Anda di halaman 1dari 12

BAB I

TINJAUAN TEORI

A. Defenisi
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari
cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat
didalam rongga mulut yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil
faucial),tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band
dinding faring atau Gerlach’s tonsil) (Soepardi, 2007). Sedangkan menurut Reeves
(2001) tonsilitis merupakan inflamasi atau pembengkakan akut pada tonsil atau
amandel.
Tonsilitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh kuman streptococcus
β hemolyticus, streptococcus viridans dan streptococcus pyogenes, dapat juga
disebabkan oleh virus (Mansjoer, 2000). Tonsilektomi adalah pengangkatan tonsil dan
struktur adenoid, bagian jaringan limfoid yang mengelilingi faring melalui
pembedahan (Nettina, 2006)
Menurut Soepardi (2007) macam-macam tonsilitis yaitu :
1. Tonsilitis Akut
a. Tonsilitis viral
Gejala tonsilitis viral lebih menyerupai commond cold yang disertai rasa
nyeri tenggorok. Virus Epstein Barr adalah penyebab paling sering.

b. Tonsilitis bakterial
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A Streptokokus, β
hemolitikus yang dikenal sebagai strep throat, pneumokokus, Streptokokus
viridan, Streptokokus piogenes.
2. Tonsilitis Membranosa
a. Tonsilitis difteri
b. Tonsilitis septik
c. Angina plaut vincent ( stomatitis ulsero membranosa )
d. Penyakit kelainan darah
e. Tonsilitis Kronik

1
B. Etiologi
Penyebab tonsilitis adalah infeksi kuman Streptococcus beta hemolyticus,
Streptococcus viridans, dan Streptococcus pyogenes, dapat juga disebabkan oleh
infeksi virus (Soepardi, 2007)
C. Patofisiologi
Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut, amandel
berperan sebagai filter atau penyaring yang menyelimuti organisme berbahaya, sel-sel
darah putih ini akan menyebabkan infeksi ringan pada amandel. Hal ini akan memicu
tubuh untuk membentuk antibodi terhadap infeksi yang akan datang, akan tetapi
kadang-kadang amandel sudah kelelahan menahan infeksi atau virus. Infeksi bakteri
dari virus inilah yang menyebabkan tonsilitis.
Mula-mula infilttrasi pada lapisan epitel. Bila epitel terkikis, maka jaringan
limpofid superficial menandakan reaksi, terdapat pembendungan radang dengan
infiltrasi leukosit polimorfonukuler. Proses ini secara klinis tampak pada kriptus tonsil
yang berisi bercak kuning disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit,
bakteri dan epitel yang terlepas. Akibat dari proses ini akan terjadi pembengkakan
atau pembesaran tonsil ini, nyeri menelan, disfalgia. Kadang apabila terjadi
pembesaran melebihi uvula dapat menyebabkan kesulitan bernafas.
Apabila kedua tonsil bertamu pada garis tengah yang disebut kidding tonsil
dapat terjadi penyumbatan pengaliran udara dan makanan. Komplikasi yang sering
terjadi akibat disflagia dan nyeri saat menelan, klien akan mengalami malnutrisi yang
ditandai dengan gangguan tumbuh kembang, malaise, mudah mengantuk. Pembesaran
adenoid mungkin dapat menghambat ruang samping belakang hidung yang membuat
kerusakan lewat udara dari hidung ke tenggorokan, sehingga akan bernafas melalui
mulut. Bila bernafas terus lewat mulut maka mukosa membrane dari orofaring
menjadi kering dan teriritasi, adenoid yang mendekati tuba eustachus dapat meyumbat
saluran mengakibatkan berkembangnya otitis media, ( Reeves, J Charlene, 2001 ).

