Anda di halaman 1dari 5

1.

Mola Hidatidosa

a. Pengertian

Mola berasal dari bahasa latin yang berarti massa dan hidatidosa berasal dari kata Hydats
yang berarti tetesan air. Mola hidatidosa adalah kehamilan yang berkembang tidak wajar
(konsepsi yang patologis) dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis
mengalalami perubahan hidropik. Dalam hal demikian disebut Mola Hidatidosa atau Complete
mole sedangkan bila disertai janin atau bagian janin disebut sebagai Mola Parsialis atau Partial
mole.
Hamil Mola adalah suatu kehamilan dimana setelah fertilisasi hasil konsepsi tidak
berkembang menjadi embrio tetapi terjadi poliferasi dan vili korialis disertai dengan degenerasi
hidropik. Uterus melunak dan berkembang lebih cepat dari usia gestasi, tidak dijumpai adanya
janin, kavum uteri hanya terisi oleh jaringan seperti rangkaian buah anggur.
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak
ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa degenerasi
hidropik. Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-
gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa
milimeter sampai 1 atau 2 cm. ( Sarwono Prawirohardjo, 2010).
Mola Hidatidosa adalah jonjot-jonjot korion (chorionic villi) yang tumbuh bergandang
berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah
anggur, atau mata ikan karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. Kelainan ini
merupakan neoplasma trofoblas yang jinak (benigna) (Mochtar, 2000).
Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi sejumlah kista yang
menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio mati dan mola tumbuh dengan cepat,
membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah besar human chorionic gonadotropin (hCG)
(Hamilton, C. Mary, 1995 : 104).

b. Tanda dan Gejala


Tanda dan Gejala yang biasanya timbul pada klien dengan ”mola hidatidosa” adalah
sebagai berikut :
1) Amenore dan tanda-tanda kehamilan
2) Perdarahan pervaginam berulang. Darah cenderung berwarna coklat. Pada keadaan lanjut
kadang keluar gelembung mola.
3) Pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
4) Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengarnya DJJ sekalipun uterus
sudah membesar setinggi pusat atau lebih.
5) Preeklampsia atau eklampsia yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu.
6) Hiperemesis lebih sering terjadi, lebih keras dan lebih lama.
7) Mungkin timbul preeklampsia dan eklampsia. Terjadinya preeclampsia dan Eklampsia
sebelum minggu kedau empat menuju kearah mola hidatidosa.
8) Kadar gonadotropin tinggi dalam darah serum pada hari ke 100 atau lebih sesudah
periode menstruasi terakhir.

