Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dispepsia merupakan suatu sindrom yang terdiri dari rasa terbakar,
ketidaknyamanan yang berpusat di perut bagian atas, nyeri epigastrium, cepat
kenyang, rasa kepenuhan, bersendawa, mual, dan muntah (Talley dan Vakil, 2005;
Masoumi et al, 2015). Meskipun dispepsia tidak mengancam jiwa tetapi sangat
mengganggu aktivitas sehari-hari dan mempengaruhi kualitas hidup penderitanya,
dikarenakan masalah yang terus berulang atau sering kambuh (Seyedmirzaei et al,
2014; Masoumi et al, 2015). Sekitar 30% penderita dispepsia dilaporkan tidak
masuk kerja atau sekolah ketika gejala-gejala dispepsia menyerang (Kumar et al,
2012).
Prevalensi dispepsia secara global yaitu 7% hingga 45% (Li et al, 2014).
Berdasarkan hasil studi prevalensi dispepsia di negara Eropa, Amerika Utara, dan
Oseania bervariasi antara 3% hingga 40% (Khademolhosseini et al, 2010).
Prevalensi dispepsia di Amerika Serikat yaitu 23-25,8%, di India 30,4%, New
Zealand 34,2%, dan Inggris 38-41% (Susilawati et al, 2013). Sementara individu
yang mencari perawatan medis hanya 10% sampai 20% (Djojoningrat, 2009).
Selebihnya individu sering mengabaikan keluhannya (Li et al, 2014).
Menurut gambaran morbiditas 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di
Indonesia tahun 2006, dispepsia menempati peringkat ke-10 sebesar 1,52%
(Depkes RI, 2008). Pada tahun 2010, di Rumah Sakit Provinsi Riau dari 15
penyakit pasien rawat inap terbanyak untuk semua umur dispepsia menempati
peringkat ke-15 sebesar 15,2%. Sedangkan presentasi terbesar penyakit rawat
jalan dispepsia menempati peringkat ke-2 dari 15 penyakit terbanyak, yaitu
sebesar 15% (Dinkes Provinsi Riau, 2010).
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Indragiri
Hilir, Dispepsia termasuk dalam 10 Penyakit Terbanyak mendapat pelayanan
kesehatan Di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2017 yaitu berjumlah 11.074 orang
(Profil Dinas Kesehatan Inhil, 2018). Berdasarkan data kunjungan pasien ke

1
2

Puskesmas Tembilahan Kota terdapat 124 orang remaja yang mengalami


dispepsia (Buku Register Puskesmas Tembilahan kota, 2019).
Dispepsia dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko, salah satunya adalah
stres (Fujiwara dan Arakawa, 2014). Stres adalah usaha penyesuaian diri terhadap
stressor (Maramis, 2009). Stres dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal
(Abdullah dan Gunawan, 2012; Lee et al, 2015), yaitu menyebabkan penurunan
motilitas gastrointestinal (Beck, 2009). Selain itu, stres juga dapat mempengaruhi
sekresi cairan lambung, motilitas lambung, dan permeabilitas mukosa lambung
(Konturek et al, 2011).
Stres adalah satu kondisi dimana individu berespon terhadap perubahan
dalam status keseimbangan normal. Stres dapat memiliki konsekuensi fisik,
emosi, intelektual, sosial, dan spiritual. Biasanya efek tersebut terjadi bersamaan
karena stres mempengaruhi seseorang secara keseluruhan. Secara fisik, stres dapat
menimbulkan perasaan negatif atau non konstruktif terhadap diri sendiri. Secara
intelektual, stres dapat mempengaruhi persepsi dan kemampuan seseorang dalam
memecahkan masalah. Secara sosial stres dapat mengancam keyakinan dan nilai
seseorang. Banyak penyakit yang dikaitkan atau bisa di sebabkan oleh stres
(Kozier, 2011).
Tingkat stres pada kalangan siswa cukup tinggi dibandingkan pada tahap
kehidupan individu yang lain atau pada populasi umum (Kumar dan Bhukar,
2013; Geng dan Midford, 2015). Tingginya stres pada siswa salah satunya
disebabkan oleh tuntutan akademik seperti tugas, ujian, dan prestasi akademik
(Kholidah dan Alsa, 2012; Lim et al, 2013). Ketika hal tersebut terjadi, maka
overload tersebut akan mengakibatkan terjadinya distress, dalam bentuk kelelahan
fisik atau mental, daya tahan tubuh menurun, dan emosi yang mudah meledak
ledak. Stres yang berkepanjangan yang dialami oleh individu dapat
mengakibatkan penurunan kemampuan untuk beradaptasi terhadap stres (Potter &
Perry, 2005). Kondisi tersebut dapat memicu timbulnya masalah-masalah
kesehatan yang individu (Sudoyo et al, 2007).
3

Dari gambaran fenomena di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan


penelitian tentang hubungan antara tingkat stres dengan kejadian dispepsia pada
siswa/i SMP Swasta Kasih Lestari.

1.2 Perumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan


antara tingkat stres dengan kejadian dispepsia pada siswa/i SMP Swasta Kasih
Lestari.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
antara tingkat stres dengan kejadian dispepsia pada siswa/i SMP Swasta Kasih
Lestari.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui tingkat stres pada siswa/i SMP Swasta Kasih Lestari.
2. Mengetahui angka kejadian dispepsia pada siswa/i SMP Swasta Kasih
Lestari.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun maanfaat dari penelitian ini adalah :
1. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi
pengelola program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja di UPT
Puskesmas Tembilahan Kota.
2. Menjadi bahan masukan Dinas Kesehatan Kabupaten Indragiri Hilir
khususnya sebagai pertimbangan dalam penentuan strategi pencegahan
dan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja.
3. Memberikan tambahan informasi dan wawasan kepada sekolah
wilayah kerja UPT Puskesmas Tembilahan Kota tentang Pengaruh
stres terhadap kejadian dispepsia.
4. Sebagai bahan pertimbangan untuk mengembangkan penelitian serupa
di tempat lain mengenai pengaruh stres terhadap kejadian dyspepsia
4

