Mini Poject KL
Mini Poject KL
PENDAHULUAN
1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dispepsia
2.1.1 Definisi Dispepsia
Dispepsia berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (buruk) dan peptein
(pencernaan) yang berarti pencernaan yang buruk (Kumar et al, 2012). Menurut
Fujiwara dan Arakawa (2014), dispepsia merupakan istilah sindrom pada
pencernaan bagian atas termasuk nyeri epigastrium, kepenuhan,
ketidaknyamanan, terbakar, cepat kenyang, mual, muntah dan bersendawa.
Dispepsia bukan suatu penyakit, tetapi kumpulan gejala atau keluhan yang harus
dicari penyebabnya (Djojoningrat, 2009).
2.1.2 Etiologi Dispepsia
Dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit, baik yang bersifat
organik, maupun yang fungsional (Kumar et al, 2012). Dispepsia organik
penyebabnya sudah jelas karena ada kerusakan anatomi pada saluran pencernaan
bagian atas maupun penyakit sistemik, seperti Gastroesophageal reflux disease,
ulkus peptikum, dan keganasan lambung (Brun dan Kuo, 2010; Oustamanolakis
dan Track, 2012). Dispepsia fungsional penyebabnya tidak diketahui atau tidak
ditemukan kerusakan organik maupun penyakit sistemik (Desai, 2012).
Beberapa etiologi yang dapat menyebabkan dispepsia seperti pada Tabel 2
di bawah, baik berasal dari dalam lumen saluran cerna, pankreas, gangguan
fungsional, penggunaan obat-obatan, maupun penyakit sistemik (Djojoningrat,
2009).
6
Tabel 1
Deskripsi dan Etiologi Dispepsia
Etiologi Deskripsi
- Dalam lumen saluran cerna - Ulkus peptikum
- Ulkus duodenum
- Infeksi Helicobacter pylori
- Gastritis
- Keganasan
- Pankreas - Pankreatitis
- Keganasan
- Gangguan fungsional - Dispepsia Fungsional
- Obat-obatan - Anti inflamasi non steroid
- Aspirin
- Teofilin
- Digitalis
- Antiobiotik
- Penyakit sistemik - Diabetes melitus
- Penyakit tiroid
- Penyakit jantung iskemik
(Djojoningrat, 2009)
1. Faktor Psikologis
Salah satu faktor psikologis yang menyebabkan dispepsia fungsional
adalah faktor stres. Stres berpengaruh terhadap patogenesis dispepsia melalui dua
cara yaitu jalur neurogen dan jalur neurohumoral. Jalur neurogen merupakan
rangsangan pada korteks serebri mempengaruhi kerja hipotalamus anterior ke
nervus vagus kemudian ke lambung yang menyebabkan peningkatan sekresi asam
lambung yang menyebabkan perasaan nyeri pada ulu hati. Jalur neurohumoral
yaitu rangsangan pada korteks serebri yang diteruskan ke hipotalamus anterior
selanjutnya ke hipofisis anterior yang mengeluarkan hormon kortikotropin.
Hormon ini merangsang produksi asam lambung sehingga menimbulkan
perasaan nyeri pada ulu hati (Mudjaddid, 2009; Brun dan Kuo, 2010). Selain itu,
stres juga mempengaruhi barrier mukosa lambung, dan motilitas lambung,
sehingga menyebabkan tertundanya pengosongan lambung yang menyebabkan
perasaan penuh setelah makan, mual, dan muntah (Konturek et al, 2011;
Takahashi et al, 2015).
2. Sekresi asam lambung
Sekresi asam lambung pada dispepsia fungsional umumnya normal, tetapi
terjadi peningkatan sensitivitas mukosa lambung terhadap asam yang
menimbulkan rasa tidak enak di perut (Abdullah dan Gunawan, 2012).
3. Dismotilitas Lambung
Dismotilitas lambung menyebabkan terlambatnya pengosongan lambung,
terganggunya distensi serta kontraktilitas fundus dan antrum setelah makan,
sehingga akan menyebabkan gejala nyeri selama mengkonsumsi makanan atau
merasa cepat kenyang (Brun dan Kuo, 2010; Yarandi dan Christie, 2013).
4. Hipersensitivitas Viseral Lambung
Hipersensitivitas viseral terkait dengan perkembangan dispepsia fungsional.
Hipersensitivitas viseral menyebabkan terganggunya distensi lambung sehingga
menimbulkan gejala seperti rasa kepenuhan atau cepat kenyang (Yarandi dan
Christie, 2013).
