Anda di halaman 1dari 29

PEDOMAN

PENATALAKSANAAN PSIKOLOGI
UNTUK PENDIDIKAN SISWA CERDAS ISTIMEWA

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL


DIREKTORAT JENDERAL MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN
MENENGAH
DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH LUAR BIASA
JAKARTA 2007

1
KATA PENGANTAR

Diharapkan buku pedoman penyelenggaraan pendidikan khusus untuk peserta didik


cerdas istimewa/bakat istimewa ini dapat menjadi acuan bagi masyarakat dalam
berpartisipasi pada penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik CI/BI. Dengan
demikian semua peserta didik CI/Bi di negeri ini dapat memperoleh pendidikan yang
sesuai dengan potensi dan kemampuannya.
Kepada semua pihak yang telah berpartisipasi aktif dalam buku penyusunan pedoman
ini, kami mengucapkan terima kasih. Kami menyadari buku pedoman ini masih belum
sempurna. Untuk itu kami mengharapkan saran-saran guna penyempurnaannya.

Jakarta, Mei 2007


Direktur Pembinaan SLB

Ekodjatmiko Sukarso

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................
DAFTAR ISI.................................................................................................

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke
masa lebih banyak bersifat klasikal-massal, yaitu berorientasi kepada kuantitas
untuk dapat melayani sebanyak-banyaknya jumlah peserta didik. Kelemahan yang
tampak dari penyelenggaraan pendidikan seperti ini adalah tidak terakomodasinya
kebutuhan individual peserta didik di luar kelompok peserta didik normal. Padahal
sebagaimana kita ketahui bahwa hakikat pendidikan adalah untuk memungkinkan
peserta didik mengembangkan potensi kecerdasan dan bakatnya secara optimal.

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 ayat (1)


mengamanatkan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan
pengajaran”. Hal ini baru dapat terpenuhi pada saat Indonesia memasuki
pembangunan jangka panjang ke satu tahun 1969/1970-1993/1994. Dalam periode
pembangunan ini pemerintah mulai menaruh perhatian pada pendidikan bagi
peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

Upaya merintis program pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang


memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa tersebut, telah dimulai sejak
tahun 1974 dengan pemberian beasiswa bagi peserta didik Sekolah Dasar (SD),
Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) yang berbakat dan berprestasi tinggi tetapi lemah
kemampuan ekonomi keluarganya.

Selanjutnya, pada tahun 1982 Balitbang Dikbud membentuk Kelompok Kerja


Pengembangan Pendidikan Anak Berbakat (KKPPAB). Kelompok Kerja ini
mewakili unsur-unsur struktural serta unsur-unsur keahlian seperti Balitbang
Dikbud, Ditjen Dikdasmen, Ditjen Dikti, Perguruan Tinggi, serta unsur keahlian di
bidang sains, matematika, teknologi (elektronika, otomotif, dan pertanian), bahasa,
dan humaniora, serta psikologi. Kelompok Kerja tersebut antara lain bertugas
untuk :

4
1. mengembangkan “Rencana Induk Pengembangan Pendidikan Anak Berbakat”
yang meliputi program jangka pendek dan jangka panjang untuk pendidikan
dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi;

2. merencanakan, mengembangkan, menyelenggarakan/melaksanakan, dan


menilai kegiatan-kegiatan sesuai dengan rencana induk pengembangan anak
berbakat.

Kemudian, pada yahun 1984 Balitbang Dikbud menyelenggarakan


perintisan pelayanan pendidikan anak berbakat dari tingkat SD, SMP, SMA di satu
daerah perkotaan (Jakarta) dan satu daerah pedesaan (Kabupaten Cianjur).
Program pelayanan yang diberikan berupa pengayaan (enrichment) dalam bidang
sains (Fisika, kimia, Biologi, dan Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa),
matematika, teknologi (elektronika, otomotif, dan pertanian), bahasa (Inggris dan
Indonesia), humaniora, serta keterampilan membaca, menulis, dan meneliti.
Pelayanan pendidikan dilakukan di kelas khusus di luar program kelas reguler
pada waktu-waktu tertentu. Peritisan pelayanan pendidikan bagi anak berbakat ini
pada tahun 1986 dihentikan seiring dengan pergantian pimpinan dan kebijakan di
jajaran Depdikbud.

Selanjutnya, pada tahun 1994 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan


mengembangkan program Sekolah Unggul (Schools of Excellence) di seluruh
provinsi sebagai langkah awal kembali untuk menyediakan program pelayanan
khusus bagi peserta didik dengan cara mengembangkan aneka bakat dan
kreativitas yang dimilikinya.

Program ini dianggap tidak cukup memberikan dampak positif pada peserta
didik berbakat untuk mengembangkan potensi intelektual yang tinggi. Keluhan
yang muncul di lapangan secara bersamaan didukung oleh temuan studi terhadap
20 SMA Unggulan di Indonesia yang menunjukkan 21,75% peserta didik SMA
Unggulan hanya mempunyai kecerdasan umum yang berfungsi pada taraf di
bawah rata-rata, sedangkan mereka yang tergolong anak memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa hanya 9,7% (Hawadi, dkk., 1998).

