Anda di halaman 1dari 4

1.

Bagaimana melakukan Evaluasi Penggunaan Obat


Ada 4 fase dimana :
a. Fase Perencanaan
Langkah 1 : Membentuk kebijakan DUR (Drug Utilization Review)
Langkah 2 : Menulis kebijakan dan prosedur
Langkah 3 : Menentukan semua bagian / departemen di RS dimana obat di gunakan
(termasuk IGD, ICU, bag bedah, radiologi dll)
Langkah 4 : Identifikasi obat-obatan yang berpeluang masuk didalam program/
Langkah 5 : Penilaian sumber daya yang tersedia untuk penetapan kriteria,
pengumpulan dan evaluasi data, dan pemilihan obat yang dimasukan
dalam program
Langkah 6 : Untuk masing-masing obat, ditentukan aspek (indikasi, dosis, bentuk
sediaan dll) penggunaan obat yang di monitor
Langkah 7 : Pemilihan kriteria dan penilaian ambang batas
Langkah 8 : pemastian metodologi untuk pengumpulan dan evaluasi data, serta
penyusunan jadwal
Langkah 9 : Edukasi staf RS tentang program DUR dan kriteria yang sudah
ditentukan.

b. Fase Pengumpulan Data


Langkah 10 : poengumpulan data
Langkah 11 : Evaluasi data dan penntuan apakah ada masalah pengunaan obat

c. Fase Evaluasi dan Intervensi


Langkah 12 : Diseminasi hasil pada staf RS
Langkah 13: Jika ditemukan masalah pengunnaan obat, dirancang dan diterapkan/
suatu intervensi
Langkah 14: Dilakukan pengumpulan data lagi untuk menentukan apakah
penggunaan obat telah membaik setelah dilakukan intervensi
Langkah 15 : Diseminasi hasi re-evaluasi

d. Fase Evaluasi Program


Langkah 16 : Evaluasi semua aktifitas program DUR pada akhir tahun evaluasi,
merencanakan aktifitas untuk tahun berikutnya

2. A. Langkah langkah proses pencampuran sediaan suntik


Menggunakan alat pelindung diri (APD)
Melakukan dekontaminasi dan desinfeksi sesuai prosedur tetap
Menghidupkan Laminar Air Flow sesuai prosedur tetap
Menyiapkan meja kerja LAF dengan memberi alas penyerap cairan dalam LAF
Menyiapkan buangan sampah dalam LAF untuk bekas obat]
Melakukan desinfeksi arung tangan dengan lakohol 70 %
Mengambil alkes dan obat-obatan dari pass box
Melakukan pencampuran secara aseptis

B. Nama alat yang digunakan untuk pencampuran obat suntik adalah

Laminar Air Flow


Disposible

C. Nama alat yang digunakan untuk pencampuran obat kemoterapi adalah :

Laminar Air Flow


Biological Safety Cabinet
3. A. Yang menyusun Formalirum RS
Komite/ Tim farmasi dan Terapi yang disahkan oleh direktur RS

B. Tahapan penyusunan Formalarium RS


Membuat rekapitulasi usulan obat dari masing-masing Staf Medik Fungsional (SMF)
berdasarkan standard terapi atau standard pelayanan medik.
Mengelompokkan usulan obat berdasarkan kelas terapi.
Membahas usulan tersebut dalam rapat Komite/Tim Farmasi dan Terapi, jika diperlukan
dapat meminta masukandari pakar.
Mengembalikan rancangan hasil pembahasan Komite/Tim Farmasi dan Terapi,
dikembalikan ke masing-masing SMF untuk mendaptkan umpan balik
Membahas hasil umpan balik dari masing-masing SMF
Mentetapkan daftar obat yang masuk kedalam formularium RS
Menyusun kebijakan dan pedoman implementasi
Melakukan edukasi mengenai formularium RS kepada staf dan melakukan monitoring.

4. A. Metode untuk melakukan perencanaan sedian farmasi


Metode konsumsi
Secara umum metode konsumsi menggunakan konsumsi obat individual dalam
memproyeksikan kebutuhan yang akan datang berdasarkan analisa data konsumsi obat
tahun sebelumnya.

Metode morbiditas
Memperkirakan kebutuhan obat berdasarkan jumlah kehadiran pasien, kejadian
penyakit yang umum, dan pola perawatan standar dari penyakit yang ada.

Metode penyesuaian konsumsi


Metode ini menggunakan data pada insiden penyakit, konsumsi penggunaan obat.
Sistem perencanaan pengadaan didapat dengan mengekstrapolasi nilai konsumsi dan
penggunaan untuk mencapai target sistem suplai berdasarkan pada cakupan populasi
atau tingkat pelayanan yang disediakan.

