Anda di halaman 1dari 21

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Tidak Menular (PTM)


2.1.1 Definisi

Penyakit Tidak Menular yang selanjutnya disingkat PTM adalah


penyakit yang tidak bisa ditularkan dari orang ke orang, yang
perkembangannya berjalan perlahan dalam jangka waktu yang panjang
(kronis).1 PTM menjadi penyebab utama kematian secara global, dan salah satu
tantangan kesehatan utama abad ke-21.2

Indonesia saat ini menghadapi beban ganda penyakit, yaitu penyakit


menular dan Penyakit Tidak Menular. Perubahan pola penyakit tersebut sangat
dipengaruhi antara lain oleh perubahan lingkungan, perilaku masyarakat,

transisi demogra , teknologi, ekonomi dan sosial budaya. Peningkatan /beban

akibat PTM sejalan dengan meningkatnya faktor risiko yang meliputi


meningkatnya tekanan darah, gula darah, indeks massa tubuh atau obesitas,
pola makan tidak sehat, kurang aktivitas fisik, dan merokok serta alkohol.3

2.1.2 Epidemiologi
Menurut WHO PTM merupakan salah satu penyebab tersering
kematian di seluruh dunia. Pada 2016, PTM bertanggung jawab atas 71% (41
juta) dari 57 juta kematian yang terjadi secara global. PTM bertanggung jawab
atas kematian ini termasuk penyakit kardiovaskular (17,9 juta kematian,
terhitung 44% dari semua kematian akibat PTM dan 31% dari semua kematian
global); kanker (9 juta kematian, 22% dari semua kematian akibat PTM dan
16% dari semua kematian global); penyakit pernapasan kronis (PPOK) (3,8
juta kematian, 9% dari semua kematian akibat PTM, dan 7% dari semua
kematian global); dan diabetes (1,6 juta kematian, 4% dari semua kematian
akibat PTM dan 3% dari semua kematian global).4

Proporsi yang lebih tinggi (75%) dari kematian orang dewasa usia 30- 69
tahun akibat PTM, menunjukkan bahwa PTM tidak semata-mata masalah bagi
populasi yang lebih tua. Peluang untuk meninggal dunia dari satu dari empat
PTM utama pada tahun 2016 secara global adalah 18%, dengan risiko yang
sedikit lebih tinggi untuk laki-laki (22%) daripada untuk perempuan (15%).4

Peningkatan insidens PTM juga terjadi di Indonesia. Berdasarkan Hasil


Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018, terdapat peningkatan pada beberapa PTM,
terutama pada indikator-indikator kunci PTM yang tercantum dalam RPJMN
2015-2019 (hipertensi, obesitas, dan merokok pada usia ≤ 18 tahun).
Peningkatan yang terjadi yaitu pada prevalensi stroke, yang meningkat menjadi
10,9% dari 7%, penyakit ginjal kronis (menjadi 3,8 per mil dari 2 per mil),
diabetes (menjadi 8,5% dari 6,9%), hipertensi (menjadi 34,1% dari 25,8%),
serta obesitas (menjadi 31,0% dari 26,6%). Prevalensi merokok penduduk usia
≤18 tahun juga meningkat dari 7,2%. menjadi 9,1% di tahun 2018.5

2.1.3 Faktor Resiko

Faktor resiko untuk PTM dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu


faktor yang dapat dimodifikasi dan faktor metabolik.4

1. Faktor risiko perilaku yang dapat dimodifikasi

Penyebab yang paling sering menjadi faktor resiko PTM merupakan


faktor resiko yang dapat dicegah. Empat PTM utama (penyakit kardiovaskular,
kanker, penyakit pernapasan kronis, dan diabetes) secara kausal terkait dengan
empat faktor risiko perilaku utama. Perilaku yang dapat dimodifikasi, seperti
penggunaan tembakau, kurangnya aktivitas fisik, pola makan yang tidak sehat,
dan penggunaan alkohol yang berbahaya, semuanya meningkatkan resiko
PTM. Polusi udara lingkungan juga termasuk faktor risiko utama untuk PTM.4