8
2.2 Stres
2.2.1 Definisi Stres
Stres didefinisikan sebagai respon tubuh yang tidak spesifik terhadap
tuntutan apapun yang disebabkan baik oleh keadaan menyenangkan atau tidak
menyenangkan sebagai “penderitaan”, serta dapat mengancam kesejahteraan
individu (Christyanti et al, 2010; Sadock, 2013), sehingga dapat mengakibatkan
perubahan biologis yang berisiko terkena penyakit (Shalleh, 2008). Dalam
Maramis (2009), stres adalah usaha penyesuaian diri terhadap stressor atau
sumber stres. Bila stressor tersebut tidak diatasi dengan baik, maka akan muncul
gangguan badani dan perilaku tidak sehat.
2.2.2 Sumber Stres Siswa
Salah satu stressor Siswa adalah tuntutan akademik, seperti penyesuaian
dalam pembelajaran disekolah, tekanan untuk terus meningkatkan prestasi
akademik yang ditunjukkan oleh Indeks Prestasi yang tinggi, persaingan, dan
beragamnya tugas (Kholidah dan Alsa, 2012; Eva et al, 2015). Studi Heins (2003)
dalam Ji dan Zhang (2011) menunjukkan bahwa ada dua jenis sumber stres di
kalangan siswa yaitu tentang prestasi akademik dan faktor sosial seperti
memelihara dan mengembangkan hubungan sosial.
2.2.3 Gejala Stres
Beberapa gejala stres di antaranya gejala fisiologis, perilaku, kognitif, dan
emosional (Parnabas et al, 2014). Berikut penjelasan gejala stres tersebut:
1. Gejala fisiologis
Gejala fisiologis akibat stres yaitu perasaan gugup, sulit bernafas, denyut
jantung cepat, tekanan darah tinggi, tenggorokoan kering, otot tegang, telapak
tangan berkeringat, dan perut melilit atau sembelit (Parnabas et al, 2014).
2. Gejala perilaku
Gejala perilaku karena stres seperti gangguan tidur, nafsu makan
berkurang, mengkonsumsi alkohol dan penyalahgunaan narkoba, absensi, dan
gagal dalam tugas yang diberikan (Parnabas et al, 2014).
10
3. Gejala kognitif
Gejala kognitif merupakan komponen mental di antaranya harapan
keberhasilan atas diri berkurang, takut gagal, kehilangan harga diri, kepercayaan
diri yang rendah, kekhawatiran tentang kinerja, gambar kegagalan, bicara sendiri,
tidak mampu untuk berkonsentrasi, dan terganggunya perhatian (Parnabas et al,
2014).
4. Gejala Emosional
Mencakup depresi, kesedihan, iritasi, ledakan emosi, serangan panik,
ketidakmampuan untuk mengatasi perubahan suasana hati (Parnabas et al, 2014).
2.2.4 Mekanisme Stres
Respon stres dimediasi oleh aksis hipotalamus hipofisis adrenal (HPA)
yang mengaktifkan sistem saraf simpatis sehingga mengeluarkan Corticotropin
releasing factor (CRF) (Liu et al, 2011). Interaksi CRF pada reseptor CRF-2
dalam pleksus mienterikus mempengaruhi motilitas lambung yang menyebabkan
terganggunya pengosongan lambung, sehingga akan menimbulkan gejala cepat
kenyang, mual, dan muntah. Selain itu, CRF juga merangsang
Adrenocorticotropic hormone (ACTH), selanjutnya ACTH menginduksi sekresi
kortisol (Beckwith dan Long, 2012; Yagi et al, 2013). Kortisol adalah hormon
glukokortikoid yang diatur oleh HPA, yang merupakan hormon utama yang
bertanggung jawab terhadap respon stres (Randall, 2011).
Stres berpengaruh terhadap kejadian dispepsia melalui dua cara yaitu jalur
neurogen dan jalur neurohumoral. Jalur neurogen merupakan rangsangan pada
korteks serebri mempengaruhi kerja hipotalamus anterior ke nervus vagus
kemudian ke lambung yang menyebabkan peningkatan sekresi asam lambung
sehingga menimbulkan nyeri pada ulu hati, sedangkan jalur neurohumoral yaitu
rangsangan pada korteks serebri yang diteruskan ke hipotalamus anterior
selanjutnya ke hipofisis anterior yang mengeluarkan hormon kortikotropin.
Hormon ini merangsang produksi asam lambung sehingga menimbulkan
perasaan nyeri pada ulu hati (Mudjaddid, 2009; Brun dan Kuo, 2010).
