Anda di halaman 1dari 21

Abdul Wahab asy-Sya'roni

Sayyidi Syekh Abdul Wahab Asy-Sya’roni  

Makam Imam Abdul Wahab al-Sya'rani

Abu al-Mawahib Abdullah bin Ahmad bin Ali al-Ansari, terkenal dengan nama al-Sya’rani merupakan seorang yang
alim, zuhud, faqih, muhaddith. Beliau berasal dari negara Mesir. Beliau bermazhab al-Asy’ari dari segi akidah dan
mazhab asy-Syafie dari segi fiqh dan bertarikat asy-Syazili.

Nasab beliau

Nasab beliau dapat diketahui dengan melihat di dalam kitab beliau sendiri, Lataif al-Minan, beliau
berkata : “Sesungguhnya aku, dengan memuji Allah Ta’ala, Abdullah bin Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Zarfa
bin Musa bin Sultan Ahmad bin Sultan Sa’id bin Sultan Fashin bin Sultan Mahya bin Sultan Zaufa bin Sultan
Rabban bin Sultan Muhammad bin Musa bin Sayyid Muhammad bin al-Hanifah bin Imam Ali bin Abi Thalib.” 

Al-Imam Abu Mawahid, Abdul Wahab bin Ahmad bin Ali an Anshariy Asy-
Sya’roniy/Asy-Syarowiy, Asy-Syafi’iy, Asy-Syadzilliy .ra beliau lahir tahun 899 H/1478 M di
kampung Saqiyah Abu Sya’rah, di daerah Manufi, Mesir, wafat pada tahun 973 H/1552 M  juga
di Mesir.

‘Abdul Wahab al-Sya’roni (wafat 973H) . Pengarang kitab al-Mizan al-Kubro ini berasal
dari salah satu keluarga besar Bani Alawiyyah (keturunan Nabi SAW). Tetapi, di saat terjadi
ketegangan antara keturunan Bani ‘Alawiyah dengan Bani Umawiyah, keluarga besar Bani
‘Alawiyah yang merupakan keluarga besar Imam al-Sya’roni, berpindah ke Maghrib (Maroko);
yang pada akhirnya Bani ‘Alawiyah mampu mendirikan sebuah kerajaan di sana. Dengan
demikian, Imam al-Sya’roni mempunyai silsilah keturunan dari Muhammad bin al-Hanafiah bin
‘Ali bin Abi Tholib.

Menurut riwayat yang shahih, tokoh kita ini dilahirkan pada tanggal 27 Ramadhan tahun
898 H, di sebuah pedesaan yang bernama Qalqasyandah (daerah selatan Mesir). Desa tersebut
merupakan pedesaan datuknya dari jalur ibu. Tapi, setelah empat puluh hari dari hari
kelahiranya, al-Sya’roni dibawa oleh sang ibu untuk pindah dari desa kelahiranya, menuju desa
asal ayahandanya yaitu desa Abu Sya'roh di propinsi Manufiyyah, yang lambat laun dari desa
tersebut Imam Sya’roni mendapatkan sebuah gelar; yaitu al- Sya’roni.

 Beliau bukan hanya seorang Ulama besar bermadzhab Syafi’iy dan Allah juga
menganugerahkan kepadanya pangkat Wali Qutub Adzhom, Imamul Muhaqqiqin (Pemimpinnya
ahli kebenaran) wa qudwatul ‘Ariifin (sumbernya orang-orang arifbillaah), Syekhul Futuh
Pembuka kemusykilan kata-kata dan isyarah-isyarah para Auliya Allah, ahli tahqiq (hakekat)
yang mendalam, rumit dan yang berat-berat. Beliau berthariqah Syadzilliyah juga Qadiriyah.
Allah menganugerahkan pengetahuan ilmu para Auliya Agung terhimpun kepadanya, sehingga
mampu menyingkap rahasia-rahasia Asrornya para Auliya Wali Allah.

Beliau Imam-nya dalam berbagai ilmu agama dan kurang lebih kitabnya sebanyak 53
dalam berbagai bidang ilmu. Paling banyak dan paling bermanfaat kitab-kitab susunan beliau,
terutama yang menerangkan tentang para Auliya (Wali Allah). Diantara  kitab-kitabnya yang
terkenal

1.    Lathoiful Minan al-Kubro, (manaqib Auliya’)

2.    Kasyful ghummah, (Hadist)

3.      Minahus Saniyah, (Petunjuk menjadi kekasih Allah,tasawuf)

4.    Wasiatul Musthafa. (Hadist wasiat Nabi SAW)

5.    Mizan As-Sya’rani al Kubra (Fiqh perbandingan empat Madzhab)

6.    Syarah Jamul Jawamil  ( Ushul Fiqh)

7.    As Sirajul munir  (Kumpulan Hadist yang bernilai gharib)

8.    Faraidul Qalaid fii Ilmil ‘Aqaid  (Ushuluddin)

9.    Mukhtasar Alfiyah Ibnu Malik (Nahwu)

10. Al-Qaulul Mubin Syekh Muhyiddin ( Penjelasan fatwa Syekh ibnu ‘Arabi dari
kitab Futuhat Makkiyah)

11. Faathul Wahhab fi Fadlailil Aali wal Ash-shab (Keutamaan keluarga dan
sahabat Nabi SAW)

12. Al-Ajwibatul Mardliyah (kumpulan Jawaban dari para Imam Fiqih dan ahli
Shufi)
13. Al-Akhaqudz Dzakiyah wal Ulumul Laduniyah (Petunjuk Akhlak yang bersih
dan ilmu Laduni)

Beliau menuturkan akhlaq dan menggunakan dasar rentetan dari guru-gurunya dan orang-
orang yang sempurna sebelumnya. Kitab-kitabnya itu tujuan beliau agar kita mensyukuri nikmat
dan agar bisa ditiru oleh kita semua kaum muslimin sehingga dapat dengan jalan yang cepat
meraih ridho Allah dan Rasul-Nya menjadi seorang mukmin yang sejati. Berkata para ulama-
ulama dan Auliya, kalau diantar kita siapa saja yang mau membacanya maka akan tahu
kekosongan kita, kejelekan-kejelekan kita, dan kekeliruan-kekeliruan akhlaq kita dan pasti bisa
mengatakan bahwa dirinya masih amat sangat jauh dibandingkan beliau-beliau para Auliya
Kekasih Allah. Oleh sebab itu dalam kesempatan ini kami memaparkan sedikit kehidupan beliau
dan karyanya dengan harapan semoga mendapat barakahnya dan meningkatkan akhlaq, ibadah,
keimanan serta kecintaan kita kepada Allah dan Rasul-Nya serta para Awliya-Nya, Allahumma
Amin.

Imam Sya'roni dan dunia ibadah

 Pada usia yang masih sangat belia, al-Sya’roni telah ditinggal mati oleh ayahnya. Setelah itu Sya'roni kecil dirawat
oleh seorang paman yang shalih dan ahli ibadah.

Sang paman yang shalih selalu membimbing kemenakannya untuk selalu hidup dalam
keshalihan dan ketaatan kepada Tuhan. Dari hasil didikan seorang paman yang taat ini, bukan
sesuatu yang mengherankan jika Imam Sya’roni semenjak kecilnya, merupakan seorang anak
yang terkenal akan ibadah dan pengabdianya kepada Allah

. Semenjak usia delapan tahun, dia telah terbiasa melakukan shalat malam, dengan
menenggelamkan diri dalam dzikir-dzikir yang mengagumkan. Keyatiman yang ia alami, tidak
menjadikan dirinya berkembang sebagai anak yang hidup dalam keputus- asaan dengan tanpa
harapan. Semenjak kecil, ia telah menyakini dalam hatinya yang paling dalam, bahwa Allah telah
menjaganya dari sifat keberagamaan yang lemah, sebagaimana Allah selalu menjaga dirinya dari
perbuatan yang tercela dan hina. Bahkan dalam hatinya, dia juga percaya bahwa Allah telah
memberikan kepada dirinya kecerdasan yang bisa dijadikan pisau dalam memahami semua
keilmuan dengan benar, yang sekaligus mampu memahami semua kerumitan- kerumitan yang
ada.