1.5 Hipotesis Penelitian


1.5.1 Hipotesis Nol (H0)
Tidak ada hubungan tingkat stres dengan kejadian dispepsia pada siswa/i
SMP Swasta Kasih Lestari.
1.5.2 Hipotesis Alternatif (Ha)
Ada hubungan tingkat stres dengan kejadian dispepsia pada siswa/i SMP
Swasta Kasih Lestari.
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dispepsia
2.1.1 Definisi Dispepsia
Dispepsia berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (buruk) dan peptein
(pencernaan) yang berarti pencernaan yang buruk (Kumar et al, 2012). Menurut
Fujiwara dan Arakawa (2014), dispepsia merupakan istilah sindrom pada
pencernaan bagian atas termasuk nyeri epigastrium, kepenuhan,
ketidaknyamanan, terbakar, cepat kenyang, mual, muntah dan bersendawa.
Dispepsia bukan suatu penyakit, tetapi kumpulan gejala atau keluhan yang harus
dicari penyebabnya (Djojoningrat, 2009).
2.1.2 Etiologi Dispepsia
Dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit, baik yang bersifat
organik, maupun yang fungsional (Kumar et al, 2012). Dispepsia organik
penyebabnya sudah jelas karena ada kerusakan anatomi pada saluran pencernaan
bagian atas maupun penyakit sistemik, seperti Gastroesophageal reflux disease,
ulkus peptikum, dan keganasan lambung (Brun dan Kuo, 2010; Oustamanolakis
dan Track, 2012). Dispepsia fungsional penyebabnya tidak diketahui atau tidak
ditemukan kerusakan organik maupun penyakit sistemik (Desai, 2012).
Beberapa etiologi yang dapat menyebabkan dispepsia seperti pada Tabel 2
di bawah, baik berasal dari dalam lumen saluran cerna, pankreas, gangguan
fungsional, penggunaan obat-obatan, maupun penyakit sistemik (Djojoningrat,
2009).
6

Tabel 1
Deskripsi dan Etiologi Dispepsia
Etiologi Deskripsi
- Dalam lumen saluran cerna - Ulkus peptikum
- Ulkus duodenum
- Infeksi Helicobacter pylori
- Gastritis
- Keganasan
- Pankreas - Pankreatitis
- Keganasan
- Gangguan fungsional - Dispepsia Fungsional
- Obat-obatan - Anti inflamasi non steroid
- Aspirin
- Teofilin
- Digitalis
- Antiobiotik
- Penyakit sistemik - Diabetes melitus
- Penyakit tiroid
- Penyakit jantung iskemik
(Djojoningrat, 2009)

2.1.3 Sekresi Cairan Lambung


Cairan lambung disekresikan sekitar 2 liter setiap hari yang terdiri dari
mukus, pepsinogen, dan asam hidroklorida (HCl). Mukus berfungsi sebagai barier
pada mukosa lambung yang di sekresikan sel mukosa di korpus dan fundus
lambung. HCl disekresikan oleh sel parietal kelenjar di korpus lambung, dan
merupakan produk terpenting pada lambung baik dari segi fungsi maupun
patofisiologis. Fungsi HCl yaitu membunuh sebagian bakteri yang masuk,
mengubah pepsinogen menjadi pepsin untuk pencernaan protein (Ganong dan
McPhee, 2003).
2.1.4 Patogenesis Dispepsia
Beberapa faktor yang berperan pada patogenesis dispepsia, antara lain
psikologis, sekresi asam lambung, dismotilitas lambung, hipersensitivitas viseral,
dan infeksi Helicobacter pylori (Djojoningrat, 2009). Berikut adalah penjabaran
faktor-faktor tersebut:
7

1. Faktor Psikologis
Salah satu faktor psikologis yang menyebabkan dispepsia fungsional
adalah faktor stres. Stres berpengaruh terhadap patogenesis dispepsia melalui dua
cara yaitu jalur neurogen dan jalur neurohumoral. Jalur neurogen merupakan
rangsangan pada korteks serebri mempengaruhi kerja hipotalamus anterior ke
nervus vagus kemudian ke lambung yang menyebabkan peningkatan sekresi asam
lambung yang menyebabkan perasaan nyeri pada ulu hati. Jalur neurohumoral
yaitu rangsangan pada korteks serebri yang diteruskan ke hipotalamus anterior
selanjutnya ke hipofisis anterior yang mengeluarkan hormon kortikotropin.
Hormon ini merangsang produksi asam lambung sehingga menimbulkan
perasaan nyeri pada ulu hati (Mudjaddid, 2009; Brun dan Kuo, 2010). Selain itu,
stres juga mempengaruhi barrier mukosa lambung, dan motilitas lambung,
sehingga menyebabkan tertundanya pengosongan lambung yang menyebabkan
perasaan penuh setelah makan, mual, dan muntah (Konturek et al, 2011;
Takahashi et al, 2015).
2. Sekresi asam lambung
Sekresi asam lambung pada dispepsia fungsional umumnya normal, tetapi
terjadi peningkatan sensitivitas mukosa lambung terhadap asam yang
menimbulkan rasa tidak enak di perut (Abdullah dan Gunawan, 2012).
3. Dismotilitas Lambung
Dismotilitas lambung menyebabkan terlambatnya pengosongan lambung,
terganggunya distensi serta kontraktilitas fundus dan antrum setelah makan,
sehingga akan menyebabkan gejala nyeri selama mengkonsumsi makanan atau
merasa cepat kenyang (Brun dan Kuo, 2010; Yarandi dan Christie, 2013).
4. Hipersensitivitas Viseral Lambung
Hipersensitivitas viseral terkait dengan perkembangan dispepsia fungsional.
Hipersensitivitas viseral menyebabkan terganggunya distensi lambung sehingga
menimbulkan gejala seperti rasa kepenuhan atau cepat kenyang (Yarandi dan
Christie, 2013).
8

