Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

CA RECTI

Ruang 27

RS. UMUM DR. SYAIFUL ANWAR MALANG

Oleh :

VIRGINIA PUTRI KARINA

NIM. 15.20.038

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN

MALANG

2019
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Tumor usus halus jarang terjadi, sebaliknya tumor usus besar atau rektum
relatif umum. Pada kenyataannya, kanker kolon dan rektum sekarang adalah tipe paling
umum kedua dari kanker internal di Amerika Serikat. Ini adalah penyakit budaya barat.
Diperkirakan bahwa 150.000 kasus baru kanker kolorektal di diagnosis di negara ini setiap
tahunnya. Kanker kolon menyerang individu dua kali lebih besar dibanding kan kanker rektal.
Insidensnya meningkat sesuai dengan usia (kebanyakan pada pasien yang berusia lebih dari
55 tahun) dan makin tinggi pada individu dengan riwayat keluarga mengalami kanker kolon,
penyakit usus inflamasi kronis atau polip. Perubahan pada persentase distribusi telah terjadi
pada tahun terakhir. Insidens kanker pada sigmoid dan area rektal telah menurun, sedangkan
insidens pada kolon asendens dan desendens meningkat.
Lebih dari 156.000 orang terdiagnosa setiap tahunnya, kira-kira setengah dari jumlah
tersebut meninggal setiap tahunnya, meskipun sekitar tiga dari empat pasien dapat
diselamatkan dengan diagnosis dini dan tindakan segera. Angka kelangsungan hidup di
bawah lima tahun adalah 40% sampai 50%, terutama karena terlambat dalam diagnosis dan
adanya metastase. Kebanyakan orang asimtomatis dalam jangka waktu lama dan mencari
bantuan kesehatan hanya bila mereka menemukan perubahan pada kebiasaan defekasi atau
perdarahan rektal.
Penyebab nyata dari kanker kolon dan rektal tidak diketahui, tetapi faktor resiko telah
teridentifikasi, termasuk riwayat atau riwayat kanker kolon atau polip dalam keluarga,
riwayat penyakit usus inflamasi kronis dan diet tinggi lemak, rotein dan daging serta rendah
serat.
Seiring dengan berjalannya waktu dan bertambahnya kebutuhan pelayanan kesehatan
menuntut perawat untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan di berbagai bidang, saat ini
perawat memiliki peran yang lebih luas dengan penekanan pada peningkatan kesehatan dan
pencegahan penyakit, juga memandang klien secara komprehensif. Perawat menjalankan
fungsi dalam kaitannya dengan berbagai peran pemberi perawatan, pembuat keputusan klinik
dan etika, pelindung dan advokat bagi klien, manajer kasus, rehabilitator, komunikator dan
pendidik. Selain itu Perawat juga berperan melaksanakan proses keperawatan yang
berkesinambungan yang merupakan suatu rangkaian yang harus dilakukan pada berbagai
kasus penyakit yang mungkin terjadi pada berbagai tingkatan usia mulai dari bayi, balita, pra
sekolah, sekolah dan remaja, baik kasus penyakit dalam, bedah saraf, anak, maternitas
maupun komunitas
Salah satu penyakit yang mungkin muncul di masyarakat adalah penyakit pencernaan.
Masalah pencernaan seakan tidak pandang bulu dan menganggu pada siapa saja baik bayi
yang baru lahir maupun yang sudah dewasa. Penyebab dan gejala yang dialami bisa berbeda
pada setiap anak. Salah satu penyakit yang sering muncul dimasyarakat adalah malformasi
anorecktal letak tinggi.
PEMBAHASAN
1. Definisi

Ca Kolorectal merupakan salah satu dari keganasan pada kolon dan rektum yang khusus
menyerang bagian rekti yang terjadi akibat gangguan proliferasi sel epitel yang tidak
terkendali (Black & Hawks, 2014). Kanker rekti adalah kanker yang berasal dalam
permukaan rektum/rectal. Umumnya kanker kolorektal berawal dari pertumbuhan sel yang
tidak ganas, terdapat adenoma atau berbentuk polip.

Karsinoma rekti adalah suatu keadaan dimana terjadi pertumbuhan jaringan abnormal
pada daerah rectum. Jenis terbanyak adalah adenokarsinoma (65%), banyak ditemui pada usia
40 tahun keatas dengan insidens puncaknya pada usia 60 tahun (Price A. Sylvia, 1995).