2. Faktor risiko metabolik

a) Peningkatan tekanan darah

b) Kelebihan berat badan / obesitas

c) Hiperglikemia (kadar glukosa darah tinggi) dan

d) Hiperlipidemia (kadar lemak tinggi dalam darah).4


2.1.4 Jenis Penyakit Tidak Menular

Terdapat empat PTM utama, yaitu penyakit kardiovaskular, kanker,


penyakit pernapasan kronis, dan diabetes.4

1) Hipertensi
Tekanan darah adalah kekuatan darah menekan dinding pembuluh
darah. Menurut pedoman The Eighth Report of Joint National Committee
(JNC-8). Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana tekanan darah
seseorang adalah ≥ 140 mmHg (tekanan sistolik) dan atau ≥ 90 mmHg
(tekanan diastolik).6
Klasifikasi hipertensi menurut The Eighth Report of Joint
NationalCommittee on Prevention, Detection, Evaluation and the Treatment
of High Blood Pressure.6

Tabel 2.1. Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC-8

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Optimal 115 atau kurang 75 atau kurang

Normal Kurang dari 120 Kurang dari 80

Prehipertensi 120 – 139 80–89

Hipertensi tahap I 140 – 159 90–99

Hipertensi tahap II Lebih dari 160 Lebih dari 100

Menurut Herbert Benson, dkk, berdasarkan etiologinya hipertensi


dibedakan menjadi dua, yaitu:

1) Hipertensi esensial (hipertensi primer atau idiopatik) adalah hipertensi


yang tidak jelas penyebabnya, hal ini ditandai dengan terjadinya
peningkatan kerja jantung akibat penyempitan pembuluh darah tepi.
Lebih dari 90% kasus hipertensi termasuk dalam kelompok ini.
2) Penyebabnya adalah multifaktor, terdiri dari faktor genetik, gaya hidup,
dan lingkungan.

3) Hipertensi sekunder, merupakan hipertensi yang disebabkan oleh


penyakit sistemik lain yaitu, seperti renal arteri stenosis,
hyperldosteronism,hyperthyroidism, pheochromocytoma, gangguan
hormon dan penyakitsistemik lainnya. Prevalensinya hanya sekitar 5-
10% dari seluruh penderita hipertensi.6

Gejala-gejala hipertensi, yaitu:6


1) sakit kepala
2) mimisan
3) jantung berdebar-debar
4) sering buang air kecil di malam hari
5) sulit bernafas
6) mudah lelah
7) wajah memerah
8) telinga berdenging
9) vertigo
10) pandangan kabur
Keluhan yang sering dirasakan dan dijumpai adalah pusing yang
terasa berat pada bagian tengkuk, biasanya terjadi pada siang hari.6

Diagnosis hipertensi esensial ditegakkan berdasarkan data anamnesis,


pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan
penunjang.Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama
menderita hipertensi, riwayat, dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan,
seperti; penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler dan lainnya,
riwayat penyakit dalam keluarga, gejala yang berkaitan dengan penyakit
hipertensi, perubahan aktifitas atau kebiasaan (merokok, konsumsi makanan,
riwayat dan faktor psikososial lingkungan keluarga, pekerjaan, dan lain-
lain). 6,7
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan pengukuran tekanan darah pada
penderita dalam keadaan nyaman dan relaks. Pengukuran dilakukan dua kali
atau lebih dengan jarak dua menit, kemudian diperiksa ulang dengan
kontrolatera. Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang
penderita hipertensi terdiri dari tes darah rutin, glukosa darah (sebaiknya
puasa), kolesterol total serum, kolesterol LDL dan HDL serum, trigliserida
serum (puasa), asam urat serum, kreatinin serum, kalium serum, hemoglobin
dan hematokrit, urinalisis dan elektrokardiogram. Pemeriksaan lainnya
seperti pemeriksaan ekokardiogram, USG karotis dan femoral, foto rontgen,
dan fundus kopi.6
Pengukuran tekanan darah menggunakan alat spygmomanometer dan
stetoskop. Sebelum melakukan pengukuran tekanan darah yang harus
diperhatikan, yaitu:6
1) jangan minum kopi atau merokok 30 menit sebelum pengukuran
dilakukan.
2) duduk bersandar selama 5 menit dengan kaki menyentuh lantai dan
tangan sejajar dengan jantung (istirahat)
3) pakailah baju lengan pendek
4) buang air kecil dulu sebelum diukur, karena kandung kemih yang
penuh dapat m empengaruhi hasil pengukuran

