Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Hingga saat ini di indonesia masih terdapat 4 masalah gizi utama yaitu KKP (Kurang
Kalori Protein), Kurang vitamin A, Gangguan Akibat Kurang Iodium (GAKI) dan kurang
zat besi yang disebut Anemia Gizi (kodyat, A,1993) Sampai saat ini salah satu masalah
yang belum nampak menunjukkan titik terang keberhasilan penanggulangannya adalah
masalah kekurangan zat besi atau dikenal dengan sebutan anemia gizi merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang paling umum dijumpai terutama di negara–negara
sedang berkembang. anemia gizi pada umumnya dijumpai pada golongan rawan gizi yaitu
ibu hamil, ibu menyusui, anak balita, anak sekolah, anak pekerja atau buruh yang
berpenghasilan rendah (wijayanti,Y,1989). Berdasarkan hasil–hasil penelitian terpisah
yang dilakukan dibeberapa tempat di Indonesia pada tahun 1980-an, prevalensi anemia
pada wanita hamil 50-70%, anak belita 30-40%, anak sekolah 25-35% dan pekerja fisik
berpenghasilan rendah 30-40% (Husaini 1989). Menurut SKRT 1995, prevalensi rata–rata
nasional pada ibu hamil 63,5%, anak balita 40,1% (kodyat, 1993). Prevalensi anemia gizi
yang tinggi pada anak sekolah membawa akibat negatif yaitu rendahnya kekebalan tubuh
sehingga menyebabkan tingginya angka kesakitan. Dengan demikian konsekuensi
fungsional dari anemia gizi menyebabkan menurunnya kualitas sumber daya manusia
(scrimihow, 1984). Khusus pada anak balita, keadaan anemia gizi secara perlahan – lahan
akan menghambat pertumbuhan dan perkambangan kecerdasan, anak – anak akan
lebihmudah terserang penyakit karena penurunan daya tahan tubuh, dan hal ini tentu akan
melemahkan keadaan anak sebagai generasi penerus (wijayanti, T.1989)> Penyebab
utamaanemia gizi adalah konsumsi zat besi yang tidak cukup dan absorbsi zat besi yang
rendah dan pola makan yang sebagian besar terdiri dari nasi dan menu yang kurang
beraneka ragam. Selain itu infestasi cacing tambang memperberat keadaan anemia yang
diderita pada daerah–daerah tertentu terutama daerah pedesaan (Husaini, 1989).
Soemantri (1983), menyatakan bahwa anemia gizi juga dipengaruhi oleh faktor–faktor
lain seperti sosial ekonomi, pendidikan, status gizi dan pola makan, fasilitas kesehatan,
pertumbuhan, daya tahan tubuh dan infeksi. Faktor- faktor tersebut saling berkaitan.
Selama ini upaya penanggulangan anemia gizi masih difokuskan pada sasaran ibu hamil,
sedangkan kelompok lainnya seperti bayi, anak balita, anak sekolah dan buruh

1
berpenghasilan rendah belum ditangani. Padahal dampak negatif yang ditumbuhkan
anemia gizi pada anak balita sangatlah serius, karena mereka sedang dalam tumbuh
kembang yang cepat, yang nantinya akan berpengaruh terhadap perkembangan
kecerdasannya. Mengingat mereka adalah penentu dari tinggi rendahnya kualitas pemuda
dan bangsa kelak. Penganganan sedini mungkin sangatlah berarti bagi kelangsungan
pembangunan.

1.2.Rumusan Masalah

1. Apa definisi dan penyebab anemia pada balita?


2. Apa saja gejala awal terjadinya anemia pada balita?
3. Bagaimana sistematis penatalaksanaan yang dapat dilakukan sebagai pencegahan
dan penanganan anemia pada balita ?

1.3.Tujuan

1. Mengetahui definisi dan penyebab anemia pada balita?


2. Mengetahui gejala awal terjadinya anemia pada balita?
3. Mengetahui sistematis penatalaksanaan yang dapat dilakukan sebagai pencegahan
dan penanganan anemia pada balita ?

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1.DEFINISI DAN PENYEBAB ANEMIA PADA BALITA

 Anemia didefinisikan sebagai suatu keadaan kadar hemoglobin (Hb) di dalam


darah lebih rendah daripada nili normal untuk kelompok orang yang bersangkutan.
Kelompok ditentukan menurut umur dan jenis kelamin, seperti yang terlihat di dalam
tabel di bawah ini.
KELOMPOK UMUR HEMOGLOBIN
Anak 6 bulan s/d 6 tahun 11
Dewasa 6 tahun s/d 14 tahun 12
Laki-laki 13
Wanita 12
Wanita hamil 11
Sumber: WHO
 PATOFISIOLOGI
Adanya suatu Anemia mencerminkan adanya suatu kegagalan sumsum atau
kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum
(misalnya berkurangnya eritropoesis) dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi,
pajanan toksik, invasi tumor atau penyebab lain yang belum diketahui. Sel darah
merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi).
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam
system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses
ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi
sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin
plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan
ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada
kelainan hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma
(hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas
haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat
semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin
(hemoglobinuria).