Imam Sya'roni dan dunia kelimuan

 Dalam sejarah hidupnya, kecintaan Imam Sya’roni terhadap ilmu-ilmu agama, telah menjadikan dirinya
melakukan perjalananan dari desa asalnya menuju Kairo. Ketika berada di Kairo, dia yang semenjak kecil dididik
dengan keshalihan dan ketaatan, selalu menghabiskan waktu-waktu yang ia miliki dengan beribadah dan menelaah
semua keilmuan. Dia telah menjadi semakin alim dan bertakwa. Waktu-waktunya hanya ia habiskan untuk
beribadah dan belajar, di dalam sebuah masjid. Semenjak berada di Kairo, dia telah berhasil bertemu dengan para
ulama-ulama besar; seperti Jalaluddin al-Syuyuthi, Zakaria al-Anshori, Nashirudin al-Laqoni dan al-Romli , yang
guru-gurunya ini selalu ia kenang dalam beberapa tulisan kitabnya. Di Kairo, Imam agung ini mempelajari semua
keilmuan yang ada pada zamanya. Dia selalu mempelajari semua keilmuan dengan semangat belajar yang luar biasa.
Dia merupakan simbol dari seorang murid yang teladan dan rajin pada zamanya. Dia selalu mencari sebuah
kebenaran di manapun ia berada. Dalam pandangannya, semua imam adalah contoh yang telah mendapatkan sebuah
petunjuk dari Allah . Dia tidak melakukan sikap fanatisme yang berlebihan terhadap salah satu mazhab, dan tidak
tergesa-gesa dalam menilai sebuah ijtihad dari salah satu mazhab tertentu, kecuali setelah melakukan pengkajian
yang matang dan mendetail. Dan, setelah ia menguasai beberapa disiplin ilmu yang ada pada zamanya, dia tidak
berubah menjadi seorang yang sombong dan angkuh, tapi tetap menjadi seorang yang tawadhu’ dan rendah hati. As-
Sya'roni sebagaimana ahli sufi lainnya, selalu menghindari perdebatan yang tidak ada gunanya di saat menuntut
ilmu. Dia memahami betul bahwa berdebat hanya akan menjauhkan dirinya dari cahaya Tuhan.

  

As-Syaroni dan ‘Ali al-Khowwas

 Pertemuan antara al-Sya’roni dan al Khowwas, merupakan salah satu bukti betapa pentingnya seorang
Syeikh dalam dunia para sufi. Al-Khowwas adalah seorang laki-laki yang telah diberikan Allah sebuah mauhibah
dan keistimewaan, dalam menjalani badai kehidupan. Dia merupakan salah satu anugerah, yang pernah diberikan
Allah kepada umat manusia dalam menuju sebuah hakikat. Al-Khowwas merupakan simbol kebenaran atas
keberadaan ilmu Laduni dalam dunia sufi. Semenjak kecil Dia adalah seorang yang ummi (buta huruf), yang dalam
setiap perkataannya selalu diwarnai dengan ayat-ayat Al-Quran dan Hadits. Dia mampu mengambil sebuah istimbat
dari dalil-dalil tersebut, dengan sangat menakjubkan dan mengherankan. Pertemuannya dengan al-Sya’roni ,
merupakan sebuah bukti dari keistimewaan seorang wali dengan ilmu laduninya, dengan seorang ‘alim yang belum
mencapai derajat tersebut. Al-Khowwas adalah seorang ummi, sedang al-Sya’roni adalah seorang yang ‘alim. Tapi,
itu semua hanya dalam penampakan lahir belaka. Pada hakikatnya al-Khowwas adalah seorang ‘alim sedang al-
Sya’roni adalah seorang ummi. Ilmu al-Khowwas adalah ilmu mauhibah yang langsung diterima dari Allah , sedang
ilmu al-Sya’roni adalah ilmu yang bersumber dari kitab-kitab bacaan yang hakikat ilmu tersebut menurut orang sufi
bukan merupakan ilmu yang dimiliki secara hakiki, melainkan ilmu yang didapat melalui bacaan terhadap kitab. Al-
Khowwas adalah seorang yang telah mengantarkan al-Sya’roni menuju dunia sufi yang sesunggungya. Dia telah
mengantarkan al-Sya’roni mencapai derajat kewalian, dan mengajarkan tata cara mencapai sebuah ilmu laduni.
Dalam beberapa kesempatan Al-Sya’roni mengisahkan bagaimana al-Khowwas telah memberikan pengajaran
kepada dirinya dalam mencapai derajat tersebut. Yang pertama ia lakukan adalah menjual semua kitab yang ia
miliki, dan menghabiskan semua hasil penjualan kepada fakir miskin. Pada awalnya, al-Sya’roni merasa berat
menjalankan perintah sang guru, bahkan setelah melakukan semua perintah tersebut, al-Sya’roni merasa tidak enak
hati dan terus memikirkan kitab-kitab yang telah ia jual. Ia merasa telah kehilangan semua ilmu yang selama ini ia
tekuni. Tetapi, ketika al-Khowwas mengetahui hal tersebut, beliau memerintahkan kepada al-Sya’roni untuk
memperbanyak dzikir kepada Allah

. Setelah mampu menanggulangi cobaan pertama ini, al-Khowwas menyuruhnya


menghindari keramaian manusia (uzlah), hingga pada akhirnya al-Sya’roni merasa dirinya paling
baik dibandingkan dengan yang lainya. Al-Khowwas kemudian menganjurkan kepada al-
Sya’roni untuk terus melakukan mujahadah hingga ia akan merasakan bahwa dirinya lebih hina
dari pada orang yang paling hina sekalipun. Setelah masa-masa tersebut, al-Khowas menyuruh
al-Sya’roni untuk berbaur kembali dengan masyarakat ramai, dengan bersabar atas apa yang
mereka lakukan terhadap dirinya. Al-Sya’roni ketika menjalankan hal tersebut merasakan bahwa
dirinya merupakan orang yang paling tinggai derajatnya jika dibandingkan dengan orang lainya.
Tetapi, seperti biasanya, al-Khowwas kemudian memerintahkan kepada dirinya untuk
menghilangkan perasaan-perasaan tersebut. Al-Khowwas menyuruh al- Sya’roni untuk
memperbanyak dzikir kepada Allah dalam semua waktu- waktunya. Ia tidak boleh memikirkan
hal lain selain sang pencipta. Sehingga ia harus menjalani masa-masa itu selama berbulan-bulan.
Dan bukan hanya itu saja, al- Khowwas kemudian menyuruh dirinya untuk menghindar dari
nafsu makan. Makan hanya dilakukan untuk menjaga kelangsungan hidup belaka, sehingga al-
Sya’roni ketika itu merasakan dirinya telah terbang ke atas. Mujahadah yang telah diajarkan al-
Khowwas kepada al-Sya’roni telah menjadikan dirinya memiliki keilmuan yang tidak ia duga
sebelumnya. Ia merasakan, bahwa ilmu yang telah ia miliki, mendapatkan pesaing dari ilmu
mauhibah yang baru ia dapat. Ilmu yang baru ia dapat telah memberi penyempurnaan terhadap
ilmu yang selama ini ia miliki. Hati al- Sya’roni telah dibuka oleh Allah , dan diberikan
pengetahuan-pengetahuan yang hanya dimiliki oleh seorang sufi saja. Tetapi, walaupun al-
Sya’roni telah mendapatkan ilmu laduni dari Allah , al-Khowwas yang dalam hal ini berperanan
sebagai guru al-Sya’roni , membimbing kepada dirinya untuk terus melakukan berbagai macam
mujahadah dalam rangka membersihkan hatinya dari belenggu duniawi. Sehingga pada akhirnya
al-Sya’roni mampu mendapatkan berbagai macam ilham dan karomah yang telah diberikan
langsung oleh Allah kepada dirinya.

