Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) adalah keadaan darurat
medis yang dipicu oleh berbagai proses akut yang berhubungan langsung ataupun
tidak langsung dengan kerusakan paru. ARDS mengakibatkan terjadinya
gangguan paru yang progresif dan tiba-tiba ditandaidengan sesak napas yang
berat, hipoksemia dan infiltrat yang menyebar dikedua belah paru.. Seperti
definisi yang berkembang pada tahun 1994 oleh American-European Consensus
Conference (AECC) pada ARDS. Istilah acute respiratory distress syndrome
lebih lanjut digunakan daripada istilah adult respiratory distress syndrome karena
sindrom tersebut terjadi pada anak-anak dan dewasa.1,2,3
ARDS merupakan bentuk Acute Lung Injury yang berat, suatu bentuk
diffuse alveolar injury. Berdasarkan AECC, ARDS didefinisikan sebagai kondisi
akut dengan karakteristik bilateral infiltrate pulmonal dan hipoksemia berat.
Menurut kriteria ini, keparahan hipoksemia pada ARDS diartikan dengan rasio
PaO2/FiO2, rasio tekanan parsial pada arteri pasien terhadap oksigen dalam udara
inspirasi. Pada ARDS, rasio ini kurang dari 200, dan pada acute lung injury (ALI)
rasionya kurang dari 300. Tambahan pada edema kardiogenik pulmonal
mempunyai tekanan kapiler pulmonal kurang dari 18 mmHg pada pasien dengan
kateter Swan-Ganz.4
National Institutes of Health (NIH) memperkirakan bahwa kejadian
tahunan di di Amerika Serikat yaitu 75 per 100.000 populasi. Penelitian terbaru
melaporkan tingkat kejadian yang lebih rendah dari 1,5 hingga 8,3 per 100.000
populasi. Namun, penelitian epidemiologi pada tahun 1994 dilaporkan tingginya
insidensi tahunan di Skandinavia yaitu 17,9 per 100.000 untuk acute lung injury
dan 13,5 per 100.000 pada acute respiratory distress syndrome. Pada dasarnya
hasil penyaringan sejumlah besar pasien dengan NIH Acute Respiratory Distress
Syndrome melebihi tiga tahun yang lalu, beberapa investigator percaya bahwa
perkiraan hasil 75 per 100.000 per tahun itu akurat.5

1
ARDS merupakan tipe gagal nafas yang merupakan hasil dari beberapa
bentuk penyakit yang menyebabkan sejumlah besar cairan terkumpul dalam paru
yang bukan disebabkan oleh kelainan jantung (edema paru non cardiac), onsetnya
berlangsung cepat. Berdasarkan penyebabnya secara garis besar ARDS
disebabkan oleh dua hal, yang pertama yaitu disebabkan oleh Hipoksia atau
kegagalan sirkulasi, dan yang kedua karena paparan iritan paru akut. Pada
beberapa kasus, penyebab ARDS tidak spesifik, namun yang pasti perkembangan
ARDS berlangsung dalam waktu yang cepat berkisar antara 12-48 jam sampai
beberapa hari setelah pemicu awal.3
Pada paru-paru terdapat kapiler-kapiler yang berhubungan dengan alveolus
pada bronkus. Ini merupakan tempat yang penting dimana oksigen lewat dari
udara yang diinhalasi ke dalam darah, yang kemudian membawa oksigen ke
seluruh tubuh. Trauma pada paru yang merusak alveolocapillary junction
menyebabkan kebocoran cairan ke dalam alveoli yang memenuhi alveoli sehingga
udara tidak dapat masuk. kerusakan membran kapiler alveoli, kemudian terjadi
peningkatan permeabilitas endotel kapiler paru dan epitel alveoli yang
mengakibatkan edema alveoli dan interstitial. Adanya peningkatan permeabilitas
kapiler akan menyebabkan cairan merembes ke jaringan interstitial dan alveoli,
menyebabkan edema paru dan atelektasis kongesti yang luas. Terjadi pengurangan
volume paru, paru menjadi kaku dan keluwesan paru (compliance) menurun.
Kapasitas sisa berfungsi (fungsional residual capacity) juga menurun.1,2
Hipoksemia yang berat merupakan gejala penting sindrom gagal
pernafasan pada orang dewasa dan penyebab hipoksemia adalah ketidak
seimbangan ventilasi-perfusi, hubungan arterio-venus (aliran darah mengalir ke
alveoli yang kolaps) dan kelainan difusi alveoli-kapiler sebab penebalan dinding
alveoli-kapiler. Penanganan yang lambat pada pasien ARDS akan menyebabkan
terjadinya kematian, maka diperlukan pemahaman yang mendalam mengenai
gejala dan patofisiologi dari ARDS.1,2,3

2
BAB II
ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (ARDS)

2.1 DEFINISI
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) pertama kali diperkenalkan
oleh Ashbaugh pada tahun 1967, merupakan sindrom klinis yang ditandai dengan
dispnea dengan onset cepat, hipoksemia, dan infiltrate paru luas yang
menyebabkan terjadinya gagal nafas (gagal respirasi). Penyebab dari kelainan ini
dapat berupa cedera yang langsung mengenai jaringan paru maupun penyakit-
penyakit yang berada di luar jaringan paru. Sindrom ini awalnya disebut acute
respiratory distress in adults (untuk membedakan dengan neonatus).2,3