2
D. Pathway
Invasi kuman dan pathogen Faring & tonsil
Penyebaran limfogen
(Baktero dan virus)

Tonsillitis akut
Proses inflamasi

Edema tonsil Hipertemi Tonsil & adenoid adenoid


membesar

Nyeri telan
Obstruksi pada tuba eustakii

nyeri

Sulit makan dan minum


sulit

Kurangnya Infeksi sekunder


pendengaran
Gangguan
menelan
Gangguan persepsi atau
sensori pendengaran Otitis media

E. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala tonsilitis seperti demam mendadak, nyeri tenggorokan,
ngorok, dan kesulitan menelan (Smeltzer, 2001). Sedangkan menurut Mansjoer
(2000) adalah suhu tubuh naik sampai 40◦C, rasa gatal atau kering di tenggorokan,
lesu, nyeri sendi, odinofagia (nyeri menelan), anoreksia, dan otalgia (nyeri telinga).
Bila laring terkena suara akan menjadi serak. Pada pemeriksaan tampak faring
hiperemisis, tonsil membengkak, hiperemisis.

F. Komplikasi
Komplikasi tonsilitis akut dan kronik adalah :
1. Abses peritonsil
Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole, abses ini
terjadi beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya disebabkan oleh streptococcus
group A (Soepardi, 2007)

3
2. Otitis media akut
Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius (eustochi)
dan dapat mengakibatkan otitis media yang dapat mengarah pada ruptur spontan
gendang telinga (Soepardi, 2007)
3. Mastoiditis akut
Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan infeksi ke dalam sel-
sel mastoid (Soepardi, 2007)

4. Laringitis
Merupakan proses peradangan dari membran mukosa yang membentuk
larynx. Peradangan ini mungkin akut atau kronis yang disebabkan bisa karena virus,
bakter, lingkungan, maupun karena alergi (Reeves, 2001)

5. Sinusitis
Merupakan suatu penyakit inflamasi atau peradangan pada satu atau lebih dari
sinus paranasal. Sinus adalah merupakan suatu rongga atau ruangan berisi udara dari
dinding yang terdiri dari membran mukosa (Reeves, 2001)

6. Rhinitis
Merupakan penyakit inflamasi membran mukosa dari cavum nasal dan
nasopharinx. Sama halnya dengan sinusitis, rhinitis bisa berupa penyakit kronis dan
akut yang kebanyakan disebabkan oleh virus dan alergi (Reeves, 2001)

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memperkuat diagnosa
tonsilitis akut adalah pemeriksaan laboratorium :
1. Leukosit : Terjadi peningkatan
2. Hemoglobin : Terjadi penurunan
3. Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri dan tes sensitifitas obat
H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan pasien tonsilitis, (Mansjoer, A 2000) :
a. Penatalaksanaan tonsilitis akut

4
1) Antibiotik golongan penicilin atau sulfanamid selama 5 hari dan
obat kumur atau obat isap dengan desinfektan, bila alergi dengan diberikan
eritromisin atau klindomisin.
2) Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder,
kortikosteroid untuk mengurangi edema pada laring dan obat simptomatik.
3) Berikan tirah baring untuk menghindari komplikasi kantung selama
2-3 minggu atau sampai hasil usapan tenggorok 3x negatif.
4) Pemberian antipiretik.
b. Penatalaksanaan tonsilitis kronik
1) Terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur / hisap.
2) Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa
atau terapi konservatif tidak berhasil.
2. Tonsilektomi ( Sandra M. Nettina. 2006) :
a. Perawatan pra Operasi :
1) Lakukan pemeriksaan telinga, hidung, dan tenggorok secara
seksama dan dapatkan kultur yang diperlukan untuk menentukan ada tidak dan
sumber infeksi.
2) Ambil spesimen darah untuk pemeriksaan praoperasi untuk
menentukan adanya resiko perdarahan : waktu pembekuan, pulasan trombosit,
masa protrombin, masa tromboplastin parsial.
3) Lakukan pengkajian praoperasi :
4) Perdarahan pada anak atau keluarga, kaji status hidrasi, siapkan
anak secara khusus untuk menghadapi apa yang diharapkan pada masa
pascaoperasi, gunakan teknik-teknik yang sesuai dengan tingkat
perkembangan anak ( buku, boneka, gambar ), bicaralah pada anak tentang
hal-hal baru yang akan dilihat di kamar operasi, dan jelaskan jika terdapat
konsep-konsep yang salah, bantu orang tua menyiapkan anak mereka dengan
membicarakan istilah yang umum terlebih dahulu mengenai pembedahan dan
berkembang ke informasi yang lebih spesifik, yakinkan orang tua bahwa
tingkat komplikasi rendah dan masa pemulihan biasanya cepat, anjurkan orang
tua untuk tetap bersama anak dan membantu memberikan perawatan.