CA rectum adalah pertumbuhan baru yang ganas yang terdiri dari sel – sel epitel yang
cenderung menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan menimbulkan metastasis yang terjadi pada
bagian distal usus besar (J. Elizabeth Corwin, 2009)
Karsinoma rekti merupakan salah satu dari keganasan pada colon dan rectum yang
khusus menyerang bagian recti yang terjadi akibat gangguan poliferasi sel epitel yang tidak
terkendali (Soeparman & Waspadji, 2005)
CA rektum adalah keganasan jaringan epitel pada daerah rektum (Brunner & Suddarth,
2005).

2. Etiologi

Beberapa faktor risiko/faktor predisposisi terjadinya kanker rectum menurut Smeltzer,


Burke, Hinkle, dan Cheever (2010) sebagai berikut:
a. Diet rendah serat
Kebiasaan diet rendah serat adalah faktor penyebab utama, Bukitt (1971) dalam
Price & Wilson (2012) mengemukakan bahwa diet rendah serat dan kaya
karbohidrat refined mengakibatkan perubahan pada flora feses dan perubahan
degradasi garam-garam empedu atau hasil pemecahan protein dan lemak, dimana
sebagian dari zat-zat ini bersifat karsinogenik. Diet rendah serat juga
menyebabkan pemekatan zat yang berpotensi karsinogenik dalam feses yang
bervolume lebih kecil. Selain itu masa transisi feses meningkat, akibat kontak zat
yang berpotensi karsinogenik dengan mukosa usus bertambah lama.
b. Lemak
Kelebihan lemak diyakini mengubah flora bakteri dan mengubah steroid menjadi
senyawa yang mempunyai sifat karsinogen.
c. Polip diusus (colorectal polyps)
Polip adalah pertumbuhan sel pada dinding dalam kolon atau rektum, dan sering
terjadi pada orang berusia 50 tahun ke atas.Sebagian besar polip bersifat jinak
(bukan kanker), tapi beberapa polip (adenoma) dapat menjadi kanker.
d. Inflamatory Bowel Disease
Orang dengan kondisi yang menyebabkan peradangan pada kolon (misalnya
colitis ulcerativa atau penyakit Crohn) selama bertahun-tahun memiliki risiko
yang lebih besar.
e. Riwayat kanker pribadi
Orang yang sudah pernah terkena kanker colorectal dapat terkena kanker
colorectal untuk kedua kalinya. Selain itu, wanita dengan riwayat kanker di
indung telur, uterus (endometrium), atau payudara mempunyai tingkat risiko yang
lebih tinggi untuk terkena kanker rectal.
f. Riwayat kanker rektal pada keluarga
Jika mempunyai riwayat kanker rekti pada keluarga, maka kemungkinan terkena
penyakit ini lebih besar, khususnya jika terkena kanker pada usia muda.
g. Faktor gaya hidup
Orang yang merokok, atau menjalani pola makan yang tinggi lemak dan sedikit
buah-buahan dan sayuran memiliki tingkat risiko yang lebih besar terkena kanker
colorectal serta kebiasaan sering menahan tinja/defekasi yang sering.
h. Usia di atas 50
Kanker rekti biasa terjadi pada mereka yang berusia lebih tua. Lebih dari 90
persen orang yang menderita penyakit ini didiagnosis setelah usia 50 tahun ke
atas.

