Anda di halaman 1dari 63

BAB 5

HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Wilayah UPT Puskesmas Serpong 1


UPT Puskesmas Serpong. 1, terletak di jalan Serpong no. 1,
Kelurahan Serpong, Kecamatan Serpong, Kota Tangerang Selatan.
Kecamatan Serpong terdiri dari 9 kelurahan, dengan batas wilayah sebagai
berikut:
 Utara : Kecamatan Serpong Utara.
 Selatan : Kecamatan Setu.
 Barat : Kecamatan Cisauk
 Timur : Kecamatan Pamulang
Adapun batas wilayah kerja UPT. Puskesmas Serpong. 1, adalah :
 Utara : Wilayah kerja Puskesmas Rawa Buntu
 Selatan : Wilayah kerja Puskesmas Serpong. 2
 Barat : Wilayah kerja Puskesmas Keranggan
 Timur : Wilayah kerja Puskesmas Pondok Benda

Secara geografis Puskesmas Serpong. 1, mempunyai luas wilayah


kerja 36.27 Ha, yang terbagi menjadi 2 kelurahan, dengan masing-masing
luas wilayah sebagai berikut :

1. Kelurahan Serpong : 19.80 Ha.


2. Kelurahan Cilenggang : 16.47 Ha.
UPT. Puskesmas Serpong. 1, terletak di jalan Raya Serpong berdiri
diatas tanah seluas 5000 m2 yang merupakan tanah milik Universitas
Indonesia. Secara geografis batas wilayah kerja UPT. Puskesmas Serpong.
1, adalah :
o Sebelah Utara : Kelurahan Buaran
o Sebelah Selatan : Kelurahan Lengkong Gudang Barat
o Sebelah Barat : Kelurahan Kademangan
o Sebelah Timur : Kelurahan Rawa Buntu

5.2 Analisa Univariat Pengguna Metode Kontrasepsi Jangka Panjang


5.2.1 Penggunaan Metode Kontrasepsi
Penggunaan alat kontrasepsi pada kelompok kasus yang
menggunakan alat kontrasepsi kondom, pil dan implant sebanyak 0 orang

1
(0%), dan pengguna alat kontrasepsi implant sebanyak 43 orang (40,6%),
IUD sebanyak 45 orang (42,5%), dan steril (MOW) sebanyak 18 orang
(17%), sedangkan pada kelompok kontrol pengguna kondom sebanyak 4
orang (3,8%), pil sebanyak 31 orang (29,2%), suntik sebanyak 71 orang
(67%), dan untuk pengguna implant, IUD, steril (MOW) masing-masing 0
orang (0%).
Tabel 5.2
Distribusi Penggunaan Alat Kontrasepsi Responden Di Wilayah Kerja
UPT Serpong 1 Tangerang Selatan Tahun 2013

Alat Kontrasepsi Kasus Kontrol Jumlah

N % N % N %

Kondom 0 0 4 3,8 4 1,9


Pil 0 0 31 29,2 31 14,6
Suntik 0 0 71 67 71 33,5
Implant 43 40,6 0 0 43 20,3
IUD 45 42,5 0 0 45 21,2
Steril (MOW) 18 17 0 0 18 8,5

Jumlah 106 100 106 100 212 100

Penelitian terhadap alat kontrasepsi dikategorikan menjadi MKJP


dan non MKJP. Alat kontrasepsi kondom, pil, suntik tergolong non metode
kontrasepsi jangka panjang (non MKJP), dan alat kontrasepsi implant,
IUD, Steril (MOW) tergolong metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP).
Distribusi responden pada kelompok kasus yang pengguna MKJP
sebanyak 106 orang (100%), dan pengguna non MKJP sebanyak 0 orang
(0%). Pada kelompok kontrol pengguna MKJP sebanyak 0 orang (0%) dan
pengguna non MKJP sebanyak 106 orang (100%).

Tabel 5.3
Distribusi Responden Menurut Penggunaan Metode Kontrasepsi Di
Wilayah Kerja UPT Serpong 1 Tangerang Selatan Tahun 2013

2
Alat Kontrasepsi Kasus Kontrol Jumlah

N % N % N %

MKJP 106 100 0 0 106 50


Non MKJP 0 0 106 100 106 50

Jumlah 106 100 106 100 212 100

5.2.2 Pendidikan
Pendidikan responden pada kelompok kasus yang tidak lulus SD
sebanyak 3 orang (2,8%), SD/MI/Sederajat sebanyak 28 orang (26,7%),
SMP/MTS/Sederajat sebanyak 19 orang (17,9%), SMA/MA/Sederajat 49
orang (46,2%) dan akademi/perguruan tinggi sebanyak 7 orang (6,6%).
Pada kelompok kontrol yang tidak lulus SD sebanyak 3 orang (2,8%),
SD/MI/Sederajat sebanyak 17 orang (16%), SMP/MTS/Sederajat
sebanyak 25 orang (23,6%), SMA/MA/Sederajat 58 orang (54,6%) dan
akademi/perguruan tinggi sebanyak 3 orang (2,8%).

Tabel 5.4
Distribusi Pendidikan Responden Di Wilayah Kerja UPT Serpong 1
Tangerang Selatan Tahun 2013

Pendidikan Kasus Kontrol Jumlah

N % N % N %

3
Tidak lulus SD 3 2,8 3 2,8 6 2,8
SD/MI/Sederajat 28 26,4 17 16 45 21,2
SMP/MTS/Sederajat 19 17,9 25 23,6 44 20,8
SMA/MA/Sederajat 49 46,2 58 54,6 107 50,5
Akademi/Perguruan 7 6,6 3 2,8 10 4,7
Tinggi

Jumlah 106 100 106 100 212 100

Penelitian terhadap pendidikan di katergorikan menjadi pendidikan


tinggi dan rendah. Pendidikan tinggi jika responden lulus
SMA/MA/Sederajat dan akademi/perguruan tinggi, dan pendidikan rendah
responden tidak lulus SD, lulus SD/MI/Sederajat dan
SMP/MTS/Sederajat. Pada kelompok kasus yang berpendidikan tinggi
sebanyak 56 orang (52,5%) dan yang berpendidikan rendah sebanyak 50
orang (47,2%), sedangkan pada kontrol yang berpendidikan tinggi
sebanyak 61 orang (57,5%) dan yang berpendidikan rendah sebanyak 45
orang (42,5%).

Tabel 5.5
Distribusi Responden Menurut Pendidikan Di Wilayah Kerja UPT
Serpong 1 Tangerang Selatan Tahun 2013

Pendidikan Kasus Kontrol Jumlah

N % N %

Tinggi 56 52,8 61 57,5 117 55,2


Rendah 50 47,2 45 42,5 95 44,8

Jumlah 106 100 106 100 212 100

5.2.3 Status Pekerjaan


Pada kelompok kasus pekerjaan sebagaian besar ibu rumah tangga
sebanyak 88 orang (83%), karyawan swasta 16 orang (15,1%), dan PNS
sebanyak 2 orang (1,9%), sedangkan pada kelompok kontrol sebagian

4
besar juga pekejaan ibu rumah tangga sebanyak 76 orang (71,7%),
karyawan swasta 29 orang (27,4%), dan PNS sebanyak 1 orang (9%).
Tabel 5.6
Distribusi Pekerjaan Responden Di Wilayah Kerja UPT Serpong 1
Tangerang Selatan Tahun 2013

Pekerjaan Kasus Kontrol Jumlah

N % N % N %

Ibu rumah tangga 88 83 76 71,7 164 77,4


PNS 2 1,9 1 0,9 3 1,4
Karyawan Swasta 16 15,1 29 27,4 45 21,2

Jumlah 106 100 106 100 212 100

Penelitian terhadap status pekerjaan ibu dikategorikan menjadi


bekerja dan tidak bekerja. Bekerja jika ibu sebagai PNS dan karyawan
swasta, sedangkan tidak bekerja sebagai ibu rumah tangga. Pada kelompok
kasus ibu yang bekerja sebanyak 18 orang (17%) dan ibu yang tidak
bekerja sebanyak 88 orang (83%), sedangkan pada kelompok kontol ibu
yang bekerja sebanyak 30 orang (28,3%), dan tidak bekerja sebanyak 76
orang (71,7%).
Tabel 5.7
Distribusi Responden Menurut Status Pekerjaan Di Wilayah Kerja
UPT Serpong 1 Tangerang Selatan Tahun 2013

Status Pekerjaan Kasus Kontrol Jumlah

N % N % N %

Bekerja 18 17 30 28,3 48 22,6


Tidak Bekerja 88 83 76 71,7 164 77,4

Jumlah 106 100 106 100 212 100

5.2.4 Umur

5
Dari hasil uji univariat didapatkan pada kelompok kasus rata-rata
umur padalah 36,74 tahun, dengan standar deviasi 6,933 tahun. Umur
termuda 23 tahun dan tertua 49 tahun. Pada kelompok kontrol rata-rata
umur padalah 33,79 tahun, dengan standar deviasi 7,146 tahun. Umur
termuda 20 tahun dan tertua 49 tahun.

Tabel 5.8
Distribusi Responden Menurut Umur Di Wilayah Kerja UPT Serpong
1 Tangerang Selatan Tahun 2013

Variabel Kasus Kontrol

Mean SD Min- Mean SD Min-


Max Max

Umur 36,74 6,933 23-49 33,79 7,146 20-49

Penelitian terhadap umur ibu di kategorikan menjadi umur berisiko


dan tidak berisiko. Umur berisiko jika umur < 20 tahun dan > 35 tahun,
sedangkan umur tidak berisiko umur diantara 20-35 tahun. Pada kelompok
kasus umur ibu yang berisiko sebanyak 63 orang (59,4%), dan umur yang
tidak berisiko sebanyak 43 orang (40,6%), sedangkan pada kelompok
kontrol umur ibu yang berisiko sebanyak 44 orang (41,5%), dan umur
yang tidak berisiko sebanyak 62 orang (58,5%).

Tabel 5.9
Distribusi Responden Menurut Umur Di Wilayah Kerja UPT Serpong
1 Tangerang Selatan Tahun 2013

Umur Kasus Kontrol Jumlah

N % N % N %

Berisiko 63 59,4 44 41,5 107 50,5


Tidak Berisiko 43 40,6 62 58,5 105 49,5

6
Jumlah 106 100 106 100 212 100

5.2.5 Jampersal
Pada kelompok kasus yang mengikuti program jampersal sebanyak
36 orang (34%), dan tidak mengikuti program jampersal sebanyak 70
oramg (66%), sedangkan pada kelompok kontrol yang mengikuti program
jampersal sebanyak 28 orang (26,4%), dan tidak mengikuti program
jampersal sebanyak 78 oramg (73,6%).

Tabel 5.10
Distribusi Responden Menurut Jampersal Di Wilayah Kerja UPT
Serpong 1 Tangerang Selatan Tahun 2013

Jampersal Kasus Kontrol Jumlah

N % N % N %

Jampersal 36 34 28 26,4 64 30,2


Tidak 70 66 78 73,6 148 69,8
Jampersal

Jumlah 106 100 106 100 212 100

5.2.6 Jumlah Anak yang dimiliki


Pada kelompok kasus responden yang memiliki hanya 1 anak
sebanyak 18 orang (17%), 2 anak sebanyak 48 orang (45,3%,), 3 anak
sebanyak 23 orang (21,7%), 4 anak sebanyak 9 orang (8,5%), 5 anak
sebanyak 5 orang (4,7%), 6 anak sebanya 3 orang (2,8%). Pada kelompok
kasus responden yang memiliki hanya 1 anak sebanyak 40 orang (37,7%),
2 anak sebanyak 48 orang (45,3%,), 3 anak sebanyak 13 orang (12,3%), 4
anak sebanyak 5 orang (4,7%), 5 anak sebanyak 0 orang (0%), 6 anak
sebanya 0 orang (0%).

7
Dari jumlah anak yang dimiliki tersebut dibedakan sesuai jenis
kelamin, pada kelomopok kasus responden yang memiliki jumlah anak
laki-laki 1 anak sebanyak 49 orang (46,2%), 2 anak sebanyak 18 orang
(27,4%,), 3 anak sebanyak 7 orang (6,6%), 4 anak sebanyak 2 orang
(1,9%), 5 anak sebanyak 2 orang (1,9%), sedangkan pada kelompok
kontrol responden yang memiliki jumlah anak laki-laki 1 anak sebanyak
49 orang (46,2%), 2 anak sebanyak 18 orang (17%,), 3 anak sebanyak 2
orang (1,9%), 4 anak sebanyak 1 orang (0,9%), 5 anak sebanyak 0 orang
(0%).
Pada kelompok kasus responden yang memiliki jumlah anak
perempuan 1 anak sebanyak 52 orang (49,1%), 2 anak sebanyak 27 orang
(25,5%,), 3 anak sebanyak 2 orang (1,9%), 4 anak sebanyak 1 orang
(0,9%), sedangkan pada kelompok kontrol responden yang memiliki
jumlah anak perempuan 1 anak sebanyak 50 orang (47,2%), 2 anak
sebanyak 23 orang (21,7%,), 3 anak sebanyak 1 orang (0,9%), 4 anak
sebanyak 0 orang (0%).
Tabel 5.11
Distribusi Jumlah Anak yang di Miliki dan Jumlah Anak yang
Dimiliki Menurut Jenis Kelamin Di Wilayah Kerja UPT Serpong 1
Tangerang Selatan Tahun 2013

Jumlah Anak yang Kasus Kontrol


di miliki
N % N %

1 anak 18 17 40 37,7
2 anak 48 45,3 48 45,3
3 anak 23 21,7 13 12,3
4 anak 9 8,5 5 4,7
5 anak 5 4,7 0 0
6 anak 3 2,8 0 0

8
Jumlah anak laki-
laki yang dimiliki 49 46,2 49 46,2
1 anak 29 24,7 18 17
2 anak 7 6,6 2 1,9
3 anak 2 1,9 1 9
4 anak 2 1,9 0 0
5 anak

Jumlah anak
Perempuan yang
dimiliki 52 49,1 50 47,2
1 anak 27 25,5 23 21,7
2 anak 2 1,9 1 0,9
3 anak 1 0,9 0 0
4 anak

Penelitian terhadap jumlah anak yang dimiliki dikategorikan


menjadi jumlah anak yang dimiliki dalam satu keluarga > 2 anak, dan ≤ 2
anak. Pada kelompok kasus yang memiliki > 2 anak sebanyak 40 orang
(37,7%), dan ≤ 2 anak sebanyak 66 orang (62,3%), sedangkan pada
kelompok kontrol yang memiliki anak > 2 anak 18 orang (17%), dan ≤ 2
anak sebanyak 88 orang (83%).