5. Infeksi Helicobacter pylori


Peran infeksi Helicobacter pylori (H. pylori) pada dispepsia fungsional
belum sepenuhnya dimengerti (Abdullah dan Gunawan, 2012). H. pylori dapat
menyebabkan peradangan dan dismotilitas, juga dapat menyebabkan
hipersensitivitas viseral, serta dapat mengubah sekresi asam (Brun dan Kuo,
2010).
2.1.5 Kriteria Diagnosis Dispepsia
Kriteria diagnosis dispepsia terbagi dua yaitu dispepsia organik dan
dispepsia fungsional. Dispepsia organik ditandai dengan adanya kelainan struktur
organ saluran pencernaan sebagai penyebabnya, baik berupa perlukaan maupun
kanker dengan pemeriksaan endoskopi, biopsi lambung maupun barium meal
(Desai, 2012).Kriteria diagnosis dispepsia fungsional menurut Roma III apabila
dua poin di bawah ini terpenuhi semuanya (Thompson et al, 2006).
1. Dialami minimal 3 bulan terakhir, dengan awal mula gejala timbul sedikitnya
6 bulan sebelum diagnosis ditegakkan, dari satu atau lebih hal berikut:
a. Rasa penuh setelah makan yang mengganggu
b. Perasaan cepat kenyang
c. Nyeri ulu hati
d. Rasa terbakar di daerah ulu hati/epigastrium
2. Tidak ditemukan bukti adanya kelainan struktural yang menyebabkan
timbulnya gejala (termasuk yang terdeteksi saat endoskopi saluran cerna
bagian atas).
9

2.2 Stres
2.2.1 Definisi Stres
Stres didefinisikan sebagai respon tubuh yang tidak spesifik terhadap
tuntutan apapun yang disebabkan baik oleh keadaan menyenangkan atau tidak
menyenangkan sebagai “penderitaan”, serta dapat mengancam kesejahteraan
individu (Christyanti et al, 2010; Sadock, 2013), sehingga dapat mengakibatkan
perubahan biologis yang berisiko terkena penyakit (Shalleh, 2008). Dalam
Maramis (2009), stres adalah usaha penyesuaian diri terhadap stressor atau
sumber stres. Bila stressor tersebut tidak diatasi dengan baik, maka akan muncul
gangguan badani dan perilaku tidak sehat.
2.2.2 Sumber Stres Siswa
Salah satu stressor Siswa adalah tuntutan akademik, seperti penyesuaian
dalam pembelajaran disekolah, tekanan untuk terus meningkatkan prestasi
akademik yang ditunjukkan oleh Indeks Prestasi yang tinggi, persaingan, dan
beragamnya tugas (Kholidah dan Alsa, 2012; Eva et al, 2015). Studi Heins (2003)
dalam Ji dan Zhang (2011) menunjukkan bahwa ada dua jenis sumber stres di
kalangan siswa yaitu tentang prestasi akademik dan faktor sosial seperti
memelihara dan mengembangkan hubungan sosial.
2.2.3 Gejala Stres
Beberapa gejala stres di antaranya gejala fisiologis, perilaku, kognitif, dan
emosional (Parnabas et al, 2014). Berikut penjelasan gejala stres tersebut:
1. Gejala fisiologis
Gejala fisiologis akibat stres yaitu perasaan gugup, sulit bernafas, denyut
jantung cepat, tekanan darah tinggi, tenggorokoan kering, otot tegang, telapak
tangan berkeringat, dan perut melilit atau sembelit (Parnabas et al, 2014).
2. Gejala perilaku
Gejala perilaku karena stres seperti gangguan tidur, nafsu makan
berkurang, mengkonsumsi alkohol dan penyalahgunaan narkoba, absensi, dan
gagal dalam tugas yang diberikan (Parnabas et al, 2014).
10

3. Gejala kognitif
Gejala kognitif merupakan komponen mental di antaranya harapan
keberhasilan atas diri berkurang, takut gagal, kehilangan harga diri, kepercayaan
diri yang rendah, kekhawatiran tentang kinerja, gambar kegagalan, bicara sendiri,
tidak mampu untuk berkonsentrasi, dan terganggunya perhatian (Parnabas et al,
2014).
4. Gejala Emosional
Mencakup depresi, kesedihan, iritasi, ledakan emosi, serangan panik,
ketidakmampuan untuk mengatasi perubahan suasana hati (Parnabas et al, 2014).
2.2.4 Mekanisme Stres
Respon stres dimediasi oleh aksis hipotalamus hipofisis adrenal (HPA)
yang mengaktifkan sistem saraf simpatis sehingga mengeluarkan Corticotropin
releasing factor (CRF) (Liu et al, 2011). Interaksi CRF pada reseptor CRF-2
dalam pleksus mienterikus mempengaruhi motilitas lambung yang menyebabkan
terganggunya pengosongan lambung, sehingga akan menimbulkan gejala cepat
kenyang, mual, dan muntah. Selain itu, CRF juga merangsang
Adrenocorticotropic hormone (ACTH), selanjutnya ACTH menginduksi sekresi
kortisol (Beckwith dan Long, 2012; Yagi et al, 2013). Kortisol adalah hormon
glukokortikoid yang diatur oleh HPA, yang merupakan hormon utama yang
bertanggung jawab terhadap respon stres (Randall, 2011).
Stres berpengaruh terhadap kejadian dispepsia melalui dua cara yaitu jalur
neurogen dan jalur neurohumoral. Jalur neurogen merupakan rangsangan pada
korteks serebri mempengaruhi kerja hipotalamus anterior ke nervus vagus
kemudian ke lambung yang menyebabkan peningkatan sekresi asam lambung
sehingga menimbulkan nyeri pada ulu hati, sedangkan jalur neurohumoral yaitu
rangsangan pada korteks serebri yang diteruskan ke hipotalamus anterior
selanjutnya ke hipofisis anterior yang mengeluarkan hormon kortikotropin.
Hormon ini merangsang produksi asam lambung sehingga menimbulkan
perasaan nyeri pada ulu hati (Mudjaddid, 2009; Brun dan Kuo, 2010).
11

2.2.5 Tingkat Stres


Tingkat stres dipengaruhi oleh tingkat penyesuaian diri terhadap beratnya
stres dan sumber daya penyesuaian individu. Ketidakmatangan individu, kerangka
pengetahuan yang salah, daya tahan stres yang rendah, menyebabkan individu
lebih mudah terkena stres dari pada orang lain yang lebih kuat dan dapat
mengatasinya. Sebaliknya, kepribadian yang matang dan stabil dapat terganggu
juga bila stres tersebut sangat berat (lama atau spesifik) (Maramis, 2009).
Beberapa tingkat stres diantaranya tingkat stres ringan, tingkat stres sedang, dan
tingkat stres berat. Tingkat stres ringan merupakan tingkat stres paling kecil untuk
mengalami suatu penyakit yang terkait dengan stres, sedangkan tingkat stres
sedang yaitu lebih mungkin mengalami suatu penyakit yang terkait stres, dan
tingkat stres berat merupakan tingkat stres yang rentan untuk mengalami penyakit
yang terkait dengan stres (ISMA, 2013). Tingkat kejadian dispepsia meningkat
seiring dengan tingkat stres pada individu, dengan prevalensi dispepsia yang
mengalami stres ringan sekitar 25%, stres sedang sekitar 47%, dan stres berat 50%
(Li et al, 2014; Lee et al, 2015).
12