Metode proyeksi tingkat pelayanan dari keperluan anggaran


Metode ini digunakan untuk menaksir keuangan keperluan pengadaan obat
berdasarkan biaya per pasien yang diobati setiap macam-macam level dalam sistem
kesehatan yang sama.

B. Apa saja yang menjadi pertimbangan dalam perencanaan obat di RS


Ada 2 cara yang digunakan dalam menetapkan kebutuhan yaitu berdasarkan :
 Data statistik kebutuhan dan penggunaan obat, dari data statistik berbagai kasus
penderita dengan dasar formularium Rumah Sakit, kebutuhan disusun menurut data
tersebut.
 Data kebutuhan obat disusun berdasarkan data pengelolaan sistem administrasi atau
akuntansi Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
 Data kebutuhan tersebut kemudian dituangkan dalam rencana operasional yang
digunakan dalam anggaran setelah berkonsultasi dengan Panitia Farmasi dan Terapi.

5. Pengadaan Bahan Baku, Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan


Persyaratan Pemasok antara lain :
a. Memiliki izin Pedagang Besar Farmasi ( PBF ) yang masih berlaku. Pedagang Besar
Farmasi terdiri pusat maupun cabang. Izin Pedagang Besar Farmasi pusat
dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan sedangkan izin untuk Pedagang
Besar Farmasi Cabang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi.
b. Memiliki SIUP dan TDP yang masih berlaku
c. Pedagang Besar Farmasi (PBF) harus memiliki dukungan dari Industri Farmasi
yang memiliki sertifikat CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) bagi masing-
masing jenis sediaan obat yang dibutuhkan.
d. Pedagang Besar Farmasi harus memiliki reputasi yang baik dalam bidang
pengadaan obat.
e. Pemilik dan atau Apoteker/Asisten Apoteker penanggungjawab Pedagang Besar
Farmasi tidak sedang dalam proses pengadilan atau tindakan yang berkaitan
dengan profesi kefarmasian.
f. Mampu menjamin kesinambungan ketersediaan obat sesuai dengan masa
kontrak.

6. Penyimpanan dan pendistribusian Bahan Baku, Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan\
A. Langkah yang dilakukan dalam penyimpanan sediaan farmasi
Sistem penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan:
Jenis dan bentuk sediaan, suhu penyimpanan dan stabilitas, sifat bahan, susunan
alfabetis, dengan menerapkan prinsip FEFO (First Expired First Out) dan FIFO (First In
First Out) untuk mencegah tersimpannya obat yang sudah kadaluarsa.
Untuk obat LASA perlu diberikan penandaan khusus (misalnya dengan stiker berlogo
“LASA” pada wadah obat, dan penyimpanan obat LASA tidak diletakkan berdampingan.
Hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan salah ambil akibat kemiripan
tampilan obat.
Obat yang memerlukan kewaspadaan tinggi (Hight Alert Medication), harus disimpan di
tempat terpisah , akses terbatas dan diberi tanda khusus (misalnya: area penyimpanan
ditandai dengan selotib berwarna merah dan diberi stiker “Hight Alert”
Obat dan alat kesehatan yang telah kadaluarsa atau rusak disimpan di lemari terpisah
dan terkunci. Pada lemari harus diberi label “Obat Rusak/Kadaluarsa, Jangan
Diracik/Digunakan”.
Obat injeksi di kamar operasi bentuk ampul yang sudah dipakai sebagian, sisa obatnya di
spuit, diberi label yang badan disimpan dalam kulkas yang berisi tanggal pemakaian
terakhir, nama obat, dosis obat, dan nama perawat (batas maksimal obat dapat
digunakan 24 jam setelah obat pertama kali dibuka segelnya). Obat sisa
penyimpanannya tidak lebih dari 24 jam.

B. Pendistribusian Sediaan farmasi Di RS Medimas


Sistem distribusi Unit Dose Dispensing (UDD) sangat dianjurkan untuk pasien rawat inap
karena penelitian menunjukkan bahwa sistem UDD memiliki ini tingkat kesalahan
pemberian Obat jauh lebih rendah dibandingsistem floor stock atau resep perorangan.

7. Tahapan yang dilakukan pemusnahan sediaan farmasi di RS


Membuat daftar perbekalan farmasi yang akan dilakukan pemusnahan
Membuat berita acara pemusnahan perbekalan farmasi
Mengkoordinasikan dengan pihak-pihak terkait diluar farmasi (kesehatan lingkungan, rumah
tangga, pihak ketiga sebagai pemusnah perbekalan farmasi, dinas kesehatan dan BPOM)
tentang jadwal, metode, tempat dan proses pemusnahan.
Menyiapkan tempat pemusnahan ( bila memiliki sarana pemusnahan )
Melakukan proses pemusnahan ( bila memiliki sarana pemusnahan )
3. Pengakajian Resep

Anda mungkin juga menyukai