Pada tahun 1998/1999, dua sekolah swasta di DKI Jakarta dan satu sekolah
swasta di Jawa Barat melakukan ujicoba pelayanan pendidikan bagi anak yang

5
memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa dalam bentuk program percepatan
belajar (akselarasi), yang mendapat arahan dari Direktorat Jenderal Pendidikan
Dasar dan Menengah. Pada tahun 2000 program dimaksud dicanangkan oleh
Menteri Pendidikan Nasional pada Rakernas Depdiknas menjadi program
pendidikan nasional. Pada kesempatan tersebut Mendiknas melalui Dirjen
Dikdasmen menyampaikan Surat Keputusan (SK) Penetepan Sekolah
Penyelenggara Program Percepatan Belajar kepada 11 (sebelas) sekolah yakni 1
(satu) SD, 5 (lima) SMP dan 5 (lima) SMA di DKI Jakarta dan Jawa Barat.
Kemudian pada tahun pelajaran 2001/2002 diputuskan penetapan kebijakan
pendiseminasian program percepatan belajar pada beberapa sekolah di beberapa
provinsi di Indonesia.

B. Landasan Hukum
Penyelenggaraan PBI pada dasarnya merupakan pengejawantahan UUD
1945 dan UU no. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Secara lebih
spesifik landasan hukum yang digunakan untuk penyelenggaraan PBI, antara lain:
1. UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas:
a. Pasal 5 ayat 4, “warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.
b. Pasal 32 ayat 1, “pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta
didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses
pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan atar
memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
2. UU no. 23/2002 tentang Perlindungan Anak pasal 52, “anak yang memiliki
keunggulan diberikan kesempatan dan aksesibilitas untuk memperoleh
pendidikan khusus.
3. PP No. 72/1991, tentang Pendidikan Luar Biasa
4. PP no. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP)
5. Kepmendiknas No. 031/O/2001, tentang Rincian Tugas dan Fungsi Direktorat
Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah
6. Permendiknas No. 019/0/2004, tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah

6
7. Permendiknas no. 34/2006 tentang Pembinaan Prestasi Peserta Didik yang
memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa.

C. Konsep Cerdas Istimewa


Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menggunakan istilah warga negara yang memiliki potensi kecerdasan
dan bakat istimewa.

Penggunaan istilah potensi kecerdasan dan bakat istimewa ini berkait erat
dengan latar belakang teoritis yang digunakan. Potensi Kecerdasan
berhubungan dengan kemampuan intelektual, sedangkan bakat tidak hanya
terbatas pada kemampuan intelektual, namun juga beberapa jenis kemampuan
lainnya seperti yang disebut oleh Gardner dengan teorinya yang dikenal
Multiple Intelligences (1983) yaitu, kecerdasan linguistik, kecerdasan musikal,
kecerdasan spasial, kecerdasan logikal matematikal, kecerdasan kinestetik,
kecerdasan intrapersonal dan kecerdasan interpersonal.

Pengertian potensi kecerdasan dan bakat istimewa dalam program


percepatan belajar ini dibatasi hanya pada kemampuan intelektual umum
saja. Ada dua acuan yang bisa digunakan untuk mengukur kemampuan
intelektual umum yaitu acuan unidimensional, yang lebih dikenal sebagai
batasan yang diberikan oleh Lewis Terman (1992) dan acuan multimensional,
yang disampaikan oleh Renzulli, Reis, dan Smith (1978) dengan Konsepsi Tiga
Cincin (The Three Ring Conception).

Untuk pendekatan unidimensional, kriteria yang digunakan hanya


semata-mata skor IQ saja. Secara operasional batasan kemampuan intelektual
umum yang digunakan adalah “mereka yang mempunyai skor IQ 140 skala
Wechsler. Sedangkan untuk pendekatan multidimensional, kriteria yang
digunakan lebih dari satu. Dalam hal ini, batasan yang digunakan adalah
“mereka yang memiliki dimensi kemampuan umum pada taraf cerdas
ditetapkan skor IQ 130 ke atas skala Wechsler (Pada alat tes yang lain = rerata
skor IQ plus 2 standar deviasi) , dimensi kreativitas cukup (ditetapkan skor CQ

7
dalam nilai baku cukup) dan pengikatan diri terhadap tugas baik (ditetapkan
skor TC dalam kategori nilai baku baik).