2.3 Kerangka Teori


Berdasarkan tinjauan kepustakaan di atas maka dapat digambarkan
kerangka teori kejadian dispepsia adalah sebagai berikut:

Faktor yang mempengaruhi dispepsia:


1. Stres
2. Sekresi Asma Lambung
3. Dismotilitas Lambung Dispepsia
4. Hipersensitivitas Visceral
5. Helicobacter Pylor

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 1. Kerangka Teori

2.4 Kerangka Konsep

Tingkat Stres Ringan Dispepsia

Tingkat Stres Sedang Dispepsia

Tingkat Stres Berat Dispepsia

Variabel Independen Variabel Dependen


Gambar 2. Kerangka Konsep
13

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian


3.1.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode observasional dengan desain cross
sectional (potong lintang) yaitu metode penelitian yang mengamati subjek dengan
pengukuran sesaat atau hanya sekali saja dalam waktu bersamaan, penelitian
dilakukan untuk mengetahui perbedaan kejadian dispepsia berdasarkan tingkat
stres (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).
3.1.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di ruang kelas SMP Swasta Kasih Lestari, pada
bulan Januari 2020.
3.2 Variabel Penelitian
3.2.1 Variabel Independen
Variabel independen pada penelitian ini adalah tingkat stres yaitu stres
ringan, stres sedang dan stres berat.
3.2.2 Variabel Dependen
Variabel dependen yang akan diukur pada penelitian ini adalah kejadian
dispepsia.
3.3 Definisi Operasional
3.3.1 Stres
Stres adalah respon tubuh terhadap tuntutan apapun baik oleh kedaan yang
menyenangkan atau tidak sebagai “penderitaan” yang mempengaruhi tingkat stres
individu. Alat ukur stres menggunakan kuesioner stres yang bersumber dari
International Stress Management Assosiation (ISMA) tahun 2013,dengan hasil
ukur berupa stres ringan jika total skor <4, stres sedang jika total skor 5-13, dan
stres berat jika total skor >14.
3.3.2 Dispepsia
Dispepsia adalah suatu sindrom pada pencernaan bagian atas termasuk
nyeri epigastrium, kepenuhan, ketidaknyamanan, terbakar, cepat kenyang, mual,
14

muntah dan bersendawa. Alat ukur dispepsia ini didapatkan dari wawancara yang
dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan kuesioner penelitian yang
bersumber dari Roma III (Thompsonet al, 2006) dengan hasil ukur berupa
dispepsia dan tidak dispepsia berdasarkan dari jumlah keluhan yang menggunakan
skala rasio. Jika jumlah keluhan 0 berarti tidak mengalami dispepsia, sedangkan
jumlah keluhan 1 atau lebih berarti mengalami dispepsia.
3.4 Populasi dan Sampel
3.4.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa/i SMP Swasta Kasih
Lestari yaitu sebanyak 88 siswa/i.
3.4.2 Sampel
Pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
Consecutive Sampling yaitu setiap yang memenuhi kriteria inklusi diambil
sebagai sampel sampai jumlah sampel terpenuhi.

3.5 Kriteria Sampel


3.5.1 Kriteria Inklusi
Siswa/I SMO Swasta Kasih Lestari
3.5.2 Kriteria Eksklusi
Siswa/I SMP Swasta Kasih Lestari yang tidak bersedia menjadi responden
3.6 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
3.6.1 Data Primer
a. Tingkat stres diperoleh melalui Stress Questionnaire dari International
Stress Management Assosiation (ISMA) tahun 2013 yang terlebih dulu
diuji validitas dan reliabilitas. Skor untuk tiap pertanyaan adalah 1 jika
jawaban ya, dan 0 jika jawaban tidak. Dari skor tersebut dibagi dalam tiga
kategori untuk menjadi dasar pembagian kelompok sampel, yaitu:
1. Ringan (total skor <4): Paling kecil untuk mengalami suatu penyakit
yang berhubungan dengan stres.
2. Sedang (total skor 5-13): Lebih mungkin untuk mengalami suatu
penyakit terkait stres baik mental, fisik, ataupun keduanya.
15

3. Berat (total skor >14): Rentan untuk mengalami penyakit yang terkait
stres.
b. Kejadian dispepsia diperoleh dari kuesioner berdasarkan keluhan spesifik
pada kriteria diagnosis dispepsia fungsional Roma III (Thompsonet al,
2006), yang diuji validitas dan reliabilitas terlebih dahulu. Skor untuk tiap
pertanyaan adalah 1 jika jawaban ya, dan 0 jika jawaban tidak. Penilaian
dispepsia ialah berdasarkan jumlah skor keluhan.
3.6.2 Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengambil data siswa/I
SMP Swasta Kasih Lestari.
3.7 Rancangan Manajemen Data
Pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Editing (pemeriksaan)
Proses untuk memeriksa kelengkapan pengisian jawaban, relevansi
jawaban dan konsistensi jawaban.
b. Coding (pengkodean)
Proses untuk memberikan kode pada variabel yang ada pada
penelitian ini untuk mempermudah pengolahan dan pembacaan data,
seperti kode untuk variabel dispepsia adalah 1= tidak dispepsia, 2=
dispepsia dan kode untuk kelompok sampel tingkat stres adalah 1= stres
ringan, 2= stres sedang, 3= stres berat.
c. Entry (memasukkan data)
Setelah data dikumpulkan kemudian data disimpan untuk
selanjutnya dimasukkan kedalam analisis data.
d. Cleaning (merapikan data)
Melakukan pengecekan kembali data yang sudah dimasukkan,
apakah terdapat kesalahan entry atau tidak.
e. Processing (pengolahan data)
Data diproses dengan mengelompokkan data kedalam variabel yang
sesuai.
16