11
BAB 3
METODE PENELITIAN
muntah dan bersendawa. Alat ukur dispepsia ini didapatkan dari wawancara yang
dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan kuesioner penelitian yang
bersumber dari Roma III (Thompsonet al, 2006) dengan hasil ukur berupa
dispepsia dan tidak dispepsia berdasarkan dari jumlah keluhan yang menggunakan
skala rasio. Jika jumlah keluhan 0 berarti tidak mengalami dispepsia, sedangkan
jumlah keluhan 1 atau lebih berarti mengalami dispepsia.
3.4 Populasi dan Sampel
3.4.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa/i SMP Swasta Kasih
Lestari yaitu sebanyak 88 siswa/i.
3.4.2 Sampel
Pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
Consecutive Sampling yaitu setiap yang memenuhi kriteria inklusi diambil
sebagai sampel sampai jumlah sampel terpenuhi.
3. Berat (total skor >14): Rentan untuk mengalami penyakit yang terkait
stres.
b. Kejadian dispepsia diperoleh dari kuesioner berdasarkan keluhan spesifik
pada kriteria diagnosis dispepsia fungsional Roma III (Thompsonet al,
2006), yang diuji validitas dan reliabilitas terlebih dahulu. Skor untuk tiap
pertanyaan adalah 1 jika jawaban ya, dan 0 jika jawaban tidak. Penilaian
dispepsia ialah berdasarkan jumlah skor keluhan.
3.6.2 Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengambil data siswa/I
SMP Swasta Kasih Lestari.
3.7 Rancangan Manajemen Data
Pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Editing (pemeriksaan)
Proses untuk memeriksa kelengkapan pengisian jawaban, relevansi
jawaban dan konsistensi jawaban.
b. Coding (pengkodean)
Proses untuk memberikan kode pada variabel yang ada pada
penelitian ini untuk mempermudah pengolahan dan pembacaan data,
seperti kode untuk variabel dispepsia adalah 1= tidak dispepsia, 2=
dispepsia dan kode untuk kelompok sampel tingkat stres adalah 1= stres
ringan, 2= stres sedang, 3= stres berat.
c. Entry (memasukkan data)
Setelah data dikumpulkan kemudian data disimpan untuk
selanjutnya dimasukkan kedalam analisis data.
d. Cleaning (merapikan data)
Melakukan pengecekan kembali data yang sudah dimasukkan,
apakah terdapat kesalahan entry atau tidak.
e. Processing (pengolahan data)
Data diproses dengan mengelompokkan data kedalam variabel yang
sesuai.
16
f. Analyzing (penilaian)
Dalam penelitian ini menggunakan analisis univariat dan analisis
bivariat.
3.8 Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis univariat dan bivariat.
Untuk mendapatkan data yang akurat, analisis data menggunakan program
komputer Statistical and Service Solution (SPSS) 21.
3.8.1 Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk melihat gambaran tingkat stres dan
kejadian dispepsia pada siswa SMP Swasta Kasih Lestari.
3.8.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara
kejadian dispepsia berdasarkan tingkat stres pada siswa SMP Swasta Kasih
Lestari dengan menggunakan uji Pearson, jika distribusi data normal. Jika
distribusi data tidak normal, menggunakan uji Sperman. Untuk hasil analisis
dilihat nilai signifikasi/p-value. Jika nilai p-value >0,05 maka artinya tidak ada
hubungan atau pengaruh antara variabel yang satu dengan variabel yang lain.
Sedangkan, jika nilai p-value <0,05 maka artinya ada hubungan atau pengaruh
antar variabel (Sastroasmoro dan Ismael, 2011; Dahlan, 2012).
17
Pengolahan data
Analisis data
Univariat Bivariat
BAB IV
PROFIL PUSKESMAS
1. Keadaan Geografi
Kota
UPT Puskesmas Tembilahan Kota terletak pada 1-4 meter diatas
permukaan laut. UPT Puskesmas Tembilahan Kota memiliki wilayah kerja
yang terdiri dari 5 kelurahan, yaitu :
1. Kelurahan Tembilahan Kota
2. Kelurahan Seberang Tembilahan
3. Kelurahan Pekan Arba
4. Kelurahan Seberang Tembilahan Kota
5. Kelurahan Seberang Tembilahan Selatan
2. Data Demografi
Penduduk asli kecamatan Tembilahan adalah suku melayu yang
sering disebut melayu Riau, sebagaimana halnya suku melayu yang ada di
daerah Riau lainnya, suku melayu di daerah ini juga mempunyai system
kekerabatan yang kental dan penganut agama Islam yang taat. Hal ini
ditandai dengan mudahnya suku-suku pendatang dan berasilimasi dengan
penduduk tempatan.