3. Manifestasi Klinis

Kebanyakan orang asimtomatis dalam jangka waktu lama dan mencari bantuan kesehatan
hanya bila mereka menemukan perubahan pada kebiasaan defekasi atau perdarahan rectal
Smeltzer, Burke, Hinkle, & Cheever (2010). Gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap
penyakit, dan fungsi segmen usus tempat kanker berlokasi. Gejala yang paling menonjol adalah
(Smeltzer, Burke, Hinkle, & Cheever, 2010):
a. Perubahan kebiasaan defekasi
b. Pasase darah dalam feses adalah gejala paling umum kedua
c. Gejala anemi tanpa diketahui penyebabnya
d. Anoreksia
e. Penurunan berat badan tanpa alasan
f. Keletihan
g. Mual dan muntah-muntah
h. Usus besar terasa tidak kososng seluruhnya setelah BAB
i. eses menjadi lebih sempit (seperti pita)
j. Perut sering terasa kembung atau keram perut
k. Gejala yang dihubungkan dengan lesi rectal adalah: evakuasi feses yang tidak
lengkap setelah defekasi, konstipasi dan diare bergantian (umumnya konstipasi),
serta feses berdarah.
Pertumbuhan pada sigmoid atau rectum dapat mengenai radiks saraf, pembuluh
limfe, atau vena menimbulkan gejala gejala pada tungkai atau perineum, hemoroid, nyeri
pinggang bagian bawah, keinginan defekasi, atau sering berkemih dapat timbul sebagai
akibat tekanan pada alat-alat tersebut. Semua karsinoma kolorektal dapat menyebabkan
ulserasi, perdarahan, obstruksi bila membesar atau invasi menembus dinding usus dan
kelenjar-kelenjar regional, terkadang bisa terjadi perforasi dan menimbulkan abses
peritoneum.
Tumor pada rekti dan kolon asendens dapat tumbuh sampai besar sebelum
menimbulkan tanda-tanda obstruksi karena lumennya lebih besar daripada kolon
desendens dan dindingnya lebih mudah melebar. Perdarahan biasanya sedikit atau
tersamar. Bila karsinoma Recti menembus ke daerah ileum akan terjadi obstruksi usus
halus dengan pelebaran bagian proksimal dan timbul nausea atau vomitus. Pertimbangan
gerontologi, insiden karsinoma kolon dan rectum meningkat sesuai usia. Kanker ini
biasanya ganas pada lansia, gejala sering tersembunyi yaitu: keletihan hampir selalu ada
akibat anemia defisiensi besi primer, nyeri abdomen, obstruksi, tenesmus, dan perdarahan
rectal.
4. Klasifikasi
Metode penahapan kanker yang digunakan adalah klasifikasi duke sebagai berikut
(Smeltzer, Burke, Hinkle, & Cheever, 2010):
1. vDuke
Stadium 0 (carcinoma in situ)
Kanker belum menembus membran basal dari mukosa kolon atau rektum.
Stadium I
Kanker telah menembus membran basal hingga lapisan kedua atau ketiga (submukosa/
muskularis propria) dari lapisan dinding kolon/ rektum tetapi belum menyebar keluar
dari dinding kolon/rektum (Duke A).
Stadium II
Kanker telah menembus jaringan serosa dan menyebar keluar dari dinding usus
kolon/rektum dan ke jaringan sekitar tetapi belum menyebar pada kelenjar getah
bening (Duke B).
Stadium III
Kanker telah menyebar pada kelenjar getah bening terdekat tetapi belum pada organ
tubuh lainnya (Duke C).
Stadium IV
Kanker telah menyebar pada organ tubuh lainnya (Duke D).
2. Stadium TNM menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC)
Stadium T N M Duke
0 Tis N0 M0 -
I T1 N0 M0 A
T2 N0 M0
II A T3 N0 M0 B
II B T4 N0 M0
III A T1- N1 M0 C
III B T2 N1 M0
III C T3- N2 M0
T4
Any
T
IV Any Any M1 D
T N
Keterangan
T : Tumor primer
Tx : Tumor primer tidak dapat di nilai
T0 : Tidak terbukti adanya tumor primer
Tis : Carcinoma in situ, terbatas pada intraepitelial atau terjadi invasi pada
lamina propria
T1 : Tumor menyebar pada submukosa
T2 : Tumor menyebar pada muskularis propria
T3 : Tumor menyebar menembus muskularis propria ke dalam subserosa atau
ke dalam jaringan sekitar kolon atau rektum tapi belum mengenai peritoneal.
T4 : Tumor menyebar pada organ tubuh lainnya atau menimbulkan perforasi
peritoneum viseral.
N : Kelenjar getah bening regional/node
Nx : Penyebaran pada kelenjar getah bening tidak dapat di nilai
N0 : Tidak ada penyebaran pada kelenjar getah bening
N1 : Telah terjadi metastasis pada 1-3 kelenjar getah bening regional
N2 : Telah terjadi metastasis pada lebih dari 4 kelenjar getah bening
M : Metastasis
Mx : Metastasis tidak dapat di nilai
M0 : Tidak terdapat metastasis
M1 : Terdapat metastasis