Komplikasi dari hipertensi adalah sebagai berikut:6


1) Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau
akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terkena
tekanan darah. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila
arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan
menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang
dipendarahinya berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami
arterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan

kemungkinan terbentuknya aneurisma (suatu dilatasi dinding arteri, akibat kongenital


atau perkembangan yang lemah pada dinding pembuluh).6
2) Dapat terjadi infrak miokardium apabila arteri koroner yang
aterosklerotik tidak menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau
apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui
pembuluh tersebut.6
3) Dapat terjadi gagal ginjal karena kerusakan progresif akibat
tekanan tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, glomelurus. Dengan
rusaknya glomelurus, darah akan mengalir ke unit-unit fungsional
ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksik
dan kematian. Dengan rusaknya membran glomelurus, protein akan
keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma
berkurang, menyebabkan edema.6
4) Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi terutama pada hipertensi
maligna. Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini
menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan
ke dalam ruang interstisium di seluruh susunan saraf pusat.6

Penatalaksanaan hipertensi dapat dibagi menjadi:6

1) Terapi Non Farmakologi


Terapi non farmakologi merupakan penanganan awal sebelum
penambahan obat-obatan hipertensi, disamping perlu diperhatikan oleh
seorang yang sedang dalam terapi obat.6,8
Tabel 2.2. Modifikasi Gaya Hidup Dalam Pengelolaan Hipertensi

Modifikasi Rekomendasi Perkiraan penurunan

tekanan diastol yang

terjadi

Penurunan berat Pengaturan berat badan normal 5-20 mmHg/

Badan penurunan 10 Kg

Adaptasi pengaturan Konsumsi makanan yang banyak 8-14 mmHg

pola makan mengandung buah dan sayur serta

berdasarkan DASH mengurangi asupan lemak atau yang

mengandung lemak

Diet rendah garam Penurunan konsumsi garam tidak lebih dari 6 2-8 mmHg

gram natrium klorida

Aktivitas fisik Aktifitas olahraga aerobik (jogging sekitar 30 4-9 mmhg

menit setiap hari, atau lebih dari sekali dalam

seminggu)

Pengurangan Tidak lebih dari dua jenis minuman 2-4 mmHg

konsumsi alkohol beralkohol atau bahkan penghentian

penggunaan alcohol
2) Terapi Farmakologi
Penatalaksanaan hipertensi menurut The Eighth Report of Joint
National Committee, sebagai berikut:6,8

Tabel 2.3. Tatalaksana Hipertensi Menurut JNC-8

2) Diabetes Melitus
Diabetes melitus (DM) adalah kelompok gangguan metabolik yang
ditandai dengan kondisi hiperglikemia kronik akibat gangguan pada sekresi
insulin, kerja insulin atau keduanya.Pada umumnya dikenal 2 tipe diabetes,
yaitu diabetes tipe 1 (tergantung insulin), dan diabetes tipe 2 (tidak tergantung
insulin). Diabetes tipe 1 biasanya dimulai pada usia anak-anak sedangkan
diabetes tipe 2 dimulai pada usia dewasa.7
Kebanyakan pasien diabetes mellitus tipe 2 bersifat asimptomatik.

Manifestasi klinisnya meliputi:9

a. Gejala klasik : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat


badan
b. Pandangan kabur

c. Parestesia ekstrimitas bawah

d. Infeksi jamur
Kriteria diagnosis oleh American Diabetic Association (ADA)
meliputi:10
 Glukosa plasma puasa (GPP) ≥126 mg/dl (7.0 mmol/L) atau

 Glukosa plasma 2 jam setelah makan (post prandial) ≥200 mg/dl (11.1
mmol/dl) selama pemberian 75 g tes toleransi glukosa atau
 Glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl (11.1 mmol/L) pada pasien
dengan gejala klasik hiperglikemia atau krisis hiperglikemik
Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada semua individu dewasa dengan
IMT > 25 kg/m2 dengan faktor risiko lain sebagai berikut: 1) aktivitas fisik
kurang, 2) riwayat keluarga mengidap DM pada turunan pertama, 3) masuk
kelompok etnis risiko tinggi (African American, Latino, Native American,
Asian American, Pasific Islander), 4) wanita dengan riwayat melahirkan bayi
dengan berat >4000 gram atau riwayat Diabetes Melitus Gestasional (DMG),
5) hipertensi (TD > 140/90 mmHg atau sedang dalam terapi obat
antihipertensi), 6) kolesterol HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250
mg/dL, 7) wanita dengan sindrom polikistik ovarium, 8) riwayat toleransi
glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT), 9)
keadaan lain yang berhubungan dengan resistensi insulin, 10) riwayat penyakit
kardiovaskular.10
Pilar penatalaksanaan DM yaitu:10