Pengalaman Spiritual Pengarang Al-Mizan, Syekh Abdul Wahab Sya’rani

Syekh Abul Mawahib Asy-Sya’rani dalam kitabnya Al-Mizan mengungkapkan:

“Cara untuk meraih derajat kasyaf dalam memahami sumber syariat adalah melalui suluk
dengan bimbingan seorang yang Arif dengan syarat seseorang itu harus menyerahkan dirinya,
hartanya dan keluarganya kepada pembimbing yang arif tersebut dengan hati yang lapang.

Seandainya pembimbing yang Arif itu menyatakan kepadamu: ‘Ceraikan istrimu, atau
lepaskan hartamu atau pekerjaanmu’, misalnya, kemudian Engkau membangkang, maka Engkau
tidak akan sampai kepada derajat kasyaf meskipun Engkau beribadah selama 1.000 tahun dengan
cara biasa.

Apakah ada syarat-syarat lain dalam menempuh suluk? Ya, ada. Di antaranya tidak boleh
menyandang hadats walaupun sebentar baik siang maupun malam, tidak makan selama
menjalani suluk kecuali kalau sudah dalam kondisi mendesak, tidak memakan makanan yang
asalnya bernyawa, tidak makan melainkan jika telah mengalami awal-awal tanda bahaya, tidak
memakan makanan pemberian orang lain yang tidak wara’ dalam memperolehnya, seperti orang
yang diberi makan karena ia orang baik atau karena ia zuhud, atau orang yang berjual beli
dengan petani atau aparat penguasa yang tidak wara’. Syarat lainnya adalah tidak lupa kepada
mengingat Allah siang malam meskipun sekejap, bahkan mesti muraqabah setiap saat.

Kalau sudah demikian, maka seseorang suatu ketika akan mencapai derajat ihsan dalam
arti seolah-eoalah ia melihat Tuhannya. Atau bisa pula mencpai derajat keyakinan sesudah ihsan,
sehingga ia dapat melihat Tuhannya setiap saat dengan mata iman, bukan dengan mata kepala,
karena melihat Tuhan dengan mata iman itu lebih menyucikan Allah SWT daripada seolah-olah
meilhat Allah dengan mata kepala yang tentunya dibayangi dengan khayalnya, padahal Allah
Suci dari segala apa yang terlintas di dalam hatimu.

Jika ada orang bertanya: ‘Bagaimana pengarang kitab (Al-Mizan) ini menempuh
suluknya?’ Jawabannya adalah sebagai berikut:

Pertama-tama saya mendapatkan suluk dari Nabi Khidhir As melalui ilmu, iman dan
Islam. Kemudian saya mendapatkannya dari Sayid Ali Al-Khawash, sehingga saya dapat
memahami sumber syariat melalui rasa (dzauq), kasyaf, dan yakin tanpa ada rasa ragu, kemudian
saya bermujahadah dengan amalan-amalan tertentu selama satu tahun. Lalu saya berkhalwat
berada di atas tali yang saya gantungkan ke atap sehingga tubuh saya tidak menyentuh bumi.
Terus saya berupaya benar-benar dalam bersikap wara’, sehingga saya pernah memakan zat-zat
tanah dengan terpaksa apabila saya tidak menjumpai makanan yang sesuai dengan maqam saya
dalam ketaqwaan. Saya pun pernah memakan semacam lemak di atas tanah yang mirip dengan
lemak daging atau lemak samin atau lemak susu. Suluk semacam ini pernah ada yang menjalani
sebelum saya, yakni Ibrahim bin Adham Ra. yang bertahan selama 20 hari hanya memakan zat-
zat tanah ketika ia tidak menemukan makanan yang halal menurut maqamnya.

Begitu pula saya tidak lewat di bawah atau di sebelah gedung-gedung istana penguasa.
Tatkala Sultan al-Ghuri As-Sabath berkuasa yang saya pernah lewati di antara madrasah dan
kubahnya yang biru, saya masuk melalui pasar Warraqin dan keluar lewat pasar minuman, jadi
saya tidak lewat di bawah atau di sebelah gedung istana sultan. Gedung-gedung lain milik orang
yang lalim dan penguasa serta aparatnya, hukumnya sama dengan gedung istana yang penuh
dengan kelaliman tersebut.

Saya tidak memakan sesuatu kecuali saya teliti terlebih dahulu dengan betul
kehalalannya, tidak langsung saya memakannya dengan berdasarkan adanya rukhshah, dan al-
hamdulillah saya sampai saat ini tetap seperti itu. Dulu, saya meneliti kehalalan makanan dengan
melihat siapa pemilik sebenarnya, tetapi sekarang saya bisa mengetahui halal, haram, dan
syubhatnya makanan dengan melihat warnanya atau melalui baunya atau rasanya. Saya
merasakan bau wangi kalau makanan itu halal. Saya merasakan bau busuk kalau makanan itu
haram, dan saya merasakan busuk yang tidak sebusuk bau makanan haram kalau makanan itu
syubhat. Kalau ada tanda-tanda tersebut maka saya tidak memakannya tanpa harus meneliti siapa
pemiliknya yang sah. Segala puji milik Allah atas karunia yang demikian itu.

Setelah saya selesai dari perjalanan suluk itu, maka mata hati saya bisa melihat sumber
syari’at, yang dari sumber syari’at itu muncul beberapa pendapat Ulama yang kesemuanya
bersambung ke sumber itu. Saya bisa mengetahui bahwa semua pendapat tersebut berada di
dalam lingkup syara’ yang murni, dan mata hati saya bisa membuktikan bahwa semua mujtahid
itu benar dengan pembuktian secara kasyaf dan yakin, bukan sekedar sangkaan dan kira-kira.
Mata hati sayapun bisa mengetahui bahwa tidak ada suatu madzhab yang lebih kuat daripada
madzhab lain di dalam syari’at. Kalau ada 1000 orang yang membantah saya bahwa ada satu
madzhab lebih kuat dari lainnya, saya tidak terpengaruh. Anggapan tersebut hanya karena
keterbatasab pemahaman seseorang terhadap sumber syari’at, dan kebenaran anggapan tersebut
hanyalah berlaku sepihak.
Di antara yang bisa saya lihat secara kasyaf adalah bahwa ada saluran-saluran parit dari
para Imam Mujtahid sebagai tokoh madzhab, di mana parit-parit itu bermuara sampai ke sumber
syari’at bagai lautan yang luas. Tetapi parit-parit tersebut mongering airnya dan membatu /
menjadi batu, hanya ada 4 parit yang airnya terus mengalir (4 madzhab). Saya memberikan
takwil bahwa madzhab 4 Imam tersebut akan bertahan kekal hingga menjelang kiamat. ….

Ketika saya menunaikan ibadah haji pada tahun 957 H. saya berdoa di dalam Ka’bah,
memohon kepada Allah agar diberi tambahan ilmu, kemudian saya mendengar suara dari atas
sebagai berikut: “Belum cukupkah kitab Al-Mizan yang telah Kami anugerahkan kepadamu,
yang dengan kitab itu kamu meyakini kebenaran semua pendapat para Mujtahid dan para
pengikut mereka sampai hari kiamat, yang anugerah tersebut tidak diberikan kepada orang lain
pada zamanmu?” Kemudian saya mengatakan: “Cukuplah kepada Allah saya berharap tambahan
rahmat”. ……

Jika engkau yang bertanya: “Apakah orang yang memakan makanan yang halal dan
meninggalkan maksiat lalu menempuh suluk dengan dirinya sendiri tanpa pembimbing yang Arif
bisa sampai ke tingkat kasyaf sehingga mampu melihat sumber syari’at dengan mata hati?”