5. Patofisiologi Dan Pathway

Kanker kolon dan rektum terutama ( 95 % ) adenokarsinoma ( muncul dari lapisan epitel
usus). Di mulai sebagai polip jinak (dapat diakibatkan pola diet rendah serat) tetapi dapat
menjadi ganas karena faktor mutasi (sesuai dengan teori seleksi sel,dr. Jan
tambayong,patofisiologi hal. 69) dan menyusup serta merusak jaringan normal serta
meluas kedalam struktur sekitarnya, sel kanker dapat terlepas dari tumor dan menyebar
ke bagian tubuh yang lain terutama yang paling sering ke hati. Melalui proses invasi
dengan cara tumbuh menyebar keluar lokasi asalnya, dilanjutkan pemisahan sel dengan
menembus pembuluh darah,kemudian menetap pada endotelium yang disebut proses
diseminasi akhirnya sel kanker ini menetap pada area baru dan menyasuaikan diri untuk
pertumbuhan selanjutnya yang disebut proliferasi
Sumber : Patofisiologi untuk keperawatan hal.67-72 (dr. Jan tambayong) dan brunner &
Kanker kolon dan rektum terutama ( 95 % ) adenokarsinoma ( muncul dari lapisan epitel
usus). Di mulai sebagai polip jinak (dapat diakibatkan pola diet rendah serat) tetapi dapat
menjadi ganas karena faktor mutasi (sesuai dengan teori seleksi sel,dr. Jan
tambayong,patofisiologi hal. 69) dan menyusup serta merusak jaringan normal serta
meluas kedalam struktur sekitarnya, sel kanker dapat terlepas dari tumor dan menyebar
ke bagian tubuh yang lain terutama yang paling sering ke hati. Melalui proses invasi
dengan cara tumbuh menyebar keluar lokasi asalnya, dilanjutkan pemisahan sel dengan
menembus pembuluh darah,kemudian menetap pada endotelium yang disebut proses
diseminasi akhirnya sel kanker ini menetap pada area baru dan menyasuaikan diri untuk
pertumbuhan selanjutnya yang disebut proliferasi Sumber : Patofisiologi untuk
keperawatan hal.67-72 (dr. Jan tambayong) dan brunner & sudarth,hal.1136.
6. Pemeriksaan Penunjang