Menurut Heller (2004) konsep keberbakatan dapat ditinjau berdasarkan: 1)


faktor bakat (talent) sebagai potensi yang ada dalam individu yang dapat
meramalkan aktualisasi performance dalam area yang spesifik. Bakat ini
mencakup tujuh area yang masing-masing berdiri sendiri; dan 2) faktor
performance (unjuk kerja) dalam delapan area yang spesifik. Bakat (talent) dapat
berkembang menjadi performance dengan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu 1)
karakteristik kepribadian yang mencakup: cara mengatasi stres, motivasi
berprestasi, strategi belajar, kecemasaan terhadap tes, pengendalian terhadap
harapan; dan 2) kondisi-kondisi lingkungan yang mencakup: lingkungan belajar
yang dikenal, iklim keluarga, kualitas pembelajaran, iklim kelas, dan peristiwa-
peristiwa kritis.
Di dalam proses terwujudnya performance, bakat juga dapat
mempengaruhi faktor kepribadian dan kondisi lingkungan. Misalnya bakat yang
ada pada anak dapat mempengaruhi bagaimana orangtua atau guru
memperlakukannya.

8
9
Model multifaktor dari Kurt Heller ini pada dasarnya merupakan
pengembangan dari Triadich Renzulli-Mönks dan Multiple Intelligences dari
Howard Gardner.

2. Ciri-ciri Peserta Didik Cerdas Istimewa

Untuk mendapatkan peserta didik yang tergolong cerdas istimewa seperti


yang disebutkan dalam definisi di atas, berikut disampaikan sejumlah ciri
keberbakatan. Seorang anak cerdas istimewa dapat mempunyai beberapa dari
ciri-ciri berikut ini (Balitbang Depdikbud, 1986; Council of Curriculum
Examinations and Assessment, 2006):

 Kemampuan membaca yang baik

 Cepat berespon secara verbal

 Lancar berbahasa

 Mempunyai pengetahuan umum yang luas

 Mempunyai minat yang luas dan mendalam

 Memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap ilmu pengetahuan

 Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa)

 Mempunyai tujuan yang jelas dalam tiap kegiatan atau perbuatannya

 Cermat atau teliti dalam mengamati

 Memiliki kemampuan memikirkan beberapa macam pemecahan


masalah

 Belajar dengan mudah dan cepat

 Mampu berkonsentrasi

 Tidak memerlukan dorongan (motivasi) dari luar

 Tertarik pada topik-topik yang berkaitan dengan anak-anak yang


berusia lebih tua darinya

10
 Dapat berkomunikasi dengan baik dengan orang dewasa, bahkan
lebih baik daripada jika berkomunikasi dengan anak sebayanya

 Menunjukkan cara pemecahan masalah yang tidak lazim

 Lebih menyukai kegiatan verbal daripada kegiatan tertulis

 Sangat logis

 Bisa belajar sendiri dalam bidang-bidang yang diminati

 Mempunyai kemampuan untuk mengatasi masalah dengan sangat


cepat

 Mempunyai daya ingat yang baik

 Mempunyai pendapat dan pandangan yang sangat kuat terhadap suatu


hal

 Mempunyai rasa humor

 Mempunyai daya imajinasi yang hidup dan orisinil

 Sangat peka dan waspada

 Berfokus pada minatnya sendiri, bukan pada apa yang diajarkan

 Mempunyai keterampilan sosial

 Tampil sombong, arogan, canggung

 Mudah bosan pada hal-hal yang dianggapnya rutin

 Menunjukkan kepemimpinan yang tinggi

 Kadang-kadang tingkah lakunya tidak disukai orang lain.

 Mampu dalam seni, musik, dan olah raga.

Konsep anak-anak cerdas istimewa itu sendiri secara umum di tahun-


tahun terakhir ini telah berkembang pesat, karena ditemukannya berbagai varian
anak cerdas istimewa yang ternyata mempunyai perkembangan khusus (mengalami
disinkronitas atau asinkronitas perkembangan, mengalami kesulitan & gangguan

11
belajar, atau yang mengalami berbagai gangguan perilaku dan emosi), yang
berlanjut pada prestasi dalam pendidikannya tidak optimal ( underachiever).
Disamping itu juga terdapat adanya anak-anak cerdas istimewa yang disertai
ketunaan berupa cacat fisik primer seperti tunagrahita dan tunarungu.

Tatalaksana psikologis untuk anak-anak cerdas istimewa dengan masalah-


masalah khusus di atas akan diatur dalam pedoman tersendiri.