Jawabannya adalah 2 hal:

1. Adakalanya karena jadzab (tarikan) yang langsung diberikan oleh Allah.

2. Adakalanya dengan menempuh suluk di bawah asuhan dan bimbingan Guru yang Arif,
agar bisa membuang cacat dan kotoran di dalam batinnya. Bahkan seandainya ia bisa
menghilangkan aib dan kotoran batinnya melalui ibadahnya sendiri, ia tetap tidak akan sampai ke
maqam kasyaf yang mampu melihat sumber syarai’at dengan mata batin, karena ia terkurung di
dalam sikap taklid terhadap imam madzhabnya. Jadi imam madzhabnya itulah sebagai
penghalang untuk melihat sumber syari’at, padahal imamnya sendiri mampu melihat sumber
syari’at tersebut……

Apabila engkau ingin sampai ke tingkat yang setara dengan kitab Al-Mizan ini secara
dzauq (rasa) dan engkau ingin mempunyai kemantapan bahwa semua madzhab itu benar
sebagaimana yang diakui oleh para Imam madzhab itu benar sebagaimana yang diakui oleh para
Imam madzhab itu sendiri, maka tempuhlah melalui suluk dan riyadhah dengan asuhan seorang
Guru yang Arif yang mengajarkan bagaimana cara engkau agar bisa menjadi orang yang ikhlas
dan jujur dalam memahami ilmu dan amal, bagaimana cara engkau agar terhindar dari kotoran-
kotoran yang mengotori batin yang menghambat dan menghalangi perjalanan taqarub kepada
Allah SWT dan mematuhi anjuran Gurumu, agar engkau bisa sampai ke maqam kesempurnaan
yang tertentu, sehingga engkau berperasaan bahwa semua manusia itu selamat kecuali dirimu
sendiri, seolah-olah engkau melihat bahwa dirimu celaka. Kalau engkau sudah sampai di mana
engkau bisa melihat sumber syari’at secara seksama dengan mata batin, yang dari sumber itu
mengalir beberapa pendapat Ulama.

Adapun suluk yang engkau tempuh tanpa bimbingan Guru yang Arif, biasanya tidak bisa
menyelamatkan dan membebaskan engkau dari sifat riya’, perdebatan, dan cenderung mencintai
harta benda, walaupun sifat-sifat tersebut hanya ada di dalam hati tanpa diucapkan, sehingga
tidak bisa mengantarkan engkau ke maqam kasyaf tersebut, walaupun teman-temanmu sudah
terlanjur menjulukimu sebagai Wali Quthub.

Dalam masalah ini, Syekh Muhyiddin Ibnu Arabi memberikan penjelasan di dalam kitab
Al-Futuhat al-Makiyyah pada Bab 73 sebagai berikut: ‘Barang siapa menempuh suatu cara
taqarub kepada Allah tanpa bimbingan seorang Guru yang Arif dan tanpa bersikap wara’ dalam
menghadapi hal-hal yang diharamkan Allah SWT, maka ia tidak akan sampai ke maqam
makrifat seperti yang telah dicapai oleh para Ulama yang Arif, walaupun ia telah beribadah
kepada Allah selama umur Nabi Nuh As. Kalau seseorang sudah sampai ke tingkat makrifat
maka tidak ada lagi penghalang antara dia dengan Allah SWT, sehingga ia bisa mengetahui
Asma-asma Allah secara kasyaf dan yakin, mampu memehami bahwa semua pendapat mujtahid
itu tidak menyimpang dari Asma-asma Allah tersebut, sehingga tidak ada lagi pertentangan dan
perbedaan di antara madzhab, karena kesemuanya bermuara dari satu sumber yang sama’.

 Karomah Imam Sya'roni

 Suatu ketika antara Syeikh Abd al-Wahhab ( dengan Syekh Nasiruddin al-Laqqani (, terjadi kesalah
kefahaman karena ada aduan dari sebagian orang yang hasud pada Syeikh Abd al-Wahhab (. Dia mengadu pada
Syeikh Nasir ( bahwa Syeikh Sya'roni ( dalam majlis pengajiannya mencampur santri laki-laki dengan santri
perempuan. Ketika Syeikh Sya'roni ( mengetahui bahwa Syeikh Nasir ( terkena tipuan orang ini, maka beliau sowan
ke Syeikh Nasir ( untuk meminjam kitab "Al-Mudawwanah". Syeikh Nasir ( dalam kesempatan itu mengatakan :
"Aku harap engkau tidak melakukan pelanggaran lagi, dan engkau kembali pada Syariat yang benar ! ". Syeikh
Sya'roni menjawab : "Insya-Allah itu akan terjadi". Setelah itu, Syeikh Nasir menyuruh pembantunya untuk
mengeluarkan kitab "Al-Mudawwanah" dari almari, dan menyuruhnya mengantarkannya ke rumah Syekh Sya'roni .
Beberapa saat setelah sampai di rumah Syeikh Sya'roni , pembantu itu mohon diri untuk pulang. Namun Syeikh
Sya'roni menahan dan meminta agar ia mahu menginap barang satu malam. Keduanya mengisi malam itu dengan
bercengkerama sampai larut malam. Ketika malam telah melampaui sepertiganya, Syeikh Sya'roni masuk ke kamar
kholwatnya. Kira-kira seperempat jam, beliau keluar untuk membangunkan pembantu itu agar sholat tahajjud. Lalu
dia bangun, berwudlu dan sholat bersama Syeikh Sya'roni sampai menjelang subuh. Selesai solat Subuh mereka
berdua membaca Al-Qur'an bersama, lalu mengamalkan wirid masing masing sampai matahari terbit. Menginjak
matahari setinggi tombak Syeikh Sya'roni mengajaknya untuk ke kamar dan makan pagi bersama. "Tolong
kembalikan kitab al-Mudawwanah ini pada Syeikh Nasir dan sampaikan rasa terima kasih saya" ucap Syekh
Sya'roni setelah acara makan pagi selesai. Khodim Syeikh Nasir ini hairan dan bertanya-tanya dalam hatinya : "Apa
maksud Syeikh Sya'roni ini, meminjam kitab hanya satu malam saja? Apa yang telah dilakukannya dengan kitab
ini? ". Ketika dia sampai pada gurunya dan mengembalikan kitab tersebut Syeikh Nasir tambah marah pada Syekh
Sya'roni . Di tengah rasa marah ini Syeikh Nasir ditanya tentang suatu masalah yang mengharuskannya untuk
membaca kitab Al-Mudawwanah. Ketika membukanya ia kaget karena di situ ada catatan-catatan tangan Syeikh
Sya'roni . Demikian lembar demi lembar selalu ada catatan tangan Syeikh Sya'roni . Karena hairan dengan
kenyataan ini Syeikh Nasir bertanya pada muridnya tadi : "Apa yang dilakukan Syeikh Sya'roni dengan kitab ini?".
Diapun menjawab: " Demi Allah… dia tidak berpisah dariku kecuali hanya dua puluh minit, beliau tidak
meninggalkan wiridan dan tahajjudnya ". Demi mendengar keterang muridnya ini, Syeikh Nasir lalu pergi
menghadap Syeikh Sya'roni dengan tanpa memakai alas kaki dan tutup kepala. Ketika sampai di hadapan Syeikh
Sya'roni Syeikh Nasir berkata : "Sekarang aku bertaubat. Aku tidak akan berani lancang pada golongan ahli
Tasawwuf". Syeikh Sya'roni lalu berkata : "Mahukah tuan aku tunjukkan kitab ringkasan kitab Al-Mudawwanah,
yang aku lakukan malam itu ? kalau memang ada yang menerimanya itu semata-mata anugerah Allah , dan barokah
Izin Nabi J. Kalau tidak ada yang menerimanya maka aku akan menghapusnya dengan air". Lalu Syeikh Nasir
memberikan kata pengantar, dan memuji kitab Syeikh Sya'roni ini. Di antara karomah Imam Sya'roni adalah suatu
ketika ia tidur di rumah kawannya di sebuah ruang terpencil yang banyak jinnya. Pada petang harinya kawannya ini
menyalakan lampu di ruangan itu, menutup pintu lalu meninggalkan Syeikh Sya'roni sendirian. Lalu datanglah
sekelompok jin. Mereka mematikan lampu dan mengitari Syeikh kita ini hendak mengganggunya. Tahu akan apa
yang terjadi Syeikh Sya'roni berkata : " Demi keagungan Allah…. Kalau saja aku mahu menangkap salah satu di
antara mereka, nescaya tidak akan ada satupun yang mampu melepaskannya". Lalu Imam Sya'roni tertidur dengan
tenang seperti tidak ada apa- apa. Di antara karomahnya adalah, suatu ketika Imam Sya'roni berkata : "Aku diberi
anugerah oleh Allah berupa pengetahuan apakah seorang wali sedang berada dalam kuburnya atau tidak. Karena
memang para wali dalam kuburnya mempunyai aktifitas tersendiri. Mereka selalu datang dan pergi. Keistimewaan
ini juga di miliki oleh Syeikh

