Pembagian Butiran Abu Batu
80
70
60
Presentase
50 Lolos
(%)
40 Batas
Bawah
30
20
10
0
No.200 No.100 No.50 No.30 No.16 No.8 No.4 3/8" 1/2" 3/4"
Nomor Saringan
42
4) Pasir (500 gram)
Analisis pembagian butiran pasir dapat dilihat pada Tabel 4.17
Tabel 4.17 Analisa Pembagian Butiran Pasir
100
Analisa Saringan Agregat Pasir
90
80
70
60
Presentase
50 Lolos (%)
40 Batas Bawah
30 Batas Atas
20
10
0
No.200 No.100 No.50 No.30 No.16 No.8 No.4 3/8" 1/2" 3/4"
Nomor Saringan
43
b) Analisa Data
2. Penggabungan agregat dengan cara analitis diperoleh melalui proses trial and
error menggunakan program Microsoft Excel dan menghasilkan perbandingan
antara agregat halus dan agregat kasar sebesar 63,96% : 36,04% dengan
komposisi agregat sebagai berikut :
c) Pasir = 5,00 %
Analisis pembagian butiran kombinasi agregat AC dengan cara analitis dapat dilihat
pada Tabel 4.17 berikut.
44
Kombinasi Agregat AC-WC
100
90
80
70
60
Presentase
50 KOMBIN
ASI
40
BATAS
30 BAWAH
20 BATAS
ATAS
10
0
No.200 No.100 No.50 No.30 No.16 No.8 No.4 3/8" 1/2" 3/4"
Nomor Saringan
c) Kesimpulan
Dari pengujian tersebut, diperoleh perbandingan antara agregat kasar dan agregat
halus adalah 63,96% : 36,04% dengan perincian sebagai berikut:
Agregat kasar - batu pecah ¾” = 10,50%
- batu pecah 1/2” = 53,46%
Agregat halus - pasir = 5,00 %
- abu batu = 31,04%
Gradasi tersebut masuk dalam spesifikasi sehingga dapat direkomendasikan untuk
bahan pembuatan campuran beton aspal tipe Asphalt Concrete-Wearing Course (AC-
WC).
45
2. Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar
a) Presentasi Data Pengujian
Pemeriksaan Berat Jenis Agregat Kasar (PB-0202-76)
1) Jenis material : Batu Pecah 3/4"
Tabel 4.18 Tabel Berat Jenis Agregat Kasar 3/4
b) Analisa Data
Penyerapan (Absorption) =
Keterangan :
BK = berat benda uji kering oven (gram)
BJ = berat benda uji kering permukaan jenuh (gram)
BA = berat benda uji kering permukaan jenuh didalam air (gram)
46
Perhitungan
1) Batu Pecah 3/4"
BJ SSD = = 2,751
BJ semu = = 2,827
BJ SSD = = 2,756
BJ semu = = 2,824
Hasil analisis
Pada pemeriksaan berat jenis agregat kasar didapatkan kesimpulan
sebagai berikut:
Tabel 4.20 Tabel Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar
Keterangan Batu Pecah ¾” Batu Pecah 1/2”
Berat Jenis (Bulk) 2,710 2,719
Berat Jenis SSD 2,751 2,756
Berat Jenis semu 2,827 2,824
Penyerapan 1,521% 1,362 %
c) Kesimpulan
Berdasarkan spesifikasi AASHTO (Assosiation of AmericanStates
Highway Transportation Organization) yang mensyaratkan berat jenis
semu minimum adalah 2,50 dan penyerapan maksimum adalah 3%, maka
agregat tersebut memenuhi syarat sebagai material campuran aspal. Dari
percobaan diperoleh berat jenis semu 2,827 dan penyerapannya 1,521%
untuk batu pecah ¾” dan berat jenis semu 2,824 serta 1,362% untuk
penyerapan pada batu pecah 1/2”.
