Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Komunikasi interpersonal (komunikasi antarpribadi) merupakan suatu


keharusan bagi manusia. Manusia membutuhkan dan senantiasa berusaha
membuka serta menjalin komunikasi antar sesamanya. Selain itu, ada
sejumlah kebutuhan di dalam diri manusia yang hanya dapat dipuaskan lewat
komunikasi dengan sesamanya. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk
terampil berkomunikasi. Namun, untuk mencapai suatu keterampilan tersebut
tidak akan terlepas dari konflik-konflik yang timbul. Komunikasi
interpersonal meliputi komunikasi antara atasan-bawaha, suami istri, ataupun
yang lain dan didominasi oleh salah satu pihak. Karya tulis ini akan
membahas tentang konflik-konflik yang terjadi antara Suami dan Istri dengan
memakai berbagai sudut pandang dan teori yang mendasarinya.

1.2 Perumusan Masalah

Dalam komunikasi interpersonal (komunikasi antapribadi) mencakup


komponen-komponen dalam berbagai aspek yang ada diantaranya dapat
dilihat dari aspek komunikan atau komunikator yang didominasi oleh salah
satu pihak tetapi seharusnya, kedua belah pihak memiliki kesempatan yang
sama dalam berbicara. Di lihat dari komponen yang lain seperti efek dan feed
back dapat diketahui secara langsung walaupun bersifat negatif sekalipun.
Komponen yang terakhir dalam komunikasi interpersonal yaitu pesan yang
disampaikan dapat langsung diberikan kepada komunikan walaupun
terkadang terjadi kesalahan persepsi.
1.3 Identifikasi Masalah

Hubungan interpesonal antara suami istri tidak terlepas dari konflik-


konflik yang mendasarinya. Banyaknya suami yang medominasi dari
hubungan tersebut mengakibatkan istri mengalami tekanan dan pada akhirnya
dapat menganggu kejiwaannya. Dapat dilihat dari banyaknya istri yang bunuh
diri ataupun menggugat cerai suaminya. Selain itu perbedaan persepsi yang
sangat besar menganggu hubungan tersebut dan dapat mengakibatkan
perceraian. Salah satu pihak baik suami atau istri terkadang selalu egois dan
tidak mementingkan kepentingan bersama, dan anak selalu menjadi korban.
Makalah kali ini akan membahas semua yang telah dipaparkan diatas secara
lebih rinci lagi.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian

• Komunikasi interpersonal (komunikasi antarpribadi) adalah komunikasi


antara orang-orang secara tatap muka yang memungkinkan setiap persetanya
menangkap reaksi orang lain secara langsung baik secara verbal maupun non
verbal.
(Deddy Mulyana, M. A., Ph.D. dalam Ilmu Komunikasi. Hal 73)
• Komunikasi antarpersona (interpersonal communication) adalah komunikasi
persona tatapmuka berlangsung secara dialogis sambil saling menatap
sehingga terjadi kontak pribadi (personal contact).
(Prof. Drs. Onong Uchjana Effendy, M. A. dalam Ilmu Komunikasi. Hal 125)
• Komunikasi antarpersona (interpersonal communication) adalah komunikasi
antara komunikan dengan seorang komunikator.
(Prof. Drs. Onong Uchjana Effendy, M. A. dalam Dinamika Komunikasi. Hal
8)

2.2 Karakteristik

• Komunikasi dilakukan oleh dua orang (peserta komunikasi) komunikan dan


komunikator memiliki kesempatan yang sama dalam berbicara atau
bergantian.
• Komunikasi yang dilakukan bersifat langsung (face to face) atau dyadic.
• Efek dan feed back dapat diketahui secara langsung.
• Muatan dalam konteks komunikasi interpesonal bersifat psikologis.
Selain itu karakteristik komunikasi interpersonal sebagai proses transaksional
memiliki berbagai prinsip yaitu :
1. Komunikasi interpersonal tidak terelakan (inescapable).
2. Komunikasi interpersonal tidak bisa ditarik kembali (irreversible).
3. Komunikasi interpersonal bersifat kompleks (complicated).
4. Komunikasi interpersonal bersifat kontekstual (contextual).

