Anda di halaman 1dari 16

TEKNIK GEOFISIKA INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA

MODUL PRAKTIKUM
GEOLISTRIK I
VES, ERP

20

1
2

BAB I
VERTICAL ELECTRICAL SOUNDING (VES/1D)

LATAR BELAKANG
Metoda resistivitas adalah metode geofisika untuk menyelidiki struktur bawah permukaan
berdasar perbedaan resistivitas batuan. Resistivitas batuan bervariasi menurut jenis batuan, porositas,
dan kandungn fluida (minyak, air , gas). Resistivitas atau tahanan jenis suatu bahan adalah besaran /
parameter yang menunjukan tingkat hambatannya terhadap arus listrik. Bahan yang mempunyai
resistivitas makin besar, berarti makin sukar untuk dilalui arus listrik. Biasanya tahanan jenis diberi
simbol . Tahanan jenis adalah kebalikan dari daya hantar jenis yang diberi simbol . Jadi,  = 1/.
Satuan  adalah ohm meter (Ωm).
Penggunaan geolistrik pertama kali dilakukan oleh Conrad Schlumberger pada tahun 1912.
Geolistrik merupakan salah satu metoda geofisika untuk mengetahui perubahan tahanan jenis lapisan
batuan di bawah permukaan tanah dengan cara mengalirkan arus listrik DC (Direct Current) yang
mempunyai tegangan tinggi ke dalam tanah. Injeksi arus listrik ini menggunakan 2 buah elektroda arus
A dan B yang ditancapkan ke dalam tanah dengan jarak tertentu dan mengukur respon formasi batuan
bawah permukaan pada elektroda potensial M dan N. Diketahui bahwa semakin panjang jarak
elektroda arus (A dan B) akan menyebabkan aliran arus listrik bisa menembus lapisan batuan lebih
dalam. Dalam pengukuran adapun data yang diperoleh berupa arus (I dalam satuan ampere) dan beda
potensial (∆V dalam satuan volt), dengan mengetahui nilai beda potensial dan arus listrik maka nilai
tahanan jenis perlapisan batuan bawah permukaan dapat diprediksi.

TUJUAN
Tujuan yang dicapai setelah mempelajari dan mempraktekkan metode yang dilakukan:

1. Memahami cara dan prinsip kerja metode geolistrik VES


2. Mampu melakukan prosesing 1D dari data yang didapatkan.
3. Mampu melakukan melakukan interpretasi lapisan bawah permukaan berdasarkan nilai
resistivitas batuan

http://tg.itera.ac.id/
3

DASAR TEORI
HUKUM DASAR OHM
Arus listrik I yang melalui suatu bahan berbentuk silinder (gambar 2) akan berbanding
langsung dengan luas penampang A, berbanding terbalik dengan panjangnya L.

A
V1 I V2

Gambar 1 Arus listrik merata dan sejajar dalam sebuah silinder oleh beda
potensial antara kedua ujungnya.

Dengan demikian dapat ditulis relasi I = σ A ΔV/L, dengan σ adalah daya hantar jenis
bahan yang bersangkutan. Kalau yang dipergunakan bukan daya hantar jenis, tetapi tahanan
jenis bahan ρ, maka rumus diatas menjadi
I = A ΔV/ ρL, Dengan ρ = 1/ σ
Arus listrik yang menembus permukaan bola berongga yang luasnya A, tebalnya dr, dan
beda potensial dV antara bagian luar dan dalam adalah:

A dV
I 
 dr

Karena luas permukaan bola A = 4 π r2, maka relasi itu menjadi :

4r 2 dV
I 
 dr

Tanda negatif menunjukan bahwa arus mengalir dari tempat berpotensial tinggi ke rendah

R dr

Gambar 2 Pola arus listrik yang dipancarkan oleh elektroda arus tunggal i permukaan medium setengah tak berhingga

http://tg.itera.ac.id/
4

Untuk arus seperti gambar 3 akan berlaku hukum ohm:


A dV
I 
 dr
Karena luas setengah bola A = 2 π r2, maka arus I menjadi:
2r 2 dV  I dr
I  dV  
 dr atau n 2r 2
Sehingga potensial disuatu titik sejauh r dari pusat arus adalah:
r  I dr I
V   dV    d 
0 2 2
2r

r1 r2
r3 r4
Gambar 3 Arus listrik dilewatkan pada elektroda arus A dan B. Elektroda M dan N adalah
elektroda potensial untuk mengukur beda potensial
Karena potensial adalag besaran akalar, maka potensial diseberang titik oleh elektroda arus
ganda akan merupakan jumlahan potensial oleh 2 elektroda arus tunggal.
Oleh kaena itu, dengan menggunakan persamaan sebelummnya, potensial di titik M oleh arus
yang melewati elektroda A dan B (Gambar 3) adalah:
1  1 1 
VM    
2  r1 r2 
Tanda negatif pada persamaan di atas disebabkan oleh arus yang harus berlawanan pada
elektoda arus ganda. Potensial di titik N adalah:
1  1 1 
VN    
2  r3 r4 
Dengan demikian beda potensial antara titik M dan N adalah:
l  1 1   1 1 
V  VM  Vn      
2  r1 r2   r3 r4 