47
3. Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus
Percobaan Hasil
Percobaan Hasil
48
b) Analisa Data
BK
Berat jenis (Bulk Specific Gravity) =
B 500 Bt
500
Berat jenis kering permukaan jenuh (SSD) =
B 500 Bt
BK
Berat jenis semu (Apparent Specific Gravity) =
B Bk Bt
(500 Bk)
Penyerapan (Absorbtion) = x100%
Bk
Perhitungan
1) Abu batu
BJ SSD = = 2,796
BJ semu = = 2,908
2) Pasir
BJ SSD = = 2,807
BJ semu = = 2,909
c) Kesimpulan
49
Pada pemeriksaan berat jenis agregat halus diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
Tabel 4.23 Tabel Barat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus
Keterangan Abu Batu Pasir
Berat Jenis (Bulk) 3,647 3,793
Berat Jenis SSD 3,725 3,866
Berat Jenis Semu 3,957 4,094
Penyerapan 2,145% 1,936%
50
4. Kelekatan Agregat Terhadap Aspal
51
5. Pemeriksaan Kadar Lumpur Agregat Halus
a) Data Perhitungan dan Analitis
1) Data perhitungan kadar lumpur dalam pasir
a) Tinggi gliserin = 3 ml
b) Tinggi gliserin + air + pasir = 15 ml
c) Tinggi pasir (V1) = 4,0 ml
d) Tinggi lumpur (V2) = 0,2 ml
Kadar lumpur = x 100 % = x 100 % = 4,76 %
b) Kesimpulan
Hasil dari praktikum didapat kadar lumpur pada pasir sebesar 4,76 %
dan kadar lumpur pada abu batu sebesar 14,89 %. Menurut SNI S-04-
1989-F agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5 %.
Agregat halus yang akan digunakan dicuci terlebih dahulu agar lumpur
yang ada berkurang sehingga kadar lumpur tidak lebih dari 5 %.
52
6. Abrasi Agregat
a) Data Hasil Pengujian dan Analisis
Fraksi
Nomor Saringan (Tertahan)
Berat Sampel 1 Berat Sampel 2
3/4" 0 0
1/2" 2500 gr 2500 gr
3/8" 2500 gr 2500 gr
No.4 0 0
No.8 0 0
No.16 0 0
No.30 0 0
No.50 0 0
No.100 0 0
No.200 0 0
Jumlah Berat 5000 gr 5000 gr
Berat Tertahan Saringan No.12 4041,1 gr 4135,8 gr
I A = 5000 gram
B = 4041,1 gram
A-B = 5000 – 4041,1
= 958,9 gram
II A = 5000 gram
B = 4135,8 gram
= 864,2 gram
Keausan I =
= 19,178 %
53
Keausan II =
= 17,284 %
= 18,231 %
b) Kesimpulan
54
4.2 Perhitungan komposisi campuran beton aspal
A. Perkiraan Kadar Beton Aspal
Rumus The Asphalt Institute
P = 0,035 a + 0,045 b + c
Dimana:
= 28,84 %
Sehingga:
= 4,466%
55
abs aspal = (%A x abs A + %B x abs B + %C x abs C + %D x
31,04% x 2,15)x0,5
= 0,797 %
= 4,466+ 0,797
= 5,262 %
Peraturan 2001
= 4,265
= 4,265+ 0,797
= 5,180
56
B. Perhitungan Komposisi Agregat
Misal Untuk Kadar aspal 4,5 %
Berat campuran = 1200 gram
Berat aspal = 4,5% x 1200 = 54 gram
Berat agregat = 1200– 54 = 1146 gram
Agregat ¾“ = 10,5% x 1146 = 120,33 gram
Agregat ½” = 53,46% x1146 = 612,65 gram
Pasir = 5% x 1146 = 57,3 gram
Abu batu = 31,04% x1146 = 355,72 gram
57
4.3 Hasil pengujian marshall untuk memperoleh Kadar Aspal Optimum
A. Perhitungan Berat Jenis Agregat
BJ Bulk Campuran =
VIM =
VMA =
58
Data hasil dan perhitungan pengujian Marshall untuk memperoleh Kadar Aspal Optimum disajikan dalam tabel dan grafik
dibawah ini.