2.3 Lima Taraf Komunikasi Interpersonal

• Taraf kelima adalah basa-basi. Ini merupakan taraf paling dangkal. Biasanya
terjadi antara dua orang yang bertemu secara kebetulan.
• Taraf keempat yaitu membicarakan orang lain. Di sini orang sudah muali
saling menanggapi, namun tetap masih tetap pada taraf dangkal, khususnya
belum mau berbicara tentang diri masing-masing.
• Taraf ketiga adalah menyatakan gagasan dan pendapat. Kita sudah mau saling
membuka diri, saling mengungkapkan diri. Namun, pengungkapan diri
tersebut masih terbatas pada taraf pikiran.
• Taraf kedua adalah hati atau perasaan. Ada yang mengatakan bahwa emosi
atau perasaan adalah unsur yang membedakan orang yang satu dari yang lain.
• Taraf pertama adalah hubungan puncak. Komunikasi pada taraf ini ditandai
dengan kejujuran, keterbukaan, saling percaya yang saling percaya yang
mutlak diantara kedua belah pihak.

2.4 Komunikasi yang Efektif dalam Komunikasi Interpersonal

Komunikasi disebut efektif apabila penerima menginterpretasikan pesan yang


diterimanya sebagaimana dimaksudkan oleh pengirimnya. Kenyataannya,
seringkita gagal saling memahami atau terjadi kesalahfahaman dalam komunikasi
tersebut.
• Beberapa sumber kesalahfahaman.
1. Sumber-sumber hambatan yang bersifat emosional dan sosial atau
kultural. Misalnya, karena kita tidak suka pada seseorang maka semua
kata-katanya kita tafsirkan negatif.
2. sering kita mendengarkan dengan maksud sadar maupun tida sadar
untuk memberikan penilaian dan menghakimi si pembicara.
Akibatnya, ia menjadi bersikap defensif. Artinya, bersikap menutup
diri dan sangat berhati-hati dalam berkata-kata.
3. sering, kita gagal menagkap maksud konotatif dibalik ucapannya
kendati kita sepenuhnya tahu arti denotatif kata-kata yang digunakan
oleh seorang pembicara.
4. kesalahfahaman atau distorsi dalam komunikasi sering terjadi karena
kita tidak saling mempercayai.
• Mengirimkan Pesan secara Efektif
Ada 3 sarat yang harus dipenuhi dalam mengirimkan pesan secara efektif :
1. Kita harus mengusahakan agar pesan-pesan yang kita kirimkan mudah
dipahami.
2. Sebagai pengirim kita harus memiliki kredibilitas dimata penerima.
3. Kita harus berusaha mendapatkan umpan balik secara optimal tentang
pengaruh pesan kita itu dalam diri penerima. Dengan kata lain, kita
harus memiliki kredibilitas dan terampil mengirimkan pesan.

2.5 Unsur-unsur Komunikasi Interpersonal

1. Sumber
Sumber adalah dasar yang digunakan dalam penyampaian
pesan dan digunakan dalam rangka memperkuat pesan itu sendiri.
Sumber dapat berupa orang, lembaga, buku, dan dokumen, ataupun
sejenisnya.
Bila diklasifikasikan maka sumber dapat berbentuk:
- Lembaga: universitas, sekolah tinggi, akademi, dan lain-lain.
- Persona: Rektor, dekan, direktur, karena jabatan, dan lain-lain.
- Nonlembaga/nonpersona: buku pedoman universitas, buku
pedoman fakultas, undang-undang dasar, dan lain-lain.