f. Analyzing (penilaian)
Dalam penelitian ini menggunakan analisis univariat dan analisis
bivariat.
3.8 Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis univariat dan bivariat.
Untuk mendapatkan data yang akurat, analisis data menggunakan program
komputer Statistical and Service Solution (SPSS) 21.
3.8.1 Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk melihat gambaran tingkat stres dan
kejadian dispepsia pada siswa SMP Swasta Kasih Lestari.
3.8.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara
kejadian dispepsia berdasarkan tingkat stres pada siswa SMP Swasta Kasih
Lestari dengan menggunakan uji Pearson, jika distribusi data normal. Jika
distribusi data tidak normal, menggunakan uji Sperman. Untuk hasil analisis
dilihat nilai signifikasi/p-value. Jika nilai p-value >0,05 maka artinya tidak ada
hubungan atau pengaruh antara variabel yang satu dengan variabel yang lain.
Sedangkan, jika nilai p-value <0,05 maka artinya ada hubungan atau pengaruh
antar variabel (Sastroasmoro dan Ismael, 2011; Dahlan, 2012).
17

3.9 Alur Penelitian

Seluruh populasi siswa/i SMP Swasta Kasih Lestari diminta untuk


mengisi kuesioner stres dan kuesioner dispepsia

Sampel diambil dengan teknik Consecutive Sampling

Pengambilan data dari variabel independen dan


dependen dengan cara pengisisan kuesioner

Pengolahan data

Analisis data

Univariat Bivariat

Gambar 3. Alur Penelitian


18

BAB IV

PROFIL PUSKESMAS

4.1 Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)


4.1.1 Gambaran Umum Puskesmas

1. Keadaan Geografi

UPT Peskesmas Tembilahan Kota adalah Puskesmas yang terletak


di Ibukota Kabupaten Indragiri Hilir tepatnya di Kecamatan Tembilahan,
jalan Gunung Daek No. 06. Puskesmas ini didirikan pada tanggal 12
November 1975, memiliki luas tanah 1052 m2 dan luas wilayah kerja
103,5 km2. Wilayah kerja UPT Puskesmas Tembilahan Kota, meliputi
wilayah Kecamatan Tembilahan dengan batas wilayah:
 Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Batang Tuaka
 Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Enok
 Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Tembilahan Hulu
 Sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Sei Beringin,
Kecamatan Batang Tuaka
19

Gambar 4. Peta Wilahan Kerja UPT Puskesmas Tembilahan

Kota
UPT Puskesmas Tembilahan Kota terletak pada 1-4 meter diatas
permukaan laut. UPT Puskesmas Tembilahan Kota memiliki wilayah kerja
yang terdiri dari 5 kelurahan, yaitu :
1. Kelurahan Tembilahan Kota
2. Kelurahan Seberang Tembilahan
3. Kelurahan Pekan Arba
4. Kelurahan Seberang Tembilahan Kota
5. Kelurahan Seberang Tembilahan Selatan
2. Data Demografi
Penduduk asli kecamatan Tembilahan adalah suku melayu yang
sering disebut melayu Riau, sebagaimana halnya suku melayu yang ada di
daerah Riau lainnya, suku melayu di daerah ini juga mempunyai system
kekerabatan yang kental dan penganut agama Islam yang taat. Hal ini
ditandai dengan mudahnya suku-suku pendatang dan berasilimasi dengan
penduduk tempatan.
20

Jumlah penduduk di wilayah kerja UPT Puskesmas Tembilahan


Kota adalah 43.658 jiwa yang terdiri dari laki-laki 22.003 jiwa dan
perempuan 21.655 jiwa. Jumlah penduduk terpadat berada di wilayah
tembilahan kota dan yang paling sedikit berada di seberang tembilahan
selatan. Disamping suku melayu, penduduk kecamatan Tembilahan terdiri
dari berbagai macam suku yaitu suku banjar, bugis, jawa, minang, dan
suku laut. Pada umumnya mereka mempunyai mata pencaharian di bidang
perekebunan, nelayan dan sebagian lagi bergerak di bidang kerajinan
industry dan perdagangan.

Tabel 2
Jumlah Penduduk Perkelurahan Menurut Jenis Kelamin Wilayah
Kerja Puskesmas Tembilahan Kota
No Kelurahan Laki-Laki Perempuan Jumlah
1 Tembilahan Kota 13.212 13.277 26.489
2 Pecan Arba 4.182 4.032 8.214
3 Seberang Tembilahan 2.656 2.497 5.153
4 Seberang Tembilahan 1.235 1.144 2.379
Barat
5 Seberang Tembilahan 718 705 1.423
Selatan
Jumlah 22.003 21.655 43.658
Sumber: Dinas Kesehatan Kab. Inhil

Tabel 3
Jumlah Rumah Tangga Di Wilayah Kerja Upt Puskesmas
Tembilahan Kota
No Kelurahan Jumlah Rumah Tangga
1 Tembilahan Kota 5234
2 Pecan Arba 921
3 Seberang Tembilahan 1000
4 Seberang Tembilahan Barat 466
5 Seberang Tembilahan Selatan 332
Jumlah 7953
Sumber: Dinas Kesehatan Kab. Inhil
21

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 13 Januari 2020 di SMP


Swasta Kasih Lestari dengan subyek penelitian seluruh siswa/i yaitu
sebanyak 88 siswa/i. Siswa/i yang bersedia menjadi responden adalah
sebanyak 79 orang dan responden yang dieksklusi sebanyak 9 orang
karena tidak hadir saat pengisian kuesioner.
5.1.1 Analisis Univariat
Analisis Univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian
dengan menggunakan daftar distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel
serta dilengkapi dengan tabel. Analisis uivariat dimaksudkan untuk
mengambarkan (mendeskripsikan) masing-masing variabel bebas dan variabel
terikat dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi.

Analisis univariat distribusi responden berdasarkan gambaran tingkat


stress SMP Swasta Kasih Lestari dapat dilihat pada Tabel 4 berikut:

Tabel 4. Distribusi responden berdasarkan tingkat stres

No. Tingkat Stres Frekuensi Persentase (%)

1. Ringan 3 3.8
2. Sedang 45 57.0
3. Berat 31 39.2

Total 79 100.0

Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa tingkat stres ringan yaitu 3,8% dengan

jumlah 3 responden, stres sedang yaitu 57% dengan jumlah 45 responden, dan

stres berat yaitu 39,2% dengan jumlah 31 responden.