1 4,5 2,485 506,9 1169,9 692,2 1199,1 2,308 7,124 19,138 58,297 125 125,0 1197,36 2,27 517,1293702
1 4,3 2,492 496,6 1179,8 697,2 1193,7 2,376 4,668
2 5,0 2,467 504,87 1179,9 691,4 1196,3 2,337 5,280 18,554 67,966 102 102,0 976,65 1,97 486,0430752
2 4,8 2,474 492,65 1178,7 692,2 1184,9 2,393 3,306
3 5,5 2,450 501 1177,6 691,5 1192,5 2,350 4,050 18,516 75,371 92 92,0 888,38 2,35 370,6210861
3 5,3 2,457 489,8 1169,6 694,8 1184,6 2,388 2,799
4 6,0 2,432 500,2 1175,4 698,7 1198,9 2,350 3,387 18,965 79,966 91 91,0 882,10 3,02 286,3604341
4 5,8 2,439 491,6 1174,0 686,4 1178,0 2,388 2,094
5 6,5 2,415 502,5 1173,3 694,0 1196,5 2,335 3,323 19,911 81,409 86 86,0 832,93 1,88 434,359277
59
Bj. Bulk VS Kadar aspal
2,37
2,35
2,33
Bj. Bulk
2,31
2,29
2,27
4,5 5,0 5,5 6,0 6,5
Kadar Aspal
1200
1100
Stabilitas
1000
900
800
700
4,5 5,0 5,5 6,0 6,5
Kadar aspal
4,0
Flow
3,0
2,0
1,0
4,5 5,0 5,5 6,0 6,5
Kadar Aspal
60
Marshall Quotion vS Kadar Aspal
600
500
400
MQ
300
200
100
4,5 5,0 5,5 6,0 6,5
Kadar Aspal
80
70
VFB
60
50
40
4,5 5,0 5,5 6,0 6,5
Kadar Aspal
20,0
19,0
VMA
18,0
17,0
16,0
15,0
4,5 5,0 5,5 6,0 6,5
Kadar Aspal
61
2x75
2x400
Gambar 4.12 Perbandingan Vim dan VIM PRD dengan Kadar Aspal
Dari grafik hubungan parameter campuran aspal metode Marshall diperoleh hasil
yang ditunjukan pada tabel 4.27 di bawah.
Tabel 4.27 Data Hasil Pengujian Marshall
KADAR
ASPAL
URAIAN SPESIFIKASI HASIL MEMENUHI
Kadar Rongga Udara/ Void In Mix (VIM) 3-5% 3,3-7,1% 5,1-6,5%
833-
Stabilitas Marshall min 800 kg 1197kg 4,5-6,5%
Kelelehan (Flow) 2-4mm 1,9-3,0mm 4,5-6,4%
BJ bulk max 2,5 2,30-2,35 4,5-6,5%
Ruang Terisi Aspal/ Void Filled with Asphalt
(VFA) min 65 58-81 4,8-6,5%
Rongga Dalam Mineral Agregat/ Void In
Mineral (VMA) min 15 18,5-19,9 4,5-6,5%
Hasil Bagi Marshall/ Marshall Quotient
(MQ) min 250 286-517 4,5-6,5%
VIM PRD min 2 2,7-4,6 4,5-6,5%
62
Dari tabel 4.27 di atas kemudian di plotkan pada diagram pemilihan Kadar Aspal Optimum pada gambar 4.13 di bawah ini.