Tabel 5.12
Distribusi Responden Menurut Jumlah Anak yang Dimiliki Di
Wilayah Kerja UPT Serpong 1 Tangerang Selatan Tahun 2013

Jumlah Anak Kasus Kontrol Jumlah


yang dimiliki
N % N % N %

> 2 anak 40 37,7 18 17 58 27,4


≤ 2 anak 66 62,3 88 83 154 72,6

Jumlah 106 100 106 100 212 100

5.2.7 Ukuran Keluarga Ideal


Pada kelompok kasus persepsi keluarga ideal dengan memiliki 1
anak sebanyak 2 orang (1,9%), 2 anak sebanyak 49 orang (46,2%), 3 anak
sebanyak 36 orang (34%), 4 anak sebanyak 15 orang (14,2%), 5 anak

9
sebanyak 3 orang (2,8%), 6 anak sebanyak 1 orang (0,9%). Pada
kelompok kontrol persepsi keluarga ideal dengan memiliki 1 anak
sebanyak 4 orang (3,8%), 2 anak sebanyak 63 orang (59,4%), 3 anak
sebanyak 32 orang (30,2%), 4 anak sebanyak 5 orang (4,7%), 5 anak
sebanyak 1 orang (0,9%), 6 anak 1 orang (0,9%).
Tabel 5.13
Distribusi Persepsi Keluarga Ideal Di Wilayah Kerja UPT Serpong 1
Tangerang Selatan Tahun 2013

Perserpsi Keluarga Kasus Kontrol Jumlah


Ideal
N % N % N %

1 anak 2 1,9 4 3,8 6 2,8


2 anak 49 46,2 63 59,4 112 52,8
3 anak 36 34,0 32 30,2 68 32,1
4 anak 15 14,2 5 4,7 20 9,4
5 anak 3 2,8 1 0,9 4 1,9
6 anak 1 0,9 1 0,9 2 0,9

Jumlah 106 100 106 100 212 100

Penelitian terdapa persepsi keluarga ideal dikategorikan menjadi ideal


dan tidak ideal. Ideal jika pendapat responden memiliki ≤ 2 anak dan tidak
ideal jika pendapat responden memiliki > 2 anak. Pada kelompok kasus
yang persepsi keluarga ideal sebanyak 51 orang (48,1%) dan persepsi
keluarga tidak ideal sebanyak 55 orang (51,9%), sedangkan pada
kelompok kontrol persepsi keluarga ideal sebanyak 67 orang (63,2%) dan
persepsi keluarga tidak ideal sebanyak 39 orang (36,8%).
Tabel 5.14
Distribusi Responden Menurut Ukuran Keluarga Ideal Di Wilayah
Kerja UPT Serpong 1 Tangerang Selatan Tahun 2013

Persepsi Keluarga Kasus Kontrol Jumlah


Ideal
N % N % N %

Ideal 51 48,1 67 63,2 118 55,7


Tidak Ideal 55 51,9 39 36,8 94 44,3

10
Jumlah 106 100 106 100 212 100

5.2.8 Keinginan Memiliki Anak


Pada kelompok kasus responden menginginkan memiliki anak lagi
1 anak sebanyak 16 orang (15,1%), 2 anak sebanyak 11 orang (10,4%,), 3
anak sebanyak 1 orang (0,9%), 4 anak sebanyak 0 orang (0%). Pada
kelompok kasus responden yang menginginkan memuliki anak lagi 1 anak
sebanyak 20 orang (18,9%), 2 anak sebanyak 17 orang (16%,), 3 anak
sebanyak 2 orang (0,9%), 4 anak sebanyak 1 orang (0,9%).
Dari keinginkan memiliki anak lagi tersebut dibedakan sesuai jenis
kelamin, pada kelompok kasus responden yang menginginkan memiliki
anak laki-laki 1 anak sebanyak 18 orang (17%), 2 anak sebanyak 1 orang
(0,9%,), 3 anak sebanyak 1 orang (0,9%), sedangkan pada kelompok
kontrol responden yang menginginkan memiliki anak laki-laki 1 anak
sebanyak 19 orang (17,9%), 2 anak sebanyak 10 orang (9,4%,), 3 anak
sebanyak 0 orang (0%).
Pada kelompok kasus responden yang menginginkan memiliki
anak perempuan 1 anak sebanyak 16 orang (15,1%), 2 anak sebanyak 1
orang (0,9%,), sedangkan pada kelompok kontrol responden yang
menginginkan memiliki anak perempuan 1 anak sebanyak 20 orang
(18,9%), 2 anak sebanyak 3 orang (2,8%).
Tabel 5.15
Distribusi Keinginan Memiliki Anak Lagi dan Jumlah Anak yang
Diinginkan Menurut Jenis Kelamin Di Wilayah Kerja UPT Serpong 1
Tangerang Selatan Tahun 2013

Keinginan Kasus Kontrol


Memiliki Anak lagi
N % N %

1 anak 16 15,1 20 18,9


2 anak 11 10,4 17 16
3 anak 1 0,9 2 1,9
4 anak 0 0 1 0,9

11
Jumlah anak laki-
laki yang
diinginkan 18 17 19 17,9
1 anak 1 0,9 10 9,4
2 anak 1 0,9 0 0
3 anak

Jumlah anak
Perempuan yang
diinginkan 16 15,1 20 18,9
1 anak 1 0,9 3 2,8
2 anak

Penelitian terhadap keinginan memiliki anak lagi dikategorikan


menjadi tidak ingin dan ingin. Dikatakan tidak ingin jika responden tidak
menginginkan anak lagi meskipun hanya memiliki anak 1 orang, dan ingin
jika responden menginginkan anak lagi. Pada kelompok kasus reponden
yang tidak mengingikan anak lagi sebanyak 78 orang (73,6%), dan
menginginkan anak lagi sebanyak 28 (26,4%), sedangkan pada kelompok
kontrol responden yang tidak menginkan anak lagi sebanyak 66 orang
(62,3%), dan menginginkan anak lagi sebanyak 40 orang (37,7%).
Tabel 5.16
Distribusi Responden Keinginan Memiliki Anak Di Wilayah Kerja
UPT Serpong 1 Tangerang Selatan Tahun 2013

Keinginan Kasus Kontrol Jumlah


Memiliki Anak
N % N % N %

Tidak Ingin 78 73,6 66 62,3 144 67,9


Ingin 28 26,4 40 37,7 68 32,1

Jumlah 106 100 106 100 212 100

5.2.9 Sikap terhadap MKJP


Bedasarkan tabel berikut dapat diketahui responden pada
kelompok kasus yang yang menunjukan sikap setuju terhadap KB IUD
tidak menyebabkan penyakit menahun 66 orang (62,3%), sikap ragu-ragu
28 orang (26,4%), sikap tidak setuju 12 orang (11,3%), sedangkan pada

12
kelompok kontrol yang bersikap setuju sebanyak 58 orang (54,7%), sikap
ragu-ragu 37 orang (34,9%), tidak setuju 11 orang (10,4%).
Pada kelompok kasus yang yang menunjukan sikap setuju terhadap
KB IUD boleh bekerja seperti biasa 80 orang (75,5%), sikap ragu-ragu 15
orang (14,2%), sikap tidak setuju 11 orang (10,4%), sedangkan pada
kelompok kontrol yang bersikap setuju sebanyak 69 orang (65,1%), sikap
ragu-ragu 34 orang (32,1%), tidak setuju 3 orang (2,8%).
Pada kelompok kasus yang yang menunjukan sikap setuju terhadap
KB IUD tidak menyebabkan gemuk 69 orang (65,1%), sikap ragu-ragu 30
orang (28,3%), sikap tidak setuju 7 orang (6,6%), sedangkan pada
kelompok kontrol yang bersikap setuju sebanyak 64 orang (60,4%), sikap
ragu-ragu 38 orang (35,8%), tidak setuju 4 orang (3,8%).
Pada kelompok kasus yang yang menunjukan sikap setuju terhadap
KB implant tidak menganggu produksi ASI 74 orang (69,8%), sikap ragu-
ragu 29 orang (27,4%), sikap tidak setuju 3 orang (2,8%), sedangkan pada
kelompok kontrol yang bersikap setuju sebanyak 42 orang (39,6%), sikap
ragu-ragu 60 orang (56,6%), tidak setuju 4 orang (3,8%).
Pada kelompok kasus yang yang menunjukan sikap setuju terhadap
KB implant praktis dalam pemakaian 73 orang (68,9%), sikap ragu-ragu
27 orang (25,5%), sikap tidak setuju 6 orang (5,7%), sedangkan pada
kelompok kontrol yang bersikap setuju sebanyak 37 orang (34,9%), sikap
ragu-ragu 53 orang (50%), tidak setuju 16 orang (15,1%).
Pada kelompok kasus yang yang menunjukan sikap setuju terhadap
KB implant dapat meningkatan berat badan 56 orang (52,8%), sikap ragu-
ragu 39 orang (36,8%), sikap tidak setuju 11orang (10,4%), sedangkan
pada kelompok kontrol yang bersikap setuju sebanyak 42 orang (39,6%),
sikap ragu-ragu 59 orang (55,7%), tidak setuju 5 orang (4,7%).
Pada kelompok kasus yang yang menunjukan sikap setuju terhadap
KB steril (MOW/MOP) tidak menganggu hubungan seksual 49 orang
(46,2%), sikap ragu-ragu 52 orang (49,1%), sikap tidak setuju 5 orang
(4,7%), sedangkan pada kelompok kontrol yang bersikap setuju sebanyak
25 orang (23,6%), sikap ragu-ragu 63 orang (59,4%), tidak setuju 18 orang
(17%).
Pada kelompok kasus yang yang menunjukan sikap setuju terhadap
KB steril (MOW/MOP) dapat menyebabkan perubahan haid 25 orang

13
(23,6%), sikap ragu-ragu 65 orang (61,3%), sikap tidak setuju 16 orang
(15,1%), sedangkan pada kelompok kontrol yang bersikap setuju sebanyak
20 orang (18,9%), sikap ragu-ragu 66 orang (62,3%), tidak setuju 20 orang
(18,6%).
Pada kelompok kasus yang yang menunjukan sikap setuju terhadap
KB steril (MOW/MOP) sangat efektif 72 orang (67,9%), sikap ragu-ragu
28 orang (26,4%), sikap tidak setuju 6 orang (5,7%), sedangkan pada
kelompok kontrol yang bersikap setuju sebanyak 70 orang (66%), sikap
ragu-ragu 33 orang (31,1%), tidak setuju 3 orang (2,8%).
Pada kelompok kasus yang yang menunjukan sikap setuju terhadap
KB steril (MOW/MOP) merupakan KB yang permanen 86 orang (81,1%),
sikap ragu-ragu 19 orang (17,9%), sikap tidak setuju 1 orang (0,9%),
sedangkan pada kelompok kontrol yang bersikap setuju sebanyak 79 orang
(74,5%), sikap ragu-ragu 24 orang (22,6%), tidak setuju 3 orang (2,8%).

Tabel 5.17
Gambaran Sikap Responden terhadap Penggunaan Metode
Kontrasepsi Jangka Panjang Di Wilayah Kerja UPT Serpong 1
Tangerang Selatan Tahun 2013

No Pernyataan Kasus Kontrol

S % R % TS % S % R % TS %

1 KB IUD tidak 66 62,3 28 26,4 12 11,3 58 54,7 37 34,9 11 10,


dapat 4
menyebabkan
orang sakit
menahun.

2 Bila 80 75,5 15 14,2 11 10,4 69 65,1 34 32,1 3 2,8


menggunakan
KB IUD boleh
bekerja seperti

14
biasanya

3 KB IUD tidak 69 65,1 30 28,3 7 6,6 64 60,4 38 35,8 4 3,8


akan
menyebabkan
gemuk.
4 KB impaln 74 69,8 29 27,4 3 2,8 42 39,6 60 56,6 4 3,8
tidak
menganggu
produksi ASI.
5 KB 73 68,9 27 25,5 6 5,7 37 34,9 53 50 16 15,
implan/susuk 1
praktis dalam
pemakaian
6 KB 56 52,8 39 36,8 11 10,4 42 39,6 59 55,7 5 4,7
implan/susuk
dapat
meningkatkan
berat badan.

7 KB steril 49 46,2 52 49,1 5 4,7 25 23,6 63 59,4 18 17


(MOW/MOP)
tidak
menganggu
hubungan
seksual.
8 KB steril 25 23,6 65 61,3 16 15,1 20 18,9 66 62,3 20 18,
(MOW) dapat 9
menyebabkan
perubahan
pola haid.
9 KB steril 72 67,9 28 26,4 6 5,7 70 66 33 31,1 3 2,8
(MOW/MOP)
sangat efektif.
10 KB steril 86 81,1 19 17,9 1 0,9 79 74,5 24 22,6 3 2,8
(MOW/MOP)
adalah KB
yang
permanen.

15
Dari hasil uji univariat didapatkan pada kelompok kasus rata-rata
sikap padalah 25,42, dengan standar deviasi 2,764. Sikap terkecil 17 dan
tertinggi 30. Pada kelompok kontrol rata-rata sikap adalah 23,95 , dengan
standar deviasi 2,667. Sikap terkecil 19 dan tertinggi 30.
Tabel 5.18
Distribusi Responden Menurut Sikap terhadap MKJP Di Wilayah
Kerja UPT Serpong 1 Tangerang Selatan Tahun 2013

Variabel Kasus Kontrol

Mean SD Min- Mean SD Min-


Max Max

Sikap 25,42 2,764 17-30 23,95 2,667 19-30

Penilaian terhadap sikap terhadap MKJP didasarkan pada jawaban


yang disebutkan oleh responden. Terdapat 10 pertanyaan yang diajukan
diberikan bobot/nilai masing-masing pertanyaan yang pilihan jawabannya
terdapat setuju, ragu-ragu dan tidak setuju, jika responden menjawab
setuju mendapatkan nilai 3, jika responden menjawab ragu-ragu mendapat
nilai 2 dan tidak setuju mendapatkan nilai 1. Sehingga nilai sikap terendah
10, dan tertinggi 30.
Penelitian sikap ibu terhadap MKJP dikategorikan menjadi baik
dan kurang baik, dengan menggunakan median (25) sebagai cut off point
karena data tidak berdistribusi secara normal. Responden bersikap baik
jika sikap responden mendapatkan nilai sikap lebih atau sama dengan
median, jika sikap responden kurang baik mendapatkan nilai kurang dari
median. Pada kelompok kasus responden yang bersikap baik sebanyak 70
orang (66%), dan yang bersikap kurang baik sebanyak 36 (34%),
sedangkan pada kelompok kontrol responden yang bersikap baik sebanyak
42 orang (39,6%) dan responden yang bersikap kurang baik sebesar 64
(60,4%).
Tabel 5.19
Distribusi Responden Sikap terhadap MKJP Di Wilayah Kerja UPT
Serpong 1 Tangerang Selatan Tahun 2013