2.2 EPIDEMIOLOGI
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) merupakan suatu jenis
keadaan yang membutuhkan penanganan kegawatdaruratan di bidang kedokteran.
Pada ARDS akan terjadi perlukaan pada jaringan paru oleh berbagai macam sebab
yang ditandai dengan adanya peningkatan permeabilitas membrane alveolus-
kapiler secara difus, yang kemudian akan mengakibatkan terjadinya edema dan
inflamasi luas pada jaringan paru. Pada keadaan seperti ini, proses difusi udara
respirasi melalui membran alveolus-kapiler akan terhambat mengakibatkan
terjadinya sintas (shunting) dan hipoksemia pada penderitanya. Pada era
penanganan kedokteran yang modern sekalipun (dengan penanganan di Intensive
Care Unit dan menggunakan ventilator), angka kematian yang disebabkan ARDS
masih tinggi berkisar antara 40% hingga 50%.2,4
Penyakit ini tidak saja disebabkan oleh proses-proses kerusakan yang
langsung mengenai jaringan paru, namun disebabkan pula oleh proses yang
berlangsung sistemik. Disebabkan oleh hal tersebut di atas, maka kecurigaan
untuk munculnya ARDS pada seseorang harus tetap diwaspadai, terutama pada
pasien dengan penyakit sistemik yang berat dan multiple.2,4,6
Insidens dari ARDS adalah sebesar 58,7/100000. Di Amerika Serikat
diperkirakan setiap tahunnya terdapat 141.500 kasus ARDS, menyebabkan
kematian sekitar 74.500 penderitanya, dan menambah 3,6 juta dari hospitalisasi

3
yang dibutuhkan, sedangkan data di Indonesia belum ada. Secara umum angka
kematian pada pasien ARDS adalah sebesar 50-70%, dimana angka kematian ini
dapat ditekan hingga berkisar 30-40% setelah era penggunaan ventilator.2,4

2.3 ETIOLOGI
Inflamasi ekstensif luas paru-paru pada ARDS merupakan proses
patogenesis dalam respon terhadap berbagai penyebab yang menyebabkan
kerusakan paru secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa penyebab dari
ARDS dapat dilihat pada tabel 1.Acute Lung Injury (ALI) merupakan bentuk
kelainan serupa dalam spektrum yang lebih rendah, namun potensial untuk
berevolusi menjadi ARDS.2,4

Tabel 1.Faktor risiko terjadinya ARDS2,4


Penyakit yang terjadi di jaringan Penyakit yang terjadi di luar paru
paru
Pneumonia Sepsis
Aspirasi dari isi lambung Trauma berat
Kontusio paru Fraktur tulang multipel
Kasus tenggelam Iga gambang
Inhalasi zat toksik Trauma Kepala
Luka Bakar
Transfusi berulang
Overdosis Obat
Pankreatitis
Paska Pintas Kardiopulmoner

Faktor-faktor yang mempengaruhi atau meningkatkan risiko terjadinya


ARDS sangat banyak, tidak semua pasien dengan penyebab dasar berkembang
menjadi ARDS. Berbagai variasi klinik dihubungkan dengan peningkatan risiko
terjadinya ARDS termasuk diantaranya peminum alkohol, hipoproteinemia, usia
lanjut, keparahan penyakit dan luasnya kerusakan diukur dengan skor APHACHE,
hipertransfusi produk darah, dan merokok.2,4
2.4 GAMBARAN KLINIS

4
Perkembangan ARDS biasanya cepat, terjadi dalam waktu 12-48 jam dari
penyakit penyebab. Inflamasi yang terjadi di paru menurunkan komplain paru
sehingga menyebabkan peningkatan usaha paru untuk bernafas, tidal volume kecil
dan takipnu. Pernapasan yang cepat atau oksigenasi rendah, pasien dengan ARDS
secara khusus mempunyai analisis gas darah awal yang emnunjukkan PaO 2
kurang dari 50-55 mmHg dan pulse oymetry mencatat kurang dari 85% saturasi
O2 arterial.2,4,5,6

Gambar1. Alveolus Normal

Menurut American European Consensus Conference (AECC) pada tahun


1994 definisi ARDS terdiri dari gagal nafas (respiratory failure/distress) dengan
onset akut, rasio tekanan oksigen pembuluh arteri berbanding fraksi oksigen yang
diinspirasi (PaO2/ FiO2) < 200 mmHg hipoksemia berat, secara radiologis infiltrat
bialteral yang konsisten dengan edema paru, oksigenasisistemik yang tidak baik,
dan tidak ditemukannya hipertensi serambi kiri (gagal jantung kiri).2

2.5 DIAGNOSIS

5
Pendekatan klinik untuk mendiagnosis ARDS dilakukan dengan beberapa
cara, pertama melalui pemerikasaan radiografi dada, pada kasus yang berkembang
menjadi ARDS gambaran radiografinya menunjukkan infiltrat alveolus bilateral
difus yang konsisten dengan edema paru, onset awal infiltrat biasanya bervariasi
dari ringan atau padat, insterstitial atau alveolus, tersebar atau konfluen. Infiltrat
di rontgen dapat tidak berhubungan dengan derajat hipoksemia, sebagai contoh
pasien dengan stadium awal ARDS mengalami hipoksemia berat dengan
gambaran infiltrat tersebar asimetris yang diinterpretasikan sebagai
pneumonia.2,4,5,6