D. Tujuan Pendidikan bagi Siswa Cerdas Istimewa


a. Memenuhi kebutuhan peserta didik yang memiliki karakteristik spesifik
dari segi perkembangan kognitif, afektif dan psikomotorik

b. Memfasilitasi proses pembelajaran yang mampu mengaktualisasikan


potensi kecerdasan istimewa peserta didik

c. Memenuhi amanat Undang-Undang Sisdiknas No. 20/2003 pasal 5

E. Sasaran
Penyelenggaraan pendidikan bagi anak yang memiliki bakat istimewa
sebagaimana pendidikan lainnya melibatkan berbagai pihak agar dapat terlaksana
dengan efektif, efisien dan berkesinambungan. Oleh karena itu, penulisan naskah
ditujukan kepada pihak-pihak terkait, antara lain:
1. Direktorat PSLB
2. Dinas Pendidikan di tingkat Propinsi dan Kabupaten/kota
3. Praktisi pendidikan
4. Masyarakat luas

12
BAB II
PENATALAKSANAAN PSIKOLOGI
UNTUK PESERTA DIDIK CERDAS ISTIMEWA

A. Karakteristik Peserta Didik Cerdas Istimewa


Untuk mendapatkan peserta didik yang tergolong cerdas istimewa seperti
yang disebutkan dalam definisi di atas, berikut disampaikan sejumlah ciri
keberbakatan. Seorang anak cerdas istimewa dapat mempunyai beberapa dari
ciri-ciri berikut ini (Balitbang Depdikbud, 1986; Council of Curriculum
Examinations and Assessment, 2006):

 Kemampuan membaca yang baik

 Cepat berespon secara verbal

 Lancar berbahasa

 Mempunyai pengetahuan umum yang luas

 Mempunyai minat yang luas dan mendalam

 Memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap ilmu pengetahuan

 Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa)

 Mempunyai tujuan yang jelas dalam tiap kegiatan atau perbuatannya

 Cermat atau teliti dalam mengamati

 Memiliki kemampuan memikirkan beberapa macam pemecahan


masalah

 Belajar dengan mudah dan cepat

 Mampu berkonsentrasi

 Tidak memerlukan dorongan (motivasi) dari luar

 Tertarik pada topik-topik yang berkaitan dengan anak-anak yang


berusia lebih tua darinya

13
 Dapat berkomunikasi dengan baik dengan orang dewasa, bahkan
lebih baik daripada jika berkomunikasi dengan anak sebayanya

 Menunjukkan cara pemecahan masalah yang tidak lazim

 Lebih menyukai kegiatan verbal daripada kegiatan tertulis

 Sangat logis

 Bisa belajar sendiri dalam bidang-bidang yang diminati

 Mempunyai kemampuan untuk mengatasi masalah dengan sangat


cepat

 Mempunyai daya ingat yang baik

 Mempunyai pendapat dan pandangan yang sangat kuat terhadap suatu


hal

 Mempunyai rasa humor

 Mempunyai daya imajinasi yang hidup dan orisinil

 Sangat peka dan waspada

 Berfokus pada minatnya sendiri, bukan pada apa yang diajarkan

 Mempunyai keterampilan sosial

 Tampil sombong, arogan, canggung

 Mudah bosan pada hal-hal yang dianggapnya rutin

 Menunjukkan kepemimpinan yang tinggi

 Kadang-kadang tingkah lakunya tidak disukai orang lain.

 Mampu dalam seni, musik, dan olah raga.

Konsep anak-anak cerdas istimewa itu sendiri secara umum di tahun-


tahun terakhir ini telah berkembang pesat, karena ditemukannya berbagai varian
anak cerdas istimewa yang ternyata mempunyai perkembangan khusus (mengalami
disinkronitas atau asinkronitas perkembangan, mengalami kesulitan & gangguan

14
belajar, atau yang mengalami berbagai gangguan perilaku dan emosi), yang
berlanjut pada prestasi dalam pendidikannya tidak optimal ( underachiever).
Disamping itu juga terdapat adanya anak-anak cerdas istimewa yang disertai
ketunaan berupa cacat fisik primer seperti tunagrahita dan tunarungu.

Tatalaksana psikologis untuk anak-anak cerdas istimewa dengan masalah-


masalah khusus di atas akan diatur dalam pedoman tersendiri.

B. Rekrutmen dan Seleksi Peserta Didik


Proses rekrutmen dan seleksi dipengaruhi oleh model layanan pendidikan yang
diberikan bagi peserta didik cerdas istimewa. Beberapa prinsip identifikasi yang perlu
diperhatikan adalah (Klein, 2006; Porter, 1999):
• Kecerdasan istimewa merupakan suatu fenomen yang kompleks sehingga
identifikasi hendaknya dilakukan secara multidimensional dengan:
- Menggunakan sejumlah cara pengukuran untuk melihat variasi dari
kemampuan yang dimiliki oleh anak cerdas istimewa pada usia yang
berbeda.
- Mengukur bakat-bakat khusus yang dimiliki untuk dijadikan acuan
penyusunan program belajar bagi anak cerdas istimewa.
- Tidak hanya memperhatikan kecerdasan istimewa yang sudah
teraktualisasi, namun juga mengidentifikasi potensi.
- Identifikasi tidak hanya untuk mengukur aspek kognitif, namun juga
motivasi, minat, perkembangan sosial emosional serta aspek non
kognitif lainnya.
• Prosedur dirancang utk semua anak artinya harus dapat menjangkau semua
anak dengan berbagai perbedaan latar belakang.