16
Sikap terhadap Kasus Kontrol Jumlah
MKJP
N % N % N %

Baik 70 66 42 39,6 112 52,8


Kurang Baik 36 34 64 60,4 100 47,2

Jumlah 106 100 106 100 212 100

5.2.10 Komunikasi Suami-Istri tentang MKJP


Pada kelompok kasus yang pernah berkomunikasi suami-istri
tentang MKJP sebanyak 80 orang (75,5%), dan kelompok kontrol 39 orang
(36,8%).
Dari 80 orang pada kelompok kasus yang pernah berkomunikasi
suami-istri tentang MKJP 1-12 bulan yang lalu sebanyak 59 orang
(55,7%), 13-24 bulan yang lalu sebanyak 6 orang (5,6%), 25-36 bulan
yang lalu 8 orang (7,5%), 37-48 bulan yang lalu 2 orang (1,9%), 49-60
bulan yang lalu sebanyak 1 orang (0,9), dan > 60 bulan yang lalu sebanyak
4 orang (3,7%). Pada kelompok kontrol dari 39 orang yang pernah
komunikasi suami istri tentang MKJP 1-12 bulan yang lalu sebanyak 38
orang (35,7%), 13-24 bulan yang lalu sebanyak 1 orang (0,9%), dan 25-36
bulan yang , 37-48 bulan yang lalu, 49-60 bulan yang lalu dan > 60 bulan
tidak ada yang pernah melakukan komunikasi.
Pada kelompok kasus alat kontrasepsi yang disepakati IUD
sebanyak 35 orang (33%), implant sebanyak 26 orang (24,5%), dan steril
(MOW) sebanyak 19 orang (17,9%), sedangkan pada kelompok kontrol
alat kontrasepsi yang disepakati IUD sebanyak 18 orang (17%), implant
sebanyak 17 orang (16%), dan steril (MOW) sebanyak 4 orang (3,8%)

Tabel 5.20
Gambaran Komunikasi Suami-Istri tentang MKJP terhadap
Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang Di Wilayah Kerja
UPT Serpong 1 Tangerang Selatan Tahun 2013

17
Pertanyaan Komunikasi suami Istri

Kasus Kontrol

N % N %

1. Pernah Komunikasi 80 75,5 39 36,8

2. Pernah Komunikasi:
 1-12 bulan yang lalu 59 55,7 38 35,7
 13-24 bulan yang lalu 6 5,6 1 0,9
 25-36 bulan yang lalu 8 7,5 0 0
 37-48 bulan yang lalu 2 1,9 0 0
 49-60 bulan yang lalu 1 0,9 0 0
 > 60 bulan yang lalu 4 3,7 0 0

3. Metode yang disepakati


a. IUD 35 33 18 17
b. Implant 26 24,5 17 16
c. Steril (MOW) 19 17,9 4 3,8

Penelitian terhadap komunikasi suami-istri tentang MKJP


dikategorikan menjadi pernah dan tidak pernah. Pernah apabila responden
pernah melakukan komunikasi suami-istri mengenai MKJP, sedangkan
yang tidak pernah responden yang tidak pernah melakukan komunikasi
sumi istri mengenai MKJP. Pada kelompok kasus terdapat 80 orang
(75,5%) yang pernah melakukan komunikasi, dan 26 orang (24,5%) yang
tidak pernah melakukan komunikasi, sedangkan Pada kelompok kontrol
terdapat 39 orang (36,8%) yang pernah melakukan komunikasi, dan 67
orang (63,2%) yang tidak pernah melakukan komunikasi.

Tabel 5.21
Distribusi Responden Komunikasi Suami-Istri tentang MKJP Di
Wilayah Kerja UPT Serpong 1 Tangerang Selatan Tahun 2013

Komunikasi Suami Kasus Kontrol Jumlah


Istri
N % N % N %

18
Pernah 80 75,5 39 36,8 119 56,1
Tidak Pernah 26 24,5 67 63,2 93 43,9

Jumlah 106 100 106 100 212 100

5.2.11 Keterlibatan dalam Kegiatan yang Berhubungan dengan MKJP


Pada kelompok kasus yang pernah mengikuti kegiatan penyuluhan
tentang MKJP sebanyak 46 orang (43,4%). Dari 46 orang yang mengikuti
1 kali penyuluhan sebanyak 32 (30,2%), 2 kali sebanyak 11 orang
(10,4%), 3 kali sebanyak 2 orang (1,9%), 10 kali sebanyak 1 orang (0,9%).
Pada kelompok kontrol yang mengikuti penyuluhan sebanyak 46 orang
(43,4%). Dari 46 orang yang mengikuti 1 kali penyuluhan sebannyak 34
orang (32,4%), 2 kali penyuluhan sebanyak 7 orang (6,6%), 3 kali
penyuluhan sebanyak 2 orang (1,9%), 4 kali sebanyak 2 orang (1,9%), dan
12 kali 1 orang (0.9).
Pada kelompok kasus yang mengikuti kegiatan konseling tentang
MKJP sebanyak 50 orang (47,2%). Dari 50 orang yang mengikuti 1 kali
konseling sebanyak 35 (33%), 2 kali sebanyak 11 orang (10,4%), 3 kali
sebanyak 4 orang (3,8%). Pada kelompok kontrol yang mengikuti kegiatan
konseling sebanyak 44 orang (41,5%). Dari 44 orang yang mengikuti 1
kali konseling sebanyak 32 (30,2%), 2 kali sebanyak 10 orang (9,4%), 3
kali sebanyak 2 orang (1,9%).
Tabel 5.22
Gambaran Keterlibatan terhadap Kegiatan yang Berhubungan
dengan MKJP terhadap Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka
Panjang Di Wilayah Kerja UPT Serpong 1 Tangerang Selatan Tahun
2013

Keterlibatan terhadap Kegiatan yang Kasus Kontrol


Berhubungan dengan MKJP
N % N %

19
1. Pernah mengikuti penyuluhan 46 43,4 46 43,4
tentang MKJP

2. Mengikuti penyuluhan tentang MKJP


 1 kali 32 30,2 34 32,1
 2 kali 11 10,4 7 6,6
 3 kali 2 1,9 2 1,9
 4 kali 0 0 2 1,9
 10 kali 1 0,9 0 0
 12 kali 0 0 1 0,9

3. Pernah mengikuti Konseling tentang 50 47,2 44 41,5


MKJP

4. Mengikuti konseling tentang MKJP


 1 kali 35 33 32 30,2
 2 kali 11 10,4 10 9,4
 3 kali 4 3,8 2 1,9

Penelitian terhadap keterlibatan terhadap kegiatan yang


berhubungan dengan MKJP, terdapat dua kegiatan, yaitu penyuluhan
tentang MKJP dan konseling tentang MKJP. Dalam pengkategorian
bedasarkan dengan jawaban dari responden, jika responden pernah
mengikuti salah satu dari kegiatan tersebut atau kedua kegiatan maka
termasuk kategori pernah terlibat, jika responden tidak pernah mengikuti
sama sekali kegiatan tersebut, maka termasuk kategori tidak pernah
terlibat. Pada kelompok kasus yang pernah terlibat dalam kegiatan yang
berhubungan dengan MKJP sebanyak 58 orang (54,7%), dan yang tidak
pernah telibat dalam kegiatan MKJP sebanyak 48 orang (45,3%),
sedangkan pada kelompok kontrol yang pernah terlibat dalam kegiatan
yang berhubungan dengan MKJP sebanyak 54 orang (50,9%), dan yang
tidak pernah telibat dalam kegiatan MKJP sebanyak 52 orang (49,1%).

Tabel 5.23

20
Distribusi Responden Keterlibatan terhadap Kegiatan yang
Berhubungan dengan MKJP Di Wilayah Kerja UPT Serpong 1
Tangerang Selatan Tahun 2013

Keterlibatan Kasus Kontrol Jumlah


terhadap Kegiatan
yang Berhubungan n % n % n %

dengan MKJP

Terlibat 58 54,7 54 50,9 112 52,8


Tidak Terlibat 48 45,3 52 49,1 100 47,2

Jumlah 106 100 106 100 212 100

5.2.12 Pengetahuan tentang MKJP


Bedasarkan tabel berikut dapat diketahui pengetahuan responden
tentang MKJP, pada kelompok kasus yang mengetahui yang termasuk
MKJP kondom sebanyak 4 orang (3,8%), pil sebanyak 2 orang (1,9%),
suntik sebanyak 4 orang (3,8%), IUD sebanyak 105 (99,1%), implant
sebanyak 103 orang (97,2%), steril (MOW/MOP) sebanyak 103 orang
(97,2%). Pada kelompok kontrol yang yang mengetahui yang termasuk
MKJP kondom sebanyak 2 orang (1,9%), pil sebanyak 2 orang (1,9%),
suntik sebanyak 7 orang (6,7%), IUD sebanyak 102 (96,2%), implant
sebanyak 102 orang (96,2%), steril (MOW/MOP) sebanyak 103 orang
(97,2%).
Pada kelompok kasus yang mengetahui kelebihan KB IUD
sebanyak 95 orang (89,6%), dari 95 orang yang mengetahui kelebihan KB
IUD sangat efektif sebanyak 94 orang (88,7%), tidak mempengaruhi
pengeluaran ASI sebanyak 93 orang (87,7%), tidak mempengaruhi
hubungan seksual sebanyak 85 orang (80,2%), praktis dalam pemakaian
sebanyak 88 orang (83%). Pada kelompok kontrol yang mengetahui
kelebihan KB IUD sebanyak 100 orang (94,3%), dari 100 orang yang
mengetahui kelebihan KB IUD sangat efektif sebanyak 99 orang (93,4%),
tidak mempengaruhi pengeluaran ASI sebanyak 85 orang (80,2%), tidak

21
mempengaruhi hubungan seksual sebanyak 85 orang (80,2%), praktis
dalam pemakaian sebanyak 77 orang (72,6%).
Pada kelompok kasus yang mengetahui efek samping dari KB IUD
sebanyak 89 orang (84%), dari 84 orang yang mengetahui efek samping
KB IUD nyeri perut bagian bawah sebanyak 85 orang (80,2%), haid lebih
banyak dan lama sebanyak 86 orang (81,1%), perdarahan sebanyak 76
orang (71,7%), luka pada rahim sebanyak 85 orang (80,2%). Pada
kelompok kontrol yang mengetahui efek samping dari KB IUD sebanyak
95 orang (89,6%), dari 95 orang yang mengetahui efek samping KB IUD
nyeri perut bagian bawah sebanyak 91 orang (85,5%), haid lebih banyak
dan lama sebanyak 89 orang (84%), perdarahan sebanyak 87 orang
(82,1%), luka pada rahim sebanyak 87 orang (82,1%).
Pada kelompok kasus yang mengetahui kelebihan KB implant
sebanyak 78 orang (73,6%), dari 78 orang yang mengetahui kelebihan KB
implant tidak menganggu produksi ASI sebanyak 78 orang (73,6%),
mengurangi nyeri haid sebanyak 64 orang (60,4%), pengembalian
kesuburan cepat setelah pencabutan sebanyak 67 orang (63,2%), praktis
dalam pemakaian sebanyak 74 orang (69,8%). Pada kelompok kontrol
yang mengetahui kelebihan KB implant sebanyak 93 orang (87,7%), dari
93 orang yang mengetahui kelebihan KB implant tidak menganggu
produksi ASI sebanyak 88 orang (83%), mengurangi nyeri haid sebanyak
75 orang (70,8%), pengembalian kesuburan cepat setelah pencabutan
sebanyak 81 orang (76,4%), praktis dalam pemakaian sebanyak 72 orang
(67,9%).
Pada kelompok kasus yang mengetahui efek samping KB implant
sebanyak 67 orang (63,7%), dari 67 orang yang mengetahui efek samping
KB implant peningkatan berat badan sebanyak 62 orang (58,5%),
penurunan berat badan sebanyak 47 orang (44,3%), perdarahan sebanyak
51 orang (48,1%), nyeri tempat pemasangan sebanyak 57 orang (53,8%),
gangguan aktifitas sehari-hari sebanyak 54 orang (50,9%). Pada kelompok
kontrol yang mengetahui efek samping KB implant sebanyak 76 orang
(71,7%), dari 76 orang yang mengetahui efek samping KB implant
peningkatan berat badan sebanyak 65 orang (61,3%), penurunan berat

22
badan sebanyak 28 orang (26,4%), perdarahan sebanyak 63 orang
(59,4%), nyeri tempat pemasangan sebanyak 66 orang (62,3%), gangguan
aktifitas sehari-hari sebanyak 65 orang (61,3%).
Pada kelompok kasus yang mengetahui kelebihan dari KB steril
(MOW/MOP) sebanyak 75 orang (70,8%), dari 75 orang yang mengetahui
kelebihan KB steril (MOW/MOP) permanen sebanyak 75 orang (70,8%),
angka kegagalan untuk hamil rendah sebanyak 68 orang (64,2%), tidak
menganggu pola haid sebanyak 69 orang (65,1%), praktis dalam
pemakaian sebanyak 43 orang (40,6%). Pada kelompok kontrol yang
mengetahui kelebihan dari KB steril (MOW/MOP) sebanyak 58 orang
(54,7%), dari 58 orang yang mengetahui kelebihan KB steril
(MOW/MOP) permanen sebanyak 53 orang (50%), angka kegagalan
untuk hamil rendah sebanyak 52 orang (49,1%), tidak menganggu pola
haid sebanyak 53 orang (50%), praktis dalam pemakaian sebanyak 43
orang (40,6%).
Pada kelompok kasus yang mengetahui efek samping dari KB
steril (MOW/MOP) sebanyak 51 orang (48,1%), dari 51 orang yang
mengetahui efek samping KB steril (MOW/MOP) perubahan pola haid
sebanyak 44 orang (41,5%), nyeri sekitar operasi sebanyak 44 orang
(41,5%), perubahan keinginan seksual sebanyak 46 orang (43,4%), luka di
daerah operasi sebanyak 45 orang (42,5%). Pada kelompok kontrol yang
mengetahui efek samping dari KB steril (MOW/MOP) sebanyak 40 orang
(37,7%), dari 40 orang yang mengetahui efek samping KB steril
(MOW/MOP) perubahan pola haid sebanyak 32 orang (30,2%), nyeri
sekitar operasi sebanyak 36 orang (34%), perubahan keinginan seksual
sebanyak 26 orang (24,5%), luka di daerah operasi sebanyak 38 orang
(35,8%).