Gambar 2. Penampakan Radiologis ARDS


Pemeriksaan laboratorium spesifik untuk diagnosis ARDS tidak ada, tetapi
analisis gas darah penting untuk mengkonfirmasi diagnosis ARDS diamana PaO 2/
FiO2 abnormal. Bronkoskopi dengan Bronchoalveolar lavage (BAL) merupakan
pemeriksaan penting untuk mengevaluasi pasien yang belum jelas berkembang
menjadi ARDS. Suatu keadaan yang mirip dengan klinis ARDS adalah Acute
Lung Injury (AL), tetapi pada ALI kadar PaO2/ FiO2 dalam darah arteri antara
200-300 mmHg. Tabel 2 nerikut ini menunjukkan kriteria diagnosis ALI/ARDS
berdasarkan AECC. Selanjutnya akan dibicarakan tentang ARDS ditinjau dari
aspek imunologinya. 2,4,5,6

Tabel 2. Kriteria Diagnosis ALI/ARDS2


Variabel Klinik ALI ARDS

6
Onset Akut Akut
Hipoksemia PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg PaO2/FiO2 ≤ 200 mmHg
Radiografi dada Infiltrat bilateral Infiltrat bilateral
Penyebab nonkardiak Tidak ada bukti klinik Tidak ada bukti klinik
Hipertensi atrium kiri Hipertensi atrium kiri
atau atau
Pulmonary capillary Pulmonary capillary
wedge wedge
Pressure ≤ 18 mmHg Pressure ≤ 18 mmHg

2.6 ASPEK IMUNOLOGIS ARDS


Aspek imunologis Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) meliputi
berbagai aspek diantaranya adalah cedera jaringan paru, kerusakan endotel paru
kapiler paru, kerusakan epitel alveolus, peranan koagulasi dan Gambaran patologi
yang terjadi selama berlangsungnya ARDS.
2.6.1 CEDERA JARINGAN PARU
A. Neutrofil
Beberapa studi membuktikan peran penting neutrofil dalam pathogenesis
kasus-kasus ARDS. Pada studi histologist, ARDS ini menunjukkan tanda
akumulasi neutrofil di paru. Untuk menyebabkan kerusakan paru, neutrofil harus
bertahan di paru, beerkontak erat dengan epitel dan mengaktivasi pelepasan
produk-produk inflamasi. Beberapa teori menjelaskan mekanisme neutrofil
menetap di paru. Teori pertama menunjukkan bahwa bertahannya neutrofil karena
interaksi antara molekul adhesi pada permukaan sek neutrofil dan sel-sel endotel
(Gambar 3). Molekul adhesi itu seperti P selektin, ICAM-1 (intercellular
adhesion molecule-1) dan CD 11/CD 18. Teosi kedua, neutrofil bertahan di
sirkulasi paru karena induksi kekakuan.7
Neutrofil yang teraktivasi menyebabkan pelepasan berbagai produk
sitotoksik, yang akan merusak epitel alveolus. Produk-produk tersebut termasuk
reactive oxygen species/nitrogen species (ROS/NOS), peptide kationik,
eicosanoid, dan enzim-enzim proteolitik. Disamping itu neutrofil juga melepaskan
growth factor (GF), sitokin-sitokin, dan kemokin yang menyebabkan respon
inflamasi di paru. Produk-produk kerusakan potensial lainnya yang dilepaskan

7
neutrofil termasuk platelet activating factor (PAF) dan metabolit asam arakidonat
seperti leukotrien.6,8
Neutrofil yang beradhesi dengan endotel akan mengeluarkan lisosim yang
akan menyebabkan dinding endotel lisis, akibatnya endotel terbuka. Protease
merusak matrik ekstraseluler paru yang akan mempermudahkan migrasi neutrofil
dari kapiler ke ruang udara. Enzim protease yang dominan dilepaskan oleh
neutrofil pada ARDS adalah neutrofil elastase. Neutrofil juga membawa
superoksidan yang termasuk dalam radikal bebas yang akan mempengaruhi
oksigenasi mitokondria dan siklus GMPs. Akibat dari proses tersebut endotel
menjadi nekrosis, sehingga terjadi kerusakan endotel pembuluh darah. Kerusakan
endotel tersebut menyebabkan terjadinya kebocoran vascular (vascular leak)
sehingga menyebabkan kerusakan organ multipel.6,8

Gambar 3. Kerusakan alveolus selama Fase Aktif

Dari sampel cairan edema paru dan bilasan bronkus (broncholaveolar


lavage) pasien dengan ARDS menunjukkan dominasi neutrofil, dan kadar

8
neutrofil ini dihubungkan dengan beratnya kerusakan dan buruknya prognosis.
Pada sejumlah percobaan model binatang, pengobatan dengan hambatan terhadap
aktivasi neutrofil atau hambatan terhadap fungsinya dan mencegah perkembangan
ke arah acute lung injury. 6,7,9

Gambar 4. Perbandiangan alveolus normal dengan alveolus yang rusak

Kerusakan yang dihubungkan dengan neutrofil pada ARDS juga diatur


oleh inhibitor alami dari fungsi neutrofil. CC16 adalah inhibitor kemotaksis
neutrofil yang telah diidentifikasi pada bilasan cairan bronkoalveolar pasien

9
ARDS. Inflamasi yang dimediasi neutrofil secara normal diakhiri oleh fagositosis
neutrofil dan dipindahkan dari ruang udara. Jalur primer untuk memindahkan
neutrofil apoptosis adalah melalui fagositosis oleh makrofag alveolar, suatu
mekanisme membersihkan neutrofil tanpa dilanjutkan dengan pelepasan enzim-
enzim proteolitik potensial yang merugikan. Pada pasien dengan ARDS terdapat
gangguan mekanisme pembersihan neutrofil yang normal. Neutrofil yang diisolasi
melalui bilasan bronkoalveolar dari pasien ARDS mempunyai penurunan kadar
apoptosis. Pada hewan percobaan, induksi apoptosis neutrofil memperbaiki
ARDS, dan onset apoptosis neutrofil terjadi secara bersamaan dengan fase
resolusi kerusakan paru. 4