15
Proses identifikasi peserta didik cerdas istimewa dapat dilakukan secara proaktif dan
reaktif

Proses identifikasi proaktif dapat dilakukan sebagai berikut:

Proses identifikasi reaktif umumnya dilakukan untuk peserta didik yang


mendapatkan layanan pendidikan berupa program percepatan belajar. Peserta didik
yang diterima sebagai peserta program percepatan belajar adalah peserta didik yang
memiliki potensi kecerdasan istimewa sesuai dengan kriteria yang ditetapkan
berdasarkan aspek persyaratan, sebagai berikut :
1. Informasi Data Objektif, yang diperoleh dari pihak sekolah berupa skor hasil
psikolog (yang berwenang) berupa skor hasil pemeriksaan psikologis.

a. Akademis, yang diperoleh dari skor :


1) Nilai Ujian Nasional dari sekolah sebelumnya, dengan rata-rata minimal 8,0 untuk
SMP dan SMA.
2) Tes kemampuan Akademis, dengan nilai sekekurang-kurangnya 8,0

16
3) Rapor kelas sebelumnya , nilai rata-rata seluruh mata pelajaran tidak kurang dari
80.

b. Psikologis, yang diperoleh dari hasil pemeriksaan psikologis yang meliputi tes
inteligensi umum, tes kreativitas, inventori keterikatan pada tugas, tes kepribadian.

Peserta didik yang lulus hasil pemeriksaan psikologis adalah mereka yang memiliki
kemampuan intelektul umum minimal kategori sangat cerdas/very superior yang
ditunjang oleh kreativitas dan keterikatan terhadap tugas dalam kategori di atas rata-
rata dan tidak mengalami gangguan sosial dan emosional.

2. Informasi Data Subyektif, yaitu nominasi yang diperoleh dari diri sendiri
(self nomination), teman sebaya (peer nomination) orang tua (parent nomination),
teacher nomination dan pengamatan dari sejumlah ciri-ciri keberbakatan.
3. Kesehatan fisik, yang ditunjukkan dengan surat keterangan sehat dari dokter.

4. Kesediaan Calon Peserta didik dan Persetujuan Orangtua/wali, yaitu


pernyataan tertulis dari peserta didik dan atau orang tua/wali untuk mengikuti program
pendidikan khusus.

C. Pengembangan Peserta Didik Cerdas Istimewa


Pengembangan peserta didik merupakan upaya mengaktualisasikan
kecerdasan istimewa yang dimiliki anak. Pengembangan dapat dilakukan melalui
proses pembelajaran. Untuk mencapai tujuan tersebut, hal-hal yang harus
diperhatikan dalam proses pengembangan adalah:
1. Mengembangkan keterampilan berpikir dan belajar.
2. Memfasilitasi anak dengan informasi sesuai minatnya.
3. Mengembangkan sikap yang positif terhadap sekolah dan situasi belajar di
sekolah.
4. Mengembangkan motivasi intrinsik untuk menampilkan prestasi yang tinggi.
5. Mengembangkan disiplin tinggi dalam belajar.

17
Secara tradisional, diferensiasi kurikulum untuk para siswa berbakat dapat
mengambil tiga jalur: enrichment (pengayaan), extension (pendalaman), dan
acceleration (percepatan) (Davis & Rimm, 1998).

ENRICHMENT EXTENSION ACCELERATION


Aktivitas yang Aktivitas yang Aktivitas yang
memungkinkan perluasan memungkinkan investigasi memungkinkan untuk
materi kurikulum bidang studi lebih dalam menyelesaikan materi lebih
cepat
Cocok untuk semua siswa Cocok untuk kebanyakan Cocok untuk sejumlah kecil
siswa siswa
Bentuk: Bentuk: Bentuk:
Ekskursi Jadwal belajar yang fleksibel Early entrance (masuk
Topik-topik pilihan (pembelajaran berbasis ICT, sekolah pada usia lebih diri)
Projek individual kontrak pembelajaran Grade skipping (loncat
Projek kelompok mandiri, program belajar kelas)
Penelitian yang dinegosiasikan dengan Subject acceleration
siswa, pusat-pusat pembela- (percepatan mata pelajaran
jaran) tertentu)
Mentoring Curriculum compacting
Kompetisi (pemadatan kurikulum)
Pembelajaran berbasis Telescoping
sumber daya (resource Mentoring
based learning) Advanced placement
Credit by examination
Correspondence courses

Beberapa bentuk akselerasi (Davis & Rimm, 1998):


1. Early entrance
Siswa masuk sekolah pada usia yang lebih muda dari persyaratan yang ditentukan
pada umumnya.

2. Grade skipping
Siswa dipromosikan ke kelas yang lebih tinggi daripada penempatan kelas yang
normal pada akhir tahun pelajaran

3. Subject acceleration
Siswa ditempatkan dalam kelas yang lebih tinggi khusus untuk satu atau beberapa
mata pelajaran tertentu yang menjadi keunggulannya.