22

Tabel 5. Distribusi responden berdasarkan kejadian dispepsia

No. Kejadian Dispepsia Frekuensi Persentase (%)

1. Tidak dispepsia 45 57.0


2. Dispepsia 34 43.0

Total 79 100.0

Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa banyak responden yang mengalami

dispepsia yaitu 57.0% dengan jumlah 45 responden dan responden yang tidak

mengalami dispepsia yaitu 43.0% dengan jumlah 34 responden.

5.1.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dimaksudkan untuk melihat hubungan variabel bebas


dengan variabel terikat. Uji statistik yang digunakan yaitu uji spearman dengan
tingkat kepercayaan 95%. Hasil analisis bivariat dapat dilihat pada table berikut
ini :
Tabel 6. Hubungan Perbedaan Tingkat Stres dengan Kejadian Dispepsia
Kejadian Dispepsia
Tidak dispepsia Dispepsia
N n % n %
Tingkat stres Stres ringan 3 3 6.7 0 0.0
Stres sedang 45 36 80.0 9 57.0
Stres berat 31 6 13.3 25 39.2
Total 45 100.0 34 100.0

Berdasarkan tabel 6 diatas dapat diketahui bahwa dari 79 siswa/i dengan

tingkat stres sedang lebih banyak yaitu 36 responden dengan kejadian dispepsia

yaitu 9 responden sedangkan tingkat stres berat hanya 31 responden namun

kejadian dispepsia lebih banyak yaitu 25 responden.


23

Tabel 7. Hasil Uji Spearman Rank Correlation


Dispepsia
Kecemasan r 0.612
p 0.000
N 79

Berdasarkan tabel diatas didapatkan nilai korelasi spearman r= 0,612 dan


nilai p = 0,000 (p<0,05). Hal ini berarti bahwa ada hubungan secara positif antara
tingkat stres dengan kejadian dispepsia pada siswa/I SMP Swasta Kasih Lestari
dengan kekuatan korelasi kuat (Ho ditolak H1 diterima karena nilai p<0,05).

5.2 Pembahasan
24

DAFTAR PUSTAKA

Abdulghani, H.M. AlKanhal, A.A. Mahmoud, E.S. Ponnamperuma, G.G.


Alfaris,E.A. 2011. Stress and Its Effects on Medical Students. Journal
Health Popolnuth.; 29 (5): 517
Abdullah, M. dan Gunawan, J., 2012. Dispepsia. Divisi Gastroenterologi, Bagian
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta, Indonesia.
Arimbi, A.L.D. 2012. Hubungan Antara Tingkat Kecemasan dengan Tingkat
Dispepsia Menjelang Ujian Nasional pada Siswa Kelas IX di SMP
Negeri 1 Banyudono Boyolali. Boyolali
Bayram, N. dan Bilgel, N. 2008. The prevalence and socio-demographic
correlationsof depression, anxiety and stress among a groupof university
students. Journal Psychiatry.; 43 (10): 668
Beck, M. 2009. Stressor So Bad It Hurts, The Wall Street Journal. [Dikutip 08
Maret 2016]. Available from:
http://www.wsj.com/articles/SB123724722718848829
Beckwith, K. dan Long, N. 2012. Effects of restraint stress on CRF2 reseptor
expression in enteric neurons in the rat stomach. Journal of
Undergraduate.; 15 (60): 2
Brun, R. dan Kuo, B. 2010. Fuctional Dyspepsia. Therapeutic Advances in
Gastroenterology.; 3 (3): 145-151
Christyanti, D. Mustami'ah, D., Sulistiani, W. 2010. Hubungan antara
Penyesuaian Diri terhadap Tuntutan Akademik dengan Kecenderungan
Stres pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah
Surabaya. INSAN.;12 (03): 155
Dahlan, M.S. 2012. Menentukan Besar Sampel. Langkah-langkah Membuat
Proposal Penelitian Bidang Kedokteran dan Kesehatan (2nd ed). Jakarta:
Balai Penerbit Sagung Seto. Hal: 80
Depkes RI. 2008. Profil Kesehatan Indonesia 2007. Jakarta
25

Desai, H.G. 2012. Dyspepsia. Journal of Gastroenterology, 60 (Suppl 1). Hal: 5


Dinkes Provinsi Riau. 2010. Profil Kesehatan Provinsi Riau 2010
Djojoningrat, D. 2009. Dispepsia fungsional. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
(5nd ed). Jakarta: Balai Penerbit FK UI. Hal: 529
Eva, E.O., Islam, Z., Mosaddek, A.S., Rahman, F., Rozario, R.J., Iftekhar, A.F.H.,
Ahmed, T.S., Jahan, I., Abubakar, A.R., Dali, W.P.E.W., Razzaque, S.,
Habib, R., Haaque, M. 2015. Prevalence of Stress Among Medical
Students: a Comparative Study Between public and Private Medical
Schools in Bangladesh. BioMed Central.; 8 (327): 1
Fujiwara, Y., Arakawa, T. 2014. Overlap in Patients With Dyspepsia/Functional
Dyspepsia. Journal of Neurogastroenterology and Motility.; 20 (4): 447-
453
Ganong, W. F. dan McPhee, S. J. 2003. Patofisiologi Penyakit. Pengantar Menuju
Kedokteran Klinik. Jakarta: EGC
Geng, G. dan Midford, R. 2015. Investigating First Year Education Students’
Stress Level. Journal of Teacher Education.; 40 (6): 1
International Stress Management Association (ISMA). 2013. Stress Questionnaire
2013. [Dikutip 08 Maret 2016]. Available from:
http://www.wsj.com/articles/SB123724722718848829
Ji, H. dan Zhang, L. 2011. Research on College Students’ Stresses and Coping
Strategies. Canadian Center of Science and Education.; 7 (10): 30
Khademolhosseini, F., Mehrabani, D., Zare, N., Salehi, M., Heydari, S.T.,
Beheshti, M.,Saberi-Firoozi, M. 2010. Prevalence of Dyspepsia and its
Correlation with Demographic Factors and Lifestyle in Shiraz, Southern
Iran. Journal of Digestive Diseases.; 2 (1): 25
Kholidah, E.K. dan Alsa, A. 2012. Berfikir Positif untuk Menurunkan Stres
Fsikologis. Jurnal Psikologis.; 39 (1): 67
Konturek, P.C., Brzozowski, T., Konturek, S.J. 2011. Stress and The Gut:
Pathophysiology, Clinical Consequences, Diagnostic Approach and
Treatment Options. Journalof Physiology and Pharmacology.; 62 (6):
591
26