2. Komunikator
Dalam komunikasi, setiap orang ataupun kelompok dapat
menyampaikan pesan-pesan komunikasi itu sebagai suatu proses,
dimana komunikator dapat menjadi komunikan, dan sebaliknya
komunikan dapat menjadi komunikator.
a. Penampilan
Khusus dalam komunikasi tatap muka atau yang menggunakan
media pandang dengan audio visual, seorang komunikator harus
menyesuaikan diri dengan lingkungan dan komunikan serta
disesuaikan dengan tata krama.
b. Penguasaan Masalah
Seseorang yang tampil/ditampilkan sebagai komunikator
haruslah betul-betul menguasai masalahnya. Apabila tidak, maka
setelah proses komunikasi berlangsung akan menimbulkan
ketidakpercayaaan terhadap komunikator dan akhirnya terhadap pesan
itu sendiri yang akan menghambat efektivitas komunikasi.
c. Penguasaan Bahasa
Komunikator harus menguasai bahasa dengan baik. Bahasa ini
adalah bahasa yang digunakan dan dapat dipahami oleh komunikan.
Sebaiknya bahasa yang digunakan adalah bahasa yang baik dan benar.

3. Pesan
Pesan adalah keseluruhan dari apa yang disampaikan oleh
komunikator. Pesan ini mempunyai inti pesan (tema) yang sebenarnya
menjadi pengarah di dalam usaha mencoba mengubah sikap dan
tingkah laku komunikan. Pesan dapat secara panjang lebar mengupas
berbagai segi, namun inti pesan dari komunikan akan selalu mengarah
kepada tujuan akhir komunikasi itu.
a.Penyampaian Pesan
Melalui lisan, tatap muka, langsung, atau menggunakan
media/saluran.
b.Bentuk Pesan
- Informatif
Bersifat memberikan keterangan-keterangan (fakta-
fakta), kemudian komunikan mengambil kesimpulan dan
keputusan sendiri.
- Persuasif
Berisikan bujukan, yakni membangkitkan pengertian
dan kesadaran manusia bahwa apa yang kita sampaikan akan
memberikan perubahan sikap, tetapi perubahan ini adalah atas
kehendak sendiri (bukan dipaksakan).
- Koersif
Penyampaian pesan yang bersifat memaksa dengan
menggunakan sanksi-sanksi apabila tidak dilaksanakan.
c.Merumuskan Pesan yang mengena
- Umum (dipahami seluruh audiens)
- Jelas dan gamblang (pesan harus benar-benar jelas tidak
samar-samar)
- Bahasa yang jelas (gunakan bahasa yang dipahami oleh
seluruh audiens)
- Positif (pesan yang disampaikan harus bersifat positif)
- Seimbang (tidak memihak antara yang baik dan yang buruk,
lebih bersikaf netral)
- Sesuaikan dengan keinginan komunikan (sesuaikan dengan
keadaan, waktu, dan tempat).
d.Hambatan-Hambatan terhadap Pesan
Sering kali kita alami dalam komunikasi, lain yang dituju tapi
lain yang diperoleh. Dengan perkataan lain apa yang diharapkan tidak
seuai dengan kenyataan. Hal ini disebabkan adanya hambatan-
hambatan, terutama adalah:
- Hambatan bahasa
Pesan akan disalahartikan sehingga tidak mencapai apa yang
diinginkan, apabila bahasa yang digunakan tidak dipahami oleh
komunikan.
- Hambatan teknis
Pesan dapat tidak utuh diterima komunikan karena gangguan
teknis. Misalnya suara tidak sampai karena pengeras suara rusak,
bunyi-bunyian, halilintar, lingkungan yang gaduh, dan lain-lain.

4. Channel/Saluran
Channel adalah saluran penyampaian pesan, bisa juga disebut
dengan media. Media komunikasi dapat dikategorikan dalam dua bagian:
a. Media Umum
Media umum adalah media yang digunakan oleh segala bentuk
komunikasi, contohnya ialah radio CB, OHP, dan sebagainya.
b. Media Massa
Media massa adalah media yang digunakan untuk komunikasi
massal. Disebut demikian karena sifatnya yang massal misalnya: Pers,
radio, film, dan televisi.