B. Kemokin
Sitokin kemotaktik (kemokin) adalah peptide yang berperan primer dalam
penarikan dan aktivasi leukosit selama inflamasi. Tanda infiltrasi paru yang
dihubungkan dengan terjadinya ARDS adalah adanya infiltrasi leukosit. Migrasi
leukosit ynag berlangsung secara besar dilakukan oleh kemokin. Hubungan timbal
balik dari respon awal sitokin, molekul adhesi, dan susunan neutrofil
mengerahkan neutrofil ke dalam paru (Gambar 4).4,6,7
Sejumlah unsur telah dikenali sebagai kemoatraktan neutrofil, diantaranya
adalah interleukin-8 (IL-8) dan leukotrin B4. Interlukin-8 (IL-8) merupakan
sitokin inflamasi yang fungsi utamanya sebagai kemoatraktan dan faktor aktivasi
neutrofil. Interleukin-8 merupakan activator poten neutrofil dengan kapasitas
untuk meregulasi ekspresi molekul adhesi pada permukaan neutrofil,
meningkatkan peningkatan leukotrin B4 (LTB4), menginduksi kemotaksis neutrofil
dan meningkatkan perlengketan neutrofil pada sel endotelial dan epitelial. IL-8
berperan dalam sejumlah besar sekuester neutrofil dan bertahan di vaskuler
alveolus serta berakumulasi di ruang alveolus pada beragam penyakit, salah
satunya termasuk ARDS.9

C. Komplemen
Sistem komplemen adalah komponen sentral dari pertahanan penjamu.
Aktivasi komplemen dapat dihasilkan dari satau dari 3 jalur: 1.Jalur klasik, yang

10
diaktivasi oleh kompleks antigen-antibodi; 2.Jalur pengikatan lektin, yang
diaktivasi oleh komponen polisakarida bakteri; dan 3.Jalur alternatif, yang
diaktivasi oleh kumpulan protein, endotoksin, dan berbagai senyawa tidak larut.
Ketiga jalur bertemu di level C3 convertase dan pada akhirnya menyebabkan
pembentukan MAC (membrane attack complex) dan lisis mikroorganisme.4,6,9
Komponen aktvasi komplemen dapat mengaktivasi sel endotel untuk
memproduksi radikal oksigen dan molekul adhesi, dapat menginduksi ekspresi
kemokin, dan dapat menjadi kemotaktik langsung neutrofil. Sebenarnya semua
komponen komplemen dapat diproduksi secara lokal di paru oleh sel alveolar tipe
II, makrofag alveoli, dan fibroblast paru. Jadi sebagai bagian dari eradikasi
mikroorganisme, kaskade komplemen juga penting secara bermakna memperbesar
inflamasi paru dan akibatnya terjadi kerusakan paru.4,6,7
Beberapa percobaan dan data klinik menunjukkan peranan aktivasi
komplemen pada patofisiologi ARDS. Pada binatang percobaan, aktivasi sitem
komplemen menyebabkan ARDS dengan histopatologi yang sama pada ARDS
manusia. Penghambatan kaskade komplemen melalui deplesi komplemen umum
atau melalui hambatan spesifik dari konversi C5a melindungi binatang percobaan
dari ARDS. Pasien dengan ARDS secara umum menunjukkan bukti aktivasi
komplemen yang luas (peningkatan kadar plasma komponen komplemen C3a dan
C5a), dan tingkat aktivasi komplemen dihubungkan dengan perkembangan dan
dampak ARDS.6,7,8,9

2.6.2 KERUSAKAN ENDOTEL VASKULER PARU


Sel endotel (endothelial cells) sangat penting dalam pertahanan tuan
rumah, perbaikan, dan fisiologi inflamasi. Selain itu, endotel merupakan bagian
penting antara inflamasi dan jalur trombotik oada sepsis dan ARDS. Interaksi
yang tidak teratur antara aktivasi atau kerusakan endotel dengan leukosit sangat
penting dalam eksperimen dan klinis sepsis, dan menyebabkan sekuestrasi
leukosit di intravaskuler paru-paru dan di dalam kompartemen alveoli. Baru-baru
ini studi di model murine menunjukkan bahwa sekuestrasi leukosit di paru-paru
yang diinduksi oleh LPS sebagian besar karena aktivasi endotel. Sel endotel yang
dilepaskan ke dalam sirkulasi pada pasien sepsis.2,4,6,7

11
Sel endotel (ECs) mengekspresikan TLRs dan mengenali produk LPS dan
bakteri lainnya. Sebagai respon terhadap rangsangan LPS, sel endotel akan
mengekspresikan produk baru, termasuk molekul adhesi dan kemokin yang akan
menarik leukosit, dan mengalami perubahan fenotipik dan fungsional. Perubahan
yang sama telah didokumentasikan pada pembuluh darah pasien sepsis. Beberapa
kemokin baru yang dibentuk, seperti molekul adhesi, dan faktor inflamasi
disintesis di bawah kontrol transkripsi oleh faktor nuklir kappa B (NF-kB).
Kerusakan genetic NF-kB di endothelium menyebabkan kelangsungan hidup yang
lebih baik pada mencit yang dipapar dengan LPS. Jadi, mengubah ekspresi gen
endotel dan sintesis dari produk protein yangs sesuai dalam merespon LPS
menjadi Gambaran sentral infeksi bakteri gram negative dan sepsis (Gambar 5.).
Selain itu, pola messenger RNA (mRNA), termasuk transkripsi kode untuk produk
gen yang relevan dengan respon inflamasi yang sistemik dan cidera, juga diubah
bila sel endotel manusia dirangsang dengan lipoprotein bakteri. Hal ini
mengGambarkan bahwa respon “endotoksik” bila dirangsang oleh berbagai
produk mikroba selain endotoksin klasik (LPS). Sel endotel mengekspresikan
produk baru yang diaktifkan oleh berbagai produk mikroba tersebut menjadi salah
satu faktor yang menyebabkan kegagalan antibody dengan spesifisitas.2,4,6
Aktivasi endotel vaskuler paru dapat disebabkan oleh sitokin,
lipopolisakarida, dan produk mikroba, dan perubahan ekstrim yang lain. Aktivasi
endotel sebagian dibatasi dan mempunyai respon bolak-balik terhadap inflamasi
yang terjadi secara lokal atau sistemik, proses aktivasi endotel ini menjadi tidak
teratur dan tidak terkontrol pada ARDS.2,3,5,6
Sitokin IL-2 dan TNF-α selain merupakan respon inflamasi pada sepsis,
dapat pula menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah. IL-1β sebagai
imunoregulator utama mempunyai efek pada sel endotel termasuk didalamnya
pembentukan prostaglandin E2 (PG-E2) dan merangsang ekspresi intracellular
adhesion molecule-1 (ICAM-1). Dengan adanya ICAM-1 menyebabkan neutrofil
yang telah tersensitisasi oleh granulocyte-macrophage colony stimulating factor
(GM-CSF) akan mudah mengadakan adhesi. Interaksi endotel dengan neutrofil
terdiri dari tiga langkah yaitu: bergulirnya neutrofil, P dan E-selektin yang
dikeluarkan oleh endotel dan L-selektin neutrofil dalam mengikat ligan-selektif;

12
adhesi dan aktivasi neutrofil yang mengikat intergrin CD-11 atau CD-18 yang
melekatkan neutrofil pada endotel dengan molekul adhesi ICAM yang dihasilkan
oleh endotel dan diapedesis neutrofil menembus dinding endotel. Selama terjadi
sepsis tingkat IL-1B dan TNF-α berkorelasi dengan keparahan penyakit dan
kematian. Sitokin-sitokin yang dihasilkan akan menginduksi panas dan
memproduksi protein-protein fase akut sebagai respon inflamasi. 2,4,6
Pada dekade penelitian klinik dan binatang menunjukkan bahwa edema
paru karena peningkatan permeabilitas adalah sebagai abnormalitas fisiologis
primer pada stadium awal ALI/ARDS. Edema paru karena peningkatan
permeabilitas terjadi melalui kegagalan struktur alveolus yang secara normal
menahan plasma dalam kapiler alveolus (alveolar capillary membrane (ACM)).
Kegagalan ACM pada ARDS menyebabkan cairan kaya protein memenuhi ruang
udara alveolus dan secara langsung menyebabkan pemburukan pertukaran gas dan
hilangnya complain paru yang menandakan kelainan paru. ACM dibentuk oleh 2
komponen yang berbeda: endotel kapiler dan epitel alveolus, fungsi keduanya
rusak pada keadaan ARDS.2,4,6
Mekanisme yang menyebabkan kegagalan ACM bermacam-macam tapi
dapat dibagi secara kasar yaitu kerusakan endotel kapiler dan epitel alveolus.
Kerusakan endotel kapiler alveolus telah lama dikenal sebagai kunci dari fase akut
ARDS. Studi ultrastruktur menunjukkan pembengkakan sel endotel dan pelebaran
sambungan interseluler, dan studi radionuclide mengkonfirmasi adanya kebocoran
kapiler pada pasien ini. Banyak definisi terkini menunjukkan bahwa struktur
endotel dan fungsinya berubah secara independen karena proses kerusakan sel
yang disebut aktivasi endotel. Sel endotel berkontraksi dan terjadi kekacauan
respon vasomotor yang menyebabkan perkembangan kebocoran kapiler, ekspresi
molekul adhesi dan sitokin yang memperbesar kerusakan alveolus. Dengan
adanya kerusakan endotel alveolus, kerusakan epitel ditandai oleh nekrosis dan
sering ditemukan kerusakan yang dalam, yang merupakan tanda penting pada
ARDS.2,4,6,9
2.6.3 KERUSAKAN EPITEL ALVEOLUS
Epitel alveoli yang normal disusun secara dominan oleh sel epitel gepeng
tipe 1 yang menutupi 90% daerah permukaan alveolus berupa permukaan tipis

13
untuk pertukaran gas dari alveolus ke kapiler dan barir yang dapat melawan
ekstravasasi cairan ke dalam ruang udara serta mudah terjadi kerusakan. Sel epitel
alveolus tipe II kuboid menutupi 10% dari permukaan alveolus dan lebih tahan
terhadap kerusakan. Sel epitel alveolus tipe II mempunyai beberapa fungsi
penting, termasuk memproduksi surfaktan dan transfer ion serta berfungsi juga
sebagai sel progenitor untuk regenerasi sel tipe I setelah mengalami kerusakan.
Sel epitel tipe II juga menyediakan proteksi penting melawan pembentukan edema
yaitu meresopsi cairan dari ruang udara. 2,4,6,10
Secara normal, 90% atau lebih sel ruang udara adalah makrofag alveolar
(AM), <10% limfosit dan hanya 1-2% PMN. Pada pasien dengan ARDS, lebih
dari 90% sel-sel ruang udara adalah PMN. Jika keadaan ARDS terjadi terus-
menerus, PMN menetap di ruang udara, dan jumlah makrofag menurun. Jika
ARDS perbaikan, jumlah makrofag meningkat, tetapi akumulasi limfosit jarang
terjadi. 2,4,6
Barir epitel secara normal lebih rapat dari barir endotelial. Hilangnya
integritas epitel menambah pembentukan edema alveolar. Edema yang
mengandung protein merupakan karakteristik ARDS akibat dari kerusakan kedua
komponen endotel dan epitel membran alveoli dan hilangnya kedua fungsi barir
dan resopsi cairan. Edema paru karena peningkatan permebailitas yang berlanjut,
mengeksaserbasi fungsi surfaktan karena adanya protein serum, dan enzim
proteolitik pada ruang alveolus. Jika kerusakan epitel berat atau berulang,
ketidakteraturan atau perbaikan epitel yang tidak adekuat dapat berakhir dengan
fibrosis. Pada beberapa studi klinik, derajat kerusakan epitel alveolar merupakan
predictor penting ARDS. 2,3,4,6
Lesi epitel pada studi-studi awal dari pasien yang meniggal akibat ARDS
menunjukkan spectrum dari pembengkakan sitoplasma, vakuolisasi, dan
pembentukan bleb nekrosis dan penggundulan lengkap sel epitel. Tingkat
kehilangan fungsi sel-sel epitel ini pada ARDS menunjukkan hubungannya
dengan prognosis yang buruk. Studi yang sama menemukan bahwa peningkatan
rata-rata klirens cairan alveolus pada pasien yang menderita ARDS dihubungkan
dengan jenis kelamin perempuan, tidak merokok, dan mempunyai faktor risiko

14
ARDS seperti sepsis, menyebabkan heterogenitas klinik dari klirens cairan alveoli
yang bervariasi. 2,4,6

Kerusakan Membran Kapirle di


Alveolus Membran Kapirle

Kerusakan type II sel Pengeluaran mediator


alveolus inflamasi

↓ produksi ↑ peningkatan Obstruksi


surfaktan membran kapiler di vaskuler
alveolus
↓ compliance Bronkokonstriksi Perpindahan
alveolus cairan dan
darah dari
atelektasi kapiler
s

Edema paru
Hyaline
membrane
formation

↓complian Mengganggu
ceparu pertukaran gas

Pulmonary
ARDS
Hypertension

Bagan.1 Mekanisme kerusakan membrane alveolus – kapiler

2.6.4 KOAGULASI / TROMBOSIS


Aktivasi platelet, interaksi dengan leukosit dan sel endotel, dan sekuestrasi
di mikrovaskuler adalah kunci kejadian percobaan klinik sepsis. Aktivasi platelet
oleh thrombin, atau platelet activating factor (PAF), yang dihasilkan pada sepsis
menginduksi agregasi platelet, membentuk agregasi dengan leukosit dan
berinteraksi dengan endotel. Sekuestrasi platelet pada mikrovaskuler potensial

15
untuk memperpanjang sinyal interselluler dan memperkuat deposisi fibrin dan
menyebabkan obstruksi mikrovaskuler.2,4,6
Aktivasi dan agregasi trombosit, mikrotrombi,dan deposisi intraalveolar
merupakan tampilan utama histologist ARDS dan perubahan pada koagulasi dan
fibrinolisis sangat penting pada kejadian ARDS. Deposisi fibrin dalam ruang
alveolar adalah hasil dari ketidakseimbangan antara koagulasi, protease
fibrinolitik (plasmin dan activator plasminogen jenis urokinase atau u-PA) dan
antiproteases (plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1)) dan ketersediaan plasma
yang diturunkan dari fibrinogen. 2,4,6
Peningkatan aktivitas prokoagulan terlihat pada pasien yang berisiko
ARDS dan terkait ddengan peningkatan ekspresi prokoagulan (faktor jaringan/TF)
dan protein antifibrinolytic (PAI-1). PAI-1 akan dilepas secara lokal oleh sel
epitel, sel endotel, dan fibroblast. Tissue Factor (TF) adalah mediator yang sangat
trombogenik dalam jalur koagulasi ekstrinsik yang menyebabkan pembentukan
fibrin. Pada ALI, alveolus berisi TF dengan kadar yang tinggi dan ini mungkin
disebabkan sebagian epitel alveolar bereaksi terhadap rangsangan proinflamasi.
2,4,6

Protein C adalah antikoagulan plasma endogen yang memudahkan


fibrinolisis dan mengahambat thrombosis dan inflamasi. Kadar lebih rendah dari
plasma protein berkaitan dengan hasil klinis yang lebih buruk di ALI. Aktivasi
protein C memerlukan reseptor protein C endotel dan kompleks trombomodulin-
trombin. Pada pasien dengan sepsis, terdapat peningkatan kadar trombomodulin
yang beredar pada permukaan sel endothelium, sehingga mengurangi ketersediaan
untuk aktivasi protein C pada permukaan endotel. 2,4,6

2.6.5 GAMBARAN PATOLOGIS ARDS


Berdasarkan patofisiologinya, ARDS dideskripsikan sebagai gagal nafas
akut yang merupakan akibat dari edema pulmoner oleh sebab non kardiak. Edema
ini disebabkan oleh karena adanya peningkatan permeabilitas membrane kapiler
sebagai akibat dari kerusakan alveolar yang difus. Selain itu, protein plasma
diikuti dengan makrofag, neutrofil, dan beberapa sitokin akan dilepaskan dan
terakumulasi dalam alveolus, yang kemudian akan menyebabkan terjadinya dan

16
berlangsungnya proses inflamasi, yang pada akhirnya dapat memperburuk fungsi
pertukaran gas yang ada. Pada keadaan ini membrane hialin (hialinisasi) juga
terbentuk dalam alveoli.7
Berdasarkan hukum starling, maka mekanisme utama terjadinya ekstravasi
bahan – bahan intravascular ke dalam jaringan paru disebabkan oleh karena
adanya peningkatan dari permeabilitas kapiler, bukan oleh karena adanya
peningkatan tekanan hidrostatik intravascular sebagai mana terlihat pada edema
pulmonal kardiogenik. Normalnya barier epitel alveolar sangat rapat, melawan
gerakan pasif walaupun molekul kecil seperti protein termasuk juga albumin dan
immunoglobulin. Sambungan protein yang rapat ini dipertahankan oleh sel epitel
alveolar tipe 1 dan tipe II. Epitel alveolar mempunyai fungsi khusus pertukaran
gas. Sel epitel alveolar tipe II adalah sumber material aktif permukaan yang
penting untuk memelihara stabilitas alveolus pada pengisian gas paru. Sel epitel
alveolus tipe I sama dengan sel tipe II, mempunyai kapasitas memindahkan cairan
alveoli yang berlebihan melalui transport ion. Sistematika patofisiologi ARDS
dapat dilihat diatas.2,4
Secara lebih terperinci patofisiologi ARDS berjalan melalui 3 fase, yitu
fase eksudatif, fase proliteratif, fase fibrinolitik.

Gambar 5. Fase-fase patologi ARDS4

2.7 TERAPI

17
Penderita ARDS dirawat di unit perawatan intensif. Terapi oksigen sangat
penting untuk mengoreksi kadar oksigen darah, seringkali diberikan oksigen
dalam konsentrasi tinggi (mungkin diperlukan oksigen 100%). Bila pemberian
oksigen dengan sungkup muka tidak berhasil mengatasi masalah, perlu digunakan
alat bantu pernafasan (ventilator). Ventilator menyalurkan oksigen dengan
menggunakan tekanan melalui pipa yang dimasukkan ke hidung, mulut atau
trakea; tekanan ini membantu memasukkan oksigen ke dalam darah. Tekanan
yang diberikan dapat disesuaikan untuk membantu tetap terbukanya saluran napas
yang kecil dan alveoli, dan untuk memastikan agar paru-paru tidak menerima
konsentrasi yang berlebihan karena konsentrasi yang berlebihan dapat merusak
paru-paru dan memperberat sindroma ini.7,8
Pengobatan suportif lainnya seperti pemberian cairan atau makanan
intravena (melalui infus) juga penting karena dapat terjadi dehidrasi atau
malnutrisi yang bisa menyebabkan berhentinya fungsi organ tubuh (keadaan yang
disebut sebagai kegagalan organ multipel).7
Obat-obatan khusus diberikan untuk mengobati infeksi, mengurangi
peradangan dan membuang cairan dari dalam paru-paru. Misalnya pada infeksi
diberikan antibiotik.7
2.8 PROGNOSIS
Sampai tahun 1990, kebanyakan penelitian melaporkan angka kematian
ARDS sekitar 40-70%. Namun, 2 laporan pada tahun 1990 melaporkan hal yang
berbeda, berkisar antara 30-40 %. Penjelasan yang paling memungkinkan untuk
hal ini adalah penaganan sepsi, penerapan ventilasi mekanik, dan perawatan
INtensif yang telah membaik.7,8,9
Sebagai catatan bahwa kematian pada pasien ARDS kebanyakan di
perparah dengan kondisi sepsis (suatu faktor prognosis yang parah) atau
merupakan kegagalan multi organ dibanding kegagalan paru semata.7,8,9
Indeks oksigenasi dan ventilasi, termasuk rasio PaO 2/ FIO2, tidak
memprediksi penampakan resiko kematian. Keparahan hipoksemia pada saat
diagnosis tidak berhubungan dengan angka bertahan hidup. Namun, kegagalan
fungsi pulmonal untuk meningkat dalam minggu pertama penanganan adalah
faktor prognosis yang buruk.6

18
Angka kejadian harus diperhitungkan, pasien dengan ARDS lebih sering
mendapat perawatan yang lama di rumah sakit, dan mereka mudah untuk
mendapatkan infeksi nosokomial, khususnya Ventilator Associated Pneumonia
(VAP). Sebagai tambahan, pasien mengalami penurunan berat badan drastic,
kelemahan otot, dan kecacatan fungsi dapat menetaap berbuulan-bulan setelah
berbulan-bulan keluar dari Rumah Sakit.10
Penyakit yang parah dan penggunaan ventilator mekanik merupakan
predictor dari abnormalitas yang menetap dalam fungsi paru. Pasien ARDS yang
bertahan hidup akan mengalami kerusakan fungsi bahkan setelah 1 tahun keluar
dari rumah sakit.10
Dalam penelitian dari 109 pasien yang bertahan hidup, spirometri dan
volume paru normal pada 6 bulan, tetapi capasitas keseluruhan masih tetap
menurun,, berkisar 72% pada tahun pertama post ARDS, dan hanya 49% yang
kembali bekerjja. Kualitas kesehatan mereka otomatis dibawah normal. Namun,
tidak ada pasien yang tetap harus menggunakan oksigen selama 12 bulan.
Abnormalitas radiologis juag sembuh secara total dalam satu tahun pengobatan.9
Suatu penelitian yang memeriksa kualitas hidup yang berkaitan dengan
kesehatan (HRQL) setelah mengalami ARDS mendapatkan hasil HRQL yang
rendah secara keseluruhan dari pada populasi umum setalah masa 6 bulan
penyembuhan. Hal ini juga termasuk angka kejadian, energy, dan isolasi sosial.10

BAB III
KESIMPULAN

19
Sindrom gawat nafas akut dewasa (ARDS) adalah bentuk khusus gagal
nafas yang ditandai dengan hipoksemia yang jelas dan tidak dapat diatasi dengan
penanganan konvensional. ARDS diawali dengan berbagai penyakit serius yang
pada akhirnya menyebabkan edema paru difus nonkardiogenik yang khas. Istilah
ini diperkenalkan oleh peetty dan ashbaugh pada athun 1971 setelah mengamati
gawat nafas akut yang mengancam nyawa pasien – pasien yang tidak mengidap
penyakit paru sebelumnya.
Meskipun sindrom ini dikenal dengan banyak nama lainya ( shock lung,
wet lung, adult hyaline membrane disease, stiff lung syndrome), istilah adult
respiratory distress syndrome lebih banyak diterima. Asosiasi Paru Amerika
memperkirakan ada 27.000 orang yang menderita ARDS setiap tahunnya, dan
tingkat mortalitasnya lebih besar 50% pada tahun-tahun penelitian.
Mekanisme mengapa ARDS yang mempunyai penyebab macam-macam
dapat berkembang menjadi syndrome klinis dan patofisiologi yang sama masih
belum jelas diketahui. Petunjuk umum penyebab edema alveolar yang khas
agaknya berupa cedera membrane kapiler alveolar yang menyebabkan kebocoran
kapiler.membran kapiler alveolar dalam keadaan normal tidak mudah ditembus
partikel – partikel. Tetapi, dengan adanya cidera, terjadi perubahan dalam
permeabilitas kapiler-kapiler tersebut, sehingga dapat dilalui cairan, sel darah
merah, sel darah putih, dan protein darah. Mula-mula cairan akan terkumpul di
interstitium, dan jika telah melebihi kapasitas dari interstitium, cairan akan
berkumppul di dalam alveolus, sehingga mengakibatkan atelektaksis kongestif.
Prognosis yang buruk pada pasien dengan ARDS merupakan dorongan
yang kuat untuk menjelaskan mekanisme yang memulai cidera pembuluh darah
paru. Mekanisme ini kelihatannya bergantung pada interaksi sel-sel radang yang
aktif, mediator humoral, sel-sel endothelial.
Gambaran primer ARDS meliputi pirau intra pulmonal yang nyata dengan
hipoksemia, keregangan paru yang berkurang secara progresif, dan dyspnea serta
takhipnea yang berat akibat hipoksemia dan bertambahnya kerja pernafasan yang
disebabkan oleh penurunan keregangan paru. Gambaran – gambaran ini
merupakan akibat edema alveolar dan interstitial. Cirri khas ARDS adalah

20
hipoksemia yang tidak dapat diatasi dengan pemberian oksigen selam bernafas
spontan. Gambaran klinis lengkap dapat bermanifestasi 1 sampai 2 hari setelah
cerdera.
Untuk menegakkan diagnosis ARDS sangat bergantung pada pengambilan
anamnesis yang klinis yang tepat. Pemeriksaan laboratorium yang paling awal
adalah hipoksemia, sehingga penting untuk melakukan pemeriksaan gas-gas darah
arteri pada situasi klinis yang tepat. PCO2 umumnya normal atau rendah.
Pemeriksaan radiogram dada pada permukaan mungkin normal meskipun sudah
terjadi hipoksemia. Kemudian, dengan tertimbunya cairan pada alveolar dan
interstitial dan meluasnya atelektasis kongestif, maka ronsen dada menunjukkan
gambaran “putih” yang difus. Oleh karena itu nama lain ARDS adalah “paru
putih”.
Pengobatan ARDS ditujukan untuk memperbaiki syok, asidosis, dan
hipoksemia yang menyertainya. Hampir semua pasien memerlukan ventilasi
mekanis dan oksigen konsentrasi tinggi untuk menghiindari hipoksia jaringan
yang berat. Pemberian tekanan positif akhir ekspirasi (PEEP) dengan respirator
volume merupakan langkah besar dalam penanganan keadaan ini. PEEP
membantu memperbaiki sindrom gawat nafas dengan mengembangkan daerah
yang sebelumnya mengalami atelektasis, dan mengembalikan aliran cairan edema
atelektasis dari kapiler. Kerena penimbunan cairan pada paru merupakan masalah,
maka pembatasan cairan dan terapi diuretic merupakan tindakan lain yang penting
dalam penanganan ARDS. Antibiotik yang tepat diberikan untuk mengatasi
infensi. Meskipun penggunaan Corticosteroid masih controversial, tetapi banyak
pusat kesehatan menggunakan kortikosteroid dalam penanganan ARDS walaupun
manfaatnya masih belum jelas diketahui.

21

Anda mungkin juga menyukai