b. Perawatan pascaoperasi :
1) Kaji nyeri dengan sering dan berikan analgesik sesuai indikasi.

5
2) Kaji dengan sering adanya tanda-tanda perdarahan pascaoperasi
3) Siapkan alat pengisap dan alat-alat nasal packing untuk berjaga-jaga
seandainya terjadi kedaruratan.
4) Pada saat anak masih berada dalam pengaruh anestesi, beri posisi
telungkup atau semi telungkup pada anak dengan kepala dimiringkan
kesamping untuk mencegah aspirasi
5) Biarkan anak memperoleh posisi yang nyaman sendiri setelah ia
sadar ( orangtua boleh menggendong anak )
6) Pada awalnya anak dapat mengalami muntah darah lama. Jika
diperlukan pengisapan, hindari trauma pada orofaring.
7) Ingatkan anak untuk tidak batuk atau membersihkan tenggorokan
kecuali jika perlu.
8) Berikan asupan cairan yang adekuat; beri es batu 1 sampai 2 jam
setelah sadar dari anestesi. Saat muntah susah berhenti, berikan air jernih
dengan hati-hati.
9) Ada beberapa kontroversi yang berkaitan dengan pmberian susu dan
es krim pada malam pembedahan : dapat menenangkan dan mengurangi
pembengkakan, tetapi dapat meningkatkan produksi mukus yang
menyebabkan anak lebih sering membersihkan tenggorokanya, meningkatkan
resiko perdarahan.
10) Berikan collar es pada leher, jika didinginkan. ( lepas collar es
tersebut, jika anak menjadi gelisah ).
11) Bilas mulut pasien dengan air dingin atau larutan alkalin.
12) Jaga agar anak dan lingkungan sekitar bebas dari drainase bernoda
darah untuk membantu menurunkan kecemasan.
13)Anjurkan orang tua agar tetap bersama anak ketika anak sadar.

I. Pencegahan
1. Tidak boleh makan sembarangan
2. Menjaga kebersihan gigi dan mulut
3. Imunisasi DPT
4. Kumur air hangat 3 X sehari
5. Terapi antibiotik
6. Kompres hangat dileher

6
7. Operasi tonsil
8. Menghindari kontak langsung penderita tonsilitis

7
BAB II
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian Primer
1. Airway
Jalan nafas yang pertama kali harus di nilai untuk mengkaji kelancaran nafas.
Penilaian jalan nafas dilakukan bersamaan dengan mensterilkan leher. Dengarkan
suara spontan yang menandakan pergerakan udara melalui pita suara. Jika tidak
ada suara, buka jalan nafas pasien menggunakan chint-lift atau jaw-thrust.
Alat-alat untuk mempertahankan jalan nafas seperti naso faring, orofaring, LMA,
pipa trakhea, combitube, atau cricothyrotomy.
2. Breathing
Kebersihan jalan nafas tidak menjamin bahwa pasien dapat bernafas secara adekuat.
Kaji pernafasan, apapun ventilasi adekuat atau tidak. Pengkajian pernafasan
dilakukan dengan mengidentifikasi :
a. Pergerakan dada
b. Adanya bunyi nafas
c. Adanya hembusan atau aliran darah
3. Circulation
Citrculation yang adekuat menjamin distribusi oksigen ke jaringan dan pembuangan
CO2. Pengkajian sirkulasi dapat dilakukan ndengan mengidentifikasi:
a. Tingkat kesadaran
b. Nadi ( Arteri Besar : Karotis dan Femoral )
c. Warna Kulit
4. Disability
Tingkat kesadaran pasien dapat dinilai dengan menggunakan mnemonic AVPU.
Sebagai tambahan cek kondisi pupil ukuran. Kesamaan reaksi terdapat cahaya.
A : Alert ( Waspada )
V : Responsive to voice
P : Responsive to Pain
U : Unresponsive