5. Komunikasi
Komunikasi dapat kita golongkan dalam tiga jenis, yakni: persona,
kelompok, dan massa. Dari segi sasarannya maka komunikasi
ditujukan/diarahkan ke dalam:
a. Komunikasi Persona
Komunikasi yang ditujukan kepada sasaranya yang tunggal.
Bentuknya bisa anjangsana, tukar pikiran, dan sebagainya.
b. Komunikasi Kelompok
Komunikasi yang ditujukan kepada kelompok tertentu.
Kelompok tertentu adalah suatu kumpulan manusia yang nyata dan
memperlihatkan struktur yang nyata pula.
c. Komunikasi Massa
Komunikasi yang ditunjukan kepada massa atau komunikasi
yang menggunakan media massa.

6. Efek
Efek adalah hasil akhir dari suatu komunikasi, yakni sikap dan
tingkah laku orang, sesuai atau tidak sesuai dengan yang kita inginkan.
Apabila sikap dan tingkah laku orang lain itu sesuai, maka itu berarti
komunikasi berhasil, demikian juga sebaliknya. Efek ini sesungguhnya
dapat dilihat dari:
a. Personal Opinion
Pendapat pribadi, hal ini dapat merupakan akibat/hasil yang
diperoleh dari komunikasi. Personal Opinion adalah sikap dan
pendapat seseorang terhadap sesuatu masalah tertentu.
b. Public Opinion
Sering kita artikan sebagai pendapat umum. Pengertian adalah
penilaian sosial mengenai sesuatu hal yang penting dan berarti atas
dasar pertukaran pikiran yang dilakukan individu secara sadar dan
rasional.
c. Majority Opinion
Pendapat sebagian terbesar dari publik atau masyarakat. Inilah
misalnya yang harus dicapai oleh kampanye pemilu.
2.6 Profesionalisme dalam komunikasi interpersonal

Dalam komunikasi interpersonal, profesionalisme sangat berpengaruh.


Hal ini dapat mempengaruhi bagaimana komunikasi tersebut akan
berlangsung. Profesionalisme tidak hanya ditujukan dengan apakah kita tetap
berkomitmen dengan apa yang telah kita ucapkan tetapi juga kita menghargai
pendapat yang ditujukan orang lain kepada kita. Dapat dilihat dari hubungan
suami dan istri yang dituntut untuk memiliki profesionalisme yang cukup
tinggi.
Seperti contoh, seorang suami maupun istri dituntut untuk bersikap
professional jika suami dan istri tersebut sama-sama bekeja, tetap
melaksanakan apa kewajibannya baik sebagai suami maupuin istri. Suami
dituntut untuk menjalankan kewajibannya begitupun istri. Selain itu, mereka
harus saling menerima pendapat masing-masing, hubungan interpersonal
suami dan istri dapat terjjalin dengan baik apabila mereka dapat bersikap
terbuka dan lebih professional dalam menghadapi masalah. Mereka juga
dituntut untuk tidak membawa masalah diluar hubungan mereka, seperti
masalah di kantor ataupun yang lain ke dalam hubungan interpersonal mereka.
Jika dilakukan, mungkin saja mereka dapat menghadapi masalah yang lebih
komplek, ataupun dapat mengakibatkan perceraian.
Masalah-masalah yang timbul dapat diatasi bila kita mengatasinya
dengan sikap professional kita. Tetap berkomitmen dengan apa yang telah kita
ucapakan, dan tetap menghargai pendapat orang. Mengambil keputusan yang
tidak mementingkan diri sendiri tetapi untuk orang banya dan atas dasar
keputusan bersama.
BAB III
PEMBAHASAN

Menjaga keutuhan rumahtangga bukan soal mudah. Banyak sekali godaan


yang dapat menghancurkan hubungan. Apalagi, perkawinan adalah bersatunya 2 hati
yang memiliki karakter yang berbeda. Belum lagi jika pasangan suami-istri sama-
sama berkarier di luar rumah, sehingga waktu berkomunikasi dan berduaan pun
menjadi sangat terbatas, yang terkadang memicu timbulnya masalah.