‘Ali al-Khowwas guru Syeikh Sya'roni . Sang guru ini kalau melihat seseorang mahu
ziaroh ke makam seorang wali kadang-kadang mengatakan : "Cepatlah pergi kesana, karena
sebentar lagi sang wali mahu pergi untuk keperluan! ". Suatu ketika Syeikh Sya'roni ziarah ke
makam Syeikh Umar Ibn al-Faridl , tapi tidak menjumpainya dalam kuburannya. Setelah itu,
Syeikh Umar datang kepadanya, sambil berkata :

 "Maafkan saya, karena tadi aku ada keperluan".

 Dalam usia 12 tahun, pada tahun 911 H, beliau ke Kairo, belajar dengan Imam Jallaludin As-Suyuthi .ra,
Syekhul Islam Zakaria Al-Anshari .ra dan salah satu guru utamanya yaitu Sayyidi Syekh Ali al-Khawwash ra. ,
Sayyidi Syekh Ali al-Murshifi .ra , serta Sayyidi Muhammad Asy-Syanawi .ra dll.

Beliau Imam Sya’roni ra. Allah SWT telah mengangkatnya menjadi Waliyullah sejak
dari masa kecilnya. Sejak kecil sudah bersungguh-sungguh didalam menuntut ilmu. Jika beliau
bepergian, oleh Allah para manusia digerakkan hatinya, banyak sekali yang berjejalan ingin
menjumpainya Orang Yahudi dan Nasrani banyak sekali yang masuk Islam dan bertaubat di
hadapannya. Orang ahli berbuat durhaka amat banyaknya yang ikut thariqohnya, terutama
Syadzilliyah, dan menjadi orang baik. Beliau dengan anugerah ilmu yang diberikan Allah
kepadanya, kalau berfatwa tidak hanya dengan satu madzhab bahkan dengan keempat Madzhab,
terbukti karyanya di bidang Fiqih yang terkenal “Al-Mizanul Kubro”, merupakan kitab utama
untuk bidang Fiqh Islam, seperti halnya “Ihya Ulumuddin”, Imam Al-Ghazalli merupakan kitab
utama untuk bidang Tasawuf. Harta bendanya selalu didermakan untuk para fuqoro’ dan murid-
muridnya. Ketika wafat amat banyak sekali yang mengiringinya ke pemakaman baik dari segala
lapisan masyarakat dari pejabat, ulama, dan rakyat, muslim maupun nonmuslim sebagai bukti
tanda penghormatan yang luar biasa kepada beliau. Beliau dimakamkan di sebelah masjidnya
yang masyhur dengan sebutan Babusy Sya’riyyah.

Karamah yang Allah SWT berikan kepada beliau .ra luar biasa banyaknya, berikut
diantaranya yang tertera didalam kitab Lathoiful Minan Al-Kubro :

1.    Pada masa kecilnya beliau umur 8 tahun sudah hafal Al-Qur’an. Beliau selalu sholat
lima waktu di dalam waktunya tak pernah di qodho’ mulai dari umur itu pula, seumur
hidupnya hanya sekali mengqodho’ sholatnya ketika sholat Zhuhur bepergian/musafir,
sampai masuk waktu Ashar, beliau lupa tidak berniat Jama’ ta’khir. Dan dari umur ini
pula sebelum baligh, beliau kebanyakan sholat dengan mengkhatamkan Al-Qur’an satu
khataman satu rakaat. Subahnallah - Alhamdulillah Rabbil ‘Alaamin.
2.    Ketika baligh/dewasa beliau berenang di sungai Nil, lalu tenggelam kedasar sungai
hampir tewas, kemudian Allah mengutus buaya menapakkan dibawah telapak kakiku,
beliau sangka batu, sehingga terus diangkat keatas sampai di tepi sungai.

3.    Dari sejak kecil beliau yatim piatu, sehingga pernah suatu waktu beliau diejek-ejek
oleh orang fasiq lalu orang fasik tersebut jarak tujuh hari, tiba-tiba menderita sakit lepra
sehingga orang-orang jijik kepadanya sampai dia mati. Ada juga yang mengejeknya
kemudian dia tertangkap oleh tentara Prancis lalu dimasukkan penjara dan menjadi orang
Nasrani. Allah memelihara Imam Sya’roni .ra dari hal-hal semacam itu banyak sekali dari
semenjak beliau kecil.

4.    Diantara mujahadah beliau kepada Allah ; beliau mengikatkan tali dari atap sampai
lehernya ketika beliau duduk, jika hendak tidur tidak sampai terlentang di bumi, mulai
Isya’ sampai Subuh, sampai beberapa bulan untuk mencegah bermalas-malasan dan tidur.
Beliau  menerima dan tidak pernah merasa kurang dengan harta duniawi. Beliau tidak
pernah bekerja dari semenjak baligh, telah dicukupi oleh Allah tidak tahu dari mana
datangnya rezeki tersebut. Banyak orang yang memberi dinar, emas dan perak, beliau
tolak semua. Beliau didalam mujahadahnya meninggalkan makanan yang enak bahkan
pernah makan tanah sampai dua bulan karena beliau tidak menemukan yang halal.

5.    Beliau tidak pernah makan makanannya orang yang zholim dalam bekerjanya.

6.    Ketika beliau berniat uzlah (mengasingkan diri), Allah membuat seluruh manusia
membencinya, sehingga waktunya benar-benar bersih jernih, sehingga seakan-akan
mereka semua tidak mengenalku.

7.    Beliau .ra memulai dzikir setelah Isya’ terus tidak berhenti jika belum sampai fajar,
lalu sholat Subuh, dzikir lagi, sholat dhuha, dzikir lagi sampai Zhuhur lalu sholat Zhuhur,
dzikir lagi sampai Ashar, Sholat Ashar, dzikir sampai Maghrib, Sholat Maghrib, dzikir
sampai Isya’ , terus begitu selama setahun penuh.

8.    Beliau rutin membaca ¼ Al-Qur’an diantara Maghrib sampai Isya’ lalu
mengkhatamkannya ketika shalat Tahajud, selain sering mengkhatamkannya dalam satu
rakaat.

9.    Beliau tidur hanya satu lelapan saja, jika sampai tertidur sering mancambuk pahanya,
kadang menceburkan diri di air bersama pakaiannya ketika musim dingin agar tidak
tertidur.

“Barangsiapa mau mempelajari mujahadahnya para kaum salaf shalihin


terdahulu, maka akan dimudahkan sesuatu yang sulit baginya.”

10. Beliau pernah setahun penuh menekuni wara’nya, menolak perkara yang makruh-
mubah apalagi yang haram, dengan mendapat penjagaan dari Allah SWT bukan dengan
daya dan kekuatanku. Sehingga beliau tidak makan anaknya burung merpati karena
burung tersebut makan dari tanaman orang yang tidak meridhoinya dan tidak mau
berjalan dibawah atap rumah atau bangunan para pejabat maupun kerabatnya.