18
4. Curriculum compacting
Siswa melaju pesat melalui kurikulum yang dirancang dengan mengurangi
sejumlah aktivitas seperti drill, review, dan sebagainya.

5. Telescoping
Siswa menggunakan waktu yang kurang daripada waktu yang biasanya digunakan
untuk menyelesaikan studi

6. Mentorship
Siswa diperkenalkan pada seorang mentor yang telah memiliki pelatihan tingkat
mahir dan berpengalaman pada satu bidang tertentu.

7. Advanced placement
Siswa mengambil suatu kursus di sekolah menengah untuk menyiapkannya
mengambil ujian, untuk dapat diberi kredit

8. Credit by examination
Siswa memperoleh kredit atas keberhasilannya menyelesaikan satu tes

9. Correspondence courses
Siswa mengambil kursus tingkat SMU atau universitas, secara tertulis melalui pos
atau melalui video.

D. Pendampingan dan Konseling bagi Peserta Didik


Keterlibatan psikolog dalam membantu pengembangan peserta didik cerdas
istimewa sebaiknya sudah dimulai sejak proses rekrutmen dan seleksi. Dengan
demikian psikolog sudah memiliki gambaran tentang kondisi psikologis anak-anak
cerdas istimewa sejak awal.
Keterlibatan psikolog dalam pendidikan anak cerdas istimewa dapat dilihat
pada tabel di bawah ini:

19
Rekrutmen & Seleksi Pendampingan Konseling
Mengidentifikasi karakter- Mengembangkan aspek Menangani masalah-masa-
istik kognitif, kreativitas kognitif, kreativitas dan lah belajar dan
dan kepribadian anak kepribadian yang kepribadian yang
mendukung pencapaian menghambat aktualisasi
prestasi optimal potensi anak
Mengidentifikasi minat Meningkatkan motivasi Menangani masalah-masa-
dan motivasi anak intrinsik dan disiplin lah motivasi dan menum-
buhkan ketangguhan
menghadapi tekanan
Mengidentifikasi gaya Membantu menemukan Meningkatkan efektivitas
belajar anak strategi belajar yang tepat belajar
Mengidentifikasi masalah- Membantu anak untuk Membantu anak untuk
masalah sosial emosional menemukan potensi- mengidentifikasi masalah
potensi positif dalam dan menggunakan strategi
mengatasi masalah sosial yang tepat dalam meng-
emosional atasi masalah sosial
emosional
Mengidentifikasi masalah- Membantu anak untuk Membantu anak untuk
masalah yang dialami anak mengidentifikasi masalah- mengatasi masalah-
dalam menghadapi situasi masalah dalam situasi masalah dalam situasi
belajar belajar belajar
Mengidentifikasi Menjalin kerjasama de- Memberikan konseling
dukungan dan hambatan ngan keluarga agar pihak pada orangtua dalam
dari keluarga keluarga memahami dan menghadapi masalah-
mendukung kebutuhan masalah dengan
anak keberbakatan anak
Mengidentifikasi Membantu anak untuk Membantu anak untuk
dukungan sosial dari dapat memanfaatkan du- mengatasi hambatan yang
lingkungan sekitar kungan sosial ada
Secara terinci masalah-masalah yang mungkin dihadapi oleh anak cerdas
istimewa adalah sebagai berikut:
1. Masalah sosial-emosional:

 Konsep diri

20
 Harga diri

 Penyesuaian sosial

 Identitas

 Kepekaan berlebihan secara emosional

 Stres

2. Masalah underachievement (berprestasi di bawah kemampuan)

 Berkaitan dengan harga diri yang rendah

 Berkaitan dengan perilaku menghindar

3. Anak cerdas istimewa dengan kekhususan ganda (dual exceptional)

 Cerdas istimewa dengan ADHD

 Cerdas istimewa dengan autis dan asperger

 Cerdas istimewa dengan kesulitan belajar

 Cerdas istimewa dengan gangguan sensori dan motorik

 Cerdas istimewa dengan cacat fisik

E. Penilaian terhadap Peserta Didik


Penilaian terhadap peserta didik harus dilakukan secara komprehensif dan
berkelanjutan. Penilaian perkembangan aktualisasi dari kecerdasan istimewa yang
dimiliki peserta didik dilakukan oleh guru dan psikolog. Penilaian yang dilakukan
psikolog mencakup perkembangan dalam kepribadian, motivasi, minat, dan perilaku
yang ditampilkan selama mengikuti proses pendidikan. Hasil penilaian yang
disampaikan oleh psikolog dengan mempertimbangkan hasil penilaian dari para guru
dapat berupa rekomendasi bagi peserta didik untuk tetap pada jalur pendidikan yang
sekarang diikutinya atau beralih ke jalur yang lebih sesuai dengan perkembangan
peserta didik.