Tabel 5.24
Gambaran Pengetahuan tentang MKJP Terhadap Penggunaan
Metode Kontrasepsi Jangka Panjang Di Wilayah Kerja UPT Serpong
1 Tangerang Selatan Tahun 2013

23
NO Pengetahuan tentang MKJP Yang Mengetahui

Kasus Kontrol
N % N %
1. Yang termasuk MKJP:
 Kondom 4 3,8 2 1,9
 Pil 2 1,9 2 1,9
 Suntik 4 3,8 7 6,7
 IUD 105 99,1 102 96,2
 Implant 103 97,2 102 96,2
 Steril (MOW/MOP) 103 97,2 103 97,2
2. Mengetahui kelebihan/manfaat dari 95 89,6 100 94,3
pemakaian KB IUD
3. Kelebihan dari pemakaian KB IUD:
a. Sangat efektif 94 88,7 99 93,4
b. Tidak mempengaruhi pengeluaran ASI 93 87,7 85 80,2
c. Tidak mempengaruhi hubungan seksual 85 80,2 85 80,2
d. Praktis dalam pemakaian 88 83 77 72,6
4. Mengetahui efek samping dari KB IUD 89 84 95 89,6

5. Efek Samping KB IUD:


a. Nyeri bagian perut 85 80,2 91 85,5
b. Haid lebih lama dan banyak 86 81,1 89 84
c. Perdarahan 76 71,7 87 82,1
d. Luka pada Rahim 85 80,2 87 82,1
6. Mengetahui kelebihan dari KB implant 78 73,6 93 87,7

7. Kelebihan dari KB implant:


a. Tidak menganggu produksi ASI 78 73,6 88 83
b. Mengurangi nyeri haid 64 60,4 75 70,8
c. Pengembalian kesuburan cepat setelah 67 63,2 81 76,4
pencabutan 74 69,8 72 67,9
d. Praktis dalam pemakaian
8. Mengetahui efek samping dari KB implant 67 63,7 76 71,1

9. Efek samping dari KB implant:


a. Peningkatan berat badan 62 58,5 65 61,3
b. Penurunan berat badan 47 44,3 28 26,4
c. Perdarahan 51 48,1 63 59,4
d. Nyeri pada tempat pemasangan 57 53,8 66 62,3
e. Gangguan aktifitas sehari-hari 54 50,9 65 61,3

24
10. Mengetahui kelebihan dari pemakaian KB 75 70,8 58 54,7
steril (MOW/MOP)
11. Kelebihan KB steril (MOW/MOP):
a. Permanen 75 70,8 53 50
b. Angka kegagalan untuk hamil rendah 68 64,2 52 49,1
c. Tidak menganggu pola haid 69 65,1 53 50
d. Praktis dalam pemakaian 72 67,9 43 40,6
12. Mengetahui efek samping dari KB steril 51 48,1 40 37,7
(MOW/MOP)
13. Efek samping dari KB steril (MOW/MOP):
a. Perubahan pola haid 44 41,5 32 30,2
b. Nyeri sekitar operasi 44 41,5 36 34
c. Perubahan keinginan seksual 46 43,4 26 24,5
d. Luka di daerah operasi 45 42,5 68 64,2

Dari hasil uji univariat didapatkan pada kelompok kasus rata-rata


sikap padalah 23,24, dengan standar deviasi 7,245. Nilai pengetahuan
terkecil 8 dan tertinggi 34. Pada kelompok kontrol rata-rata pengetahuan
adalah 22,58, dengan standar deviasi 6,833. Nilai terkecil 3 dan tertinggi
34.
Tabel 5.25
Distribusi Responden Menurut Pengetahuan tentang MKJP Di
Wilayah Kerja UPT Serpong 1 Tangerang Selatan Tahun 2013

Variabel Kasus Kontrol

Mean SD Min- Mean SD Min-


Max Max

Pengetahuan 23,24 7,245 8-34 22,58 6,833 3-34


tentang MKJP

Penilaian terhadap sikap terhadap MKJP didasarkan pada jawaban


yang disebutkan oleh responden. Terdapat 13 pertanyaan dan mencakup 37
point pertanyaan, 34 point pertanyaan positif (jika jawaban iya,
mendapatkan nilai 1, dan jawaban tidak mendapatkan nilai 0), dan 3 point
pertanyaan negatif (jika jawaban iya mendapat nilai -1, dan jawaban tidak

25
mendapatkan nilai 0), sehingga nilai pengetahuan terendah -3, dan
tertinggi 34
Penelitian pengetahuan tentang MKJP dikategorikan menjadi baik
dan kurang baik, dengan menggunakan median (23) sebagai cut off point
karena data tidak berdistribusi secara normal. Responden memiliki
pengetahuan baik jika responden mendapatkan nilai pengetahuan lebih
atau sama dengan median, jika pengetahuan responden kurang baik
mendapatkan nilai kurang dari median. Pada kelompok kasus responden
yang memiliki pengetahuan baik baik sebanyak 67 orang (63,2%), dan
yang memiliki pengetahuan kurang baik sebanyak 39 (36,8%), sedangkan
pada kelompok kontrol responden yang memiliki pengetahuan baik
sebanyak 54 orang (50,9%) dan responden yang memiliki pengetahuan
kurang baik sebesar 52 orang (49,1%).
Tabel 5.26
Distribusi Responden Pengetahuan tentang MKJP Di Wilayah Kerja
UPT Serpong 1 Tangerang Selatan Tahun 2013

Pengetahuan Kasus Kontrol Jumlah


tentang MKJP
N % N % N %

Baik 67 63,2 54 50,9 121 57,1


Kurang Baik 39 36,8 52 49,1 91 42,9

Jumlah 106 100 106 100 212 100

5.2.13 Jarak ke Pusat Pelayanan yang Menyediakan MKJP


Dari hasil uji univariat didapatkan pada kelompok kasus rata-rata
jarak ke pusat pelayanan yang menyediakan MKJP padalah 2,651 km,
dengan standar deviasi 0,8722 km. Jarak terdekat 1 km dan terjauh 4 km.
Pada kelompok kontrol rata-rata umur padalah 2,249 km, dengan standar
deviasi 0,9671 km. Jarak terdekat 0,5 km dan terjauh 4 km.
Tabel 5.27
Distribusi Responden Menurut Jarak ke Pusat Pelayanan yang
Menyediakan MKJP Di Wilayah Kerja UPT Serpong 1 Tangerang
Selatan Tahun 2013

26
Variabel Kasus Kontrol

Mean SD Min- Mean SD Min-


Max Max

Jarak ke Pusat 2,651 0,8722 1-4 2,249 0,9671 0,5-4


Pelayanan yang
Menyediakan
MKJP

Penelitian terhadap jarak ke pusat pelayanan yang menyediakan


MKJP, dapat dikategorikan menjadi jauh dan dekat. Jauh jika jarak ke
pusat pelayanan yang menyediakan MKJP > 2,5 km,dan dekat jarak ke
pusat pelayanan yang menyediakan MKJP ≤ 2,5 km. Pada kelompok kasus
yang berjarak ke pusat pelayanan jauh sebesar 62 orang (58,5%), dan yang
berjarak dekat 44 orang (41,4%), sedangkan pada kelompok kontrol yang
berjarak ke pusat pelayanan jauh sebesar 42 orang (39,6%), dan yang
berjarak dekat 64 orang (60,4%).
Tabel 5.28
Distribusi Responden Jarak ke Pusat Pelayanan yang Menyediakan
MKJP Di Wilayah Kerja UPT Serpong 1 Tangerang Selatan Tahun
2013

Jarak ke Pusat Kasus Kontrol Jumlah


Pelayanan yang
Menyediakan N % N % N %

MKJP

Jauh 62 58,5 42 39,6 104 49,1


Dekat 44 41,4 64 60,5 108 50,9

Jumlah 106 100 106 100 212 100

5.2.14 Paparan dengan Media Massa tentang MKJP


Pada kelompok kasus yang pernah terpapar dengan media massa
leaflet tentang alat kontrasepsi IUD sebanyak 52 orang (49,1%), brosur
sebanyak 42 orang (39,6%), poster sebanyak 56 orang (52,8%), koran

27
sebanyak 20 orang (18,9%), majalah sebanyak 26 orang (24,5%), radio
sebanyak 10 orang (9,4%), dan televisi sebanyak 94 orang (88,7%). Pada
kelompok kontrol yang pernah terpapar dengan media massa leaflet
tentang alat kontrasepsi IUD sebanyak 44 orang (41,5%), brosur sebanyak
26 orang (24,6%), poster sebanyak 34 orang (32,1%), koran sebanyak 19
orang (17,9%), majalah sebanyak 14 orang (13,2%), radio sebanyak 10
orang (9,4%), dan televisi sebanyak 90 orang (84,9%).
Pada kelompok kasus yang pernah terpapar dengan media massa
leaflet tentang alat kontrasepsi implant sebanyak 46 orang (43,9%), brosur
sebanyak 42 orang (39,6%), poster sebanyak 45 orang (42,5%), koran
sebanyak 20 orang (18,9%), majalah sebanyak 28 orang (26,4%), radio
sebanyak 15 orang (14,2%), dan televisi sebanyak 92 orang (86,5%). Pada
kelompok kontrol yang pernah terpapar dengan media massa leaflet
tentang alat kontrasepsi implant sebanyak 34 orang (32,1%), brosur
sebanyak 25 orang (23,6%), poster sebanyak 27 orang (25,5%), koran
sebanyak 18 orang (17%), majalah sebanyak 15 orang (14,2%), radio
sebanyak 7 orang (6,6%), dan televisi sebanyak 79 orang (74,5%).
Pada kelompok kasus yang pernah terpapar dengan media massa
leaflet tentang alat kontrasepsi steril (MOW) sebanyak 31 orang (29,2%),
brosur sebanyak 31 orang (29,2%), poster sebanyak 40 orang (37,7%),
koran sebanyak 50 orang (47,2%), majalah sebanyak 55 orang (51,9%),
radio sebanyak 12 orang (11,3%), dan televisi sebanyak 81 orang (76,4%).
Pada kelompok kontrol yang pernah terpapar dengan media massa leaflet
tentang alat kontrasepsi steril (MOW) sebanyak 36 orang (24,6%), brosur
sebanyak 15 orang (14,2%), poster sebanyak 22 orang (20,8%), koran
sebanyak 26 orang (24,6%), majalah sebanyak 24 orang (22,6%), radio
sebanyak 6 orang (5,7%), dan televisi sebanyak 79 orang (74,5%).
Pada kelompok kasus yang pernah terpapar dengan media massa
leaflet tentang alat kontrasepsi steril (MOP) sebanyak 30 orang (28,3%),
brosur sebanyak 32 orang (30,2%), poster sebanyak 46 orang (43,4%),
koran sebanyak 49 orang (46,2%), majalah sebanyak 54 orang (50,9%),
radio sebanyak 11 orang (10,4%), dan televisi sebanyak 81 orang (76,4%).
Pada kelompok kontrol yang pernah terpapar dengan media massa leaflet

28
tentang alat kontrasepsi steril (MOP) sebanyak 20 orang (18,9%), brosur
sebanyak 15 orang (14,1%), poster sebanyak 18 orang (17%), koran
sebanyak 27 orang (25,5%), majalah sebanyak 23 orang (21,7%), radio
sebanyak 4 orang (3,8%), dan televisi sebanyak 60 orang (56,6%).
Tabel 5.29
Gambaran terhadap Paparan dengan Media Massa tentang MKJP
Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang Di Wilayah Kerja
UPT Serpong 1 Tangerang Selatan Tahun 2013

Paparan dengan Media Massa tentang Kasus Kontrol


MKJP
N % N %

1. Alat kontrasepsi IUD


 Leaflet 52 49,1 44 41,5
 Brosur 42 39,6 26 24,5
 Poster 56 52,8 34 32,1
 Koran 20 18,9 19 17,9
 Majalah 26 24,5 14 13,2
 Radio 10 9,4 10 9,4
 Televisi 94 88,7 90 84,9

2. Alat kontrasepsi implant


 Leaflet 46 43,4 34 32,1
 Brosur 42 39,6 25 23,6
 Poster 45 42,5 27 25,5
 Koran 29 27,4 18 17
 Majalah 28 26,4 15 14,2
 Radio 15 14,2 7 6,6
 Televisi 92 86,8 79 74,5

3. Alat kontrasepsi steril (MOW)


 Leaflet 31 29,2 26 24,5
 Brosur 31 29,2 15 14,2
 Poster 40 37,7 22 20,8
 Koran 50 47,2 26 24,5
 Majalah 55 51,9 24 22,6
 Radio 12 11,3 6 5,7
 Televisi 81 76,4 59 55,7

29
4. Alat kontrasepsi steril (MOP)
 Leaflet 30 28,3 20 18,9
 Brosur 32 30,2 15 14,1
 Poster 46 43,4 18 17
 Koran 49 46,2 27 25,5
 Majalah 54 50,9 23 21,7
 Radio 11 10,4 4 3,8
 Televisi 81 76,4 60 56,6

Dari hasil uji univariat didapatkan pada kelompok kasus rata-rata


paparan media massa tentang MKJP adalah 11,31 dengan standar deviasi
4,417. Nilai terkecil 0 dan tertinggi 24. Pada kelompok kontrol rata-rata
paparan media massa tentang MKJP adalah 7,29 dengan standar deviasi
4,823. Nilai terkecil 0 dan tertinggi 22.
Tabel 5.30
Distribusi Responden Menurut Paparan terhadap Media Massa
tentang MKJP Di Wilayah Kerja UPT Serpong 1 Tangerang Selatan
Tahun 2013

Variabel Kasus Kontrol

Mean SD Min- Mean SD Min-


Max Max

Paparan 11,31 4,417 0-24 7,29 4,823 0-22


terhadap Media
Massa tentang
MKJP

Penelitian terhadap paparan dengan media massa tentang MKJP


didasarkan jawabaan yang disebutkan oleh responden, terdapat 7 media
massa pada 4 alat kontrasepsi jangka panjang, jika responden menjawab
iya berarti mendapatkan nilai 1, jika responden menjawab tidak berati
mendapatkan nilai 0. Maka nilai tertinggi 28 dan nilai terendah 0.
Penelitian paparan media massa tentang MKJP dikategorikan
menjadi terpapar dan tidak terpapar, dengan menggunakan median (9,0)
sebagai cut off point karena data tidak berdistribusi secara normal.
Responden terpapar dengan media massa jika nilai responden

30
mendapatkan lebih atau sama dengan median, jika tidak terpapar
responden mendapatkan nilai kurang dari median.
Pada kelompok kasus yang terpapar dengan media massa tentang
MKJP sebnyak 74 orang (69,8%), dan yang tidak terpapar sebanyak 32
orang (30,2%), sedangkan yang terpapar sebanyak 35 orang (33%), dan
yang tidak terpapar 71 orang (67%).
Tabel 5.31
Distribusi Responden Paparan dengan Media Massa tentang MKJP
Di Wilayah Kerja UPT Serpong 1 Tangerang Selatan Tahun 2013

Keterlibatan Kasus Kontrol Jumlah


terhadap Kegiatan
yang Berhubungan N % N % N %

dengan MKJP

Terpapar 74 69,8 35 33 109 51,4


Tidak Terpapar 32 30,2 71 67 103 48,6

Jumlah 106 100 106 100 212 100

5.3 Analisa Bivariat Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang

5.3.1 Hubungan Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang dengan


Pendidikan

Hasil analisa hubungan penggunaan metode kontrasepsi jangka


panjang (MKJP) dengan pendidikan diperoleh informasi bahwa diantara
responden yang menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang, yang
memiliki pendidikan tinggi ada sebanyak 56 orang (52,8%) dan yang
memiliki pendidikan rendah sebanyak 50 orang (47,2%), dan yang
menggunakan metode non kontrasepsi jangka panjang, yang memiliki
pendidikan tinggi ada sebanyak 61 orang (57,5%), dan yang memiliki
pendidikan rendah sebanyak 45 orang (42,5%).