1. Edukasi
Edukasi yang diberikan adalah pemahaman tentang perjalanan
penyakit, pentingnya pengendalian penyakit, komplikasi yang timbul
dan resikonya, pentingnya intervensi obat dan pemantauan glukosa
darah, cara mengatasi hipoglikemia, perlunya latihan fisik yang teratur,
dan cara mempergunakan fasilitas kesehatan. Mendidik pasien
bertujuan agar pasien dapat mengontrol gula darah, mengurangi
komplikasi dan meningkatkan kemampuan merawat diri sendiri.
2. Terapi gizi medis
Perencanaan makan yang baik merupakan bagian penting dari
penatalaksanaan diabetes secara total. Diet seimbang akan mengurangi
beban kerja insulin dengan meniadakan pekerjaan insulin mengubah
gula menjadi glikogen. Kebutuhan kalori dilakukan dengan
memperhitungkan kalori basal yaitu 25 (perempuan) – 30 (laki-laki)
kalori/kgBB ideal ditambah atau dikurangi faktor jenis kelamin, umur,
aktivitas fisik, berat badan, dan lain-lain.
3. Latihan jasmani

Kegiatan yang dianjurkan adalah intensitas sedang ( 50 – 70 %


denyut nadi maksimal) minimal 150 menit/minggu atau aerobik 75
menit/minggu.
4. Intervensi farmakologis
a. Antidiabetik oral (ADO)
b. Insulin
Secara umum kerusakan akibat hiperglikemia dibagi menjadi
komplikasi makrovaskular (penyakit arteri koroner, penyakit arteri perifer,
stroke) dan mikrovaskular (retinopati diabetik dan neuropati).10
Pencegahan DM terbagi menjadi pencegahan primer, sekunder, dan
tersier. Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang
memiliki faktor resiko, yakni mereka yang belum terkena tetapi berpotensi
untuk mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa. Materi penyuluhan
meliputi program penurunan berat badan, diet sehat, latihan jasmani dan
menghentikan kebiasaan merokok.10
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat
timbulnya penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Program ini dapat
dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini
penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM.10
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang
telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih
lanjut. Pada pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan kepada pasien dan
juga kelurganya dengan materi upaya rehabilitasi yang dapat dilakakukan
untuk mencapai kualitas hidup yang optimal.10

2.1.5 Upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular


Berbagai upaya telah dilakukan untuk pencegahan dan penanggulangan
penyakit tidak menular, sejalan dengan pendekatan WHO terhadap penyakit
tidak menular utama yang terkait dengan faktor risiko bersama (Common Risk
Factors). Di tingkat komunitas telah diinisiasi pembentukan Pos Pembinaan
Terpadu (Posbindu) penyakit tidak menular dimana dilakukan deteksi dini
faktor risiko, penyuluhan dan kegiatan bersama komunitas untuk menuju
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Pada tingkat pelayanan kesehatan juga telah
dilakukan penguatan dari puskesmas selaku kontak pertama masyarakat ke
sistem kesehatan.11
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kesehatan masyarakat
(public health). Untuk itu, perhatian difokuskan kepada penyakit tidak menular
yang mempunyai dampak besar baik dari segi morbiditas mapun mortalitasnya
sehingga menjadi isu kesehatan masyarakat (public health issue). Bila
prevalensi faktor risiko menurun, maka diharapkan prevalensi penyakit tidak
menular utama juga akan menurun.11
Pengendalian PTM dapat dilakukan dengan melakukan modifikasi factor
risiko dengan perubahan perilaku yang dikenal dengan akronim CERDIK.
Kegiatan CERDIK harus dilakukan secara rutin dan berkesinambungan sebagai
berikut:12

C : Cek kondisi kesehatan anda secara rutin dan teratur


E : Enyahkan asap rokok dan polusi udara lainnya
R : Rajin aktifitas fisik dengan gerak olah raga dan seni
D : Diet yang sehat dengan kalori seimbang (rendah gula, garam dan
lemak serta kaya serat)
I : Istirahat yang cukup dan utamakan keselamatan