21
22
BAB III
PENATALAKSANAAN PSIKOLOGI UNTUK TENAGA PENDIDIK

A. Karakteristik Tenaga Pendidik untuk Anak Cerdas Istimewa

1. Kepribadian
Memiliki kepribadian yang:
 Mampu berempati
 Percaya diri
 Sabar
 Objektif dan adil
 Fleksibel dalam berpikir
 Kreatif
 Memiliki rasa humor
 Mampu mengapresiasi peserta didik
 Memiliki minat yang besar untuk mengembangkan kemampuan belajar anak
 Cerdas & berpengetahuan luas
 Pekerja keras & berorientasi pada prestasi (achievement motivation)
 Antusias & dapat memotivasi siswa
 Mampu bekerjasama dengan semua pihak yang terkait
2. Kompetensi
 Menguasai substansi mata pelajaran yang diampu.
 Mampu mengelola proses pembelajaran peserta didik yang meliputi:
- perancangan, pelaksanaan, dan evaluasi hasil belajar.
- pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan potensi kecerdasan.
 Mampu memahami psikologi perkembangan, psikologi pendidikan dan
 Mampu memahami karakteristik dan kebutuhan khusus anak cerdas istimewa
 Mampu mengembangkan kreativitas peserta didik
 Mampu berkomunikasi dengan semua pemangku kepentingan terkait
penyelenggaraan pendidikan

23
B. Rekrutmen dan Seleksi Tenaga Pendidik
Proses seleksi dilakukan terhadap mereka yang melakukan lamaran.
Seleksi tenaga pendidik untuk program layanan pendidikan khusus bagi siswa
cerdas istimewa secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu tes
umum dan tes khusus. Tes umum terdiri dari tes kepribadian, tes kreativitas dan tes
kecerdasan. Sementara itu, tes khusus terdiri dari tes kompetensi bidang studi
sesuai bidang studi yang dilamarnya serta tes keterampilan mengajar. Pelaksanaan
tes dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa teknik, antara lain: tes,
wawancara, observasi, dan penilaian dokumen.
Tenaga pendidik program pendidikan khusus bagi peserta didik yang
memiliki potensi kecerdasan istimewa dipilih dan diseleksi berdasarkan kriteria
sebagai berikut :
Guru program pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi
kecerdasan istimewa dipilih dan diseleksi berdasarkan kriteria sebagai berikut :
1. Memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani
dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional.
2. Memliki tingkat pendidikan yang dipersyaratkan sesuai dengan jenjang sekolah
yang diajarkan, sekurang-kurangnya S1 untuk guru SD, SMP, dan SMA,
sedangkan untuk Kepala Sekolah SMP dan SMA diutamakan minimal
berijasah S2.
3. Mengajar sesuai dengan latar belakang pendidikannya.
4. Memiliki pengalaman mengajar di kelas reguler sekurang- kurangnya 3 (tiga)
tahun dengan prestasi yang baik.
5. Memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang karakteristik peserta didik
yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa (anak berbakat) secara
umum dan program percepatan belajar secara khusus.

6. Memiliki karakteristik umum yang dipersyaratkan dengan mengacu pada butir


III A
Proses rekrutmen dan seleksi tenaga pendidik dilakukan secara terbuka obyektif,
oleh tim seleksi yang terdiri dari: kepala sekolah, para guru bidang studi terkait
serta psikolog.

24
C. Pengembangan Tenaga Pendidik
Pengembangan merupakan upaya terencana untuk meningkatkan
kompetensi tenaga pendidik bagi siswa cerdas istimewa. Pengembangan tenaga
pendidik dapat dilakukan melalui pelatihan, seminar, lokakarya, penelitian,
publikasi ilmiah dan studi lanjut.

D. Pendampingan dan Konseling bagi Tenaga Pendidik


Keterlibatan psikolog dalam proses pengembangan tenaga pendidik bagi
siswa cerdas istimewa sebaiknya sudah dimulai sejak proses rekrutmen dan
seleksi. Hal ini perlu dilakukan agar diperoleh gambaran aspek psikologis dan
kompetensi yang dimiliki oleh tenaga pendidik yang bersangkutan.
Kegiatan pendampingan dan konseling oleh psikolog untuk tenaga
pendidik dilakukan berdasarkan permintaan dari sekolah.

E. Penilaian terhadap Tenaga Pendidik


Penilaian terhadap tenaga pendidik harus dilakukan secara komprehensif dan
berkelanjutan. Penilaian dilakukan oleh tim yang dibentuk oleh kepala sekolah yang
melibatkan guru bidang studi, orangtua, psikolog, dan siswa. Penilaian mencakup
aspek-aspek sebagai berikut:
1. Kepribadian, perilaku dan sikap kerja
2. Kemutakhiran bahan ajar (kedalaman, keluasan, variasi)
3. Keterampilan mengajar
4. Evaluasi pembelajaran