1. MASALAH MENUMPUK

Terkadang, masalah-masalah tak diperhatikan oleh pasangan suami-istri, dan


bahkan dibiarkan begitu saja. Misalnya, tak memberi perhatian. Bahkan, bisa saja hari
ini pasangan kurang perhatian, besok bersikap kasar, esoknya lagi bersikap acuh pada
salah satu pihak. Salah satu pihak terkadang lebih memilih diam dan membiarkan
masalah menumpuk. Padahal, ini salah besar. Karena bila dibiarkan terus-menerus,
masalah tak bakal membaik, namun justru bertambah runyam. Hasil survei kami
memberitahukan 7 dari 10 pasangan suami-istri biasanya membiarkan masalah yang
ada menumpuk hingga akhirnya mengakibatkan pertengkaran yang tidak akan bisa
terhindari lagi.

2. KRITIK

Tak semua orang bisa menerima kritik, sekalipun kritik yang bersifat
membangun. Contohnya istri yang tak sudi menerima kritik dari suaminya soal
badannya yang makin hari makin mekar ke samping. Apalagi, setiap kali si istri
menyantap mie goreng kesukaan, ada saja kata-kata yang menyindir bentuk tubuhnya.
Jelas, istri tersinggung. Padahal tujuan si suami baik.
Jangan memberi kritik saat salah satu pihak baik suami maupun istri
berprilaku tidak benar. Jelas saja salah satu pihak yang diberikan kritik tersebut tidak
akan menerima. Jika ingin menyampaikan kritik yang membangun pada pasangan,
sampaikan di saat berdua menikmati waktu santai, misalnya. Misalnya Bapak Agus
yang selalu menyampaikan kritik secara halus kepada istrinya seperti, “Ma, Papa
senang, lho kalau bentuk pinggang Mama diperkecil ukurannya. Biar enak
merangkulnya. Kalau mama terlihat langsing, pasti akan semakin cantik!” Tentu,
pasangan tidak akan tersinggung, dibanding bila menyerangnya dengan kata-kata
pedas.

3. MENGHINA

Terkadang, tanpa disadari, apa yang diperbuat ataupun diucapkan salah satu
pihak baik suami maupun istri bisa menyinggung perasaan salah satu pihak.
Contohnya, “Bodoh banget sih! Masak mengerjakan hal semudah itu kamu tidak
mampu. Katanya sarjana tehnik, tapi televisi rusak saja harus ke tukang servis!” kata
Bapak Asep kepada istrinya yang apabila dia marah.

Mendengar lontaran kata yang begitu pedas, jangan kaget jika salah satu pihak
merasa terhina, harga dirinya terinjak-injak. Apalagi jika dibumbui dengan kata-kata,
tolol, bodoh, nggak punya otak. Belum lagi apabila salah satu pihak hobi
menyampaikan sindiran yang bersifat sarkartis, seperti si Ompong (karena giginya
ompong) atau si Tambun (karena badannya gendut). Meski maksudnya bercanda,
tetapi bukan berarti dapat semena-mena menyampaikan kata penghinaan yang
menyinggung perasaan salah satu pihak baik suami maupun istri.

Dalam hubungan interpersonal antara suami dan istri pada khususnya ataupun
hubungan interpersonal yang lain tidak diperkenankan untuk menghina. Karena
hubungan interpersonal adalah hubungan yang lebih mendasari antara dua orang yang
lebih spesifik dan tahu karakter antara dua orang tersebut dan sangat berpengaruh
pada kejiwaan seseorang.
4. MEMBANDINGKAN-BANDINGKAN

Sifat suka membandingkan pasangan dengan orang lain, jika dibiarkan,


sungguh tak baik untuk keutuhan rumah tangga. Apalagi bila jika membandingkan
pasangan dengan orang yang lebih baik dari dia.

Istri bapak Syamsudin selalu membanding-bandingkan suaminya dengan


suami teman dekatnya. Dia selalu mengatakan, “Pa, Retno saja dibelikan mobil oleh
suaminya, kok aku ga sih?”. Bapak Syamsyudin tidak suka terhadap sikap istrinya
namun dia sangat menyayanginya dan mempertahankan pernikahannya.

5. DIAM MEMBISU

Inilah salah satu sikap yang "menyimpan" bahaya. Ketika pertengkaran tidak
bisa dihindari, bosan ribut-ribut, maka sikap yang diambil bisanya diam membisu.
Saling bertahan pada pendapat masing-masing, merasa dirinya lebih benar
dibandingkan pasangannya.

Banyak istri yang selalu diam walaupun suaminya salah sekalipun. Banyak
istri yang merasa takut diceraikan suaminya. Seperti contoh, Ibu Tika yang selalu
diam karena takut diceraikan suaminya walaupun suaminya selalu pulang malam. Itu
yang dia paparkan kepada kami saat kami mewawancarainya.

6. MENCARI PELARIAN

Mencari pelarian ke tempat hiburan atau curhat ke lawan jenis sering


dilakukan pasangan suami-istri yang sedang bermasalah. Dengan berbagi cerita pada
orang lain, mereka merasa bebannya akan jauh berkurang. Ini memang bisa saja jalan
keluar yan baik, apalagi jika orang yang diajak bicara bisa memberikan jalan keluar
yang tepat. Tapi, bisa saja malah menjadikan masalah menjadi tambah rumit dan
runyam sehingga salah satu pihak baik suami maupun istri menjadi tidak percaya
kepada pihak lain. Kebanyakan istri berbagi cerita kepada teman-teman arisannya.
7. DENDAM

Jika suatu hari, salah satu pihak baik suami maupun istri melalukkan
kesalahan yang tidak dapat dimaafkan oleh pihak lain. Misalnya, salah satu pihak
pernah memergoki ia selingkuh dengan wanita atau pria lain. Apapun bentuk
pernyataan maaf yang diungkapkan pasangan, tidak membuat hati pihak yang merasa
dirugikan luluh. Sekali dendam, tetap dendam. Merasa di pihak yang benar,dia akan
bertahan untuk tidak mau memaafkan dan terus membenci. Nah, karena pintu maaf
tidak terbuka, tak menutup kemungkinan pasangan akan mengulang kembali
perbuatannya, kan?. Kedua pasang suami istri tersebut tidak akan mendapatkan rasa
percaya lagi dan hubungan mereka akan mengalami pertengkaran dan bahkan bisa
saja terjadi perceraian.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Komunikasi dalam hubungan suami-isrti sangatlah penting. Ini
mempengaruhi keutuhan dari rumah tangga itu sendiri. Konflik-konflik yang
terjadi seharusnya menjadi dasar agar hubungan tersebut menjadi lebih baik
lagi, memotivasi agar tidak saling salah persepsi. Pada dasarnya, hubungan
suami-istri harus didasari oleh pengertian satu sama lain sehingga dapat
terjalin komunikasi yang baik diantara kedua belah pihak.
Selain itu masalah-masalah tersebut dapat terjadi apabila kita tidak ada
sikap terbuka satu sama lain. Masing-masing tidak saling membuka diri maka
akan terjadi ketidaksejalanan antara keduanya. Dengan membuka diri tersebut,
maka mereka akan tau apa saja kemauan-kemauan masing-masing pihak, dan
jika itupun terjadi, maka mereka akan mencari jalan keluarnya.
Beberapa kesimpulan yang dapat kita ambil adalah :
• Mendasari hubungan dengan saling pengertian dan percaya.
• Saling terbuka satu sama lain.
• Selalu berpikiran positif terhadap pasangannya.
• Menjadikan masalah yang timbul sebagai bumbu dari hubungan yang
ada.
• Mengetahui karakteristik antara keduanya.
4.2 Saran