Untuk konfigurasi Wenner, r1 = r4 =a dan r2 = r3 = 2a, maka persaman tersebut menjadi:

l  1 1   1 1  1
V         
2   a1 2 a   2 a a  2a

 V 
sehingga:   2a 
 l 

Untuk konfigurasi Schlumberger, r1 = s – b, r2 = s + b, r3 = s + b, r4 = s-b, persamaan menjadi:

http://tg.itera.ac.id/
5

l  1 1   1 1  1 4b
V       
2  s  b s  b   s  b s  b  2 s  b
2 2

Bila b << a (ekstrinsitasnya kecil), maka persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai:

2lh
 
s 2

s 2  V 
sehingga:   
2b  l 

Faktor yang menghubungkan antara ρ dengan (ΔV/l) mempunyai harga yang hanya tergantung
dari konfigurasi atau geometri dari elektroda-elektroda arus dan tegangan. Oleh karena itu
factor tersebut disebut factor geometri. Faktor geometri untuk konfigurasi Wenner adalah :
K=2πa

 s2
Faktor geometri untuk konfigurasi Schlumberger adalah :K=
2b

Pengukuran dengan konfigurasi elektroda apapun (pada medium setengah ) harus


memberikan harga resistivitas yang sama, yaitu resistivitas medium yang sebenarnya (Telford
et al., 2010).

RESISTIVITAS SEMU

Dalam eksplorasi geolistrik, untuk mengukur resistivitas di lapangan digunakan pesamaan yang
diturunkan dari arus listrik pada medium homogen setengah tak berhingga. Karena jarak
elektroda jauh lebih kecil dari pada jejari bumi, maka bumi dapat dianggap sebagai medium
setengah tak berhingga. Akan tetapi karena sifat bumi yang pada umumnya berlapis (terutama
didekat permukaan) perandaian bahwa mediumnya adalah homogen tidak dipenuhi.

Oleh karena itu resistivitas yang diperoleh dengan menggunakan persamaan di atas bukan
merupakan resistivitas yang sebenarnya. Biasanya resistivitas yang terukur tersebut dikenal
sebagai rsistivitas semu atau apparent resistivity yang biasanya dituliskan dengan symbol  a .

Resistivitas semu yang dihasilkan oleh setiap konfigurasi akan berbeda walaupun jarak antar
elektrodanya sama, maka akan dikenal  aw yaitu resistivitas semu untuk konfigurasi Wenner
dan  as yaitu resistivitas semu untuk konfigurasi Schlumberger. Pada umumnya  as   aw .

Untuk medium berlapis, harga resistivitas semu ini akan merupakan fungsi jarak bentangan
(jarak antar elektroda arus). Untuk jarak anatar elektroda arus kecil akan memberikan  a yang
harganya mendekati  batuan di dekat permukaan. Sedang untuk jarak bentangan yang besar,
 a yang diperoleh akan mewakili harga  batuan yang lebih dalam.

http://tg.itera.ac.id/
6

SIFAT KELSTRIKAN BATUAN

Sifat kelistrikan batuan adalah karakteristik suatu batuan bila dialirkan arus listrik ke dalamnya.
Arus listrik tersebut dapat berasal dari alam itu sendiri atau akibat dari injeksi arus listrik yang
dimasukkan ke dalam tanah.Aliran arus listrik di dalam batuan dan mineral dapat di golongkan
menjadi tiga kategori, yaitu :

1. Konduksi secara elektronik


Konduksi ini terjadi jika batuan atau mineral mempunyai banyak electron bebas sehingga arus
listrik dialirkan ke dalam batuan atau mineral oleh electron-elektron bebas tersebut.