c. Pemeriksaan Diagnostik
PENATALAKSANAAN
1. Penanganan Mola Hidatidosa
Karena molahidatidosa adalah suatu kehamilan patologi dan tidak jarang disertai penyulit
yang membahayakan jiwa, pada prinsipnya harus segera dikeluarkan .Terapi molahidatidosa
terdiri dari tiga tahap, yaitu :
a. Perbaikan Keadaan Umum
Perbaikan keadaan umum pada pasien molahidatidosa, yaitu :
a) Koreksi dehidrasi.
b) Transfusi darah bila ada anemia (Hb 8 gr% atau kurang), juga untuk memperbaiki syok.
c) Bila ada gejala preeklamsia dan hiperemesis gravidarum diobati sesuai protocol
penanganannya.
d) Bila ada gejala-gejala tirotoksikosis dikonsul ke bagian penyakit dalam.
b. Pengeluaran jaringan mala dengan cara kuretase dan histerektomi
1) Kuretase (suction curetase)
a) Definisi
Kuret adalah pembersihan sisa-sisa jaringan yang ada dalam rahim .
b) Faktor Resiko
(1) Usia ibu yang lanjut
(2) Riwayat obstetri/ginekologi yang kurang baik .
(3) Riwayat infertilitas
(4) Adanya kelainan/penyakit yang menyertai kehamilan
(5) Berbagai macam infeksi
(6) Paparan dengan berbagai macam zat kimia
(7) Trauma abdomen/pelvis pada trimester pertama
(8) Kelainan kromosom
c) Teknik Pengeluaran Jaringan
Pengeluaran jaringan yaitu setelah serviks terbuka (primer maupun dengan dilatasi), jaringan
konsepsi dapat dikeluarkan secara manual, dilanjutkan dengan kuretase.
(1) Sondage, menentukan posisi ukuran uterus.
(2) Masukan tang abortus sepanjang besar uterus, buka dan putar 900 untuk melepaskan jaringan,
kemudian tutup dan keluarkan jaringan tersebut.
(3) Sisa abortus dikeluarkan dengan tumpul, gunakan sendok terbesar yang bisa masuk.
(4) Pastikan sisa konsepsi telah keluar semua, dengan eksplorasi jari maupun kuret.
d) Risiko Yang Mungkin Terjadi
(1) Perdarahan
(2) Pengerokan yang terlalu dalam akan meninggalkan cerukan atau lubang di dinding rahim.
(3) Gangguan haid
(4) Infeksi
e) Persiapan Sebelum Oprasi
(1) Informed consend
(2) Puasa
(3) Cek darah, darah harus tersedia dan sudah dilakukan crossmatching.
f) Kuretase Pada Pasien Molahidatidosa
(1) Dilakukan setelah pemeriksaan persiapan selesai (pemeriksaan darah rutin, kadar beta Hcg dan
foto toraks) keculai bila jaringan mola sudah keluar sepontan .
(2) Bila kanalis servikalis belum terbuka maka dilakukan pemasangan laminaria stift (LS) dan
dilakukan kuretase 24 jam kemudian .
(3) Sebelum melakukan kuretase, sediakan darah 500 cc dan pasang infus dengan tetesan infus
oksitosin 10 IU dalam 500 cc dextrose 5 % .
(4) Kuretase dilakukan 2 kali dengan interval waktu minimal 1 minggu .
(5) Seluruh jaringan mola hasil kerokan dikirim ke labolatorium PA.
g) Teknik Suction Curetase
(1) Dilatasi seviks kanalis dengan busi terbesar yang dapat di masukkan.
(2) Pilihlah kanula yang paling besar dan dapat dimasukkan kedalam kanalis servikalis.
(3) Serviks dipegang dengan tenakulum
(4) Menjelang dilakukan suction curetase, oksitosin disuntikkan ataun secara drip sehingga suction
akan selalu diikuti dengan makin kecilnya uterus
(5) Tangan kiri diletakkan pada fundus uteri dengan tujuan untuk mengikuti turunnya fundus uteri
dan merasakan bahwa tidak teerjadi perforasi karena kanula.
(6) Setelah suction kuretase, ikuti dengan kuret tajam dan besar sehingga dapat dijamin
kebersihannya.
2) Histerektomi
a) Syarat melakukan histerektomi adalah:
(1) Pertimbangan usia yang sudah lanjut, diatas usia 40 tahun dan usia anak cukup.
(2) Terjadi perdarahan banyak setelah kuretase untuk menyelamatkan jiwa penderita
(3) Resisten teerhadap obat kemoterapi.
(4) Dugaan perforasi pada mola destruen
(5) Sejak semula sudah tergolong penyakit trofoblas resiko tinggi
(6) Dugaan sulitnya melakukan pengawasan ikutan
(7) Histerektomi yang dilakukan dapat dilaksanakan:
(a) Pada Mola hidatidosa in toto (in situ)
(b) Segera setelah suction curetase berakhir
(c) Pada koriokarsinoma dengan pertimbangan khusus
b) Tekhnik Operasi
Teknik operasi sampai saat ini belum dijumpai secara utuh diberbagai pustaka. Oleh
karena itu,kami menganjurkan teknik operasi sebagai berikut:
(1) Jangan terlalu banyak melakukan manipulasi uterus sehingga dapat mengurangi mestastase saat
operasi berlangsung.
(2) Lakukan langkah histerektomi dengan mencari dulu pembuluh darah yang besar dipotong dan
diikat sehingga tidak terlalu banyak menimbulkan perdarahan.
(3) Lakukan vaginal alcohol tampon padat sehingga tercecernya sel trofoblas dari uterus segera
mengalami denaturasi dan dapat mengalami kemungkinan hidup untuk mestastase
(4) Jika dapat dilakukan, serviks dijahit sehingga kanalis servikalis tertutup dan mengurangi
kemungkinan tercecernya sel trofoblas saat operasi berlangsung.
(5) Mestastase durante operationum, dapat dilindungi dengan kemoterapi drip (belum umum
diIndonesia) tetapi kami anjurkan dan evaluasi hasilnya.
c) Filosofi Operasi Pada Histerektomi
(1) Trauma yang terjadi haruslah minimal
(2) Lindungi organ penting pelvis dari trauma, yaitu : ureter, pembuluh darah dan Vesika urinaria .
(3) Kurangi komplikasi operasi, infeksi, perdarahan, dan trauma organ pelvis atau kenali
secepatnya bila terjadi trauma untuk segera melakukan rekontruksi
(4) Hindari terjadinya prolapsus vaginal stump
(5) Upayakan agar tidak terjadi komplikasi pascaoperasi
Operasi khususnya di Indonesia dengan KU rendah dan anemia, tindakan operasi dengan
hilangnya darah minimal sangat penting karena darah adalah RED (Rare, Expensive,
Dangerous).
Dianjurkan agar saat melakukan operasi diberikan profilaksis kemoterapi sehingga dapat
memperkecil aktivitas sel-sel trofoblas ganas yang kebetulan dapat masuk kepembuluh darah
atau tercecer pada vagina, untuk tumbuh dan berkembang.

2. Pemeriksaan tindak lanjut:


Tujuan utama tindakan lanjut adalah deteksi dini setiap perubahan yang mengisyaratkan
keganasan. Pemeriksaan tindak lanjut pada pasien molahidatidosa meliputi:
a) Cegah kehamilan selama masa tindak lanjut, sekurang-kurangnya satu tahun.
b) Ukur kadar β hCG setiap 2 minggu, walaupun sebagian menganjurkan pemeriksaan
setiap minggu, belum terbukti adanya manfaat yang nyata.
c) Tunda terapi selama kadar serum tersebut terus berkurang. Kadar yang meningkat atau
mendatar mengisyaratkan perlunya evaluasi dan biasanya terapi.
d) Setelah kadar normal yaitu setelah mencapai batas bawah pengukuran pemeriksaan
dilakukan setiap 6 bulan, lalu setiap 2 bulan untuk total 1 tahun.
e) Tindak lanjut dapat dihentikan dan kehamilan diijinkan setelah 1 tahun.
f) Karena itu, tindak lanjut serta penatalaksanaan saat ini berpusat pada pengukuran serial
kadar β hCG serum untuk mendeteksi tumor trofoblas persisten.

Anda mungkin juga menyukai