11. Beliau mendapat ilham dari Allah Azza wa Jalla, agar berkumpul dan berguru dengan
para ahli Thoriqoh lalu kepada para Auliya’ sampai banyak sekali, dapat belajar dan
mengajinya langsung dengan kitab-kitabnya, guru-gurunya, mendapatkan kekuatan,
ketekunan dan kehebatannya, mendapat pengakuan langsung dari guru-gurunya,
dukungan dan pemberian ijazah dari guru-gurunya serta penerangan yang gamblang
tentangnya.

12. Setengah dari pada anugerah Allah yang dikaruniakan kepadanya, terbukanya
hijabnya sehingga beliau mendengar semua kayu, batu dan hewan apa saja, membaca
tasbih setiap mulai sholat Maghrib sampai fajar pagi. Beliau juga terbuka hijabnya hingga
dapat mendengar pembicaraan makhluk sampai semua kawasan bumi hingga lauh
Muhith. Karunia ini diberikan kepada beliau sejak tahun 922 H, lalu jika sudah fajar,
Allah mengasihinya menjadi tidak mendengar, karena kalau beliau mendengar terus
mengakibatkan dirinya pusing sekali. Lalu dikaruniaNYA dengan jalan kasyaf, maka
tambah-tambah kuat keimanannya beliau .ra.

13. Allah juga menganugerahkan Quthb ‘Azhom kepadanya sehingga beliau senantiasa
menolong para Wali yang bergilir berjaga-jaga dikawasan bumi mana saja ; semua
daratan, hutan-hutan, kota-kota, lautan-lautan, desa-desa dan gunung-gunung. Beliau
mengitari dengan hatinya semua kawasan tadi dengan tiga derajat. Setiap malam beliau
mengitari Mesir dan semua negara di bumi ini dengan selalu memberi isyarat Allah-
Allah-Allah (maksudnya agar semuanya selalu takut kepada Allah), mulai dari Mesir
terus Kairo semua desa-desanya – Guzzah – Baitul Muqaddas, Palestina – Syam – Halb –
semua negara ‘Ajam – Turki – semua negara Rum. Kemudian melalui lauh Muhith
menuju ke negara-negara Maghrib/Barat, terus satu per satu dikitari sampai tiba di negara
Iskandar – Dimyath- Negeri Najasyi – Habasyah – India – Cina – terus sampai kembali
melalui negara Yaman, Hadhramaut – terus naik ke Mekkah- keluar dari pintu Ma’la –
Hijaz – daerah Badar – Shofro’ – kemudian sampai ke Madinatul Rasul SAW. Lalu
beliau minta izin melalui Babul Nur terus masuk bersimpuh dihadapan kanjeng Rasul
SAW. Beliau membaca shalawat dan salam kepada Rasulullah langsung, beserta kedua
sahabatnya terus ziarah ke Baqi’ lalu berdoa dan seterusnya beliau datang kembali
sampai ke rumahnya di Mesir dengan penuh rasa letih lesu payah dan haus sekali,
payahnya bagaikan memanggul gunung yang agung. Beliau diberi anugerah ini ketika
tahun 923 H. Maqam /kedudukan/pangkat ini diantaranya yang memiliknya ialah Sayyidi
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani .ra, Sayyidi Ahmad Al-Badawi .ra, Sayyidi Ibrohim Ad-
Dasuqiy ra, Sayidi Ahmad Ar-Rifa’iy ra, Imam Thariqah Muhammad Syaah Baha’uddin
an-Naqshbandi ra. dll.

14. Allah juga memberikan kenikmatan karunia-NYA, bahwa beliau bersama-sama ikut
menyangga kesusahan, keberatan orang-orang yang tertimpa musibah billahi dan cobaan
hidup, diantara yang punya maqam seperti ini yaitu, guru beliau, Sayyidi Syekh Ali al-
Khawwash, Syekh Ibrahim al-Mabtuli, Syekh Maimun bin Mahron, Syekh Sofyan Ats-
Tsauri, Syekh Fudhoil bin Iyadh dan lainnya yang sederajat ra. Sehingga badannya terasa
hancur bagaikan minum racun sebelanga, bagaikan bisul yang mau pecah, karena begitu
banyaknya orang yang ditanggung petaka kesulitannya. Hal semacam ini sesuai dengan
hadist Nabi SAW : bahwa kaum mukmin itu sesama saudara, bagaikan satu kesatuan
tubuh, jika salah satu bagian sakit maka bagian yang lain terasa sakit juga.

Beliau juga mengatakan, bagi orang yang memiliki maqam seperti ini, sempat tertawa
atau bersenang-senang dengan istrinya atau berpakaian gagah atau berekreasi ketika
waktu orang Islam terkena musibah, maka dia pangkatnya sama saja dengan hewan
ternak.

15. Beliau dari gurunya Sayyidi Syekh Ali Al-Khowwash, jika ada orang yang terkena
petaka/musibah/kesulitan menyuruh supaya mem-perbanyak istighfar, sabdanya : tiada
yang tercepat untuk menghilangkan ‘billahi (bala’) kecuali banyaknya beristighfar, paling
sedikit 1.000 kali setiap pagi dan 1.000 kali setiap sore.

16. Banyak para jin yang ikut tunduk dan mengi’tikadkan baik dan menjadi murid dengan
beliau ra. Bahkan pernah datang padanya para jin membawa 75 masalah ilmu tauhid, dan
mereka berkata kalangan ulamanya bangsa jin tidak sanggup menjawabnya, sehingga ada
seorang ulama arifbillah dari kalangan jin tersebut mengatakan bahwa yang sanggup
menjawabnya adalah Ulama dari manusia dan menyebut Imam Sya’roni sebagai Syekhul
Islam, dan disuruh menghadapnya. Kemudian oleh Imam Sya’roni pertanyaan itu
langsung dituliskan jawabannya sampai kira-kira sampai setebal 500 halaman dan diberi
judul “Kasyful hijab war Roon ‘an As-ilatil Jaann”. Bahkan kitab ini diterima juga oleh
para ulama kita. Yang punya maqam seperti ini diantaranya gurunya Syekh Ali al-
Khawwash, Syekh Abul Khoir al Kalibati, Syekh Ibrahim al-Mabtuliy, Sayyidi Syekh
Abu Hasan Ali Asy-Syadzilliy. Beliau semuanya melayani semua makhluk seperti
bangsa jin juga.

17. Beliau .ra dianugerahi Allah SWT, amat benci terhadap dunia bagaikan jijiknya
manusia terhadap bangkai, dan beliau amat benci tidur dalam keadaan berhadast, tidak
dalam keadaan suci berwudhu, serta bersih lahir dan batin seperti unek-unek jelek kepada
orang lain, hasud dengki atau menyepelekan orang Islam. Sabdanya : “Jauhilah
tidur beserta hadast lahir dan batin berupa senang dan
syahwat dengan dunia. Kadang Allah mengambil nyawamu
pada malam/tidur itu, lalu kamu menghadap Allah dengan
mendapat Murka-Nya, dalam hadist telah disampaikan
bahwasanya semenjak  Allah menciptakan dunia, Allah tidak
melihat dengan ridho terhadap dunia dan kesenangan dunia.
Celakanya! kalian kebanyakan manusia tidak merasa berdosa
dengan senangnya kalian terhadap dunia. Maka bertaubatlah
kamu dan biasakanlah tidur dalam keadaan suci lahir batinnya,
semoga Allah memberi limpahan Taufik dan Hidayahnya
kepadamu sekalian.”

18. Allah memberikan kenikmatan-Nya kepada Imam Sya’roni jika tidur hanya matanya,
hatinya tidak, lantaran beliau mendapat warisan dari beliau Nabi SAW. Sehingga beliau
banyak sekali digunakan membaca Al-Qur’an.

19. Beliau jika memanggil muridnya cukup dengan hatinya saja, meskipun muridnya
berada di negara yang jauh mereka pun bisa hadir dihadapanku begitu pula sebaliknya.
Hal itu bisa terjadi karena sangat intimnya hubungan mereka semua denganku dan aku
dengan mereka semua muridku. Demikian ini bukanlah setiap para Wali mampu hanya
satu-dua saja yang bisa.