63
4.4 Aplikasi beton aspal di lapangan
1. Persiapan Material
a. Batu blondos → Quarry (sungai/gunung) → Angkut (dump truck) →
Base Camp
b. Pasir alam → Quarry (sungai/gunung) → Angkut (dump truck) →
Base Camp
c. Aspal curah → Pertamina → Angkut (truk tangki) → Base Camp
d. Wetfix-Be → Perusahaan terkait → Angkut (truk tangki) → Base
Camp
e. Batu blondos (Base Camp) → Dipecah (stone crusher) → Batu pecah
10-20 mm, batu pecah 5-10mm, dan abu batu 0-5mm
2. Pengujian Material
a. Ambil sampel material di cold bin/stock pile (batu pecah, abu batu,
pasir, aspal)
b. Pengujian material di laboratorium
Batu pecah → gradasi, abrasi, kelekatan, dll
Abu batu → gradasi, berat jenis, kadar lumpur, dll
Pasir → gradasi, berat jenis, kadar lumpur, dll
Aspal → penetrasi, titik lembek, titik nyala, dll
3. Penyusunan Job Mix Formula
a. Meneliti sifat-sifat material
b. Mencari gradasi campuran dari gradasi batu pecah, abu batu, pasir
→ Diperoleh prosentase proporsi masing-masing agregat
c. Hitung perkiraan kadar aspal lewat perumusan
d. Buat bricket marshall (gradasi gabungan + variasi kadar aspal)
e. Marshall test
f. Menentukan kadar aspal optimum berdasarkan Marshall test
4. Setting Asphalt Mixing Plant
a. Tentukan bukaan gate cold bin 1,2,3,4 berdasar volume aliran cold
bin (m3/jam) dan kebutuhan volume di hot bin
b. Ambil sampel di hot bin 1,2,3,4
c. Tes gradasi masing-masing hot bin 1,2,3,4 -> gradasi kombinasi
mendekati job mix formula
d. Buat bricket marshall (gradasi hot bin + kadar aspal job mix
formula)
e. Pengujian marshall dibandingkan dengan job mix formula
5. Trial Produksi
a. Produksi hotmix di AMP base camp
b. Ambil sampel hotmix dan agregat hot bin 1,2,3,4
64
c. Lakukan pengujian dan dibandingkan dengan job mix formula
Marshall test
Ekstraksi
Gradasi ekstraksi
Gradasi hot bin 1,2,3,4
6. Trial Lapangan
a. Produksi hotmix di AMP
b. Ambil sampel dan bawa ke laboratorium
c. Hotmix → Angkut (dump truck tertutup) → ke lapangan
d. Siapkan lapangan dan bersihkan
e. Lapangan disemprot tack coat
f. Tes suhu hotmix di dump truck lapangan
g. Hampar hotmix
h. Cek ketebalan hamparan + kerataan
i. Cek suhu hamparan (lebih besar dari suhu pemadatan)
j. Pemadatan awal (tandem roller)
k. Pemadatan kedua (tire roller)
l. Pemadatan akhir (tandem roller)
m. Lakukan coredrill setelah lebih dari 24 jam
n. Sampel diuji di laboratorium di basecamp
Ekstraksi
Gradasi ekstraksi
Marshall test
Gradasi hot bin 1,2,3,4
o. Material coredrill
Tes ketebalan
Tes kepadatan lapangan
Uji gradasi
7. Produksi rutin
a. Lakukan kontrol rutin setiap produksi maksimal 200 ton hotmix
b. Setiap ada perubahan:
Material
Alat pencampur
Kadar aspal
65
4.5 Analisis dan pembahasan
1) Dari grafik diagram pemilihan kadar aspal optimum sebelumnya diperoleh kadar
aspal optimum 5,525 %.
2) Secara analitis didapat kadar aspal optimum 5,262 %.
Dari hasil di atas terdapat selisih kadar aspal optimum, hal ini terjadi karena
rumus Asphal Institute menggunakan penyesuaian spesifikasi (presentase
agregat) yang disyaratkan yaitu campuran yang akan digunakan untuk membuat
sampel/ briket. Sedangkan metode Marshall menggunakan hubungan parameter
campuran aspal yang meliputi berat isi (BJ Bulk), kadar rongga udara, rongga
terisi aspal, stabilitas, kelelehan yang disesuaikan dengan spesifikasi dalam
pemilihan kadar aspal.
Komposisi campuran AC-WC yang digunakan:
Kadar Aspal Rancangan = 5,525 %
Batu Pecah Maks. ¾” = 10,5 %
Batu Pecah Maks. ½” = 53,46 %
Pasir = 5,00 %
Abu Batu = 31,04 %
Wetfix- Be = 0,3% dari kadar aspal.
66
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1) Rancangan Campuran Rencana/ Job Mix Formula (JMF) AC-WC yang
digunakan:
Kadar Aspal Rancangan = 5,525 %
Batu Pecah Maks. ¾” = 10,5 %
Batu Pecah Maks. ½” = 53,46 %
Pasir = 5,00 %
Abu Batu = 31,04 %
Wetfix- Be = 0,3% dari kadar aspal.
2) Aplikasi di lapangan meliputih hal-hal di bawah ini dengan memperhatikan
kemudahan pelaksanaan (workability), yaitu:
a) Persiapan Material
b) Pengujian Material
c) Penyusunan Job Mix Formula
d) Setting Asphalt Mixing Plant
e) Trial Produksi
f) Trial Lapangan
g) Produksi rutin
5.2 Saran
Untuk mendapatkan hasil pengujian material dan campuran aspal beton
yang sesuai dengan standar yang ditentukan, sebaiknya pengujian dilaksanakan
dengan memperhatiakan hal-hal sebagai berikut:
1) Pelaksanaan pengujian dilakukan sesuai dengan tata cara dan prosedur
yang benar.
2) Alat uji yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan yang ada.
3) Pengujian dilaksanakan dengan teliti.
4) Alat pengujian sebaiknya selalu dikalibrasi.
5) Menggunakan material yang baik.
67
DAFTAR PUSTAKA
Akuba, Rohandi S., Fakih Husnan, dan Frice L. Desei. 2013. Pengaruh Pemakaian
Aditif Wetfix-Be pada Campuran Asphalt Concrete Binder Course (AC-BC). Jurusan
Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo. Volume 1, No. 1.
Anonim. 1997. The Asphalt Institute, Performance Graded Asphalt Binder Specification
and Testing, Superpave Series No.1 (SP-1). Kentucky.
Direktorat Jendral Bina Marga. 2010. Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal Beton
(LASTON).
Harold N. Atkins. 1997. Highway Materials, Soils and Concretes, 3th Edition Prentice
Hall. New Jersey.
Kerbs, R.D. and Walker, R.D.. 1971. Highway Materials, McGraw Hill. New York.
68
LAMPIRAN
69
LAMPIRAN A
PEMERIKSAAN PENETRASI
SNI 06 - 2456 - 1991
o o
C dibawah titk nyala Waktu C Titik nyala
56 1 231
51 2 236
46 3 241
41 4 246
36 6 251
31 7 256
26 10 261
21 11 266
16 12 271
11 13 276
6 14 281
1 15 286 286
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
LABORATORIUM TRANSPORTASI
FAKULTAS TEKNIK-JURUSAN SIPIL
Jl.Prof. H. Sudarto, SH Tembalang-Semarang Kotak Pos 1269 Telp (024) 7460053; 7460055
PEMERIKSAAN DAKTILITAS
SNI 06 - 2432 - 1991
Pengamatan I 110 cm
Pengamatan II 110 cm
Atau = 0,67 % %
Rata - rata = - %
Sampel
HASIL PEMERIKSAAN
Aspal Pen 60 / 70
SPESIFIKASI
No. JENIS PEMERIKSAAN HASIL SATUAN
MIN MAX
1 Penetrasi 25 oC,100gr,5 detik 71 60 79 0.1 mm
o
2 Titik Lembek 52 48 58 Celcius
o
3 Titik Nyala 286 200 - Celcius
4 Daktilitas 110 100 - cm
5 Berat Jenis pada 25 oC 1,043 1 - gram/ cc
6 Kelarutan dalam CCL 4 0,67 - 0,8 %
Inch mm gr gr % %
16,15
Berat Contoh = 5000 gram
Analisa Saringan
100,00
90,00
80,00
70,00
60,00
% Lolos
50,00
40,00
30,00
20,00
10,00
0,00
3/4" 1/2" 3/8" #4 #8 #16 #30 #50 #100 #200
No. Saringan
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
LABORATORIUM TRANSPORTASI
FAKULTAS TEKNIK-JURUSAN SIPIL
Jl.Prof. H. Sudarto, SH Tembalang-Semarang Kotak Pos 1269 Telp (024) 7460053; 7460055
Analisa Saringan
100,00
90,00
80,00
70,00
60,00
% Lolos
50,00
40,00
30,00
20,00
10,00
0,00
3/4" 1/2" 3/8" #4 #8 #16 #30 #50 #100 #200
No. Saringan
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
LABORATORIUM TRANSPORTASI
FAKULTAS TEKNIK-JURUSAN SIPIL
Jl.Prof. H. Sudarto, SH Tembalang-Semarang Kotak Pos 1269 Telp (024) 7460053; 7460055
Analisa Saringan
100,00
90,00
80,00
70,00
60,00
% Lolos
50,00
40,00
30,00
20,00
10,00
0,00
3/4" 1/2" 3/8" #4 #8 #16 #30 #50 #100 #200
No. Saringan
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
LABORATORIUM TRANSPORTASI
FAKULTAS TEKNIK-JURUSAN SIPIL
Jl.Prof. H. Sudarto, SH Tembalang-Semarang Kotak Pos 1269 Telp (024) 7460053; 7460055
Analisa Saringan
100,00
90,00
80,00
70,00
60,00
% Lolos
50,00
40,00
30,00
20,00
10,00
0,00
3/4" 1/2" 3/8" #4 #8 #16 #30 #50 #100 #200
No. Saringan
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
LABORATORIUM TRANSPORTASI
FAKULTAS TEKNIK-JURUSAN SIPIL
Jl.Prof. H. Sudarto, SH Tembalang-Semarang Kotak Pos 1269 Telp (024) 7460053; 7460055
CA = 67,05 ( 3/4" - #8 )
FA = 28,84 ( #8 - #200 )
FF = 4,11 #200
= 100,00
GRADASI KOMBINASI
100
90
80
70
% LOLOS
60
50
40
30
20 Kurva Gradasi Kombinasi
10
0
#200 #100 #50 #30 #16 #8 #4 3/8" 1/2" 3/4"
NO. SARINGAN
A B Rata - rata
Berat benda uji kering oven ( BK ) 3461 - 3461
Berat benda uji kering permukaan jenuh ( BJ ) 3514 - 3514
Berat benda uji dalam air ( BA ) 2237 - 2237
A B Rata - rata
Berat jenis ( Bulk ) BK
( BJ - BA ) 2,710 - 2,710
Penyerapan ( Absorbtion ) ( BJ - BK )
x 100 % 1,531
BK - 1,531
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
LABORATORIUM TRANSPORTASI
FAKULTAS TEKNIK-JURUSAN SIPIL
Jl.Prof. H. Sudarto, SH Tembalang-Semarang Kotak Pos 1269 Telp (024) 7460053; 7460055
A B Rata - rata
Berat benda uji kering oven ( BK ) 2570 - 2570
Berat benda uji kering permukaan jenuh ( BJ ) 2605 - 2605
Berat benda uji dalam air ( BA ) 1660 - 1660
A B Rata - rata
Berat jenis ( Bulk ) BK
( BJ - BA ) 2,720 - 2,720
Penyerapan ( Absorbtion ) ( BJ - BK )
x 100 % 1,362
BK - 1,362
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
LABORATORIUM TRANSPORTASI
FAKULTAS TEKNIK-JURUSAN SIPIL
Jl.Prof. H. Sudarto, SH Tembalang-Semarang Kotak Pos 1269 Telp (024) 7460053; 7460055
A B Rata - rata
Berat benda uji kering permukaan jenuh ( SSD ) 500 - 500
Berat benda uji kering oven ( BK ) 489,5 - 489,5
Berat picnometer diisi air 25o C (B) 687,6 - 687,6
o -
Berat picnometer + benda uji SSD + Air 25 C ( Bt ) 1008,8 1008,8
A B Rata - rata
Berat jenis ( Bulk ) BK
( B + 500 - Bt ) 2,738 - 2,738
A B Rata - rata
Berat benda uji kering permukaan jenuh ( SSD ) 500 - 500