a. Fecal occult blood test, pemeriksaan darah samar feses di bawah mikrosk
b. Colok dubur (rectal toucher) ditemukan darah dan lendir, tonus sfingter ani
keras/lembek, mukosa kasar, kaku biasanya dapat digeser, ampula rectum
kolaps/kembung terisi feses atau tumor yang dapat teraba atau tidak
c. Barium enema, pemeriksaan serial sinar x pada saluran cerna bagian bawah,
sebelumnya pasien diberikan cairan barium ke dalam rektum
d. Endoskopi (protoskopi, sigmoidoscopy atau colonoscopy), dengan menggunakan
teropong, melihat gambaran rektum dan sigmoid adanya polip atau daerah
abnormal lainnya dalam layar monitor. Protoskopi untuk mendeteksi kelainan 8-
10 cm dari anus (polip rekti, hemoroid, karsinoma rektum). Sigmoidoskopi atau
kolonoskopi adalah test diagnostik utama digunakan untuk mendeteksi dan
melihat tumor dan biopsy jaringan. Sigmoidoskopi fleksibel dapat mendeteksi 50
% sampai 65 % (20-25 cm dari anus) dari kanker kolorektal. Pemeriksaan
enndoskopi dari kolonoskopi direkomendasikan untuk mengetahui lokasi dan
biopsy lesi pada klien dengan perdarahan rektum. Bila kolonoskopi dilakukan dan
visualisasi sekum, barium enema mungkin tidak dibutuhkan. Tumor dapat tampak
membesar, merah, ulseratif sentral, seperti penyakit divertikula, ulseratif kolitis
e. Biopsi, tindakan pengambilan sel atau jaringan abnormal dan dilakukan
pemeriksaan di bawah mikroskop untuk mengidentifikasi matastase dan menilai
reseklabilitas.
f. Jumlah sel-sel darah untuk evaluasi anemia. Anemia mikrositik, ditandai dengan
sel-sel darah merah yang kecil, tanpa terlihat penyebab adalah indikasi umum
untuk test diagnostik selanjutnya untuk menemukan kepastian kanker kolorektal.
g. Test Guaiac pada feces untuk mendeteksi bekuan darah di dalam feces, karena
semua kanker kolorektal mengalami perdarahan intermitten.
h. CEA (carcinoembryogenic antigen) adalah ditemukannya glikoprotein di
membran sel pada banyak jaringan, termasuk kanker kolorektal. Antigen ini dapat
dideteksi oleh radioimmunoassay dari serum atau cairan tubuh lainnya dan
sekresi. Test ini tidak spesifik bagi kanker kolorektal dan positif pada lebih dari
separuh klien dengan lokalisasi penyakit, ini tidak termasuk dalam skreening atau
test diagnostik dalam pengobatan penyakit. CEA digunakan sebagai prediktor
pada prognsis postoperative dan untuk deteksi kekambuhan mengikuti
pemotongan pembedahan.
i. Digital rectal examination (DRE) Dapat digunakan sebagai pemeriksaan skrining
awal .Kurang lebih 75% karsinoma rektum dapat dipalpasi pada pemeriksaan
rectal. Pemeriksaan digital akan mengenali tumor yang terletak sekitar 10 cm dari
rektum, tumor akan teraba keras dan menggaung.
j. Pemeriksaan kimia darah alkaline phosphatase dan kadar bilirubin dapat
meninggi, indikasi telah mengenai hepar. Test laboratorium lainnya meliputi
serum protein, kalsium, dan kreatinin.
k. Barium enema sering digunakan untuk deteksi atau konfirmasi ada tidaknya dan
lokasi tumor. Bila medium kontras seperti barium dimasukkan kedalam usus
bagian bawah, kanker tampak sebagai massa mengisi lumen usus, konstriksi, atau
gangguan pengisian. Dinding usus terfiksir oleh tumor, dan pola mukosa normal
hilang. Meskipun pemeriksaan ini berguna untuk tumor kolon, sinar-X tidak nyata
dalam mendeteksi rektum
l. X-ray dada untuk deteksi metastase tumor ke paru-paru
m. CT (computed tomography) scan, magnetic resonance imaging (MRI), atau
pemeriksaan ultrasonic dapat digunakan untuk mengkaji apakah sudah mengenai
organ lain melalui perluasan langsung atau dari metastase tumor.
n. Whole-body PET Scan Imaging. Sementara ini adalah pemeriksaan diagnostik
yang paling akurat untuk mendeteksi kanker kolorektal rekuren (yang timbul
kembali).
o. Pemeriksaan DNA tinja