3
o Kesimpulan mengenai apakah suatu Anemia pada pasien disebabkan oleh
penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak
mencukupi biasanya dapat diperoleh dengan dasar:
1. hitung retikulosit dalam sirkulasi darah;
2. derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara
pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada tidaknya
hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.

Anemia

viskositas darah menurun

resistensi aliran darah perifer

penurunan transport O2 ke jaringan

hipoksia, pucat, lemah

beban jantung meningkat

kerja jantung meningkat

payah jantung

 PENYEBAB ANEMIA GIZI PADA BALITA

Bayi kurang dari 1 tahun

1. Cadangan besi kurang, a.l. karena bayi berat lahir rendah, prematuritas, lahir kembar,
ASI ekslusif tanpa suplementasi besi, susu formula rendah besi, pertumbuhan cepat
dan anemia selama kehamilan.
2. Alergi protein susu sapi

Anak umur 1-2 tahun

1. Asupan besi kurang akibat tidak mendapat makanan tambahan atau minum susu
murni berlebih.

4
2. Obesitas
3. Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang / kronis.
4. Malabsorbsi.

Anak umur 2-5 tahun

1. Asupan besi kurang karena jenis makanan kurang mengandung Fe jenis heme atau
minum susu berlebihan.
2. Obesitas
3. Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang / kronis baik bakteri, virus ataupun
parasit).
4. Kehilangan berlebihan akibat perdarahan (divertikulum Meckel / poliposis dsb).

Anak umur 5 tahun-remaja

1. Kehilangan berlebihan akibat perdarahan(a.l infestasi cacing tambang) dan


2. Menstruasi berlebihan pada remaja puteri.

Penelitian di negara berkembang mengemukakan bahwa bayi lahir dari ibu yang
menderita anemia kemungkinan akan menderita anemia gizi, mempunyai berat
badan lahir rendah, prematur dan meningkatnya mortalitas (Academi of Sciences,
1990). Penyebab anemia gizi pada bayi dan anak (Soemantri, 1982):
a. Pengadaan zat besi yang tidak cukup
1) Cadangan zat besi pada waktu lahir tidak cukup.
a) Berat lahir rendah, lahir kurang bulan, lahir kembar
b) Ibu waktu mengandung menderita anemia kekurangan zat besi yang berat
c) Pada masa fetus kehilangan darah pada saat atau sebelum persalinan seperti
adanya sirkulasi fetus ibu dan perdarahan retroplasesta

2) Asupan zat besi kurang cukup

b. Absorbsi kurang

1) Diare menahun

2) Sindrom malabsorbsi

3) Kelainan saluran pencernaan

5
c. Kebutuhan akan zat besi meningkat untuk pertumbuhan, terutama pada lahir kurang
bulan dan pada saat akil balik.

d. Kehilangan darah

1) Perdarahan yang bersifat akut maupun menahun,

misalnya pada poliposis rektum, divertkel Meckel

2) Infestasi parasit, misalnya cacing tambang

2.2. GEJALA AWAL ANEMIA PADA BALITA

Anemia defisiensi besi terjadi secara bertahap. Pertama, jumlah zat besi dalam tubuh
menurun dan anak mulai memiliki kekurangan zat besi yang memengaruhi fungsi otot dan
otak. Sel-sel darah merah tidak banyak berubah pada tahap ini karena tubuh menggunakan
sebagian besar zat besi untuk membuat hemoglobin. Namun seiring waktu, tubuh mulai
membuat lebih sedikit sel darah merah sehingga memicu anemia. Pada tahap itu, gejala
anemia yang mungkin dialami, termasuk:

 Tubuh lelah dan lemah


 Kulit pucat, terutama di sekitar tangan, kuku, dan kelopak mata
 Denyut jantung yang cepat atau murmur jantung
 Rewel
 Nafsu makan rendah
 Kepala pusing atau berkunang-kunang

2.3 PENATALAKSANAAN ANEMIA PADA BALITA


Penanganan anak dengan anemia defisiensi besi yaitu :

1. Mengatasi faktor penyebab.


2. Pemberian preparat besi

Oral

1. Dapat diberikan secara oral berupa besi elemental dengan dosis 3 mg/kgBB sebelum
makan atau 5 mg/kgBB setelah makan dibagi dalam 2 dosis.

6
2. Diberikan sampai 2-3 bulan sejak Hb kembali normal
3. Pemberian vitamin C 2X50 mg/hari untuk meningkatkan absorbsi besi.
4. Pemberian asam folat 2X 5-10 mg/hari untuk meningkatkan aktifitas eritropoiesis
5. Hindari makanan yang menghambat absorpsi besi (teh, susu murni, kuning telur,
serat) dan obat seperti antasida dan kloramfenikol.
6. Banyak minum untuk mencegah terjadinya konstipasi (efek samping pemberian
preparat besi)

Parenteral

Indikasi:

1. Adanya malabsorbsi
2. Membutuhkan kenaikan kadar besi yang cepat (pada pasien yang menjalani dialisis
yang memerlukan eritropoetin)
3. Intoleransi terhadap pemberian preparat besi oral

 Diet anemia pada balita

7
8
BAB III

PENUTUP

1.1 Kesimpulan
1.2 Saran

Anda mungkin juga menyukai