20. Beliau kalau jual beli, selalu jika membeli ditambahi harganya dan kalau dijual
dikurang harganya. Karena kedermawanannya beliau disertai keikhlasan yang penuh
kepada Allah.

21. Beliau tidak pernah takut sama sekali dengan makhluk apa saja, beliau berkata untuk
mendapatkan hal ini karena beliau menjalankan Syariat Allah sehingga Allah
memerintahkan untuk tidak menjatuhkan celakanya ke diri kita dan karena takutnya kita
hanya kepada Allah semata.

22. Beliau termasuk diberi anugerah oleh Allah dapat mengetahui keadaan para Auliya di
makamnya, ada di makamnya atau sedang pergi, karena umumnya para Auliya Allah
diberi idzin oleh Allah untuk bepergian. Terkadang beliau sering berkata bagi orang yang
punya niat mau ziarah ke makam Auliya, untuk segera bergegas  karena Auliya tersebut
segera akan pergi. Atau malah melarangnya jangan berangkat sekarang karena beliau
(Auliya yang akan diziarahi) masih pergi.

Imam Sya’roni mendapat anugerah yang demikian besar salah satu sebabnya karena didikan
serta mujahadah (perjuangan) taatnya kepada para gurunya, terutama Syekh Ali al-Khawwash ra.
Beliau menerangkan ketika bersama gurunya :

Pertama-tama beliau perintahkan aku untuk menjual semua kitab-kitabku dan uangnya
supaya disedekahkan kepada orang-orang yang membutuhkan. Kemudian aku jalankan dengan
terasa sangat berat sebab kitab itu penting-penting semuanya, hingga seakan-akan ilmuku hilang.
Lalu Syekh berkata : sekarang hilangkan ingatanmu terhadap kitab-kitabmu dengan
memperbanyak dzikir kepada Allah. Sampai aku berhasil, lalu beliau menyuruhku ‘uzlah
(mengasingkan diri), lalu aku ‘uzlah hingga jernih waktuku dan aku merasa lebih baik dirinya
dibandingkan orang lain. Lalu disuruh menghapuskan perasaan itu sehingga menjadi diriku lebih
rendah dibandingkan segala makhluk. Kemudian diperintah supaya berkumpul dengan
masyarakat dan sabar atas penghinaannya dan tidak membalas. Lalu aku jalankan sampai
berhasil sehingga kudapati diriku sebagai seutama-utamanya manusia dengan keluhuran akhlak.
Kemudian Syekh memerintahku menghilangkan perasaan hal semacam itu di lubuk hatiku, lalu
aku berhasil menghilangkannya. Kemudian memerintahkanku untuk dzikrullah, jangan pernah
hati berkata selain Allah. Kemudian dilanjutkan untuk tidak boleh makan yang menuruti sesuai
keinginan/ syahwat dan  seterusnya meningkat-meningkat terus, sampai banyak.

Sehingga karena terus menerus mujahadahnya dengan tekun lalu mengalirlah ilmunya yang
langsung dari Allah (Warid). Sehingga pernah beliau menyusun kitab sampai 100 halaman
kemudian dihaturkan kepada sang guru Syekh Ali al-Khowwash .ra, tetapi Syekh belum
menganggapnya dan disuruh memusnahkannya dan berkata : “Ilmumu ini masih bercampur
dengan pikiran. Ilmu pemberian Allah harus murni. Antara kamu dan ilmu pemberian Allah yang
murni masih ada jarak seribu derajat.” Lalu Imam Sya’roni semakin bertambah-tambah
mujahadahnya dan semakin tambah-tambah terus sehingga terbukanya hijab Rabbaniyah
(Ketuhanan) baginya.

Ilmu yang murni dari Allah SWT, serta dibekali dengan ilmu dari para guru yang murni pula,
berhubungan mempunyai sanad pertalian ilmu langsung dengan sumbernya segala sumber ilmu,
yakni Baginda Nabi SAW.

Berikut ini sanad mutashil (bersambung) diantara guru-guru dari Sayyidi Syekh Abdul
Wahab Sya’roni .ra sampai Rasulullah SAW, yang mana beliau ambil ilmunya ;

1.    Sayyidi Syekh Abdul Wahab Sya’roni

2.    Sayyidi Syekh Imam Jalaluddin As-Suyuthi

3.    Sayyidi Syekh Kamaluddin

4.    Sayyidi Syekh Syamsuddin Muhammad

5.    Sayyidi Syekh Umar bin Hasan

6.    Sayyidi Syekh Al-Akbar Muhammad Ibnu ‘Arabi

7.    Sayyidi Syekh Jamaluddin Yunus

8.    Sayyidi Syekh Imam Al-Kabir Sulthanul ‘Auliya wal Ulama wal Arifin Al-Quthb
Ghauts ‘Azhom Sayidina Quthb Rabbani  Abdul Qadir Al-Jilani.

9.    Sayyidi Syekh Abu Sa’id Al-Mubarok


10. Sayyidi Syekh Abu Ali Hasan Ayyub

11. Sayyidi Syekh Abu l-Faraj Al-Thurthusi

12. Sayyidi Syekh Abu Faraj Abdul Wahab bin Abdul Aziz At-Tamimi

13. Sayyidi Syekh Abu Bakar Duhlaf bin Jahdar Asy-Syibli

14. Sayyidi Syekh Abul Qasim Al-Junaidi Al-Baghdadi

15. Sayyidi Syekh Sirri As-Saqathi

16. Sayyidi Syekh Ma’ruf Al-Kharkhi

17. Sayyidina Syekh Al-Imam Abul Hasan Ali Ridha

18. Sayyidina Syekh Al-Imam Musa Al-Kadzim

19. Sayyidina Syekh Al-Imam Ja’far Shadiq

20. Sayyidina Syekh Al-Imam Muhammad Al-Baqir

21. Sayyidina Syekh Al-Imam Ali Zainal Abiddin

22. Sayyidina Syekh Al-Imam Husein Al-Sibth

23. Sayidina Amirul Mukminin Imam Ali bin Abu Thalib

24. Sayidina Mursalin wal Khatamin Nabiyyin al-Musthafa Muhammad SAW

Jalur lain :

1.    Sayyidi Syekh Abdul Wahab Sya’roni

2.    Sayyidi Syekhul Islam Al- Imam Zakaria Al-Anshari

3.    Sayyidi Syekh Al-Imam Abdul Rahim Al-Iraqi

4.    Sayyidi Syekh Al-Imam Allauddin Al-Anshari

5.    Sayyidi Syekh Al-Imam Muhamad Yahya Nawawi


6.    Sayyidi Syekh Al-Imam Dimyathi

7.    Sayyidi Syekh Al-Imam Ibnu Syekh bin Yahya

8.    Sayidina Syekh Al-Imam Hujjatul Islam Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali
(Imam Al-Ghazali)

9.    Sayyidi Syekh Al-Imam Haramain

10. Sayyidi Syekh Al-Imam Abdullah Al-Juwayni

11. Sayyidi Syekh Abu Abbas Al-Ghafari

12. Sayyidi Syekh Abu Said Al-Ambiti

13. Sayyidi Syekh Abu Sai al-Kailani

14. Sayyidi Syekh Ibrahim ibn Abbas As-Syariq

15. Sayyidi Syekh Al-Imam Ibrahim Al-Muzni

16. Sayidina Al-Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i (Imam Syafi’i)

17. Sayidina Al-Imam Malik (Imam Madzhab Maliki)

18. Sayidina Al-Imam Nafi’

19. Sayidina Abdullah bin Umar ibn Khatab

20. Sayidina Amirul Mukminin Imam Ali bin Abu Thalib

21.  Sayidina Mursalin wal Khatamin Nabiyyin al-Musthafa Muhammad SAW

 Inilah salah satu bukti nyata kebesaran dari Al-Imam Sayyidi Syekh Abdul Wahab Asy-
Sya’roni.ra salah seorang kekasih Allah, Waliyullah, yang kita mohon kepada Allah SWT agar
selalu melimpahkan ridho-Nya kepada beliau dan dijadikannya kita berkumpul bersama beliau
dan guru-guru beliau semuanya, lahir dan batin dengan harapan semoga Allah mengampuni
mereka serta kita semua, menyayangi mereka serta meninggikan derajat mereka di dalam
surga, dan semoga Allah memberi manfaat kepada kita dengan Asror mereka, cahaya mereka,
rahasia mereka, barakah mereka, karamah mereka, kemuliaan mereka, akhlak mereka dan
ilmu mereka di dalam agama, dunia dan akhirat, Al Fatihah”