25
BAB V
PENUTUP

Penyelenggaraan pendidikan khusus untuk peserta didik yang memiliki bakat


istimewa merupakan amanat UU no. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Untuk itu, Departemen Pendidikan Nasional terdorong untuk mengembangkan
pendidikan untuk peserta didik dengan bakat istimewa (PBI). Dengan pengembangkan
pendidikan ini, Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa berkemauan kuat dan
bertekat bulat mengupayakan peserta didik dengan bakat istimewa mendapatkan
pelayanan sesuai dengan potensi dan bakat yang dimilikinya.
Penyelenggaraan pendidikan semacam itu memerlukan penyesuaian-
penyesuaian, baik secara teknis maupun budaya. Penyesuaian secara teknis dapat
dilakukan melalui seminar, workshop, lokakarya, dan diskusi tentang pendidikan bakat
istimewa. Sedangkan penyesuaian secara budaya dilakukan melalui penanaman
pikiran, tindakan, kebiasaan, hingga terbentuk kesamaan pandang dan persepsi tentang
pendidikan bakat istimewa.
Sebagai ide, PBI tidak secara otomatis sempurna. Oleh karena itu, masukan-
masukan berhaga dan konstruktif dari pembaca dan praktisi pendidikan akan sangat
berguna dalam upaya penyempurnaan dan perbaikan.

26
DAFTAR PUSTAKA

• A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, Manajemen Sumber Daya Manusia


Perusahaan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000
Anderson, Orin W. and David R.Krathwohl (ed.). A Taxonomy for Learning , Teaching
and Assessing. New York: Addison Wesley Longman, Inc, 2001
Arikunto, Suharsimi. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, 1999.
Bafadal, Ibrahim. Supervisi Pengajaran: Teori dan Aplikasinya dalam Membina
Guru. Jakarta: Bumi Aksara, 1992.
Davis, Gary A. & Rimm, Sylvia B. (1998). Teaching the gifted and talented children.
(4th ed.) Boston: Allyn & Bacon.
• Derek Torrington, Jane Weihtman, and Kristy Johns, Effective Management:
People and Organisation. New Jersey: Prentice Hall, 1989.
Fajar, Arnie. Portofolio dalam Pelajaran IPS. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002.
Ghofur, Abdul et.al. Pola Induk Pengembangan Sistem Penilaian: Kurikulum Berbasis
Kompetensi SMA. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sub Din Dikmenum,
Proyek Peningkatan Mutu SMA Jawa Timur Tahun Anggaran 2003
Hawadi, Reni Akbar. Identifikasi Keberbakatan Intelektual melalui Metode Non-Tes
dengan Pendekatan Konsep Keberbakatan Renzullli. Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia, 2002.
Heller, Kurt. (2004) Identification of gifted and talented students. Psychology
Science, 46 (3) p. 302 – 323.
Klein, Barbara. (2007). Raising gifted kids: Everything you need to know to help your
exceptional child thrive. New York: Amacom.
• Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2003
Mulyasa, E. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik dan
Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002.
Munandar, Utami S.C. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah:
Petunjuk bagi Para Guru dan Orang Tua. Jakarta: Grasindo, 1992.

27
Nasution, S. Asas-asas Kurikulum. Jakarta : Bumi Aksara, 1995
Peraturan Pemerintah no. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Peraturan Pemerintah no. 20 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah
Piirto, J. (1999). Talented children and adults: their development and education.
(2nd ed.). Upper Saddle River, NJ: Merrill.
Popham, W. James. Classroom Assesment: What Teacher Need to Know. Los Angeles:
Allyn and Bacon, 1995
Pusat Kurikulum Balitbang Diknas, Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Pusat
Kurikulum Balitbang Diknas, 2002.
Sagala, Syaiful. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta, 2005.
Silverius, Suke. Evaluasi Hasil Belajar dan Umpan Balik. Jakarta: Grasindo, 1991.
Sudijono, Anas. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2005.
Sudijono, Anas. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grapindo Persada,
1996.
Sudjana, Nana dan Ibrahim. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar
Baru Algensindo, 2001.
Sudjana, Nana. Cara Belajar Peserta didik Aktif Dalam Proses Belajar Mengajar.
Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1989.
Sudjana, Nana. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 1995.
Sudjana, Nana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1995.
Surapranata, Sumarna dan Muhammad Hatta. Penilaian Portofolio: Implementasi
Kurikulum 2004. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004.
Thomas J. Sergiovani and Robert J. Storrat dalam Emerging Pattern of Supervision :
Human Perspectives (1971) dikutip Made Piderta, Pemikiran tentang Supervisi
Pendidikan, Serona Press, 1986, h. 4
Usman, Moh. Uzer. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997.
UU no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Val Klenowski., Developing Portfolio for learning and Assessment; Processes and
Principles, London: Rouledge Falmer, 2002
Zainul, Asmawi dan Noehi Nasution. Penilaian Hasil Belajar. PAU UT, 1997.

28
• Edwin B. Flippo, Personnel Management. New York: McGraw-Hill, 1995

29

Anda mungkin juga menyukai