Tabel 5.32

31
Hubungan Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
dengan Pendidikan di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Serpong 1
Tahun 2013

Pendidikan Penggunaan Metode Jumlah P OR


Kontrasepsi Jangka (95% CI)
Panjang (MKJP)

Ya Tidak

N % N % n %

Tinggi 56 52,8 61 57,5 117 55,2 0,581 0,826


Rendah 50 47,2 45 42,5 95 44,8 (0,481-1,421)

Jumlah 106 100 106 100 212 100

Hasil uji statistik diperoleh nilai p value 0,581 (p>0,05) dengan


demikian disimpulkan bahwa tidak ada hubungan secara signifikan antara
penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang dengan pendidikan
responden.

5.3.2 Hubungan Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang dengan


Status Pekerjaan

Hasil analisa hubungan penggunaan metode kontrasepsi jangka


panjang (MKJP) dengan status pekerjaan diperoleh informasi bahwa
diantara responden yang menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang
status pekerjaannya bekerja ada sebanyak 18 orang (37,5%) dan status
pekerjaannya tidak bekerja sebanyak 88 orang (53,7%), sedangkan pyang
menggunakan metode non kontrasepsi jangka panjang yang status
pekerjaannya bekerja ada sebanyak 30 orang (62,5%) dan status
pekerjaannnya tidak bekerja sebanyak 76 orang (46,3%)

Tabel 5.33
Hubungan Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
dengan Status Pekerjaan di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Serpong 1
Tahun 2013

32
Status Penggunaan Metode Jumlah P OR
Pekerjaan Kontrasepsi Jangka (95% CI)
Panjang (MKJP)

Ya Tidak

n % N % N %

Bekerja 18 17 30 28,3 48 22,6 0,070 0,518


Tidak 88 83 76 71,7 164 77,4 (0,268-1,003)
Bekerja

Jumlah 106 100 106 100 212

Hasil uji statistik diperoleh nilai p value 0,070 (p>0,05) dengan


demikian disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang dengan status pekerjaan.

5.3.3 Hubungan Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang dengan


Umur

Hasil analisa hubungan penggunaan metode kontrasepsi jangka


panjang (MKJP) dengan umur diperoleh informasi bahwa diantara
responden yang menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang yang
umur berisiko ada sebanyak 63 orang (59,4%) dan umur yang tidak
berisiko sebanyak 43 orang (40,6%), sedangkan yang menggunakan
metode non kontrasepsi jangka panjang yang umur berisiko ada sebanyak
44 orang (41,5%) dan yang umur tidak berisiko sebanyak 62 orang
(58,5%).

Tabel 5.34
Hubungan Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
dengan Umur di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Serpong 1 Tahun
2013

Umur Penggunaan Metode Jumlah P OR


Kontrasepsi Jangka (95% CI)
Panjang (MKJP)

33
Ya Tidak

n % N % n %

Berisiko 63 59,4 44 41,5 107 50,5 0,013 2,064


Tidak 43 40,6 62 58,5 105 49,5 (1,194-3,569)
Berisiko

Jumlah 106 100 106 100 212 100

Hasil uji statistik diperoleh nilai p value 0,013 (p<0,05) dengan


demikian disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang dengan umur responden.
Sedangkan diketahui nilai odds ratio (OR) sebesar 2,064, artinya
responden yang umur berisiko memiliki peluang 2,064 kali lebih besar
untuk menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang dibandingkan
responden yang berumur tidak berisiko. Confidance interval (CI) 95%
diyakini bahwa OR berada diantara 1,194-3,569.

5.3.4 Hubungan Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang dengan


Jampersal

Hasil analisa hubungan penggunaan metode kontrasepsi jangka


panjang (MKJP) dengan jampersal diperoleh informasi bahwa diantara
responden yang menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang yang
mngikuti jampersal ada sebanyak 36 orang (34%) dan yang tidak
mengikuti jampersal sebanyak 70 orang (66%), sedangkan yang
menggunakan metode non kontrasepsi jangka panjang yang mengikuti
jampersal ada sebanyak 28 orang (26,4%), dan yang tidak mengikuti
jampersal sebanyak 78 orang (73,6%).

Tabel 5.35
Hubungan Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
dengan Jampersal di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Serpong 1
Tahun 2013

34
Jampersal Penggunaan Metode Jumlah P OR
Kontrasepsi Jangka (95% CI)
Panjang (MKJP)

Ya Tidak

n % N % n %

Jampersal 36 34 28 26,4 64 30,2 0,295 1,433


Tidak 70 66 78 73,6 148 69,8 (0,794 – 2,854)
Jampersal

Jumlah 106 100 106 100 212 100

Hasil uji statistik diperoleh nilai p value 0,295 (p>0,05) dengan


demikian disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang dengan jampersal.

5.3.5 Hubungan Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang dengan


Jumlah Anak yang Dimiliki

Hasil analisa hubungan penggunaan metode kontrasepsi jangka


panjang (MKJP) dengan jumlah anak yang dimiliki diperoleh informasi
bahwa diantara responden yang menggunakan metode kontrasepsi jangka
panjang yang memiliki anak > 2 anak ada sebanyak 40 orang (37,7%) dan
yang memiliki ≤ 2 anak sebanyak 66 orang (62,3%), sedangkan yang
menggunakan metode non kontrasepsi jangka panjang memiliki > 2 anak
ada sebanyak 18 orang (17%), dan yang memiliki anak ≤ 2 anak sebanyak
88 orang (83%).

Tabel 5.36
Hubungan Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
dengan Jumlah Anak yang Dimiliki di Wilayah Kerja UPT Puskesmas
Serpong 1 Tahun 2013

Jumlah Penggunaan Metode Jumlah P OR


Anak yang Kontrasepsi Jangka (95% CI)
Dimiliki Panjang (MKJP)

Ya Tidak

35
N % N % n %

> 2 anak 40 37,7 18 17 58 27,4 0,001 2,963


≤ 2 anak 66 62,3 88 83 154 72,6 (1,560 – 5,627)

Jumlah 106 100 106 100 212 100

Hasil uji statistik diperoleh nilai p value 0,001 (p<0,05) dengan


demikian disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang dengan jumlah anak yang
dimiliki responden. Sedangkan diketahui nilai odds ratio (OR) sebesar
2,963, artinya responden yang memiliki > 2 anak memiliki peluang 2,963
kali lebih besar untuk menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang
dibandingkan responden yang memiliki anak ≤ 2 anak. Confidance
interval (CI) 95% diyakini bahwa OR berada diantara 1,560-5,627.

5.3.6 Hubungan Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang dengan


Persepsi Ukuran Keluarga Ideal

Hasil analisa hubungan penggunaan metode kontrasepsi jangka


panjang (MKJP) dengan persepsi ukuran keluarga ideal diperoleh
informasi bahwa diantara responden yang memiliki persepsi ukuran
keluarga ideal menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang ada
sebanyak 51 orang (48,1%) dan yang memiliki persepsi ukuran keluarga
tidak ideal sebanyak 55 orang (51,9%), sedangkan yang menggunakan non
metode kontrasepsi jangka panjang yang memiliki ukuran keluarga ideal
ada sebanyak 67 (63,2%), dan yang memiliki persepsi ukuran keluarga
tidak ideal ada sebanyak 39 orang (36,8%).
Tabel 5.37
Hubungan Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
dengan Persepsi Ukuran Keluarga Ideal di Wilayah Kerja UPT
Puskesmas Serpong 1 Tahun 2013

Persepsi Penggunaan Metode Jumlah P OR


Ukuran Kontrasepsi Jangka (95% CI)
Panjang (MKJP)

36
Keluarga Ya Tidak
Ideal
n % n % n %

Ideal 51 48,1 67 63,2 118 55,7 0.038 0,540


Tidak 55 51,9 39 36,8 94 44,3% (0,312-0,934)
Ideal

Jumlah 106 100 106 100 212 100%

Hasil uji statistik diperoleh nilai p value 0.018 (p<0,05) dengan


demikian disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang dengan persepsi ukuran
keluarga ideal. Sedangkan diketahui nilai odds ratio (OR) sebesar 0,540,
artinya responden yang memiliki persepsi ukuran keluarga ideal memiliki
peluang 0,540 kali lebih kecil untuk menggunakan metode kontrasepsi
jangka panjang dibandingkan responden yang memiliki persepsi ukuran
keluarga tidak ideal. Confidance interval (CI) 95% diyakini bahwa OR
berada diantara 0,312-0,934.

5.3.7 Hubungan Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang dengan


Keinginan Memiliki Anak Lagi

Hasil analisa hubungan penggunaan metode kontrasepsi jangka


panjang (MKJP) dengan keinginan memiliki anak lagi diperoleh informasi
bahwa diantara responden yang menggunakan metode kontrasepsi jangka
panjang yang tidak ingin memiliki anak lagi ada sebanyak 78 orang
(73,6%) dan yang ingin memiliki anak lagi sebanyak 28 orang (26,4%),
sedangkan yang menggunakan non metode kontrasepsi jangka panjang
yang tidak ingin memiliki anak lagi ada sebanyak 66 orang (62,3%), dan
yang ingin memiliki anak lagi ada sebanyak 40 orang (37,7%).

Tabel 5.38

Hubungan Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)


dengan Keinginan Memiliki Anak Lagi di Wilayah Kerja UPT
Puskesmas Serpong 1 Tahun 2013

37
Keinginan Penggunaan Metode Jumlah P OR
Memiliki Kontrasepsi Jangka (95% CI)
Anak Lagi Panjang (MKJP)

Ya Tidak

n % n % n %

Tidak ingin 78 73,6 66 62,3 144 67,9 0,105 1,688


Ingin 28 26,4 40 37,7 68 32,1 (0,942-3,027)

Jumlah 106 100 106 100 212 100

Hasil uji statistik diperoleh nilai p value 0.890 (p>0,05) dengan


demikian disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang dengan keinginan
memiliki anak lagi.

5.3.8 Hubungan Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang dengan


Sikap terhadap MKJP

Hasil analisa hubungan penggunaan metode kontrasepsi jangka


panjang (MKJP) dengan sikap terhadap MKJP diperoleh informasi bahwa
diantara responden yang menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang
yang memiliki sikap terhadap MKJP baik ada sebanyak 70 orang (66%)
dan yang memiliki sikap terhadap MKJP kurang baik ada sebanyak 36
orang (34%), sedangkan yang menggunakan metode non kontrasepsi
jangka panjang yang memiliki sikap terhadap MKJP baik ada sebanyak 42
orang (39,6%), dan yang memiliki sikap terhadap MKJP kurang baik ada
sebanyak 64 orang (60,4%).

Tabel 5.39

Hubungan Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)


dengan Sikap terhadap MKJP di Wilayah Kerja UPT Puskesmas
Serpong 1 Tahun 2013

38
Sikap Penggunaan Metode Jumlah P OR
terhadap Kontrasepsi Jangka (95% CI)
MKJP Panjang (MKJP)

Ya Tidak

n % N % n %

Baik 70 66 42 39,6 112 52,8 0,000 2,963


Kurang 36 34 64 60,4 100 47,2 (1,693-5,185)
Baik

Jumlah 106 100 106 100 212 100

Hasil uji statistik diperoleh nilai p value 0,009 (p < 0,05) dengan
demikian disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang dengan sikap terhadap
MKJP. Sedangkan diketahui nilai odds ratio (OR) sebesar 2,963, artinya
responden yang memiliki sikap terhadap MKJP baik memiliki peluang
2,963 kali lebih besar untuk menggunakan metode kontrasepsi jangka
panjang dibandingkan responden yang memiliki sikap terhadap MKJP
kurang baik. Confidance interval (CI) 95% diyakini bahwa OR berada
diantara 1,693-5,185.

5.3.9 Hubungan Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang dengan


Komunikasi Suami Istri tentang MKJP

Hasil analisa hubungan penggunaan metode kontrasepsi jangka


panjang (MKJP) dengan komunikasi suami istri tentang MKJP diperoleh
informasi bahwa diantara responden yang menggunakan metode
kontrasepsi jangka panjang yang melakukan komunikasi suami istri
tentang MKJP ada sebanyak 80 orang (75,5%) dan yang tidak melkaukan
komunikasi suami-istri tentang MKJP ada sebanyak 26 orang (24,5%),
sedangkan yang menggunakan metode non kontrasepsi jangka panjang
yang melakukan komunikasi suami-istri tentang MKJP ada sebanyak 39
orang (36,8%) dan yang tidak melakukuan komunikasi suami-istri tentang
MKJP sebanyak 67 orang (63,2%).
Tabel 5.40

39
Hubungan Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
dengan Komunikasi Suami Istri tentang MKJP di Wilayah Kerja UPT
Puskesmas Serpong 1 Tahun 2013

Komunikasi Penggunaan Metode Jumlah P OR


Suami Istri Kontrasepsi Jangka (95% CI)
tentang Panjang (MKJP)
MKJP
Ya Tidak

n % N % n %

Pernah 80 75,5 39 36,8 119 56,1 0,000 5,286


Tidak 26 24,5 67 63,2 93 43,9 (2,922-9,564)
Pernah

Jumlah 106 100 106 100 212 100

Hasil uji statistik diperoleh nilai p value 0,000 (p < 0,05) dengan
demikian disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang dengan komunikasi
suami-istri tentang MKJP. Sedangkan diketahui nilai odds ratio (OR)
sebesar 5,286, artinya responden yang melakukan komunikasi suami-istri
tentang MKJP memiliki peluang 5,286 kali lebih besar untuk
menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang dibandingkan responden
yang tidak melakukan komunikasi suami-istri tentang MKJP. Confidance
interval (CI) 95% diyakini bahwa OR berada diantara 2,922-9,564.

5.3.10 Hubungan Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang dengan


Keterlibatan dalam Kegiatan yang Berhubungan dengan MKJP

Hasil analisa hubungan penggunaan metode kontrasepsi jangka


panjang (MKJP) dengan keterlibatan dengan kegiatan yang berhubungan
dengan MKJP diperoleh informasi bahwa diantara responden yang
menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang yang terlibat dalam
kegiatan yang berhubungan dengan MKJP ada sebanyak 58 orang (54,7%)
dan yang tidak terlibat dalam kegiatan yang berhubungan dengan MKJP

40
ada sebanyak 48 orang (45,3%), sedangkan menggunakan metode non
kontrasepsi jangka panjang yang terlibat dalam kegiatan yang
berhubungan dengan MKJP ada sebanyak 54 orang (50,9%) dan tidak
terlibat dalam kegiatan yang berhubungan dengan MKJP sebanyak 52
orang (49,1%).

Tabel 5.41

Hubungan Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang


(MKJP) dengan Keterlibatan dalam Kegiatan yang Berhubungan
dengan MKJP di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Serpong 1 Tahun
2013

Keterlibatan Penggunaan Metode Jumlah P OR


dalam Kontrasepsi Jangka (95% CI)
kegiatan Panjang (MKJP)
yang
berhubungan Ya Tidak
dengan
MKJP n % n % N %

41
Terlibat 58 54,7 54 50,3 112 52,8 0,680 1,164
Tidak 48 45,3 52 49,1 100 47,2 (0,678-1,996)
terlibat

Jumlah 106 100 106 100 212 100

Hasil uji statistik diperoleh nilai p value 0.680 (p>0,05) dengan


demikian disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang keterlibatan dalam
kegiatan yang berhubungan dengan MKJP.