Kumar, A., Patel, J., Sawant, P. 2012. Epidemiology of Functional Dyspepsia,


Journal of Gastroenterology, 60 (supp 1), 9
Kumar, S. dan Bhukar, J.P. 2013. Stress level and coping strategies of college
students. Journal of Physical Education and Sports Management.; 4 (1):
6
Lee, S.P., Sung, I.K., Kim, J.H., Lee, S.Y., Park, H.S., Shim, C.S. 2015. The
Effect of Emotional Stress and Depression on the Prevalence of
Digestive Diseases. Journal Neurogastroenterol Motil.; 21 (2): 274-280
Li, M., Lu, B., Chi, L., Zhou, H., Chen, M. 2014. Prevalence and Characteristics
of Dyspepsia Among College Students in Zhejiang Province. World
Journal of Gastroenterology.; 20 (13): 3650-3652
Lim, Y.M., Tam, C.L., Lee, T.H. 2013. Perceived Stress, Coping Strategy and
General Health. Journal of Arts, Science and Commerce.; 4 (1): 89
Liu, Y.C., Qi, Z.W., Guo, S.G., Wang, Z., Yu, X.Z., Ma, S. 2011. Role of
Corticotrophin Releasing Hormone in Cerebral Infarction-Related
Gastrointestinal Barrier Dysfunction. Journal Emerg Med.; 2 (1): 59
Maramis, W. F. dan Maramis, A. A.2009. Ilmu Kedokteran Jiwa. Jakarta:
Airlangga University Press. Hal 77-105
Masoumi, S.J., Mehrabani, D., Moradi, F., Zare, N., Saberi-Firouzi, M.,
Mazloom, Z.2015.The prevalence of dyspepsia symptoms and its
correlation with thequality of life among Qashqai Turkish migrating
nomads in Fars Province, Southern Iran. Pak J Med Sci.; 31 (2): 325
Mudjaddid, E. 2009. Dispepsia fungsional. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (5nd
ed). Jakarta: Balai Penerbit FK UI. Hal: 2109
Oustamanolakis, P., Track, J. 2012. Dyspepsia Organik Versus Functional.
Journal Gastroenterol.; 46 (3): 46
Parnabas, V., Mahmood, Y., Parnabas, J., Ismail, S., Abdullah, N.M., Rahim, R.
2014. Symptoms of Stress among Student-Athletes of Universiti
Teknologi MARA (UiTM) Malaysia. Journal of Education, Society and
Behavioural Science.; 4 (1): 35
27

Randall, M. 2011. The Physiology of Stress: Cortisol and the Hypothalamic-


Pituitary Adrenal Axis, Darmounth Undergraduate Journal of Science.
[Dikutip 02 Maret 2016]. Diakses melalui:
http://dujs.dartmouth.edu/2011/02/the-physiology-of-stress-cortisol-and-
the-hypothalamic-pituitary-adrenal-axis/#.Vs-2H32LTMw
Rahmaika, B.D. 2014. Hubungan Antara Stres Dengan Kejadian Dispepsia di
Puskesmas Puewodiningratan Jebres Surakarta. Surakarta
Sabrine, D. 2015. Hubungan Pola Makan Terhadap Sindrom Dispepsia pada
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Lampung
Sadock, B.J. dan Sadock, V.A. 2013. Buku Ajar Psikiatri Klinis (2nd ed). Kaplan
dan Sadock. Hal: 387
Salleh, M.R. 2008. Life Event, Stress And Illness, Journal of Medical Sciences,
15 (4): 9
Sani, M., Mahfouz, M.S., Bani, I., Alsomily, A.H., Alagi, D., Alsomily, N.Y.,
Madkhaly, F.M., Madkhali, R., Hakami, A.A.M., Hakami, A., Shaabi, S.,
Ebrahim, A.S., Mashiakhi, S.H., Ageel, B., Asiri, S. 2012. Prevalence of
Stress Among Medical Students in Jizan University Kingdom of Saudi
Arabia. Gulf Medical Journal.; 16 (11): 20
Sastroasmoro, S., Ismael, S. 2011. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis.
Jakarta: Penerbit Sagung Seto. Hal: 97-130
Seyedmirzaei, S.M., Haghdoost, A.A., Afshari, M., Dehghani, A. 2014.
Prevalence of Dyspepsia and its Associated Factors Among the Adult
Population in Southeast of Iran in2010. Iranian Red Crescent Medical
Journal.; 16 (11): 1
Shah, M., Hasan, S., Malik, S., Sreeramareddy, T. 2010. Perceived Stress, Sources
and Severity of Stress among medical undergraduates in a Pakistani
Medical School. BioMed Central.;10 (2): 3
Susilawati., Palar, S., Waleleng, B.J. 2013. Hubungan Pola Makan dengan
Kejadian Sindrom Dispepsia Fungsional pada Remaja di Madrasah
Aliyah Negeri Model Manado. Manado
28

Takahashi, T., Babygirija, R., Ludwig, K. 2015. Anti-stress Effect of


Hypothalamic Oxyntic, Importance of Somatosensory Stimulation and
Social Buffering. InternationalJournal of Neurology.; 1 (3): 96-97
Talley, N.J. dan Vakil, N. 2005. Guidelines for the Management of Dyspepsia.
American Journalof Gastroenterology.; 100 (10): 2324
Thompson, W.G., Drossman, D.A., Talley, N.J., Walker, L., Whitehead. 2006.
Roma III Diagnostic Questionnaire for the Adult Functional GI
Disorders. Journal Questionnaire.; Hal: 922
Yagi, T., Asakawa, A., Ueda, H., Miyawaki, S., Inui, A. 2013. The Role of
Ghrelin in Patients With Functional Dyspepsia and its Potential Clinical
Relevance. Journal of Molecular Medicine.; 32 (1): 523
Yarandi, S.S. dan Christie, J. Functional Dyspepsia in Review: Pathophysiology
and Challenges in the Diagnosis and Management due to Coexisting
Gastroesophageal Reflux Disease and Irritable Bowel Syndrome.
Journals Gastroenterology. [Dikutip 02 maret 2016]. Diakses melalui:
http://www.hindawi.com/journals/grp/2013/351086/
29