7. Tindakan Umum Yang Dilakukan

1. Pembedahan
Pembedahan merupakan terapi yang paling lazim digunakan terutama untuk
stadium I dan II kanker rektal, bahkan pada pasien suspek dalam stadium III juga
dilakukan pembedahan. Meskipun begitu, karena kemajuan ilmu dalam metode
penentuan stadium kanker, banyak pasien kanker rektal dilakukan pre-surgical
treatment dengan radiasi dan kemoterapi. Penggunaan kemoterapi sebelum
pembedahan dikenal sebagai neoadjuvant chemotherapy, dan pada kanker
rektal, neoadjuvant chemotherapy digunakan terutama pada stadium II dan III. Pada
pasien lainnya yang hanya dilakukan pembedahan, meskipun sebagian besar jaringan
kanker sudah diangkat saat operasi, beberapa pasien masih membutuhkan
kemoterapi atau radiasi setelah pembedahan untuk membunuh sel kanker yang
tertinggal (Anderson, 2006). Tipe pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran
tumor. Prosedur pembedahan pilihan adalah sebagai berikut (Smeltzer, Burke,
Hinkle, & Cheever, 2010):
a. Reseksi segmental dengan anastomosis (pengangkatan tumor dan porsi usus
pada sisi pertumbuhan pembuluh darah, dan nodus limfatik)
b. Reseksi abdominoperineal dengan kolostomi sigmoid permanen (pengangkatan
tumor dan prosi sigmoid dan semua rectum serta sfingkter anal)
c. Kolostomi sementara diikuti reanastomosis reseksi segmental dan anastomisis
serta reanastomosis lanjut dari kolostomi (memungkinkan dekompresi usus awal
dan persiapan usus sebelum reseksi)
d. Kolostomi permanen atau ileostomi (untuk menyembuhkan lesi obstruksi yang
tidak dapat direseksi)
Sebelum pembedahan, dilakukan radioterapi untuk mencegah sel maligna
bermetastasis dan mengurangi ukuran tumor serta membuatnya lebih mudah
direseksi. Intervensi lokal terhadap tumor setelah pembedahan adalah implantasi
isotop (radium, cesium, dan kobalt) ke dalam area tumor dan elektrokoagulasi.
2. Kemoterapi
Kemoterapi bertujuan untuk menurunkan metastasis dan mengontrol manifestasi.
Adjuvant chemotherapy (menangani pasien yang tidak terbukti memiliki penyakit
residual tapi beresiko tinggi mengalami kekambuhan), dipertimbangkan pada pasien
dengan tumor yang menembus sangat dalam atau tumor lokal yang bergerombol
(stadium II lanjut dan stadium III).Terapi standarnya ialah dengan fluorouracil, (5-FU)
dikombinasikan dengan leucovorin dalam jangka waktu enam sampai dua belas bulan.
5-FU merupakan anti metabolit dan leucovorin memperbaiki respon. Agen lainnya,
levamisole untuk meningkatkan sistem imun dan dapat menjadi substitusi bagi
leucovorin.
- 5 hari Fu (Flouro-Uracil 13,5mg/kg BB/hari)
- 5 Fu dan Ca Folinat
3. Radioterapi
Pada Ca stadium II dan III lanjut, radiasi dapat mengecilkan ukuran tumor sebelum
dilakukan pembedahan. Radioterapi dapat menjadi terapi tambahan untuk
pembedahan pada kasus tumor lokal yang sudah diangkat melaui pembedahan, dan
untuk penanganan kasus metastasis jauh tertentu. Terutama ketika digunakan dalam
kombinasi dengan kemoterapi, radiasi yang digunakan setelah pembedahan
menunjukkan telah menurunkan risiko kekambuhan lokal di pelvis sebesar 46% dan
angka kematian sebesar 29%. Pada penanganan metastasis jauh, radiasi telah berguna
mengurangi efek lokal dari metastasis tersebut, misalnya pada otak. Radioterapi
umumnya digunakan sebagai terapi paliatif pada pasien yang memiliki tumor lokal
yang unresectable.

8. Pengkajian Keperawatan

I. Pengkajian
Aktivitas/Istirahat
Gejala : Kelemahan atau keletihan.
Sirkulasi
Gejala : Palpitasi, nyeri dada pada pengerahan kerja.
Tanda : Perubahan pada TD.
Integritas Ego
Gejala : Menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu, tidak
bermakna, rasa bersalah, kehilangan kontrol, depresi.
Tanda : Menyangkal, menarik diri, marah.
Eliminasi
Gejala : Perubahan pada pola defekasi, darah pada feses, nyeri pada defekasi.
Perubahan eliminasi urinarius, nyeri saat berkemih, hematuria, sering berkemih.
Tanda : Perubahan pada bising usus, distensi abdomen.
Makanan/Cairan
Gejala : Kebiasaan diet buruk (rendah serat, tinggi lemak). Anoreksia, mual/muntah.
Intoleransi makanan. Perubahan pada berat badan, berkurangnya massa otot.
Tanda : Perubahan pada kelembaban/turgor kulit, edema.
Neurosensori
Gejala : Pusing.
Pernapasan
Gejala : Merokok (hidup dengan seseorang yang merokok). Pemajanan abses.
Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri bervariasi.
Keamanan
Gejala : Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen. Pemajanan matahari yang lama.
Tanda : Demam, ruam kulit, ulserasi.
Seksualitas
Gejala : Masalah seksual, dampak pada hubungan, perubahan tingkat kepuasan.
Interaksi Sosial
Gejala : Ketidakadekuatan/kelemahan sistim pendukung.
Riwayat perkawinan, masalah tentang fungsi/tanggung jawab peran.
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Riwayat kanker pada keluarga.
Riwayat pengobatan: pengobatan sebelumnya dan pengobatan yang diberikan.

9. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri kronis
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
c. Konstipasi

10. Intervensi Keperawatan

Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


Keperawatan
1. Nyeri (Akut) Kriteria Evaluasi : Mandiri: Membantu
berhubungan Kaji nyeri, catat mengevaluasi
dgn : Menyatakan nyeri lokasi, derajat
Biologis;aktivi hilang atau karakteristik, ketidaknyamanan
tas proses terkontrol. intensitas (skala dan keefektifan
penyakit 0-10). analgesik.
(kanker,trauma Menunjukkan
) Berikan tindakan
nyeri hilang, kenyamanan, Mencegah
mampu mis., perawtan pengeringan
tidur/istirahat mulut, pijatan mukosa oral dan
dengan tepat. punggung, ubah ketidaknyamanan.
posisi. Menurunkan
Menunjukkan tegangan otot dan
penggunaan Dorong meningkatkan
keterampilan penggunaan relaksasi.
relaksasi dan tehnik relaksasi,
kenyamanan mis., bimbingan Membantu pasien
umum sesuai imajinasi,visuali untuk istirahat
indikasi situasi sasi. lebih efektif dan
pasien. memfokuskan
kembali perhatian,
Bantu sehingga
melakukan menurunkan nyeri
latihan rentang dan
gerak dan ketidaknyamanan.
dorong ambulasi
dini. Hindari Menurunkan
posisi duduk kekakuan otot atau
lama. sendi. Ambulasi
mengembalikan
organ ke posisi
Selidiki dan normal dan
laporkan adanya meningkatkan
kekakuan otot kembalinya fungsi
abdominal dan ketingkat normal.
nyeri tekan
Diduga inflamasi
Kolaborasi : peritoneal, yang
Berikan obat memerlukan
sesuai indikasi, intervensi medik
mis., narkotik, cepat.
analgesik.

Berikan rendam
duduk.
2. Menurunkan nyeri,
Perubahan meningkatkan
nutrisi kurang kenyamanan.
dari kebutuhan Kriteria Evaluasi : Lakukan/pantau
tubuh efek unit TENS. Menurunkan
berhubungan Mempertahankan ketidaknyamanan
dengan : berat lokal. Menurunkan
Anoreksia badan/menunjukk Mandiri : edema dan
lama/gangguan an peningkatan Lakukan meningkatkan
masukan saat berat badan pengkajian penyembuhan luka
praoperasi dan bertahap sesuai nutrisi dengan perineal.
Adanya tujuan dengan seksama.
diare/ganggua nilai laboratorium Perangsang
n absorpsi. normal. Auskultasi kutaneus dapat
Bising usus. digunakan untuk
menghambat
Merencanakan
transmisi
diet untuk
Mulai dengan rangsangan nyeri.
memenuhi
makan cairan
kebutuhan nutrisi.
perlahan.

Identifikasi bau Mengidentifikasi


yang kekurangan/kebutu
ditimbulkan oleh han untuk
makanan (mis., membantu
kol, ikan, memilih
kacang- intervensi.
kacangan) dan
sementara batasi Kembalinya fungsi
diet. usus menunjukkan
kesiapan untuk
memulai makan
Anjurkan pasien lagi.
meningkatkan
penggunaan Menurunkan
yogurt dan insiden kram
mentega susu. abdomen, mual.

Diskusikan Sensitivitas
mekanisme terhadap makanan
menelan udara tertentu tidak
sebagai factor umum setelah
pembentukan bedah usus. Pasien
flatus. dapat mencoba
berbagai makanan
sebelum
menentukan
apakah ini
membuat masalah.

Kolaborasi : Dapat menurunkan


Konsult dengan pembentukan bau.
ahli diet.