Berat benda uji kering oven ( BK ) 490,5 - 490,5
Berat picnometer diisi air 25o C (B) 700,7 - 700,7
Berat picnometer + benda uji SSD + Air 25o C ( Bt ) 1022,6 - 1022,6
A B Rata - rata
Berat jenis ( Bulk ) BK
( B + 500 - Bt ) 2,754 - 2,754
PERATURAN 2001
Pb = 5,180 0,035*CA+0,045*FA+0,18*FF+
Abs Aggregat
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
LABORATORIUM TRANSPORTASI
FAKULTAS TEKNIK-JURUSAN SIPIL
Jl.Prof. H. Sudarto, SH Tembalang-Semarang Kotak Pos 1269 Telp (024) 7460053; 7460055
NOMOR KADAR BJ MAKS ISI BERAT (GRAM) BJ RONGGA RONGGA RONGGA STABILITAS KELELEHAN HASIL
BENDA ASPAL CAMPURAN BENDA DI DALAM SSD BULK UDARA DLM MIN. TERISI DIBACA DISESUAI PLASTIS BAGI
UJI UJI UDARA AIR CAMP % AGG (%) ASPAL (%) STRIP KAN (KG) (MM) MARSHALL
A B C D E F G H I J K L M N
1 4,5 2,485 506,9 1169,9 692,2 1199,1 2,308 7,124 19,138 58,297 125 125,0 1197,36 2,27 517,1293702
1 4,3 2,492 496,6 1179,8 697,2 1193,7 2,376 4,668
2 5,0 2,467 504,87 1179,9 691,4 1196,3 2,337 5,280 18,554 67,966 102 102,0 976,65 1,97 486,0430752
2 4,8 2,474 492,65 1178,7 692,2 1184,9 2,393 3,306
3 5,5 2,450 501 1177,6 691,5 1192,5 2,350 4,050 18,516 75,371 92 92,0 888,38 2,35 370,6210861
3 5,3 2,457 489,8 1169,6 694,8 1184,6 2,388 2,799
4 6,0 2,432 500,2 1175,4 698,7 1198,9 2,350 3,387 18,965 79,966 91 91,0 882,10 3,02 286,3604341
4 5,8 2,439 491,6 1174,0 686,4 1178,0 2,388 2,094
5 6,5 2,415 502,5 1173,3 694,0 1196,5 2,335 3,323 19,911 81,409 86 86,0 832,93 1,88 434,359277
Bj. Bulk VS Kadar as pal Stabilitas VS Kadar As pal Flow VS Kadar as pal
2,37 1300
5,0
1200
2,35
4,0
1100
2,33
Bj. Bulk
Stabilitas
Flow
1000
3,0
2,31
900
2,0
2,29
800
2,27 1,0
4,5 5,0 5,5 6,0 6,5 700 4,5 5,0 5,5 6,0 6,5
4,5 5,0 5,5 6,0 6,5
Kadar Aspal Kadar aspal Kadar Aspal
Mars hall Quotion vS Kadar As pal VfB VS Kadar aspal VMA VS Kadar As pal
600
90 21,0
500 20,0
80
400 19,0
70
MQ
VMA
VFB
18,0
300
60
17,0
200
50 16,0
100
4,5 5,0 5,5 6,0 6,5 40 15,0
4,5 5,0 5,5 6,0 6,5 4,5 5,0 5,5 6,0 6,5 4,5
Kadar As pal Kadar Aspal Kadar Aspal 6,5
4,5
VIM VS Kadar aspal 6,5
Diagram Pemilihan Kadar Aspal
10,0
4,5
9,0 Bj. Bulk 6,4
8,0 Stabilitas 4,68
7,0
Kelelehan 6,5
6,0
Marshall Quotion 4,8
VIM
5,0
Rongga Terisi Aspal 6,5
4,0
3,0 Rongga Antara Mineral Aggregat
2,0 Rongga Dalam Campuran
Kepadatan Membal
1,0 (Ref usal) Rongga Dalam Campuran pada
0,0 Kepadatan Mutlak
4,5 5,0 5,5 6,0 6,5 4,5 5 5.525
5,5 6 6,5
Kadar Aspal
Kadar Aspal
Dikerjakan : Mahabarata
Diperiksa : Rama DP
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
LABORATORIUM TRANSPORTASI
FAKULTAS TEKNIK-JURUSAN SIPIL
Jl.Prof. H. Sudarto, SH Tembalang-Semarang Kotak Pos 1269 Telp (024) 7460053; 7460055