• Sebaiknya bila ada masalah yang tidak berkenan di hati salah satu pihak,
segera utarakan. Jangan pendam sampai menggunung. Apalagi menunggu
pihak yang lainnya menyadari kesalahannya. Kalau ia sadar bahwa perbuatan
yang dilakukannya salah, pasti ia tidak akan melakukannya. Untuk itu, setiap
kali pasangan suami-istri mengalami masalah, cobalah menyelesaikannya
dengan pikiran dingin dan hati yang tenang. Pasti ada jalan keluarnya.
• Sebenarnya, untuk menyampaikan kritik yang tepat pada sasaran tidaklah
sulit. Yang perlu diperhatikan adalah, cara penyampaiannya agar tidak
menyinggung perasaan. Nah, pergunakanlah bahasa yang sopan dan waktu
yang tepat untuk menyampaikannya.
• Kalaupun salah satu pihak merasa tak puas dengan cara kerja pihak lain,
cobalah membiasakan diri bertutur dengan kata-kata sopan, sehingga pihak
yang lain tidak tersinggung.
• Sadarilah bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan. Jangan
pernah membandingkan-bandingkan. Setiap orang pasti memiliki
kelebihannya masing-masing.
• Cobalah untuk berintrospeksi. Mungkin ada benarnya juga ucapan pihak yang
satu terhadap pihak lain. Kalaupun pihak tersebut berencana mendiamkannya,
sebaiknya bukan dalam jangka waktu lama. Sebaiknya, tujuan berdiam diri
lebih untuk mencari ketenangan dan meredam emosi. Bila emosi sudah
terkendali, biasanya kedua belah pihak bisa menguasai diri. Tidak saling
menyalahkan, tetapi saling memaafkan. Tapi ingat, komunikasi dan saling
terbuka jauh lebih baik daripada berdiam diri.
• Sadarilah bahwa setiap rumahtangga pasti punya masalah. Tergantung
bagaimana kedua belah pihak menyikapinya, apakah mau diperkecil atau
diperbesar. Nah, jika merasa masalah yang dihadapi adalah masalah besar dan
tidak ada jalan keluarnya, cobalah minta orang terdekat, misalnya mertua,
untuk menasihatinya. Jangan melibatkan orang ketiga dalam permasalahan
rumah tangga, karena jauh lebih berisiko.
• Sifat mendendam sebaiknya dibuang jauh-jauh. Apalagi dendam pada
pasangan. Tentu, tak ada wanita yang tak sakit hati memergoki pasangannya
berselingkuh. Namun, jika ia sudah mengakui kesalahannya dan berjanji tidak
akan mengulanginya kembali. Kalau memang merasa sangat marah,
lakukanlah gertakan saja dan jangan terlalu memakai emosi yang berlebihan
karena akan terlalu beresiko.
DAFTAR PUSTAKA

Prof. Drs. H. A. W. Widjajaja, 2000. “Ilmu Komunikasi Pengantar Studi”; Jakarta :


Rineka Cipta.
KOMUNIKASI ANTARA SUAMI DAN ISTRI

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas

Mata Kuliah Pengantar Ilmu Komunikasi

Disusun oleh :

1. Laras Gita Lestari 210110060078

2. Ane Andriana 210110060138

3. Nita Apriliany 210110060151

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS PADJAJARAN

2007
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT, karena atas rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan hasil studi yang
berjudul:”Komunikasi Antara Suami dan Istri”. Penyusunan karya tulis ini
dimaksudkan untuk memenuhi salah satu tugas mata Kuliah Pengantar Ilmu
Komunikasi.
Dalam penyusunan karya tulis ini tidak terlepas dari berbagai kesulitan dan
hambatan, oleh karena itu penulis menyadari penyusunan hasil studi ini, masih jauh
dari kesempurnaan. Untuk itu segala kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis
harapkan.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-
besarnya atas segala bimbingan, pengarahan dan bantuan-bantuan yang penulis
terima, sehingga dapat menyelesaikan karya tulis ini.
Akhirnya penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak semoga amal
baik dari Bapak/Ibu serta rekan-rekan mendapatkan balasan dari Allah SWT.

Bandung, Juli 2007

Penulis

Anda mungkin juga menyukai