                                                                                              
Bacaan sholawat merupakan salah satu ibadah yang disukai oleh Allah SWT, dan dianjurkan
untuk dibaca secara rutin. Hal ini karena Allah bersama para malaikat-Nya pun juga bersholawat
untuk Nabi Muhammad. Adapun diantara berbagai jenis sholawat yang ada, salah satunya adalah
sholawat Jibril.
ADVERTISEMENT
Sama seperti namanya, sholawat ini disebut sebagai sholawat Jibril karena yang pertama
melafadzkan sholawat ini adalah Malaikat Jibril, tepatnya saat Malaikat Jibril memberikan
pengajaran kepada Nabi Muhammad SAW.
Diantara sejumlah keistimewaan yang dimiliki sholawat Jibril, salah satunya yang utama adalah
mendapatkan rahmat untuk dirinya dan Allah SWT. Hal ini sebagaimana diiriwayatkan Imam
Sya’roni dalam kitab At-Thobaqotul Kubro berikut ini:

“Siapa yang membaca sholawat ini (sholawat Jibri) maka dia telah membuka 70 pintu rahmat
untuk dirinya dan Allah SWT akan menyimpan rasa cinta ke dalam hati para manusia
kepadanya”.

Selain itu, berbagai ulama juga menyebutkan bahwa dengan membaca sholawat Jibril sebanyak
1000 kali, niscaya Allah akan melancarkan rezekinya serta diberikan kemudahan atas segala
urusannya.
ADVERTISEMENT
Bacaan Sholawat Jibril dan Doa Pelengkapnya
Agar lebih mudah mengamalkan sholawat Jibril, berikut adalah bacaan sholawatnya yang ditulis
dalam tulisan latin beserta artinya.
Shallallahu ‘ala Muhammad
Artinya:
(Ya Allah) berikanlah tambahan rahmat-Mu kepada junjungan kami Nabi Muhammad.
Setelah membaca sholawat Jibril, alangkah baiknya juga membaca doa pelengkap sholawat Jibril
untuk melancarkan rezeki. Berikut adalah bacaan doanya dalam tulisan latin beserta artinya.
Bismillahirrahmanirrahim. Allahumma a’thinii tsawaaba shollallahu ‘alaa Muhammad an
tarzuqonii syai’an asta ‘iinu bihi ‘alath-thoo ‘ah subhaana robbika robbil ‘izzati ‘ammaa
yashifuun wasalaamun ‘alal mursaliin walhamdulillahi robbil ‘aalamiin.
Artinya:
Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ya Allah datangkanlah padaku
pahala Shollalahu ‘Alaa Muhammad, berilah rezeki padaku, sesuatu yang dapat menolongku
untuk taat. Maha suci Tuhanmu, Tuhan yang Maha Mulia dari apa yang mereka sifatkan dan
salam sejahtera untuk para Rasul dan segala puji kepada Allah Tuhan semesta alam.
ADVERTISEMENT
Demikian ulasan mengenai bacaan sholawat Jibril beserta doa pelengkapnya. Semoga
bermanfaat!
(RYFA)
Doa Al-Imam Asy-Sya'rani ra.
"ALLAHUMMA HABBIBNII ILAAN NABIYYI.SAW"

Artinya : "Ya Allah tambahkanlah rasa cintaku kepada Nabi Muhammad SAW."

Diamalkan dengan dibaca 1x setelah sholat fardhu.

Amalan Doa Tolak Bala dari Imam Abdul Wahhab Sya'roni


18.11‫ جبارعليۃ‬Tidak ada komentar

Doa tolak bala dari imam Abdul Wahhab Sya'roni

Allohumma inni as aluka bi asmaika Yaa mu'miin

Yaa Muhaimin Yaa qorib Yaa 'aziiz

Kholishna minal waba

Yaa Alloh, Al aman Al aman, Al aman

Yaa Jabbar Yaa qohhar Yaa Sattar

Kholishna minal waba

Yaa Alloh Al aman Al aman Al aman

Yaa 'aziiz layadhumu

Yaa qoyyum layanam

Kholishna minal waba

Yaa Alloh Al aman al aman Al aman

Yaa dzal ni'matil sabighoh

Yaa dzal karomatiz zhohiroh

Yaa dzal hujjatil balighoh

Kholishna minal waba

Yaa Alloh Al aman Al aman Al aman

Yaa qoimu laayazul Yaa 'alimu layansaa

Yaa Baqi layafnaa 


Kholishna minal waba

Yaa Alloh Al aman Al aman Al aman

Yaa hayyu layamutu Yaa Shomad layath'am

Yaa Ghoniyyu layaftaqir

Kholishna minal waba

Yaa Alloh (Al aman 3x)

Yaa Arham min Kulli ROhman

Yaa 'alam min Kulli 'aliim

Yaa ahkamu min Kulli hakiim

Yaa akromu min Kulli kariim

Yaa 'azhom min Kulli 'azhiim

Yaa akdam min Kulli qodiim

Kholishna minal waba

Yaa Alloh (Al aman 3x)

Yaa man huwa fi shulthonihi qowwiy

Yaa man huwa fi dzatihi qowwiy

Yaa man huwa fi 'izzati lathiif

Yaa man huwa fi luthfihi syarif

Yaa man huwa fi mulkihi ghoniy

Kholishna minal waba

Yaa Alloh (Al aman 3x)

Yaa man ilahi yahrubul 'ashun

Yaa man 'alaihi yatawakalul mutawakalun

Yaa man ilahi yaljaul ajiuun

Yaa man ilahi yafza'ul muznibun


Kholishna minal waba

Yaa Alloh (Al aman 3x)

Yaa Alloh asaluka bi asmaika Yaa 'alimu Yaa daimu Yaa hakimu Yaa shobur Yaa wadud

Yaa 'afuw Yaa Ghofur Yaa Syakur

Yaa quddusu Yaa ghuyur Yaa qoyyum

Kholishna minal waba

Yaa Alloh (Al aman 3x)

Yaa sami'u Yaa badi'u Yaa rofi'u

Yaa wasi'u Yaa hafizhu Yaa muqiitu Yaa mu'miin

Kholishna minal waba

Yaa Alloh (Al aman 3x)

Yaa kholiqun Nuur, Yaa nuurun Nuur qobla Kullin nuur

Yaa Nuur ba'da Kullin Nuur

Yaa Nuur fauqi Kullin nuur

Yaa Nuur Kullin nuur

Kholishna minal waba

Yaa Alloh (Al aman 3x)

Bi rohmatika Yaa Arhamar rohimiin kholishna minal waba

Yaa Alloh (Al aman 3x)

Birohmatika yaa Arhamar rohimiin 

Wa shollallohu'ala sayyidina Muhammadin nabiyyil ummi wa 'ala alihi wa shohbihi was salam

Wal hamdulillahi robbil 'alamiin

Al Fatihah ila arwahi Al imam Abdul Wahhab Sya'roni wa syeakh Abdul Qodir Al Jaelani wa syeakh Abu
Hasan asy syadziliy wa imam faqihil muqoddam Muhammad bin 'ali ba'alawi wa jami'il Aulia tis'ati wa
Auliyaillahi wa ila hadhorotin nabiyyil Muhammadi shollallohu 'alaihi was salam Al Fatihah

Anda mungkin juga menyukai