5.3.11 Hubungan Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang dengan


Pengetahuan tentang MKJP

Hasil analisa hubungan penggunaan metode kontrasepsi jangka


panjang (MKJP) dengan pengetahuan tentang MKJP diperoleh informasi
bahwa diantara responden yang menggunakan metode kontrasepsi jangka
panjang yang memiliki pengetahuan tentang MKJP baik ada sebanyak 67
orang (63,2%) dan yang memiliki pengetahuan tentang MKJP kurang baik
ada sebanyak 39 orang (36,8%), sedangkan menggunakan metode non
kontrasepsi jangka panjang yang memiliki pengetahuan tentang MKJP
baik ada sebanyak 54 orang (50,9%) dan memiliki pengetahuan tentang
MKJP kurang baik sebanyak 52 orang (49,1%).

Tabel 5.42

Hubungan Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)


dengan Pengetahuan tentang MKJP di Wilayah Kerja UPT
Puskesmas Serpong 1 Tahun 2013

Pengetahuan Penggunaan Metode Jumlah P OR


tentang Kontrasepsi Jangka (95% CI)
MKJP Panjang (MKJP)

Ya Tidak

N % n % n %

Baik 67 63,2 54 50,5 121 57 0,096 1,654

42
39 52 91
Kurang baik 36,8 49,1 42,9 (0,956-2,863)

Jumlah 106 100 106 100 212 100

Hasil uji statistik diperoleh nilai p value 0.096 (p>0,05) dengan


demikian disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang dengan pengetahuan
tentang MKJP.

5.3.12 Hubungan Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang dengan


Jarak ke Pusat Pelayanan yang menyediakan MKJP

Hasil analisa hubungan penggunaan metode kontrasepsi jangka


panjang (MKJP) dengan jarak ke pusat pelayanan yang menyediakan
MKJP diperoleh informasi bahwa diantara responden yang menggunakan
metode kontrasepsi jangka panjang yang jarak ke pusat pelayanan yang
menyediakan MKJP jauh ada sebanyak 62 orang (68,5%) dan yang jarak
ke pusat pelayanan yang menyediakan MKJP dekat 44 orang (41,4%),
sedangkan yang menggunakan metode non kontrasepsi jangka panjang
yang jarak ke pusat pelayanan yang menyediakan MKJP jauh ada
sebanyak 42 orang (39,6%), dan yang jarak ke pusat pelayanan yang
menyediakan MKJP dekat sebanyak 64 orang (60,4%).

Tabel 5.43

Hubungan Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)


dengan Jarak ke Pusat Pelayanan yang menyediakan MKJP di
Wilayah Kerja UPT Puskesmas Serpong 1 Tahun 2013

Jarak ke Penggunaan Metode Jumlah P OR


Pusat Kontrasepsi Jangka (95% CI)
Pelayanan Panjang (MKJP)
yang
menyediakan Ya Tidak
MKJP
n % n % n %

43
Jauh 62 58,5 42 39,6 104 49,1 0,009 2,147
Dekat 44 41,5 64 60,4 108 50,9 (1,241-3,716)

Jumlah 106 100 106 100 212 100

Hasil uji statistik diperoleh nilai p value 0,006 (p < 0,05) dengan
demikian disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang dengan jarak ke pusat
pelayanan yang menyediakan MKJP. Sedangkan diketahui nilai odds ratio
(OR) sebesar 2,147 artinya responden yang jarak ke pusat pelayanan yang
menyediakan MKJP jauh memiliki peluang 2,147 kali lebih besar untuk
menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang dibandingkan responden
yang jarak ke pusat pelayanan yang menyediakan MKJP dekat.
Confidance interval (CI) 95% diyakini bahwa OR berada diantara 1,241-
3,716.

5.3.13 Hubungan Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang dengan


Paparan dengan Media Massa tentang MKJP

Hasil analisa hubungan penggunaan metode kontrasepsi jangka


panjang (MKJP) dengan paparan dengan media massa tentang MKJP
diperoleh informasi bahwa diantara responden yang menggunakan metode
kontrasepsi jangka panjang yang terpapar dengan media massa tentang
MKJP ada sebanyak 74 orang (69,8%) dan yang tidak terpapar dengan
media massa tentang MKJP 32 orang (30,2%),sedangkan yang
menggunakan metode non kontrasepsi jangka panjang yang terpapar
dengan media massa tentang MKJP ada sebanyak 35 orang (33%), dan
yang tidak terpapar dengan media massa tentang MKJP sebanyak 71 orang
(67%).

Tabel 5.44

44
Hubungan Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP
dengan Paparan dengan Media Massa tentang MKJP di Wilayah
Kerja UPT Puskesmas Serpong 1 Tahun 2013

Paparan Penggunaan Metode Jumlah P OR


dengan Kontrasepsi Jangka (95% CI)
Media Panjang (MKJP)
Massa
tentang Ya Tidak
MKJP
n % n % N %

Terpapar 74 69,8 35 33 109 51,4 0,000 4,691


Tidak 32 30,2 71 67 103 48,6 (2,628-8,374)
Terpapar

Jumlah 106 100 106 100 212 100

Hasil uji statistik diperoleh nilai p value 0,000 (p < 0,05) dengan
demikian disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang dengan paparan media
massa tentang MKJP. Sedangkan diketahui nilai odds ratio (OR) sebesar
4,691 artinya responden yang terpapar dengan media massa tentang MKJP
memiliki peluang 4,691 kali lebih besar untuk menggunakan metode
kontrasepsi jangka panjang dibandingkan responden yang tidak terpapar
dengan media massa tentang MKJP. Confidance interval (CI) 95%
diyakini bahwa OR berada diantara 2,628-8,374.

BAB 6

PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian


Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan metode kontrasepsi
jangka panjang pada jampersal di wilayah kerja Puskesmas Serpong 1 dalam
penelitian ini ditetapkan 3 faktor sesuai dengan teori Bertrand, yaitu faktor
sosio-demografi, faktor sosio-psikologi dan faktor yang berhubungan dengan
pelayanan kesehatan. Tidak semua variabel diteliti dalam penelitian ini, hal
ini dikarenakan keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya.

45
Variabel yang diteliti pada penelitian ini dari faktor sosio-demografi
yaitu pendidikan, status pekerjaan, umur, jampersal, jumlah anak yang
dimiliki. Faktor sosio-psikologi yaitu persepsi ukuran keluarga ideal,
keinginan memiliki anak lagi, sikap terhadap MKJP, komunikasi suami-istri
tentang MKJP. Faktor yang berhubungan dengan peelayanan kesehatan yaitu
keterlibatan dalam kegiatan yang berhubungan dengan MKJP, pengetahuan
tentang MKJP, jarak ke pelayanan yang menyediakan MKJP, dan paparan
media massa tentang MKJP.
Dalam penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yaitu
keterbatasan waktu, sasaran dan tempat dalam penelitian, dan instrument
penelitian.
Keterbatasan waktu, data yang dikumpulkan bukan dari data sekunder
saja, tetapi diperoleh juga dari data primer, yang langsung didapatkan dari
wawancara kepada responden yang menggunakan metode kontrasepsi jangka
panjang dan non metode kontrasepsi jangka panjang dengan mendatangi ke
tempat mereka masing-masing.
Keterbatasan sasaran dan tempat penelitian, dari 11 rukun warga (RW)
yang ada di kelurahan cilenggang 5 RW merupakan wilayah perumahan elite
yang sulit untuk mendata dan diteliti, sebagian besar masyarakat di
perumahan tersebut bukan warga yang didata oleh kelurahan, melainkan yang
menempati asisten rumah tangganya, sehingga peneliti di kecamatan ini
hanya mengambil 6 rukun warga (RW) untuk diteliti.
Keterbatasan instrument penelitian, bersifat tertutup sehingga saat
wawancara kepada responden, peneliti membutuhkan waktu yang lama.

6.2 Pendidikan
Menurut Undang-undang nomor 20 tahun 2003, Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
Hasil penelitian terhadap pendidikan dikategorikan menjadi 2, yaitu
pendidikan tinggi dan rendah, pendidikan tinggi jika responden pendidikan
terakhir SMA/MA/Sederajat dan Akademi/Perguruan tinggi, sedangkan

46
rendah jika pendidikan responden tidak lulus SD, SD/MI/sederajat, dan
SMP/MTS/Sederajat. Hasil analisis univariat diperoleh informasi bahwa
diantara responden yang menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang,
yang memiliki pendidikan tinggi ada sebanyak 56 orang (52,8%) dan yang
memiliki pendidikan rendah sebanyak 50 orang (47,2%), dan yang
menggunakan metode non kontrasepsi jangka panjang, yang memiliki
pendidikan tinggi ada sebanyak 61 orang (57,5%), dan yang memiliki
pendidikan rendah sebanyak 45 orang (42,5%). Selanjutnya hasil analisis
bivariat diperoleh nilai p value 0,581 (p>0,05) dengan demikian disimpulkan
bahwa tidak ada hubungan secara signifikan antara penggunaan metode
kontrasepsi jangka panjang responden dengan pendidikan.
Hasil ini tidak sesuai dengan analisis lanjutan yang dilakukan oleh
BKKBN (2011) mengenai Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan
MKJP di Enam Wilayah di Indonesia yang menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan penggunaan MKJP di wilayah jawa wanita dari PUS yang tamat
SD dan SLTP memiliki peluang 0,59 kali lebih kecil untuk menggunakan
MKJP jika dibandingkan tamat SMA ke atas. Tingkat pendidikan secara
statistik mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penggunaan MKJP di
seluruh wilayah Indonesia (p<0,000). Wanita PUS yang memiliki tingkat
pendidikan tamat SMA ke atas mempunyai peluang lebih besar dalam
menggunakan MKJP di bandingkan wanita PUS dengan tingkat pendidikan
SMA ke bawah. Pada penelitian yang dilakukan Farahwati (2009) juga
menyatakan bahwa ada terdapat perbedaan pendidikan yang bermakna antara
pengguna kontrasepsi IUD dan non IUD. Akseptor pendidikan tinggi
berpeluang sebesar 3,5 kali untuk menggunakan IUD dibandingkan akseptor
pendidikan rendah.
Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi bagaimana seseorang untuk
bertindak dan mencari penyebab serta solusi dalam hidupnya. Oleh karena itu
orang yang berpendidikan akan mempunyai gagasan yang baru. Demikian
pula dengan hal nya dengan menentukan pola perencanaan keluarga dan pola
dasar penggunaan kontrasepsi serta peningkatan kesejahteraan keluarga.
(Manuaba,1998). Dengan pendidikan yang tinggi diharapkan lebih mudah
untuk menerima motivasi untuk menggunakan metode kontrasepsi jangka

47
panjang. Namun pada saat ini pengetahuan seseorang tidak tergantung dengan
pendidikan yang peenah ditempuh, hal ini dikarenakan pengetahuan
didapatkan oleh informasi-informasi dari berbagai media.
6.3 Status Pekerjaan
Meningkatnya partisipasi perempuan dalam bekerja di beberapa
negara telah menurunkan memiliki anak lagi dan meningkatkan pemakaian
kontrasepssi (Radovanic,1998).
Partisipasi wanita dalam angkatan kerja mempunyai pengaruh penting
dalam penurunan fertilitas. Bekerja dapat mengurangi keinginan wanita untuk
membina keluarga besar karena dengan memiliki banyak anak jelas akan
merepotkan. Di pihak lain,bekerja mungkin mendorong wanita membatasi
besar keluarganya karena pekerjaan dapat menjadi sumber lain diluar
keluarga untuk memperoleh rasa aman dan kepuasan diri. (Surrinah,2011).
Hasil penelitian mengkategorikan status pekerjaan menjadi bekerja
dan tidak bekerja, sehingga hasil analisa univariat diperoleh informasi bahwa
diantara responden yang menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang
status pekerjaannya bekerja ada sebanyak 18 orang (37,5%) dan status
pekerjaannya tidak bekerja sebanyak 88 orang (53,7%), sedangkan pyang
menggunakan metode non kontrasepsi jangka panjang yang status
pekerjaannya bekerja ada sebanyak 30 orang (62,5%) dan status
pekerjaannnya tidak bekerja sebanyak 76 orang (46,3%). Hasil analisis
bivariat diperoleh nilai p value 0,070 (p>0,05) dengan demikian disimpulkan
bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara penggunaan metode
kontrasepsi jangka panjang dengan status pekerjaan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Fienalia (2012) yang menyatakan nilai P value = 1, sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan secara signifikan antara status
pekerjaan ibu dengan penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang.
Tetapi hasil penelitian tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Farahwati (2009) menyatakan bahwa terdapat perbedaan pekerjaan
akseptor yang bermakna antara pengguna kontrasepsi IUD dan non IUD.
Akseptor dengan status bekerja berpeluang sebesar 3,04 kali untuk
menggunakan IUD dibandingkan akseptor status tidak bekerja.
6.4 Umur

48
Umur masa menunda kehamilan bagi Pasangan Usia Subur (PUS)
dengan istri umur dibawah 20 tahun dianjurkan untuk menunda
kehamilannya. Masa mengatur kehamilan (menjarangkan kehamilan )
periode umur istri antara 20 – 30 tahun merupakan periode usia yang paling
baik untuk melahirkan dengan jumlah anak dua orang dan jarak kelahiran
anak ke 1 dan anak ke 2 adalah 3 sampai 4 tahun. Masa mengakhiri
kesuburan (tidak hamil lagi ) periode umur istri diatas 30 tahun sebaiknya
mengakhiri kesuburan setelah mempunyai dua orang anak.
Salah satu risiko tinggi dalam reproduksi, jika umur wanita kurang
dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun. (Manuaba,1998).
Dalam penelitian ini umur dikategorikan menjadi umur berisiko dan
umur tidak berisiko. Hasil analisa univariat diperoleh informasi bahwa
responden yang menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang yang
umur berisiko ada sebanyak 63 orang (59,4%) dan umur yang tidak berisiko
sebanyak 43 orang (40,6%), sedangkan yang menggunakan metode non
kontrasepsi jangka panjang yang umur berisiko ada sebanyak 44 orang
(41,5%) dan yang umur tidak berisiko sebanyak 62 orang (58,5%). Hasil
analisa bivariat diperoleh nilai p value 0,013 (p<0,05) dengan demikian
disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara penggunaan
metode kontrasepsi jangka panjang dengan umur responden. Sedangkan
diketahui nilai odds ratio (OR) sebesar 2,064, artinya responden yang umur
berisiko memiliki peluang 2,064 kali lebih besar untuk menggunakan
metode kontrasepsi jangka panjang dibandingkan responden yang berumur
tidak berisiko.
Hasil penelitian ini sesuai dengan analisis lanjutan yang dilakukan
oleh BKKBN (2011) mengenai Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Penggunaan MKJP di Enam Wilayah di Indonesia umur responden secara
statistik mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penggunaan MKJP
di seluruh wilayah Indonesia (p<0,000). Wanita PUS yang berusia kurang
dari 30 tahun dominan menggunakan non MKJP, sedangkan wanita PUS
yang berumur lebih dari 30 tahun dominan menggunakan MKJP.
Dan pada penelitian yang dilakukan oleh Bernadus,dkk (2012)
berdasarkan hasil uji chisquare didapatkan nilai P = 0,000 yang berarti
lebih kecil dari � = 0,05; dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat

49
hubungan yang bermakna antara usia dengan pemilihan AKDR bagi
akseptor KB.
6.5 Jampersal
Jaminan persalinan merupakan upaya untuk menjamin dan melindungi
proses kehamilan, persalinan, paska persalinan, dan pelayanan KB paska
salin serta komplikasi yang terkait dengan kehamilan, persalinan, nifas, KB
paska salin, sehingga manfaatnya terbatas dan tidak dimaksudkan untuk
melindungi semua masalah kesehatan individu. (Juknis Jampersal,2011).
Pada penelitian ini hasil analisis univariat diperoleh informasi bahwa
diantara responden yang menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang
yang mengikuti jampersal ada sebanyak 36 orang (34%) dan yang tidak
mengikuti jampersal sebanyak 70 orang (66%), sedangkan yang
menggunakan metode non kontrasepsi jangka panjang yang mengikuti
jampersal ada sebanyak 28 orang (26,4%), dan yang tidak mengikuti
jampersal sebanyak 78 orang (73,6%). Hasil analisis bivariat diperoleh
informasi nilai p value 0,295 (p>0,05) dengan demikian disimpulkan bahwa
tidak ada hubungan yang signifikan antara penggunaan metode kontrasepsi
jangka panjang dengan jampersal.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Anisa (2012) bedasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai P value 0,666
(P>α) sehingga tidak ada hubungan yang signifikan antara pemakaian MKJP
dengan keikutsertaan responden pada jampersal.
Menurut petunjuk dan teknis jampersal (2011) penatalaksanaan KB
pasca salin pada peserta jampersal dianjurkan dengan metode kontrasepsi
jangka panjang (MKJP) atau kontrasepsi mantap (Kontap) serta penanganan
komplikasi.
6.6 Jumlah Anak yang Dimiliki
Pada penelitian ini jumlah anak yang dimiliki dikategorikan menjadi
responden yang memiliki anak > 2 orang dan responden yang memiliki anak
≤ 2 orang. Hasil analisis univariat diperoleh informasi bahwa diantara
responden yang menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang yang
memiliki anak > 2 anak ada sebanyak 40 orang (37,7%) dan yang memiliki
≤ 2 anak sebanyak 66 orang (62,3%), sedangkan yang menggunakan metode
non kontrasepsi jangka panjang memiliki > 2 anak ada sebanyak 18 orang
(17%), dan yang memiliki anak ≤ 2 anak sebanyak 88 orang (83%). Hasil

50
analisa bivariat diperoleh nilai p value 0,001 (p<0,05) dengan demikian
disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara penggunaan
metode kontrasepsi jangka panjang dengan jumlah anak yang dimiliki
responden. Sedangkan diketahui nilai odds ratio (OR) sebesar 2,963, artinya
responden yang memiliki > 2 anak memiliki peluang 2,963 kali lebih besar
untuk menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang dibandingkan
responden yang memiliki anak ≤ 2 anak.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Yusuf (2001) menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
proporsi penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang dengan jumlah
anak yang masih hidup. Responden yang memiliki jumlah anak > 2 orang
memiliki peluang 20 kali lebih besar menggunakan metode kontrsepsi
jangka panjang dari responden yang memiliki anak ≤ 2 orang.
Pada penelitian Fienalia (2012) juga menyatakan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara penggunaan metode kontrasepsi jangka
panjang dengan jumlah anak yang masih hidup, hasil analisis menunjukan
bahwa responden yang memiliki anak ≥ 3 orang lebih memiliki peluang 3,9
kali lebih besar untuk menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang
dibandingkan responden yang memiliki anak 0-2 orang.
Menurut teori Freedman (1962) fertilitas pada dasarnya juga
dipengaruhi oleh norma-norma yang berlaku di suatu masyarakat. Perilaku
fertilitas seseorang dipengaruhi norma-norma yang ada yaitu norma-norma
tentang besarnya keluarga. Selanjutnya norma-norma tentang besarnya
keluarga dipengaruhi oleh tingkat fertilitas.
Akseptor yang memiliki anak > 2 anak dianjurkan untuk
menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang. (Saifuddin,2006).
6.7 Persepsi Ukuran Keluarga Ideal
Pelembagaan dan pembudayaan NKKBS di masyarakat memberikan
Norma, yaitu norma jumlah anak yang sebaiknya dimiliki 2 (dua) anak,
norma jenis kelamin anak, laki-laki atau perempuan sama saja, norma saat
yang tepat seorang wanita untuk melahirkan, umur 20-30 tahun, norma
pemakaian alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan, norma usia yang
tepat untuk menikah, untuk wanita, 20 tahun, dan norma menyusui anaknya
sampai umur 2 tahun. (BKKBN,1994).

51
Pada penelitian ini persepsi ukuran keluarga ideal dikategorikan
menjadi ideal dan tidak ideal. Hasil analisis univariat diperoleh informasi
bahwa diantara responden yang memiliki persepsi ukuran keluarga ideal
menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang ada sebanyak 51 orang
(48,1%) dan yang memiliki persepsi ukuran keluarga tidak ideal sebanyak
55 orang (51,9%), sedangkan yang menggunakan non metode kontrasepsi
jangka panjang yang memiliki ukuran keluarga ideal ada sebanyak 67
(63,2%), dan yang memiliki persepsi ukuran keluarga tidak ideal ada
sebanyak 39 orang (36,8%). Hasil bivariat diperoleh nilai p value 0.018
(p<0,05) dengan demikian disimpulkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang dengan
persepsi ukuran keluarga ideal. Sedangkan diketahui nilai odds ratio (OR)
sebesar 0,540, artinya responden yang memiliki persepsi ukuran keluarga
ideal memiliki peluang 0,540 kali lebih kecil untuk menggunakan metode
kontrasepsi jangka panjang dibandingkan responden yang memiliki persepsi
ukuran keluarga tidak ideal.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Destriyani
(2013) yang dilakukan secara kualitatif menyatakan bahwa sebagian besar
informan yang dari keluarga yang besar, memiliki anak lebih dari 3, namun
dalam rumah tangga informan ini tidak mengingikan memiliki anak yang
banyak. Sedangkan satu informan yang berasal dari keluarga kecil (hanya
memiliki dua anak) tidak membatasi diri untuk memiliki anak lebih dari
dua.
Pada SDKI (2012) juga menunjukkan bahwa rata-rata jumlah anak
yang ideal yang sudah memiliki 1 orang anak yaitu 2,4, yang artinya
responden berpendapat jumalah anak yang ideal dalam keluarga dengan
memiliki anak 2-3 anak. Dan pada yang memiliki anak sudah 6 atau lebih
jumlah anak ideal mencapai 4,1, artinya mereka yang sudah memiliki 6
orang anak berpendapat jumlah anak yang ideal dalam keluarga dengan
memiliki 4 anak.
6.8 Keinginan Memiliki Anak lagi
Pada penelitian ini keinginan memiliki anak lagi dikategorikan
menjadi ingin dan tidak ingin. Hasil analisis univariat diperoleh informasi
bahwa diantara responden yang menggunakan metode kontrasepsi jangka

52
panjang yang tidak ingin memiliki anak lagi ada sebanyak 78 orang
(73,6%) dan yang ingin memiliki anak lagi sebanyak 28 orang (26,4%),
sedangkan yang menggunakan non metode kontrasepsi jangka panjang yang
tidak ingin memiliki anak lagi ada sebanyak 66 orang (62,3%), dan yang
ingin memiliki anak lagi ada sebanyak 40 orang (37,7%). Hasil analisis
bivariat diperoleh nilai p value 0.890 (p>0,05) dengan demikian
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara penggunaan
metode kontrasepsi jangka panjang dengan keinginan memiliki anak lagi.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Sigit, Ismail, dan Mukti (tanpa tahun) menunjukkan hubungan yang
signifikan antara penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang dengan
keinginan untuk menambah anak lagi, hasil menunjukkan responden yang
tidak menginginkan anak lagi memiliki peluang 2,5 kali lebih besar untuk
menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang dibandingkan responden
yang meninginkan anak lagi.
Secara teori Bulatao (1983) mengartikan konsep demand for children
sebagai jumlah anak yang dinginkan. Termasuk dalam pengertian jumlah
adalah jenis kelamin anak, kualitas, waktu memliki anak dan sebagainya.
Menurut Bulato, jika pasangan tidak dapat memformulasikan jumlah anak
yang dinginkan secara tegas maka digunakan konsep latent demand dimana
jumlah anak yang dinginkan akan disebut oleh pasangan ketika mereka
ditanya. Modernisasi berpengaruh terhadap demand for children dalam
kaitan membuat latent demand menjadi efektif. Menurut Bulatao, demand
for children dipengaruhi (determined) oleh berbagai faktor seperti biaya
anak, pendapatan keluarga dan selera. (Lee dan Bulatao,1983). Oleh karena
itu keinginan memiliki anak lagi akan mempengaruhi akseptor untuk tidak
penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang.
6.9 Sikap terhadap MKJP
Pada penelitian ini diperoleh informasi bahwa diantara responden
yang menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang yang memiliki sikap
terhadap MKJP baik ada sebanyak 70 orang (66%) dan yang memiliki sikap
terhadap MKJP kurang baik ada sebanyak 36 orang (34%), sedangkan yang
menggunakan metode non kontrasepsi jangka panjang yang memiliki sikap
terhadap MKJP baik ada sebanyak 42 orang (39,6%), dan yang memiliki

53
sikap terhadap MKJP kurang baik ada sebanyak 64 orang (60,4%). nilai p
value 0,009 (p < 0,05) dengan demikian disimpulkan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang
dengan sikap terhadap MKJP. Sedangkan diketahui nilai odds ratio (OR)
sebesar 2,963, artinya responden yang memiliki sikap terhadap MKJP baik
memiliki peluang 2,963 kali lebih besar untuk menggunakan metode
kontrasepsi jangka panjang dibandingkan responden yang memiliki sikap
terhadap MKJP kurang baik.
Pada penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitri
(2012) menyatakan bahwa hubungan antara sikap dengan pemilihan
kontrasepsi IUD diperoleh 43 orang (74,4%) responden yang memiliki sikap
yang baik dalam pemilihan kontrasepsi IUD dan sebanyak 1 orang (2,0%)
responden memiliki sikap yang kurang baik dalam pemilihan kontrasepsi
IUD, sehingga terdapat hubungan yang signifikan antara sikap dengan
pemilihan kontrasepsi IUD (p = 0,000). Responden dengan sikap baik
mempunyai berpeluang sebesar 147,429 kali untuk memilih kontrasepsi
IUD dibandingkan responden dengan sikap kurang baik.
Menurut teoritis sikap diartikan sebagai respon tertutup seseorang
terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor
pendapat dan emosi yang bersangkutan. (Notoadmodjo,2007). Sama hal nya
dengan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Serpong 1 sikap baik
dikerenakan adanya peran kader yang memberikan pendapatnya akan
pengalaman tentang keuntungan menggunakan metode kontrasepsi jangka
panjang.
6.10 Komunikasi Suami-Istri tentang MKJP
Pada penelitian ini diperoleh informasi bahwa diantara responden
yang menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang yang melakukan
komunikasi suami istri tentang MKJP ada sebanyak 80 orang (75,5%) dan
yang tidak melkaukan komunikasi suami-istri tentang MKJP ada sebanyak
26 orang (24,5%), sedangkan yang menggunakan metode non kontrasepsi
jangka panjang yang melakukan komunikasi suami-istri tentang MKJP ada
sebanyak 39 orang (36,8%) dan yang tidak melakukuan komunikasi
suami-istri tentang MKJP sebanyak 67 orang (63,2%). nilai p value 0,000
(p < 0,05) dengan demikian disimpulkan bahwa ada hubungan yang

54
signifikan antara penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang dengan
komunikasi suami-istri tentang MKJP. Sedangkan diketahui nilai odds
ratio (OR) sebesar 5,286, artinya responden yang melakukan komunikasi
suami-istri tentang MKJP memiliki peluang 5,286 kali lebih besar untuk
menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang dibandingkan responden
yang tidak melakukan komunikasi suami-istri tentang MKJP.
Secara teoritis Menurut Rogers (1981) yang dikuti oleh Wiryanto
(2004) komunikasi adalah suatu proses dimana dua atau lebih membentuk
atau melakukan pertukaran informasi, antara satu sama lain, pada
gilirannya terjadi saling pengertian yang mendalam.
Menurut Devito (1997) ada tiga sudut pandang yang dapat
digunakan untuk memaknai dimensi dari efektifitas komunikasi antar
pribadi. Ketiga sudut pandang tersebut adalah sudut pandang humanistik,
sudut pandang pragmatis dan sudut pandang pergaulan sosial dan
kesetaraan.
Sudut pandang humanistik, menekankan pada 5 dimensi / kualitas
untuk mencapai efektifitas komunikasi antar pribadi yaitu keterbukaan
(openness), empati (empathy), sikap mendukung (supportiveness), sikap
positif (positiveness) dan kesetaraan (equality). Sudut pandang humanistik
tepat digunakan untuk komunikasi suami-istri dalam menentukan
kesehatan reproduksi kedua pasangan.
6.11 Keterlibatan dalam Kegiatan yang Berhubungan dengan MKJP

Pada penelitian ini diperoleh informasi bahwa diantara responden


yang menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang yang terlibat
dalam kegiatan yang berhubungan dengan MKJP ada sebanyak 58 orang
(54,7%) dan yang tidak terlibat dalam kegiatan yang berhubungan dengan
MKJP ada sebanyak 48 orang (45,3%), sedangkan menggunakan metode
non kontrasepsi jangka panjang yang terlibat dalam kegiatan yang
berhubungan dengan MKJP ada sebanyak 54 orang (50,9%) dan tidak
terlibat dalam kegiatan yang berhubungan dengan MKJP sebanyak 52
orang (49,1%). Nilai p value 0.680 (p>0,05) dengan demikian
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara

55
penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang keterlibatan dalam
kegiatan yang berhubungan dengan MKJP.

Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Israr, YA.dkk
(2008) menunjukkan bahwa upaya yang dilakukan adalah kegiatan
peningkatan mutu sosialisasi KB-MKJP, baik di dalam gedung puskesmas
maupun di luar puskesmas, yaitu berupa pengadaan media informasi yang
ditujukan kepada semua pengunjung yang datang ke puskesmas,
penyebaran folder dan pemasangan poster KB-MKJP. Kegiatan ini juga
disertai dengan pelaksanaan konseling mengenai KB-MKJP kepada setiap
PUS yang berkunjung ke poliklinik KIA-KB, penyuluhan dalam gedung
puskesmas dan kegiatan penyuluhan di luar gedung yaitu di Kantor
Kelurahan terhadap para kader posyandu wilayah kerja Puskesmas
Harapan Raya. Diharapkan para kader yang telah mendapat penyuluhan
dapat memberikan pengetahuan dan informasi yang benar mengenai KB-
MKJP saat melaksanakan kegiatannya sebagai kader di Posyandu
nantinya.
6.12 Pengetahuan tentang MKJP

Hasil penelitian diperoleh informasi diperoleh informasi bahwa


diantara responden yang menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang
yang memiliki pengetahuan tentang MKJP baik ada sebanyak 67 orang
(63,2%) dan yang memiliki pengetahuan tentang MKJP kurang baik ada
sebanyak 39 orang (36,8%), sedangkan menggunakan metode non
kontrasepsi jangka panjang yang memiliki pengetahuan tentang MKJP
baik ada sebanyak 54 orang (50,9%) dan memiliki pengetahuan tentang
MKJP kurang baik sebanyak 52 orang (49,1%). Nilai p value 0.096
(p>0,05) dengan demikian disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang dengan
pengetahuan tentang MKJP.

Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh


Fitri (2012) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
pengetahuan dengan pemilihan kontrasepsi IUD (p = 0,000). Responden

56
berpengetahuan baik berpeluang sebesar 51,513 kali untuk memilih
kontrasepsi IUD dibandingkan dengan responden yang berpengetahuan
kurang baik. Dan pada penelitian yang di lakukan Bernadus,dkk (2012)
berdasarkan hasil uji chi-square didapatkan nilai P = 0,026 yang berarti
lebih kecil dari � = 0,05; dengan demikian terdapat hubungan antara
pengetahuan dengan pemilihan AKDR bagi akseptor KB. OR 2,971
menunjukkan bahwa responden dengan pengetahuan baik 2,971 kali lebih
mempunyai peluang memilih AKDR.

Menurut Roger (1974) mengatakan bahwa sebelum orang


mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang
berurutan, yaitu awarness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari
dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu. Interest, yakni
orang yang mulai tertarik pada stimulus. Evaluation, menimbang-nimbang
baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Trial ,orang yang telah
mencoba perilaku baru. Adoption,yakni subjek telah berperilaku baru
sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Pengetahuan pada akseptor KB aktif di wilayah kerja Puskesmas Serpong
1 tidak mempengaruhi karena di salah satu kelurahan kader Pos KB di
setiap RW kurang berperan aktif dalam memberikan informasi-informasi
tentang KB khususnya MKJP.

6.13 Jarak ke Pelayanan yang Menyediakan MKJP


Dalam penelitian ini diperoleh informasi bahwa diantara responden
yang menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang yang jarak ke
pusat pelayanan yang menyediakan MKJP jauh ada sebanyak 62 orang
(68,5%) dan yang jarak ke pusat pelayanan yang menyediakan MKJP
dekat 44 orang (41,4%), sedangkan yang menggunakan metode non
kontrasepsi jangka panjang yang jarak ke pusat pelayanan yang
menyediakan MKJP jauh ada sebanyak 42 orang (39,6%), dan yang jarak
ke pusat pelayanan yang menyediakan MKJP dekat sebanyak 64 orang
(60,4%). Nilai p value 0,006 (p < 0,05) dengan demikian disimpulkan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara penggunaan metode
kontrasepsi jangka panjang dengan jarak ke pusat pelayanan yang

57
menyediakan MKJP. Sedangkan diketahui nilai odds ratio (OR) sebesar
2,147 artinya responden yang jarak ke pusat pelayanan yang menyediakan
MKJP jauh memiliki peluang 2,147 kali lebih besar untuk menggunakan
metode kontrasepsi jangka panjang dibandingkan responden yang jarak ke
pusat pelayanan yang menyediakan MKJP dekat.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Farahwati
(2009) menyatakan bahwa ada terdapat perbedaan jarak ke pusat
pelayanan yang bermakna antara pengguna kontrasepsi IUD dan non IUD.
Akseptor yang jarak ke pusat pelayanan jauh berpeluang sebesar 5,09 kali
untuk menggunakan IUD dibandingkan akseptor yang jarak ke pusat
pelayanan dekat.
Menurut Depkes (2007) pemanfaatan pelayanan kesehatan
berhubungan dengan akses geografi, yang dimaksudkan tempat akan
memberikan fasilitas atau menghambat pemanfaatan pelayanan ini adalah
hubungan antara lokasi suplai dan lokasi klien dalam jarak, waktu tempuh
dan biaya tempuh.
6.14 Paparan Media Massa tentang MKJP

Pada penelitian ini diperoleh informasi bahwa diantara responden


yang menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang yang terpapar
dengan media massa tentang MKJP ada sebanyak 74 orang (69,8%) dan
yang tidak terpapar dengan media massa tentang MKJP 32 orang
(30,2%),sedangkan yang menggunakan metode non kontrasepsi jangka
panjang yang terpapar dengan media massa tentang MKJP ada sebanyak
35 orang (33%), dan yang tidak terpapar dengan media massa tentang
MKJP sebanyak 71 orang (67%). Nilai p value 0,000 (p < 0,05) dengan
demikian disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang dengan paparan media
massa tentang MKJP. Sedangkan diketahui nilai odds ratio (OR) sebesar
4,691 artinya responden yang terpapar dengan media massa tentang MKJP
memiliki peluang 4,691 kali lebih besar untuk menggunakan metode
kontrasepsi jangka panjang dibandingkan responden yang tidak terpapar
dengan media massa tentang MKJP.

58
Penelitian ini sesuai dengan penelitian Prabhaswari (2012)
menyatakan bahwa hubungan antara paparan informasi KB terhadap
keikutsertaan KB didapat nilai p sebesar 0,000 (<0,05) maka secara
statistik terdapat hubungan yang signifikan antara terpapar informasi
dengan keikutsertaan KB. Responden yang pernah terpapar informasi KB
beresiko 17,111 kali mengikuti KB daripada yang tidak pernah terpapar
informasi.

Media massa mempunyai kekuatan mencapai target sasaran yang


lebih cepat dan lebih luas. Orang orang yang terpapar informasi baru,ide
dan nilai nilai yang berhubungan dengan kontrasepsi akan lebih
meningkat kesadarannya. (Noar,2006).

59
BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 KESIMPULAN

Hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan


metode kontrasepsi jangka panjang pada jampersal di wilayah kerja UPT
Puskesmas Serpong 1 tahun 2013 dapat disimpulkan sebagai berikut:

1) Penggunaan alat kontrasepsi implant sebanyak 43 orang (40,6%), IUD


sebanyak 45 orang (42,5%), steril (MOW) sebanyak 18 orang (17%),
kondom sebanyak 4 orang (3,8%), pil sebanyak 31 orang (29,2%), suntik
sebanyak 71 orang (67%).
2) Pengguna metode kontrasepsi jangka panjang yang memiliki pendidikan
tinggi ada sebanyak 56 orang (52,8%) dan yang memiliki pendidikan
rendah sebanyak 50 orang (47,2%), dan pengguna metode non
kontrasepsi jangka panjang, yang memiliki pendidikan tinggi ada
sebanyak 61 orang (57,5%), dan yang memiliki pendidikan rendah
sebanyak 45 orang (42,5%).
3) Pengguna metode kontrasepsi jangka panjang status pekerjaannya
bekerja ada sebanyak 18 orang (37,5%) dan status pekerjaannya tidak
bekerja sebanyak 88 orang (53,7%), dan pengguna metode non
kontrasepsi jangka panjang yang status pekerjaannya bekerja ada
sebanyak 30 orang (62,5%) dan status pekerjaannnya tidak bekerja
sebanyak 76 orang (46,3%).
4) Pengguna metode kontrasepsi jangka panjang yang umur berisiko ada
sebanyak 63 orang (59,4%) dan umur yang tidak berisiko sebanyak 43
orang (40,6%), dan pengguna metode non kontrasepsi jangka panjang
yang umur berisiko ada sebanyak 44 orang (41,5%) dan yang umur tidak
berisiko sebanyak 62 orang (58,5%).
5) Pengguna metode kontrasepsi jangka panjang yang mngikuti jampersal
ada sebanyak 36 orang (34%) dan yang tidak mengikuti jampersal
sebanyak 70 orang (66%), sedangkan pengguna metode non kontrasepsi
jangka panjang yang mengikuti jampersal ada sebanyak 28 orang (26,4%),
dan yang tidak mengikuti jampersal sebanyak 78 orang (73,6%).

60
6) Pengguna metode kontrasepsi jangka panjang yang memiliki anak > 2
anak ada sebanyak 40 orang (37,7%) dan yang memiliki ≤ 2 anak
sebanyak 66 orang (62,3%), dan pengguna metode non kontrasepsi jangka
panjang memiliki > 2 anak ada sebanyak 18 orang (17%), dan yang
memiliki anak ≤ 2 anak sebanyak 88 orang (83%).
7) Pengguna metode kontrasepsi jangka panjang ada sebanyak 51 orang
(48,1%) dan yang memiliki persepsi ukuran keluarga tidak ideal sebanyak
55 orang (51,9%), dan pengguna non metode kontrasepsi jangka panjang
yang memiliki ukuran keluarga ideal ada sebanyak 67 (63,2%), dan yang
memiliki persepsi ukuran keluarga tidak ideal ada sebanyak 39 orang
(36,8%).
8) Pengguna metode kontrasepsi jangka panjang yang tidak ingin memiliki
anak lagi ada sebanyak 78 orang (73,6%) dan yang ingin memiliki anak
lagi sebanyak 28 orang (26,4%), dan pengguna non metode kontrasepsi
jangka panjang yang tidak ingin memiliki anak lagi ada sebanyak 66
orang (62,3%), dan yang ingin memiliki anak lagi ada sebanyak 40
orang (37,7%).
9) Pengguna metode kontrasepsi jangka panjang yang memiliki sikap
terhadap MKJP baik ada sebanyak 70 orang (66%) dan yang memiliki
sikap terhadap MKJP kurang baik ada sebanyak 36 orang (34%), dan
pengguna metode non kontrasepsi jangka panjang yang memiliki sikap
terhadap MKJP baik ada sebanyak 42 orang (39,6%), dan yang memiliki
sikap terhadap MKJP kurang baik ada sebanyak 64 orang (60,4%).
10) Pengguna metode kontrasepsi jangka panjang yang melakukan
komunikasi suami istri tentang MKJP ada sebanyak 80 orang (75,5%) dan
yang tidak melkaukan komunikasi suami-istri tentang MKJP ada sebanyak
26 orang (24,5%), dan pengguna metode non kontrasepsi jangka panjang
yang melakukan komunikasi suami-istri tentang MKJP ada sebanyak 39
orang (36,8%) dan yang tidak melakukuan komunikasi suami-istri tentang
MKJP sebanyak 67 orang (63,2%).
11) Pengguna metode kontrasepsi jangka panjang yang terlibat dalam kegiatan
yang berhubungan dengan MKJP ada sebanyak 58 orang (54,7%) dan
yang tidak terlibat dalam kegiatan yang berhubungan dengan MKJP ada
sebanyak 48 orang (45,3%), dan pengguna metode non kontrasepsi jangka

61
panjang yang terlibat dalam kegiatan yang berhubungan dengan MKJP ada
sebanyak 54 orang (50,9%) dan tidak terlibat dalam kegiatan yang
berhubungan dengan MKJP sebanyak 52 orang (49,1%).
12) Pengguna metode kontrasepsi jangka panjang yang memiliki pengetahuan
tentang MKJP baik ada sebanyak 67 orang (63,2%) dan yang memiliki
pengetahuan tentang MKJP kurang baik ada sebanyak 39 orang (36,8%),
dan pengguna metode non kontrasepsi jangka panjang yang memiliki
pengetahuan tentang MKJP baik ada sebanyak 54 orang (50,9%) dan
memiliki pengetahuan tentang MKJP kurang baik sebanyak 52 orang
(49,1%).
13) Pengguna metode kontrasepsi jangka panjang yang jarak ke pusat
pelayanan yang menyediakan MKJP jauh ada sebanyak 62 orang (68,5%)
dan yang jarak ke pusat pelayanan yang menyediakan MKJP dekat 44
orang (41,4%), dan pengguna metode non kontrasepsi jangka panjang
yang jarak ke pusat pelayanan yang menyediakan MKJP jauh ada
sebanyak 42 orang (39,6%), dan yang jarak ke pusat pelayanan yang
menyediakan MKJP dekat sebanyak 64 orang (60,4%).
14) Pengguna metode kontrasepsi jangka panjang yang terpapar dengan media
massa tentang MKJP ada sebanyak 74 orang (69,8%) dan yang tidak
terpapar dengan media massa tentang MKJP 32 orang (30,2%), pengguna
metode non kontrasepsi jangka panjang yang terpapar dengan media massa
tentang MKJP ada sebanyak 35 orang (33%), dan yang tidak terpapar
dengan media massa tentang MKJP sebanyak 71 orang (67%).
15) Dari lima variabel faktor sosio-demografi yang terdapat 2 variabel
memiliki hubungan signifikan yaitu variabel umur dan jumlah anak yang
dimiliki.
16) Dari empat variabel faktor sosio-demografi yang terdapat 3 variabel
memiliki hubungan signifikan yaitu variabel persepsi keluarga ideal,
sikap terhadap MKJP dan komunikasi suami-istri tentang MKJP.
17) Dari empat variabel faktor yang berhubungan dengan pelayanan
kesehatan terdapat 2 variabel yang memiliki hubungan signifikan yaitu
variabel jarak ke pusat pelayanan yang menyediakan MKJP dan paparan
dengan media massa tentang MKJP.
7.2 SARAN
7.2.1 Bagi Dinas Kesehatan Tangerang Selatan

62
1) Bekerjasama dengan BKKBN kota tangerang selatan dalam
pelaksanaan pelatihan tenaga kesehatan.
2) Bekerjasama dengan BKKBN kota tangerang selatan dalam
pelaksanaan pelatihan kader pos KB untuk menjaring akseptor-
akseptor baru.
7.2.2 Bagi UPT Puskesmas Serpong 1

1) Untuk lebih meningkatkan pencacatan dan pelaporan keluarga


berencana, khususnya akseptor KB aktif di wilayah kerja UPT
Puskesmas Serpong 1.
2) Untuk lebih meningkatkan pengetahuan tentang metode kontrasepsi
jangka panjang kepada pasangan usia subur, terutama meningkatkan
pengetahuan tentang metode steril (MOW/MOP).
3) Untuk lebih meningkatkan kegiatan konseling yang efektif kepada
akseptor calon peserta KB, dan kegiatan penyuluhan kepada akseptor
KB aktif di posyandu.
7.2.3 Bagi Peneliti lainnya
Untuk meneliti lebih lanjut dan mendalam faktor-faktor yang berpengaruh
dalam penggunaan MKJP, sehingga dapat diketahui faktor yang
berpengaruh dalam MKJP.

63

Anda mungkin juga menyukai