2. Konduksi secara elektrolitik


Sebagian besar batuan merupakan konduktor yang buruk dan memiliki resistivitas yang sangat
tinggi yang di pengaruhi oleh sifat fisis suatu batuan. Pada kenyataannya batuan tersebut
biasanya memiliki sifat porus dan memiliki pori-pori yang terisi oleh fluida, terutama air.
Akibatnya batuan-batuan tersebut menjadi konduktor elektrolitik, dimana konduksi arus listrik
dibawa oleh ion-ion elektrolitik dalam air. Nilai konduktivitas dan resistivitas batuan porus
bergantung pada volume dan susunan pori-pori suatu batuan. Konduktivitas akan semakin
besar jika kandungan air dalam batuan bertambah banyak, dan sebaliknua resistivitas akan
semakin besar jika kandungan air dalam batuan berkurang.

3. Konduksi secara dielektrik


Konduksi ini terjadi jika batuan atau mineral bersifat dielektrik terhadap aliran arus listrik,
artinya batuan atau mineral tersebut mempunyai elektron bebas sedikit, bahkan tidak sama
sekali. Elektron dalam batuan berpindah dan berkumpul terpisah dalam inti karena adanya
pengaruh medan listrik di luar, sehingga akan terjadi polarisasi. Peristiwa ini tergantung pada
konduksi dielektrik batuan.

TAHANAN JENIS

Setiap batuan memiliki karakteristik tersendiri tak terkecuali dalam hal sifat kelistrikannya.
Salah satu sifat batuan tersebut adalah resistivitas (tahanan jenis) yang menunjukkan
kemampuan bahan tersebut untuk menghantarkan arus listrik. Semakin besar nilai resistivitas
suatu bahan maka semakin sulit bahan tersebut menghantarkan arus listrik, begitu pula
sebaliknya
Berdasarkan harga resistivitasnya, batuan digolongkan dalam 3 kategori yakni :
Konduktor baik : 10^-6 < ρ < 1 Ωm
Konduktor sedang : 1 < ρ < 10^7 Ωm
Isolator : ρ > 10^7 Ωm

http://tg.itera.ac.id/
7

Tabel 1 Nilai resistivitas beberapa jenis batuan (Dimodifikasi dari Telford et al., 2010)

Jenis batuan Resistivitas (ohm meter)


Granite (batuan beku) 3 x 102 - 106
Andesite (batuan beku) 1.7 x 102 (dry) – 4.5 x 104 (wet)
Slates (metamorf) 6 x 102 – 4 x 107
Marble (metamorf) 102 – 2.5 x 108
Limestone (sediment) 50 – 107
Sandstone (sediment) 1 – 6.4 x 108
Alluvim and sands (sediment) 10 – 800
Oil sands (sediment) 4 - 800

Pengukuran nilai tahanan jenis batuan bawah permukaan dapat dilakukan dengan tiga cara:
1. Mapping merupakan pengukuran perubahan resistivitas bawah permukaan secara lateral
(horizontal). Konfigurasi elektroda yang umum diguakan adalah konfigurasi wenner atau
dipole-dipole.
2. Sounding atau dikenal sebagai vertical electrical sounding (VES) merupakan pegukuran
perubahan resistivitas bawah permukaan pada arah vertical. Konfigurasi elektroda yang umum
digunakan adalah konfigurasi schlumberger.
3. Imaging/Tomografi merupakan pengukuran yang digunakan untuk mendapatkan distribusi
resistivtas bawah permukaan secara lateral dan vertical (2D atau 3D).

http://tg.itera.ac.id/
8

KONFIGURASI ELEKTRODA
Berbagai konfigurasi elektroda yang di gunakan dalam pengukuran geolistrik, yaitu konfigurasi
wenner, schlumberger, dipole-dipole, pole-dipole, dan pole-pole.
1. Konfigurasi wenner

Gambar 4 . Pengubahan susunan elektroda konfigurasi Wenner


Faktor geomteri Konfigurasi Wenner : K = 2  a

2. Konfigurasi schlumberger

Gambar 5 Susunan elektroda konfigurasi schlumberger


Faktor geomteri Konfigurasi Schlumberger : K = a (n + n ) 2

2. Konfigurasi dipole-dipole

Gambar 6 Susunan elektroda metoda dipol-dipol

http://tg.itera.ac.id/
9

Faktor geomteri konfigurasi dipole-dipole : K = n (n + 1)(n + 2) a


3. Konfigurasi pole-dipole

Gambar 7 Susunan elektroda konfigurasi pole-dipole


Faktor geomteri konfigurasi pole-dipole : K = 2n (n + 1) a

4. Konfigurasi pole-pole

Gambar 8 Susunan elektroda konfigurasi pole-pole


Faktor geomteri konfigurasi pole-pole :K=2a

INSTRUMENTASI
Peralatan lapangan yang diperlukan dalam pengukuran metoda geolistrik tahanan jenis terdiri
dari :
1. Resistivitimeter
2. Elektroda potensial, 2 buah
3. Elektroda arus 2 buah
4. Kabel elektroda, 4 gulung
5. Kabel konektor, 6 buah
6. Baterai basah/kering (12 V, 15 A), 1 buah
7. Palu elektroda, 2 buah
8. Meteran, 2 gulung @ 50 m
9. Kompas bidik, 1 buah
10. Alat tulis, 1 set

http://tg.itera.ac.id/
10

DESAIN SURVEY DAN AKUISISI


DESAIN AKUISISI
Metode resistivitas 1D atau VES umumnya menempatkan elektroda secara linear, dengan titik
pengukuran di tengahnya. Orientasi penyebaran elektroda harus serata mungkin (atau miring secara
linear) untuk mengasumsikan Bumi yang berlapis secara horizontal. Orientasi penyebaran elektroda
biasanya tegaklurus terhadap struktur geologi. Jika metode resistivitas VES dilakukan pada lereng
berbukit, maka arah penyebaran elektroda (line pengukurannya) tegak lurus dengan arah
kemiringannya (Gambar 9).

Gambar 9 Contoh pemilihan orientasi penyebaran elektroda (Aizawa, 2014).

Jika ada hambatan seperti konstruksi (terutama yang konduktif, seperti tiang baja, penopang baja atau
patok baja), menara baja dari saluran listrik, jalan dan pagar ada di dekat titik pengukuran, maka
kesalahan pengukuran akan sangat terpengaruh. Orientasi penyebaran elektroda harus direncanakan
untuk menghindari rintangan seperti ini sebaik mungkin. Hal lain yang perlu dihindari sperti, posisi
elektroda yang sejajar dengan saluran listrik dan jalur kereta api. Jika ada sungai atau aliran di area
lokasi elektroda, maka kita bisa mengubah orientasi penyebaran elektroda sehingga elektroda berada
pada sungai dan aliran air seperti pada Gambar 9 (Aizawa, 2014).

PROSEDUR AKUISISI DATA


1. Pasang elektroda sesuai konfigurasi yang diinginkan. Gunakan palu untuk menancapkan
elektroda ke dalam tanah.
2. Hubungkan elektroda arus menggunakan kabel gulung dan konektor ke C1 dan C2 pada
resistivitimeter (Gambar 10).

http://tg.itera.ac.id/
11

3. Hubungkan elektroda potensial menggunakan kabel gulung dan konektor ke P1 dan P2 pada
resistivitimeter.
4. Hubungkan baterai menggunakan kabel konektor ke jack INPUT (+) dan (-) pada
resistivitimeter. Lihat jarum indikator Batt hingga menunjuk ke bagian merah di kanan. Hal
ini menunjukkan baterai dalam keadaan penuh (tegangan memadai). Jika tidak, baterai perlu
diisi (dicharge) hingga penuh, sebelum digunakan.
5. Putar tombol Power ke kanan dariOFF menjadi ON, maka resistivitimeter sudah dinyalakan.
Lihat jarum indikator Current Loop hingga menunjuk ke bagian merah di kanan. Hal ini
menunjukkan kontak elektroda arus dengan tanah (bumi) dan resistivitimeter sudah cukup
memadai. Jika tidak, perbaiki koneksinya, tancap elektroda arus lebih dalam atau siram tanah
di sekitar elektroda arus dengan air atau larutan elektrolit untuk memperbaiki kontak.

P1 (M) P2 (N) C1 (A) C2 (B)


V I (mA)

Autorange

Batt Current Loop


3
NANIURA
15 A Resistivity Meter 0 6

Model : NRD 22S


+
Coarse Fine OUTPUT
OFF ON
-
Compensator START HOLD Power
INPUT

Gambar 10 Tampilan Panel Resistivitimeter Naniura

6. Putar tombol OUTPUT dari angka 0 ke angka yang dikehendaki. Makin besar angka yang dipilih
(1 - 6), makin besar injeksi arus yang dihasilkan.
7. Putar Compensator Coarse, kemudian Fine hingga display tegangan V (Autorange) menunjuk
angka nol atau mendekati nol.
8. Injeksikan arus dengan menekan tombol START hingga display arus I (mA) menunjukkan angka
yang stabil.
9. Tekan tombol HOLD dan baca harga arus pada display arus I (mA) serta harga
tegangan/potensial pada display tegangan V (Autorange) sebagai data pengukuran.
10. Lakukan pengukuran beberapa kali (misal, 3 kali) untuk lebih meyakinkan data hasil pengukuran.
Catat semua hasil pengukuran, termasuk jarak spasi elektroda (a, n) dalam tabel hasil pengukuran
11. Pindahkan posisi elektroda ke posisi pengukuran berikutnya. Lakukan prosedur pengukuran yang
sama seperti di atas (1-10) untuk mendapatkan data dengan posisi elektroda yang berbeda.
12. Lakukan hal yang sama hingga seluruh data diperoleh sesuai rencana pengukuran.

http://tg.itera.ac.id/
12

Tabel 2 Format data pengukuran

No AB MN a n V I V/I k semu Keterangan

http://tg.itera.ac.id/
13

PROCESSING DAN INTERPRETASI


Processing terhadap data yang diperoleh melingkupi:

1. Software yang digunakan adalah Microsoft Excel, IP2WIN


2. Hasil pengoahan data berupa gambar yang diperoleh dan deskripsinya

Sebelum analisis dan interpretasi data yang diukur, buatlah tabel berikut untuk setiap titik pengukuran:
1. Nomor titik pengukuran;
2. Metode survei (konfigurasi elektroda);
3. Jarak elektroda;
4. Pengukuran arus;
5. Potensial yang diukur;
6. Resistivitas semu, dan
7. Koreksi.

PROSEDUR PENGOLAHAN DATA PENGUKURAN DENGAN IP2WIN


Untuk memasukkan data pengukuran, langkah yang dilakukan adalah:
1. File → New VES Point. Maka akan terlihat seperti pada Gambar 11 . Masukkan data pada tabel
dengan header yaitu AB/2 (jarak elektroda arus dengan sentral), MN (jarak antar elektroda
potensial), V (beda potensial, satuan volt), I (arus, satuan ampere), K (faktor geometri), Ro_a
(resistivity apparent) dan di sebelah kanan akan ditampilkan grafik antara Ro_a dengan AB/2.

Gambar 11 Tampilan window IP2win untuk mengimput (Kiri) dan kurva apparent resistivity (Kanan)

http://tg.itera.ac.id/
14

2. Memilih konfigurasi elektroda penting sebelum memasukkan data, sebagai contoh konfigurasi
elektroda Schlumberger dipilih.
3. Selanjutnya adalah dengan menyimpan data. Jendela Save as akan keluar kemudian tentukan di
mana data akan disimpan sebagai file data VES. Beri nama, misalnya "Tes", dan kemudian klik
Tombol Save. Kemudian hasilnya akan ditampilkan pada tampilan grafik pada Gambar 12.
4. Nilai error yaitu menunjukkan tingkat ketidakcocokan antara kurva merah (hasil kalkulasi)
dengan kurva hitam (hasil pengukuran). Error dapat diperbaiki secara otomatis dengan
mengklik Point> Inversion. Koreksi data manual dapat dilakukan dengan menyeret kurva
(warna biru). Nilai error menjadi salah satu indikator apakah hasil inversi merepresentasikan
keadaan lapisan bawah permukaan sesungguhnya atau tidak. Semakin besar nilai error-nya
maka semakin jauh hasil pengukuran geofisika dengan keadaan sebenarnya lapisan bumi.

Gambar 12 Window yang menampilkan data yang telah diimput (Kurniawan, 2009).

http://tg.itera.ac.id/
15

INSTERPRETASI
Setelah dikalkukan processing, langkah selanjutnya adalah dengan melakukan interpretasi
untuk mengetahui target yang akan dicari lain seperti penentuan groundwater atau struktur geologi,
dengan melakukan korelasi dengan informasi lainnya seperti informasi geologi setempat atau data bor
atau hasil dari metode geofisika yang (Gambar 13).

Gambar 13 Contoh interpretasi yang dilakukan dengan metode geolistrik VES (Araffa, 2017)

http://tg.itera.ac.id/
16

DAFTAR PUSTAKA
Aizawa, T. (2014). Application Manual of Geophysical Methods to Engineering and Environmental
Problems. Houten, Netherlands: EAGE Publications.

Araffa, S. A. S., Mohamed, A. M., & Santos, F. M. (2017). Geophysical investigation in the
Northwestern part of the Gulf of Suez, Egypt. Egyptian Journal of Petroleum, 26(2), 457–475.
doi: 10.1016/j.ejpe.2016.06.002

Kurniawan, A. (2009). BASIC IP2 WIN TUTORIAL: Basic Principles in Using IP2 Win Software.
Yogyakarta: HYDROGEOLOGY WORLD.

Milsom, J. (2003). Field Geophysics. West Sussex: John Wiley & Sons Inc.

Telford, W. M., Geldart, L. P., & Sheriff, R. E. (2010). Applied geophysics. Cambridge: Cambridge
Univ. Press.

http://tg.itera.ac.id/

Anda mungkin juga menyukai