20
Tabel 2
Jumlah Penduduk Perkelurahan Menurut Jenis Kelamin Wilayah
Kerja Puskesmas Tembilahan Kota
No Kelurahan Laki-Laki Perempuan Jumlah
1 Tembilahan Kota 13.212 13.277 26.489
2 Pecan Arba 4.182 4.032 8.214
3 Seberang Tembilahan 2.656 2.497 5.153
4 Seberang Tembilahan 1.235 1.144 2.379
Barat
5 Seberang Tembilahan 718 705 1.423
Selatan
Jumlah 22.003 21.655 43.658
Sumber: Dinas Kesehatan Kab. Inhil
Tabel 3
Jumlah Rumah Tangga Di Wilayah Kerja Upt Puskesmas
Tembilahan Kota
No Kelurahan Jumlah Rumah Tangga
1 Tembilahan Kota 5234
2 Pecan Arba 921
3 Seberang Tembilahan 1000
4 Seberang Tembilahan Barat 466
5 Seberang Tembilahan Selatan 332
Jumlah 7953
Sumber: Dinas Kesehatan Kab. Inhil
21
BAB V
1. Ringan 3 3.8
2. Sedang 45 57.0
3. Berat 31 39.2
Total 79 100.0
Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa tingkat stres ringan yaitu 3,8% dengan
jumlah 3 responden, stres sedang yaitu 57% dengan jumlah 45 responden, dan
Total 79 100.0
dispepsia yaitu 57.0% dengan jumlah 45 responden dan responden yang tidak
tingkat stres sedang lebih banyak yaitu 36 responden dengan kejadian dispepsia
5.2 Pembahasan
24
DAFTAR PUSTAKA
Lampiran 1
30
Lampiran 2
Peneliti
Lampiran 3
Nama :
Responden
( )
32
LAMPIRAN 4
KUESIONER PENELITIAN
A. Tingkat Stres
No :
Petunjuk Pengisian :
Isilah pernyataan dibawah ini dengan memberi tanda checklist (√) pada
salah satu kolom yang paling sesuai dengan jawaban Anda.
No Pertanyaan Ya Tidak
1 Saya sering mengerjakan tugas kuliah di rumah pada malam
hari
2 Rasanya 24 jam dalam sehari tidak cukup untuk
mengerjakan segala hal yang seharusnya saya kerjakan
3 Saya mengingkari atau mengabaikan masalah yang dapat
dilalui
4 Saya mengerjakan pekerjaan sendiri untuk memastikan
tugas terselesaikan dengan baik
5 Saya meremehkan seberapa lama waktu yang dibutuhkan
dalammelakukan segala hal
6 Saya merasa bahwa ada terlalu banyak deadline dalam tugas
dankehidupan yang sulit untuk diselesaikan
7 Rasa percaya diri atau penghargaan diri saya lebih rendah
dari yang saya inginkan
8 Saya sering memiliki rasa bersalah jika saya bersantai dan
tidakmelakukan apapun
9 Saya menemukan diri saya berpikir tentang suatu masalah,
bahkan ketika saya berharap untuk bersantai
10 Saya merasa letih dan lelah ketika saya bangun dari tidur
yang adekuat
11 Saya sering menyetujui atau menyelesaikan kalimat orang
lain ketikaorang tersebut berbicara dengan pelan
12 Saya memiliki kecenderungan untuk makan, berbicara,
berjalan, danmenyetir dengan cepat
33
B. Dispepsia
Petunjuk Pengisian :
Isilah pernyataan dibawah ini dengan memberi tanda checklist (√)
pada salah satu kolom yang paling sesuai dengan jawaban Anda.
No Pertanyaan Ya Tidak
1 Dalam 3 bulan terakhir, adakah kamu merasakan penuh yang
mengganggu setelah makan makanan dalam porsi normal /
biasa?
2 Dalam 3 bulan terakhir, adakah kamu merasa cepat kenyang
atau tidak sanggup menghabiskan makanan dalam porsi
normal / biasa?
3 Dalam 3 bulan terakhir, adakah kamu merasakan nyeri atau
sakit di ulu hati / bagian tengah dada
4 Dalam 3 bulan terakhir, adakah kamu merasakan adanya rasa
panas terbakar yang tidak nyaman di ulu hati / bagian tengah
dada? (tidak ada hubungan dengan gangguan jantung)