8
B. Pengkajian sekunder
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu
proses yang sistematis dalam mengumpulkan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien ( Nursalam, 2001 ).
1. Identitas klien yang terdiri dari Nama, umur, suku/bangsa, status perkawinan,
agama, pemdidikan, alamat, nomor register, tangggal datang ke rumah sakit.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
b. Riwayat kesehatan sekarang
c. Riwayat kesehatan masa lalu
d. Riwayat kesehatan keluarga
e. Penampilan umum
f. Pemeriksaan fisik
g. Prosedur diagnostik
C. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri
2. Kekurangan volume cairan
3. Hipertermi
4. Ansietas
5. Ketidakefektifan pola nafas
D. Intervensi
1. Nyeri
Kriteria hasil :
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri)
b. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas frekuensi dan tanda nyeri)
c. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Intervensi
a. Kaji skala nyeri secara konprehensip
b. Ajarkan klien teknik relaksasi
c. Beri posisi yang nyaman
d. Kolaborasi dengan dokter pemberian obat analgetik
2. Ansietas
Kriteria hasil :

9
a. Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
b. Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan teknik untuk mengontrol
cemas cemas
c. Vital sign dalam batas normal
Intervensi :
a. Kaji tingkat ansietas yang dialami klien
b. Dengarkan masalah klien dan dengarkan secara aktif
c. Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
3. Resiko infeksi
Kriteria hasil :
a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b. Mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya
c. Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
Intervensi :
a. Pantau suhu nadi dan sel darah putih
b. Gunakan aseptik beda pada persiapan peralatan
c. Anjurkan klien melakukan personal hygine contohnya ganti balutan
4. Hipertermi
Kriteria hasil :
a. Suhu tubu dalam rentang normal
b. Nadi dan pernapasan dalam rentang normal
c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
Intervensi :
a. Monitor suhu
b. Monitor suhu dan warna kulit
c. Monitor tekanan darah, nadi, dan pernapasan
d. Berikan anti peritik
e. Selimuti pasien
f. Kolaborasi pemberian cairan intravena
g. Konpres lipatan paha dan aksila
5. Ketidakefektifan pola nafas
Kriteria hasil :
a. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dispnea

10
b. Menunjukan jalan nafas yang paten
c. Tanda tanda vital dalam batas normal
Intervensi :
a. Buka jalan nafas gunakan teknik chint lift atau jaw thrust bila perlu
b. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
c. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
d. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
e. Auskultasi suara nafas catat adanya suara tambahan
f. Monitor respirasi dan status O2
6. Kekurangan volume cairan
Kriteria hasil :
a. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan
b. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
c. Tidak ada tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa
lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
Intervensi :
a. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
b. Monitor vital sign
c. Monitor status cairan
d. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
e. Kolaborasi dengan dokter

11
CONTOH KASUS
A. Biodata Pasien
Nama : Nn. R
Umur : 22 Tahun
Alamat : Jln. Sempowae
Pendidikan terakhir : SMA
Pekerjaan :-
Agama : Islam
Suku : Luwu
Status Perkawinan : Belum Menikah

B. Tujuan Pembedahan
Untuk mencegah komplikasi amandel yang membesar dan penyakit lain.

C. Pre-Operasi
1. Pengkajian
a. Riwayat Penyakit
Klien mengatakan : Tidak ada
b. Persiapan operasi
1) Puasa sebelumoperasi
2) Pemeriksaan fisik, kesehatan sebelum operasi
3) Jangan membawa aksesoris
4) Baju ganti
5) Dukungan orang-orang terdekat

12

Anda mungkin juga menyukai