Lampiran 1
30

Lampiran 2

Permohonan Menjadi Koresponden

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : dr. Asmala Dewi, dr.Resta

Profesi : Dokter Intership di Puskesmas Tembilahan Kota

Dengan ini mengharap kesediaan Saudara/i untuk turut berpartisipasi


dalam penelitian saya yang berjudul “Hubungan Antara Tingkat stress dengan
Kejadia Dispepsia Pada Siswa /i SMP Swasta Kasih Lestari” dengan
menandatangani lembar persetujuan dan menjawab pertanyaan dalam kuesioner
yang telah dilampirkan. Setiap pertanyaan mohon dijawab dengan jujur sesuai
dengan keadaan Saudara/i dan apa yang Saudara/i rasakan. Setiap pertanyaan
tidak ada salah atau benarnya. Jawaban yang diberikan akan dijamin
kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian semata.

Demikian permohonan ini saya sampaikan, atas perhatian dan kerjasama


Saudara/i dalam membantu kelancaran pembuatan penelitian ini, saya ucapkan
terima kasih.

Peneliti

[ dr. Asmala Dewi dan dr.Resta]


31

Lampiran 3

Pernyataan Persetujuan Sebagai Responden

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :

Telah membaca dan memahami permohonan dari peneliti untuk kesediaan


menjadi responden dalam penelitian yang berjudul “Hubungan Antara Tingkat
stress dengan Kejadia Dispepsia Pada Siswa /i SMP Swasta Kasih Lestari”, maka
dengan ini saya menyatakan setuju untuk menjadi responden tanpa paksaan dan
tanpa pengaruh pihak manapun untuk turut berpartisipasi menjadi responden
dalam penelitian tersebut.

Tembilahan, Januari 2020

Responden

( )
32

LAMPIRAN 4

KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT STRES DENGAN KEJADIAN


DISPEPSIA PADA SISWA/I SMP Swasta Kasih Lestari

A. Tingkat Stres
No :
Petunjuk Pengisian :
Isilah pernyataan dibawah ini dengan memberi tanda checklist (√) pada
salah satu kolom yang paling sesuai dengan jawaban Anda.

No Pertanyaan Ya Tidak
1 Saya sering mengerjakan tugas kuliah di rumah pada malam
hari
2 Rasanya 24 jam dalam sehari tidak cukup untuk
mengerjakan segala hal yang seharusnya saya kerjakan
3 Saya mengingkari atau mengabaikan masalah yang dapat
dilalui
4 Saya mengerjakan pekerjaan sendiri untuk memastikan
tugas terselesaikan dengan baik
5 Saya meremehkan seberapa lama waktu yang dibutuhkan
dalammelakukan segala hal
6 Saya merasa bahwa ada terlalu banyak deadline dalam tugas
dankehidupan yang sulit untuk diselesaikan
7 Rasa percaya diri atau penghargaan diri saya lebih rendah
dari yang saya inginkan
8 Saya sering memiliki rasa bersalah jika saya bersantai dan
tidakmelakukan apapun
9 Saya menemukan diri saya berpikir tentang suatu masalah,
bahkan ketika saya berharap untuk bersantai
10 Saya merasa letih dan lelah ketika saya bangun dari tidur
yang adekuat
11 Saya sering menyetujui atau menyelesaikan kalimat orang
lain ketikaorang tersebut berbicara dengan pelan
12 Saya memiliki kecenderungan untuk makan, berbicara,
berjalan, danmenyetir dengan cepat
33

13 Nafsu makan saya berubah, hilang, atau saya memilih tidak


makan
14 Saya merasa terganggu atau marah jika mobil atau kendaraan
di depansaya terlihat bergerak dengan pelan atau saya menjadi
sangat frustasidalam menunggu antrian
15 Jika sesuatu atau seseorang benar-banar mengganggu saya,
saya akanmenyimpan perasaan saya
16 Ketika saya memainkan olahraga atau pertandingan, saya
sangat berusaha untuk memenangkannya
17 Saya mengalami mood yang gampang terbuai, sulit membuat
keputusan, dan lemah konsentrasi dan memori
18 Saya lebih suka mencari kesalahan dan mengkritik daripada
memuji orang lain
19 Saya suka mendengarkan meskipun saya sedang asyik dengan
pikiran saya sendiri
20 Saya merasa kurang bergairah
21 Saya suka menggilas-gilaskan gigi saya
22 Saya menderita sakit otot dan nyeri, terutama di leher, kepala,
punggung bawah, dan bahu
23 Saya tidak dapat menunjukkan tugas sebaik saya dulu,
keputusan sayaburuk dan suram
24 Saya memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap alkohol,
kafein,nikotin, atau obat-obatan
25 Saya tidak memiliki waktu untuk mengembangkan minat
atau hobi diluar kegiatan kuliah
34

B. Dispepsia
Petunjuk Pengisian :
Isilah pernyataan dibawah ini dengan memberi tanda checklist (√)
pada salah satu kolom yang paling sesuai dengan jawaban Anda.

No Pertanyaan Ya Tidak
1 Dalam 3 bulan terakhir, adakah kamu merasakan penuh yang
mengganggu setelah makan makanan dalam porsi normal /
biasa?
2 Dalam 3 bulan terakhir, adakah kamu merasa cepat kenyang
atau tidak sanggup menghabiskan makanan dalam porsi
normal / biasa?
3 Dalam 3 bulan terakhir, adakah kamu merasakan nyeri atau
sakit di ulu hati / bagian tengah dada
4 Dalam 3 bulan terakhir, adakah kamu merasakan adanya rasa
panas terbakar yang tidak nyaman di ulu hati / bagian tengah
dada? (tidak ada hubungan dengan gangguan jantung)

Anda mungkin juga menyukai