K: Kendalikan stres dan tindak kekerasan


Sedangkan dalam pendekatan klinis, setiap penyakit ini akan mempunyai
pendekatan yang berbeda-beda. Namun demikian, tidak semua penyakit tidak
menular dengan prevalensi tinggi mempunyai faktor risiko yang sama misalnya
kanker hati dan kanker serviks dimana peran infeksi virus sangat besar, juga
prevalensi kasus gangguan indera dan fungsional sangat dipengaruhi oleh faktor
usia dan lingkungan. Untuk kondisi ini diperlukan intervensi spesifik.12,13

2.1.6 Program Manajemen Penyakit Tidak Menular


1) Program Gerakan Nusantara Tekan Angka Obesitas (GENTAS)
Kegiatan GENTAS adalah suatu gerakan yang melibatkan masyarakat
dalam rangka pencegahan obesitas sebagai faktor risiko PTM. Kegiatan
meliputi pengukuran Indeks Massa Tubuh (BB, Lingkar perut dan tinggi
badan), wawancara perilaku berisiko, serta edukasi perilaku gaya hidup sehat.18
Sasaran GENTAS adalah setiap warga negara usia 15 tahun keatas yang
berada di wilayah tersebut. Pengelola Program Kab/Kota melakukan sosialisasi
program GENTAS di masyarakat dengan kriteria lingkar perut laki-laki < 90
cm, lingkar perut wanita < 80 cm, dan IMT ≥ 25 kg/m2. Pengelola Program
Kab/Kota berkoordinasi dengan lintas sektor, mengintegrasikan GENTAS pada
kegiatan hari besar di daerah. Pelaksana merupakan dokter, perawat, kader
terlatih, pengelola program puskesmas, dan masyarakat. Capaian dilihat
berdasarkan perhitungan:14

Gambar 2.1. Perhitungan Capaian GENTAS13


2) Program Pelayanan Terpadu (PANDU) PTM
Kegiatan PANDU PTM adalah kegiatan penemuan dan penanganan
kasus PTM dan manajemen faktor risiko PTM di FKTP secara terpadu.
Kegiatan manajemen faktor risiko meliputi pemeriksaan perilaku merokok,
obesitas, TD > 120/80 mmHg, gula darah sewaktu > 200 mg/dL, kolesterol
atau kolesterol rata-rata, serta wanita usia 30-50 tahun atau wanita yang pernah
berhubungan seksual. PANDU juga meliputi penanganan penyandang PTM
dan Program Rujuk Balik (PRB).Sasaran PANDU adalah setiap warga negara
yang menyandang dan memiliki faktor risiko PTM yang berkunjung ke FKTP.
Pelaksana merupakan tenaga kesehatan yaitu dokter, perawat, dan bidan.
Capaian kinerja dihitung dengan rumus:14

Gambar 2.2 Rumus Capaian Kinerja PANDU PTM13


3) Program Penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Di Sekolah
Kegiatan penerapan KTR di sekolah adalah suatu kegiatan pencegahan
perilaku merokok pada warga sekolah. Kegiatan meliputi penetapan KTR,
pembentukan satgas, serta memenuhi 8 indikator penerapan KTR.Sasaran dari
program KTR di sekolah ini yaitu setiap warga yang berada di sekolah (siswa,
guru, penjaga sekolah, penjaja makanan dan pengunjung lainnya) di SD, SMP,
SMA, dan sederajat di suatu wilayah. Pelaksana merupakan Satgas Propinsi
(meliputi unsur-unsur : dinas pendidikan, dinas kesehatan, satpol pp, bagian
hukum pemda, kanwil agama), Satgas Kab/Kota (meliputi unsur-unsur : dinas
pendidikan, dinas kesehatan, satpol pp, bagian hukum pemda, kanwil agama),
dan Satgas sekolah (meliputi unsur : Guru BK, Satpam, Kader Murid). Capaian
kinerja dilihat berdasarkan:14
Gambar 2.3 Capaian Kinerja KTR di Sekolah14

4) Program Layanan Upaya Berhenti Merokok (UBM)


Kegiatan Layanan UBM adalah pemberian konseling kepada perokok
untuk berhenti merokok di FKTP dan di sekolah. Kegiatan meliputi identifikasi
klien, evaluasi dan motivasi, penentuan pilihan terapi yang akan diberikan,
serta penyusunan rencana untuk menindaklanjuti/follow up yang sudah
dilakukan.14

5) Program Deteksi Dini PTM di Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu)


Deteksi dini faktor risiko PTM di Posbindu adalah upaya kesehatan
berbasis masyarakat (UKBM) yang dilaksanakan di pos pembinaan terpadu
(Posbindu). Kegiatan meliputi pengukuran tekanan darah, pengukuran gula
darah, pengukuran indeks massa tubuh, wawancara perilaku berisiko, edukasi
perilaku gaya hidup sehat. Sasaran dari program ini yaitu setiap warga negara
berusia 15 tahun keatas di suatu desa/kelurahan/institusi. Sasaran pemeriksaan
gula darah adalah setiap warga negara berusia 40 tahun ke atas atau kurang dari
40 tahun yang memiliki faktor risiko obesitas dan atau hipertensi.14
Tahapan kegiatan pada program ini terbagi atas tiga tahap, yaitu Tahap
Persiapan, Tahap Pelaksanaan, dan Tahap Pembinaan dan Monitoring
Evaluasi. Kegiatan dilaksanakan paling kurang 1 kali perbulan. Pelaksana
merupakan kader terlatih. Capaian kinerja berupa persentase desa/kelurahan
yang melaksanakan kegiatan posbindu PTM di wilayah tersebut, yang dihitung
dengan menggunakan rumus:14
Gambar 2.4 Rumus capaian kinerja berupa persentase desa/kelurahan
yang melaksanakan kegiatan posbindu PTM14

2.2 Skrining
2.2.1 Definisi
Skrining adalah suatu usaha mendeteksi atau menemukan penderita penyakit tertentu
yang tanpa gejala atau tidak tampak dalam suatu masyarakat atau kelompok penduduk tertentu
melalui suatu tes atau pemeriksaan secara singkat dan sederhana untuk dapat memisahkan yang
sehat dengan penderita. Uji skrining digunakan untuk mengidentifikasi suatu penanda awal
perkembangan penyakit sehingga intervensi dapat diterapkan untuk menghambat proses
penyakit.15

2.2.2 Tujuan dan Manfaat Skrining16


1. Menemukan orang yang terdeteksi menderita suatu penyakit sedini mungkin sehingga dapat
dengan segera memperoleh pengobatan
2. Mencegah meluasnya penyakit dalam masyarakat
3. Mendidik dan membiasakan masyarakat untuk memeriksaan diri sedini mungkin.
4. Mendidik dan memberikan gambaran kepada petugas kesehatan tentang sifat penyakit dan
untuk selalu waspada melakukan pengamatan terhadap gejala dini.
5. Mendapatkan keterangan epidemiologis yang berguna bagi klinis dan peneliti.

2.2.3 Jenis Skrining16


1. Penyaringan Massal (Mass Screening)
Skrining yang melibatkan populasi secara keseluruhan
2. Penyaringan Multiple
Skrining dilakukan menggunakan beberapa teknik penyaringan pada saat yang sama
3. Penyaringan yang ditargetkan
Skrining dilakukan pada kelompok-kelompok yang terkena paparan yang spesifik
4. Penyaringan Oportunistik
Skrining dilakukan hanya terbatas pada penderita-penderita yang berkonsultasi pada praktisi
kesehatan.

2.3. Usia Produktif


Usia produktif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah usia ketika seseorang masih mampu
bekerja dan menghasilkan sesuatu, yang umumnya berkisar 16-54 tahun.17
Data dari CIA World Factbook yang dikutip Indonesia-investments menyatakan bahwa terdapat 66,5%
penduduk Indonesia dari 250 juta total populasi merupakan usia produktif. Angka ini menunjukkan
dari perspektif demografis bahwa usia produktif di Indonesia bukan hanya memiliki potensi besar
dalam hal produktifitas dan kreatifitas kerja, namun juga permasalahan kesehatan yang akan
berpengaruh terhadap kualitas hidup, produktivitas dan kreativitas kerja.18
Di dalam analisis data demografi, struktur umum penduduk dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu
kelompok (a) usia muda, dibawah 15 tahun; (b) usia produktif, 15 – 64 tahun; dan (c) kelompok usia
tua, 65 tahun ke atas.19
Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 4 Tahun 2019 tentang Standar Teknis
Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar pada Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan adalah usia
produktif adalah usia 15 – 59 tahun.20

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Nasional melalui Sensus Penduduk Antar Sensus (Supas
2015), jumlah penduduk Indonesia akan mencapai 269,6 juta jiwa pada 2020. Jumlah tersebut terdiri
atas kategori usia belum produkftif (0-14 tahun) sebanyak 66,07 juta jiwa, usia produktif (15-64 tahun)
185,34 juta jiwa, dan usia sudah tidak produktif (65+ tahun) 18,2 juta jiwa. Data tersebut lebih rinci
digambarkan melalui grafik pada gambar 2.1 berikut.21

Gambar 2.1 Proyeksi Jumlah Penduduk Indonesia Menurut Kelompok Usia21


Jumlah penduduk usia produktif di Kota Padang pada tahun 2016 berdasarkan data dari Badan
Pusat Statistik Kota Padang adalah 642.676 orang dengan total jumlah penduduk Kota Padang
934.920 orang. Hal ini berarti bahwa persentasi usia produktif penduduk Kota Padang adalah
68,74%.22

DAFTAR PUSTAKA

1. Kemenkes RI. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 tahun 2015 tentang Penanggulangan
Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Kemenkes RI;2015
2. WHO Fact Sheet. Noncommunicable Disease. 2018. Available at :https://www.who.int/news-
room/fact-sheets/detail/noncommunicable- disea Diakses online pada tanggal 9 Oktober 2019.
3. Kemenkes RI. Buku Pedoman Manajemen Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Kemenkes
RI;2019
4. WHO. Noncommunicable Diseases: Country Profiles 2018. 2018
5. Kemenkes RI. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS 2018. Jakarta: Balitbang Kemenkes RI.
2018.
6. Yogiantoro M. Pendekatan Klinis Hipertensi: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Edisi Keenam Jilid II, Interna Publishing, Jakarta. 2014
7. World health organization: Diabetes – Factsheet. 2012. Diakses online pada tanggal
5 Desember 2019. (http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/index.html)
8. Lany Sustrani, Alam Syamsir, Hadibroto Iwan. Hipertensi. Gramedia, Jakarta.
2005.
9. American Diabetes Association: Implications of the United Kingdom Prospective
Diabetes Study. Diabetes Care 2004,27(Suppl 1):28–32.
10. PERKENI . Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe II;
2015.
11. Dirjen Penanggulangan dan Pencegahan PTM. Laporan Kinerja 2018. Kemenkes
RI. 2018.
12. Indriyawati N. Skrining Dan Pendampingan Pencegahan Penyakit Tidak Menular
Di Masyarakat. Poltekkes Kemenkes Semarang, 2018. Available
at:http://ejournal.poltekkes-smg.ac.id/ojs/index.php/link/article/view/328.. Diakses
online pada tanggal 5 Desember 2019.
13. Khardori. 2016. Type 2 Diabetes Mellitus. Diakses pada 8 Oktober 2019
14. Kemenkes RI. Dirjen Penanggulangan dan Pencegahan PTM. Pedoman
Manajemen Penyakit Tidak Menular. Kemenkes RI. 2019.
15. Noor, Nur Nary. Epidemiologi. Rineka Cipta. Jakarta; 2008
16. Rajab, Wahyudin. Buku Ajar Epidemiologi untuk Mahasiswa Kebidanan. EGC. Jakarta;2009
17. Kamus Besar Bahasa Indonesia. [Online]. [cited 2019 December]. Available from: http:
//bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php.
18. Indonesia - The World Factbook. [cited 2019 December]. Available from: https://www.
cia.gov/library/publications/the-world - factbook/geos/id.html
19. Tjiptoherijanto, Prijono. Proyeksi penduduk, angkatan kerja, tenaga kerja dan peran serikat
pekerja dalam peningkatan kesejahteraan. Majalah Perencanaan Pembangunan. 2001
20. Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan RI No 4 Tahun 2019 tentang
Standar Teknis Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar pada Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan. Jakarta : 2019
21. Badan Pusat Statistik. Proyeksi Jumlah Penduduk Indonesia Menurut Kelompok Usia. Jakarta :
2018
22. Badan Pusat Statistik Kota Padang. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis
Kelamin serta Rasio Jenis Kelamin di Kota Padang. Padang : 2016

Anda mungkin juga menyukai