Minum melalui
Tingkatkan diet sedotan,
dari cairan mengorok,
sampai makanan ansietas, merokok,
rendah residu sakit gigi, dan
bila masukan meneguk makanan
oral dimulai. meningkatkan
produksi flatus.
Terlalu banyak
Berikan flatus dapat
3. makanan enteral/ menjadi factor
Resiko tinggi parenteral bila penyebab
terhadap Kriteria Evaluasi : diindikasikan. kebocoran dari
kerusakan banyaknya tekanan
integritas kulit Mempertahankan dalam kantong.
berhubungan Integritas kulit.
dengan :
Karakter/aliran Mengidentifikasi Mandiri : Membantu
feses dan Lihat stoma/area mengkaji
faktor resiko
flatus dari kulit peristomal kebutuhan nutrisi
individu.
stoma. pada tiap pasien dalam
penggatian perubahan
Menunjukkan
kantong. pencernaan dan
perilaku/teknik
Bersihkan fungsi usus.
peningkatan
dengan air dan
penyembuhan/me
keringkan. Catat Diet rendah sisa
ncegah kerusakan
iritasi, dapat
kulit.
kemerahan dipertahankan
(warna gelap, selama 6-8 minggu
kebiru-biruan). pertama untuk
memberikan waktu
yang adekuat
untuk
penyembuhan
usus.
Ukur stoma
secara periodik, Pada
mis,, tiap kelemahan/tidak
perubahan toleran terhadap
kantong selama makanan per oral.
6 minggu Hiperalimetasi
pertama. digunakan untuk
Kemudian sekali menanbah
sebulan selama 6 kebutuhan
bulan. komponen pada
penyembuhan dan
mencegah status
katabolisme.
Berikan
pelindung kulit
yang efektif, Memantau proses
mis., wafer penyembuhan/keef
stomahesive, ektifan alat dan
karaya gum, mengidentifikasi
Realiseal masalah pada area.
(Davol) atau Mempertahankan
produk kebersihan/menger
semacamnya. ingkan area untuk
membantu
Kosongkan, pencegahan
irigasi dan kerusakan kulit.
bersihkan Identifikasi dini
kantong ostomi nekrosis
dengan rutin. stoma/iskemia atau
infeksi jamur
Sokong kulit memberikan
sekitar bila intervensi tepat
mengangkat waktu untuk
kantong dengan mencegah
perlahan. komplikasi serius.

Selidiki keluhan Sesuai dengan


rasa penyembuhan
terbakar/gatal/m edema
elepuh disekitar pascaoperasi
stoma. (selama 6 minggu
pertama) ukuran
Kolaborasi : kantong yang
dipakai harus tepat
Konsul dengan sehingga feses
ahli terkumpul sesuai
terapi/enterosto aliran dari ostomi
mal dan kontak dengan
kulit dicegah.

Berikan sprei Melindungi kulit


aerosol dari perekat
kortikosteroid kantong,
dan bedak meningkatkan
nistatin sesuai perekat kantong
indikasi. dan memudahkan
pengangkatan
kantong bila perlu.

Penggantian
kantong yang
sering mengiritasi
kulit dan harus
dihindari.

Mencegah iritasi
jaringan/kerusakan
sehubungan
dengan
“penarikan”
kantong.

Indikasi kebocoran
feses dengan iritasi
periostomal, atau
kemungkinan
infeksi kandida
yang memerlukan
intervensi.

Membantu
pemilihan produk
yang tepat untuk
kebutuhan
penyembuhan
pasien, termasuk
tipe ostomi, status
fisik/mental dan
sumber finansial.

Membantu
penyembuhan bila
terjadi iritasi
peristomal/infeksi
jamur.
DAFTAR PUSTAKA

Black, J. M, & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan medikal bedah edisi 8. Singapore: Elsevier
Bulecheckk, G.M., Butcer, H.K. Dochterman, J.McC., Wagner, C.M. (2013). Nursing
Interventions Classification (6th Ed.). Missouri: Elsevier Mosby
Doenges E, Marilynn, dkk. (2010). Rencana asuhan keperawatan: Pedoman untuk
perancanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Edisi 8. Jakarta : EGC
Herdman, T.H., Kamitsuru, S. (2014). NANDA international nursing diagnoses: definitions &
classification 2015–2017(10th Ed.). Oxford: Wiley Blackwell
Ignatavicius, D. D., & Workman, M. L. (2006). Medical surgical nursing: Critical thinking
for collaborative care. (5th Ed). St. Louis: Elseveir Saunders.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M.L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes
Classification (NOC): Measurement of health outcomes (5th Ed.). Missouri: Elsevier
Mosby
Price & Wilson. (2012). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit volume 1. Edisi
6. Jakarta: EGC
Sloane, E. (2004). Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC.
Smeltzer,S.C., Burke,B.G., Hinkle,J.L & Cheever,K.H. (2010). Brunner & Suddarth’s
textbook of medical surgical nursing. (12th Ed). Philadelphia: Lippincott William &
Wilkins.
Engram, B. (1995). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, ed.3.
Jakarta :EGC
Doengoes E. M (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta ; EGC
Price, S.A (1995). Patofisiologi, Jakarta ; EGC
Wim De Jong (1999). Buku Ajar Ilmu Bedah, Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai