Anda di halaman 1dari 18

PANDUAN SUB KOMITE MUTU

KOMITE MEDIK

KATA PENGANTAR

1
Puji syukur Kehadirat Allah SWT, atas Rahmat dan HidayahNya, penyusunan Panduan Sub
Komite Mutu Komite Medik RS Bhakti Asih dapat diselesaikan.

Dengan disahkanya Undang-undang rumah sakit yang baru di Indonesia, maka keselamatan
pasien telah menjadi issue utama. Salah satu upaya menuju keselamatan pasien dan
mencegah terjadinya kecelakaan medis akibat inkompetensi tenaga medis di rumah sakit.

Panduan Sub Komite Mutu Komite Medik RS Bhakti Asih agar menjaga dan meningkatkan
mutu profesi medis dengan tujuan memberikan perlindungan terhadap pasien agar
senantiasa ditangani oleh staf medis yang bermutu, kompeten, etis dan professional,
memberikan asas keadilan bagi staf medis untuk memperoleh kesempatan memelihara
kompetensi dan kewenangan klinis, mencegah terjadinya kejadian yang tak diharapkan,
memastikan kualitas asuhan medis yang diberikan oleh staf medis melalui upaya
pemberdayaan, evaluasi kinerja profesi yang berkesinambungan maupun evaluasi kinerja
profesi yang terfokus.

Masih banyak kekurangan dalam Panduan ini, untuk itu kami mohon masukannya. Terima
kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada pihak yang berperan baik secara
langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan panduan ini.

Tim Penyusun

DAFTAR ISI

2
Hal

JUDUL i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II DEFINISI 5

BAB III RUANG LINGKUP 6

A. Batasan Operasional 6
B. Landasan Hukum 6
C. Ketenagaan 7

BAB IV TATALAKSANA 8

1. Laporan Jaga 8
2. Siang Klinik 8
3. Laporan Kasus Kematian 8
4. Laporan Kasus Sulit 9
5. Penyegaran Kasus 9
6. Audit medic 9
7. Pembacaan Jurnal 12
8. Merekomendasikan Pendidikan Berkelanjutan Bagi Semua Staff Medis 12

BAB V DOKUMENTASI 14

BAB VI PENUTUP 15

BAB I
PENDAHULUAN

Rumah sakit diakui merupakan institusi yang sangat kompleks dan berisiko tinggi (high
risk), terlebih dalam kondisi lingkungan regional dan global yang sangat dinamis

3
perubahannya. Salah satu pilar pelayanan medis adalah clinical governance, dengan unsur
staf medis yang terjadi di rumah sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 UU Nomor 44
Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

Keberadan staf medis dalam rumah sakit merupakan suatu keniscayaan karena kualitas
pelayanan rumah sakit sangat ditentukan oleh kinerja para staf medis dirumah sakit tersebut.
Yang lebih penting lagi kinerja staf medis akan sangat mempengaruhi keselamatan pasien di
rumah sakit. Untuk itu rumah sakit perlu menyelenggarakan tata kelola klinis (clinical
govermance) yang baik untuk melindungi pasien. Hal ini sejalan dengan amanat peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan kesehatan dan perumahsakitan.

Sejalan dengan semangat profesionalisme seharusnya komite medik melakukan


pengendalian kompetensi dan perilaku para staf medis agar keselamatan pasien terjamin.
Pemahaman “self govermance” seperti yang diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia nomor 631/MENKES/SK/IV/2005 tentang Pedoman Peraturan Internal
Staf Medis (Medical Staff by Laws) di Rumah Sakit dapat disalahartikan sebagai tindakan
pengelolaan (manajemen) rumah sakit. Apalagi bila struktur komite medik diletakan sejajar
dengan kepala/direktur rumah sakit maka dengan kekeliruan pemahaman “self govermance”
diatas dapat terjadi kesimpangsiuran dalam pengelolaan pelayanan medis. Kondisi
semacam itu tentu tidak dapat dibiarkan dan harus diperbaiki. Peraturan Menteri Kesehatan
ini menata kembali “profesional self govermance” dengan meletakan struktur komite medik di
bawah kepala/direktur rumah sakit karena di Indonesia kepala/direktur rumah sakit sampai
azaz pada tingkat tertentu berperan sebagai “governing board”. Dengan penataan tersebut
maka dapatlah dikatakan bahwa semua isu keprofesian (kredensial, penjagaan mutu profesi,
dan penegakan disiplin profesi) berada dalam pengendalian “governing board”. Sejalan
dengan hal itu kepala/direktur rumah sakit berkewajiban menyediakan segala sumber daya
antara lain meliputi waktu, tenaga, biaya, sarana dan prasarana agar tata kelola klinis dapat
terselenggara dengan baik. Kepala/direktur rumah sakit harus menjamin agar semua
informasi keprofesian setiap staf medis terselenggara dan terdokumentasi dengan baik
sehingga dapat diakses oleh komite medis. Agar tata kelola klinis (clinical governance)
terlaksana dengan baik diseluruh wilayah Republik Indonesia, seluruh rumah sakit bekerja
sama dalam hal akses informasi keprofesian ini melalui organisasi profesi perumahsakitan.

Rumah sakit harus menerapkan model komite medik yang menjamin tata kelola klinis
untuk melindungi pasien. Dalam model tersebut setiap staf medis dikendalikan dengan
mengatur kewenangan klinisnya (clinical privilege) untuk melakukan pelayanan medis, hanya
staf medis yang memenuhi syarat-syarat kompetensi dan perilaku tertentu sajalah yang
boleh melakukan pelayanan medis. Pengaturan kewenangan klinis tersebut dilakukan
4
dengan mekanisme pemberian izin untuk melakukan pelayanan medis (entering to the
profession), kewajiban memenuhi syarat-syarat kompetensi dan perilaku tertentu untuk
mempertahankan kewenangan klinis tersebut (maintaining professionalism), dan pencabutan
izin (expellin from the profession). Untuk melindungi keselamatan pasien, komite medik di
rumah sakit harus memiliki ketiga mekanisme diatas. Untuk menjamin agar komite medik
berfungsi dengan baik, organisasi dan tata laksana komite medik dituangkan dalam
peraturan internal staf medis (medical staff bylaws) yang disusun dengan berpedoman pada
Peraturan Menteri Kesehatan No 755. Pada prinsipnya normatif bagi setiap staf medis agar
tercipta budaya profesi yang baik dan akuntabel.

Komite medik menjalankan fungsi untuk menegakkan profesionalisme dengan


mengendalikan staf medis yang melakukan pelayanan medis di rumah sakit. Pengendalian
tersebut dilakukan dengan mengatur secara rinci kewenangan melakukan pelayanan medis
(delineation of clinical privileges). Pengendalian ini dilakukan secara bersama oleh
kepala/direktur rumah sakit dan komite medik. Komite medik melakukan kredensial,
meningkatkan mutu profesi, dan menegakkan disiplin profesi serta merekomendasikan
tindak lanjutnya kepala/direktur rumah sakit, sedangkan kepala/direktur rumah sakit
menindaklanjuti rekomendasi komite medik dengan mengarahkan semua sumber daya agar
profesionalisme para staf medis dapat diterapkan dirumah sakit. Konsep profesionalisme di
atas didasarkan pada kontrak sosial antara profesi medis dengan masyarakat. Di satu pihak,
profesi medis sepakat untuk memproteksi masyarakat dengan melakukan penapisan
(kredensial) terhadap staf medis yang akan menjalankan praktik dalam masyarakat. Hanya
staf medis yang baik (kredibel) sajalah yang diperkenankan melakukan pelayanan pada
masyarakat, hal ini dilakukan melalui mekanisme perizinan (licensing). Sedangkan staf
medis yang belum memenuhi syarat, dapat menjalani proses pembinaan (proctoring) agar
memilikikompetensi yang diperlukan sehingga dapat diperkenankan melakukan pelayanan
pada masyarakat setelah melalui kredensial. Di lain pihak, kelompok profesi staf medis
memperoleh hak istimewa (privilege) untuk melakukan praktik kedokteran secara eksklusif,
dan tidak boleh ada pihak lain yang melakukan hal tersebut. Dengan hak istimewa tersebut
para staf medis dapat memperoleh manfaat ekonomis dan prestise profesi.

Namun demikian, bila ada staf medis yang melakukan pelanggaran standar profesi
maka dapat dilakukan tindakan disiplin profesi. Tindakan disiplin ini berbentuk penangguhan
hak istimewa tersebut (suspensional of clinical privilege) agar masyarakat terhindar dari
praktisi medis yang tidak profesional. Dalamdunia nyata, di banyak negara, kontrak sosial
antara profesi medis dengan masyarakat dituangkan dalam bentuk undang-undang praktik
kedokteran (medical practice act). Pelaksanaan pengendalian profesi medis dalam

5
kehidupan sehari-hari dilaksanakan oleh suatu lembaga yang dibentuk oleh undang-undang
praktik kedokteran (statutory body) yang biasanya disebut konsil kedokteran (medical council
atau medical board). Lembaga tersebut selain memberikan izin untuk menjalankan profesi,
juga berwenang menangguhkan atau mencabut izin tersebut bila terjadi pelanggaran standar
profesi. Tindakan disiplin profesi tersebut dilakukan setelah melalui proses sidang disiplin
profesi (disciplinary tribunal). Dalam tataran rumah sakit, kontrak sosial terjadi antara para
staf medis yang melakukan pelayamam medis dengan pasien. Kontrak tersebut dituangkan
dalam dokumen peraturan internal staf medis. Pengendalian profesi medis dilaksanakan
melalui tata kelola klinis untuk melindungi pasien yang dilaksanakan oleh komite medik.
Dengan demikian komite medik dirumah sakit dapat dianalogikan dengan konsil kedokteran
pada tataran nasional. Komite medik melaksanakan fungsi kredensial, penjagaan mutu
profesi dan disiplin profesi melalui tiga subkomite, yaitu subkomite kredensial, subkomite
mutu profesi, dan subkomite etika dan disiplin profesi.

Komite medik memegang peran utama dalam menegakkan profesionalisme staf medis
yang bekerja di rumah sakit. Peran tersebut meliputi rekomendasi pemberian izin melakukan
pelayanan medis di rumah sakit (clinical appointment) termasuk rinciannya (delineation of
clinical privilege), memelihara kompetensi dan etika profesi, serta menegakkan disiplin
profesi.untuk itu kepala/direktur rumah sakit berkewajiban agar komite medis senantiasa
memiliki akses informasi terinci tentang masalah keprofesian setiap staf medis rumah sakit.
Mitra bestari (peer group) memgang peran penting dalam pelaksanaan fungsi komite medik.
Mitra bestari adalah sekelompok staf medis dengan reputasi dan kompetensi profesi yang
baik untuk menelaah segala hal yang terkait denganprofesi medis, termasuk evaluasi
kewenangan klinis (clinical privilege). Staf medis dalam mitra bestari tersebut berasal tidak
terbatas dari staf medis yang telah ada di rumah sakit tersebut saja, tetapi dapat juga
berasal dari luar rumah sakit, misalnya perhimpunan spesialis, kolegium, atau fakultas
kedokteran. Komite medik bersama kepala/direktur rumah sakit membentuk panitia adhoc
yang terdiri dari bestari tersebut untuk menjalankan fungsi kredensial, penjagaan mutu
profesi, maupun penegakan disiplin dan etika profesi di rumah sakit. Selain itu, disadari
bahwa rumah sakit dapat membutuhkan beberapa panitia lain dalam rangkatata kelola klinis
yang baik seperti panitia infeksi nosokomial, panitia rekam medis, dan sebagainya. Panitia-
panitia tersebut perlu dikoordinasikan secara fungsional oleh sebuah komite tertentu yang
bertanggung jawab pada kepala/direktur rumah sakit. Komite tertentu tersebut berperan
meningkatkan mutu rumah sakit yang tidak langsung berkaitan dengan profesi medis,
sehingga perlu dibentuk secara tersendiri agar dapat melakukan tugasnya secara lebih
terfokus.

6
Komite medik bertugas menegakkan profesionalisme staf medis yang bekerja di rumah
sakit. Komite medik bertugas melakukan kredensial bagi seluruh staf medis yang akan
melakukan pelayanan medis di rumah sakit, memelihara kompetensi dan etika para staf
medis, dan mengambil tindakan disiplim bagi staf medis.

Komite medik melaksanakan tugasnya melalui tiga hal utama yaitu:


1. Rekomendasi pemberian izin untuk melakukan pelayanan medis (entering to the
profession), dilakukan melalui subkomite kredensial;
2. Memelihara kompetensi dan perilaku para staf medis yang telah memperoleh izin
(maintaining professionalism), dilakukan oleh subkomite mutu profesi melalui audit
medis dan pemngembangan profesi berkelanjutan (continuing professional
development);
3. Rekomendasi pengangguhan kewenangan klinis tertentu hingga pencabutan izin
melakukan pelayanan medis (expelling from the profession), dilakukan melalui
subkomite etika dan disiplin profesi.

BAB II
DEFINISI

Panduan Sub komite Mutu dan Profesi merupakan acuan yang dijadikan dasar bagi Sub
komite Mutu dan Profesi Komite Medik dalam menjalankan fungsinya untuk menjaga mutu
profesi medis dengan tujuan memberikan perlindungan terhadap pasien agar senantiasa
7
ditangani oleh staf medis yang bermutu, kompeten, etis, dan professional, memberikan asas
keadilan bagi staf medis untuk memperoleh, kesempatan memelihara kompetensi
(maintaining competence) dan kewenangan klinis (clinical privilege), mencegah terjadinya
kejadian yang tak diharapkan (medical mishaps), memastikan kualitas asuhan medis yang
diberikan oleh staf medis melalui upaya pemberdayaan, evaluasi kinerja profesi yang
berkesinambungan (on-going professional practice evaluation), maupun evaluasi kinerja
profesi yang terfokus (focused professional practice evaluation).

Kualitas pelayanan medis yang diberikan oleh staf medis sangat ditentukan oleh semua
aspek kompetensi staf medis dalam melakukan penatalaksanaan asuhan medis (medical
care management). Mutu suatu penatalaksanaan asuhan medis tergantung pada upaya staf
medis memelihara kompetensi seoptimal mungkin. Untuk mempertahankan mutu dilakukan
upaya pemantauan dan pengendalian mutu profesi melalui:
a. Memantau kualitas, misalnya laporan jaga, kasus sulit, kasus kematian (death case),
audit medis;

b. Tindak lanjut terhadap temuan kualitas, misalnya pelatihan singkat (short course),
aktivitas pendidikan berkelanjutan, pendidikan kewenangan tambahan

BAB III
RUANG LINGKUP

Ruang lingkup subkomite mutu profesi meliputi laporan jaga, siang klinis, laporan kasus
kematian, laporan kasus sulit, penyegaran kasus, audit medik dan pembacaan jurnal.

8
A. Batasan Operasional
Laporan jaga adalah kegiatan menyampaikan atau melaporkan semua pasien
intalasi rawat darurat (IRD) yang masuk rawat inap dan rawat jalan pada waktu tugas
jaga pada waktu tertentu.

Siang klinik adalah acara ilmiah yang dilakukan berdasarkan pemilihan topik yang
dirasa perlu dibicarakan secara lebih tuntas.

Laporan kasus kematian adalah melakukan diskusi pasien yang meninggal di


ruangrawat inap untuk mencari penyebab kematian dan masalah yang ada.

Laporan kasus sulit adalah diskusi kasus rawat inap yang sulit atau bermasalah
secara medis atau yang memerlukan konsul atau rawat bersama dan perlu dibicarakan
oleh DPJP terkait.

Penyegaran kasus adalah kegiatan mendiskusikan dan memberikan penyegaran


ilmu untuk kasus yang masuk rawat inap melalui IRD.

Audit medik adalah kegiatan evaluasi profesi secara sistemik yang melibatkan
subkomite mutu komite medik dan peer group.

Pembacaan jurnal adalah kegiatan presentasi jurnal oleh staf medik fungsional yang
ditentukan oleh masing-masing SMF.

Evaluasi kebutuhan Panduan Praktik Klinik (PPK) merupakan salah satu tugas dari
subkomite mutu dengan meminta masukan masing-masing SMF terkait berdasarkan
keilmuan berbasis bukti dan terkini.

Selain itu juga merekomendasikan pendidikan berkelanjutan bagi semua staf medik
di rumah sakit.

B. Landasan Hukum
Standar ini bukan merupakan produk hukum, tetapi merupakan pedoman untuk
dapat memelihara kompetensi dan perilaku para staf medis yang telah memperoleh izin
(maintaining professionalism),melalui audit medis dan pengembangan profesi
berkelanjutan (continuing professional development).

C. Ketenagaan

Sub komite mutu profesi di rumah sakit terdiri atas sekurang-kurangnya 3 (tiga)
orang staf medis yang memiliki surat penugasan klinis (clinical appointment) di rumah
sakit dan berasal daridisiplin ilmu yang berbeda. Pengorganisasian subkomite mutu
9
profesi sekurang-kurangnya terdiri dari ketua, sekretaris, dan anggota, yang ditetapkan
oleh dan bertanggung jawab kepada ketua komite medik.

Subkomite mutu profesi di RS Bhakti Asih terdiri atas ketua, sekretaris dan anggota
dari disiplin ilmu yang berbeda.

BAB IV
TATALAKSANA

1. Laporan Jaga

Kegiatan ini untuk menyampaikan atau melaporkan semua pasien intalasi rawat
darurat (IRD) yang masuk rawat inao dan rawat jalan setiap hari dan dilaporkan pada
10
waktu yang telah ditetapkan bersama. Penyampaian laporan dilakukan oleh dokter jaga
IRD yang bertugas sesuai waktu jaga dan dilaporkan pada hari laporan jaga dua kali
seminggu sesuai waktu yang disepakati sehingga setiap hari pasien yang datang ke IRD
terlaporkan pada acara laporan jaga.

Isi laporan yang disampaikan adalah semua pasien yang datang ke IRD dengan
diagnosis kerja, menunjukkan semua kegawatan, kegawatdaruratan penyakit yang
harus ditangani yang terlihat dari anamnesis dan pemeriksaan fisik; kasus sulit; kasus
yang bermasalah dalam penegakan diagnosis atau tatalaksana. Isi laporan tertuang
atau tertulisdalam buku laporan jaga yang selalu diisi oleh dokter jaga yang bertugas.

Dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) pasien yang dilaporkan dokter jaga
akan memberi pendapat, masukan sesuai keilmuan berbasis bukti mengenai penyakit
pasien tersebut saat laporan jaga. Bila DPJP tidak bisa hadir dapat menyampaikan
kepada anggota SMF terkait untuk memberikanmasukan secara umum sesuai keilmuan
berbasis bukti terkini.

Kegiatan laporan jaga ini dihadiri oleh semua dokter jaga yang bertugas dan semua
dokter umum dan perwakilan DPJP anggota staf medis fungsional.

2. Siang Klinik

Siang klinik adalah acara ilmiah yang dilakukan berdasarkan pemilihan topik yang
dirasa perlu dibicarakan secara lebih tuntas.

Komite medik memilih topik yang akan dibicarakan kemudian menghubungi dan
mengundang fihak fihak terkait dengan topic. Narasumber bisa dari RS Bhakti Asih atau
pembicara dari luar RS Bhakti Asih. Peserta adalah seluruh Dokter di RS Bhakti Asih

Hasil siang klinik dapat direkomendasikan atau diusulkan kepada Direktur Utama
dalam rangka memperbaiki kualitas pelayanan di RS Bhakti Asih. Pelaksanaan siang
klinik dilakukan 1 kali setiap 3 bulan. Moderator acara siang klinik adalah pengurus
komite medik yang diatur secara bergiliran

3. Laporan Kasus Kematian

Laporan kasus kematian adalah melakukan diskusi pasien yang meninggal di RS


Bhakti Asih untuk mencari penyebab kematian dan masalah yang ada.

11
Pemilihan kasus laporan kematian adalah berdasarkan kasus sulit, kasus yang
menurut SMF perlu dibahas untuk menetapkan penyebab kematian, kasus dengan
perawatan oleh lebih dari satu DPJP.

Laporan kasus kematian dipresentasikan oleh dokter jaga ruangan atau dokter jaga
saat pasien tersebut dinyatakan meninggal yang telah didiskusikan dengan DPJP. Pada
saat pembahasan laporan kematian dihadiri oleh komite medik, SMF terkait, dokter jaga
yang bertugas saat itu dan dokter ruangan terkait. Pada saat laporan kematian bila
ditemukan hal-hal yang berkaitan dengan kemampuan kualitas pelayanan staf medis
fungsional akan menjadi masukan untuk peningkatan staf medis fungsional. Bila
berkaitan dengan hal-hal managemen rumah sakit akan dilaporkan kepada direktur
rumah sakit dalam bentuk laporan kegiatan subkomite mutu komite medik.

Laporan kasus kematian diselenggarakan setiap 6 bulan sekali atau bila ada
keadaan mendesak yang memerlukan pembahasan segera.

4. Laporan Kasus Sulit

Laporan kasus sulit adalah diskusi kasus rawat inap yang sulit atau bermasalah
secara medis atau yang memerlukan konsul atau rawat bersama dan perlu dibicarakan
dengan DPJP.

Kasus sulit ini ditentukan atau diusulkan oleh DPJP atau SMF terkait yang
disampaikan kepada komite medik.

Laporan kasus sulit diselenggarakan setiap 6 bulan sekali atau bila ada keadaan
mendesak yang memerlukan pembahasan segera.

5. Penyegaran Kasus

Penyegaran kasus adalah kegiatan mendiskusikan dan memberikan penyegaran


ilmu untuk kasus yang masuk rawat inap melalui IRD atau poliklinik. Kasus yang
ditampilkan sesuai masukan dari dokter jaga IRD, dokter ruangan atau DPJP dan akan
diberikan masukan ilmu berbasis bukti dan terkini oleh DPJP atau SMF terkait sehingga
meningkatkan dan memperbaharui keilmuan dokter jaga khususnya dan staf medis lain.

Kasus yang dipilih adalah kasus yang sering ditemukan atau kasus yang perlu
didiskusikan bersama.

12
Pengaturan waktu penyampaian dilakukan oleh komite medik. Penyampaian
penyegaran kasus oleh DPJP dan diikuti oleh semua Dokter fungsional di RS Bhakti
Asih.

Tujuan penyegaran kasus agar semua SMF mendapatkan penyegaran ilmu tentang
kasus kasus yang pernah ada di RS Bhakti Asih.

Kegiatan penyegaran kasus diselenggarakan setiap bulan sekali dengan waktu


setiap hari Rabu terakhir setiap bulannya.

6. Audit Medik

Dalam peraturan perundang-undangan tentang perumahsakitan, pelaksanaan audit


medis dilaksanakan sebagai implementasi fungsi manajemen klinis dalam rangka
oenerapan tata kelola klinis yang baik di rumah sakit. Audit medis tidak digunakan untuk
mencari ada atau tidaknya kesalahan seseorang staf medis dalam satu kasus. Dalam
hal terdapat laporan kejadian dengan dugaan kesalahan seorang staf medis,
mekanisme yang digunakan adalah mekanisme disiplin profesi, bukannya mekanisme
audit medis. Audit medis dilakukan dengan mengedepankan respek terhadap semua
staf medis (no blaming culture) dengan cara tidak menyebutkan nama (no naming), tidak
mempersalahkan (no blaming), dan tidak mempermalukan (no shaming). Audit medis
yang dilakukan oleh rumah sakit adalah kegiatan evaluasi profesi secara sistemik yang
melibatkan mitra bestari (peer group) yang terdiri dari kegiatan peer-review, surveillance
dan assessment terhadap pelayanan medis di rumah sakit. Dalam pengertian audit
medis tersebut di atas, rumah sakit, komite medik atau masing-masing kelompok staf
medis dapat menyelenggarakan evaluasi kinerja profesi yang berfokus (focus
professional practice evaluation).

Secara umum, pelaksanaan audit medis harus dapat memenuhi 4 (empat) peran
pentin, yaitu:
a. Sebagai sarana untuk melakukan penilaian terhadap kompetensi masing-masing
staf medis pemberi pelayanan di rumah sakit
b. Sebagai dasar untuk pemberi kewenangan klinis (clinical privilege) sesuai
kompetensi yang dimiliki
c. Sebagai dasar bagi komite dalam merekomendasikan pencabutan atau
penangguhan kewenangan klinis (clinical privilege)
d. Sebagai dasar bagi komite medik dalam merekomendasikan
perubahan/modifikasi rincian kewenangan klinis seorang staf medis

13
Audit medis diselenggarakan dengan melakukan evaluasi berkesinambungan (on-
going professional practice evaluation), baik secara perorangan maupun kelompok. Hal
ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain dapat merupakan kegiatan yang
berbentuk siklus sebagai upaya perbaikan yang terus menerus.

Langkah-langkah pelaksanaan audit medis dilaksanakan sebagai berikut:


a. Pemilihan topik yang akan dilakukan audit
Tahap pertama dari audit medis adalah pemilihan topik yang akan dilakukan
audit. Pemilihan topik tersebut bisa berupa penanggulangan penyakit di rumah sakit
(misalnya: thypus abdominalis), penggunaan obat tertentu (misalnya: penggunaan
antibiotik), tentang prosedur atau tindakan tertentu, tentang infeksi nosokomial di
rumah sakit, tentang kematian karena penyakit tertentu, dan lain-lain. Pemilihan
topik ini sangat penting, dalam memilih topik agar memperhatikan jumlah kasus
atau epidemiologi penyakit yang ada di rumah sakit dan adanya keinginan untuk
melakukan perbaikan. Sebagai contoh di rumah sakit kasus thypus abdominalis
cukup banyak dengan angka kematian cukup tinggi. Halini tentunya menjadi
masalah dan ingin dilakukan perbaikan. Contoh lainnya:angka seksio sesaria yang
cukup tinggi di rumah sakit yang melebihi dari angka nasional. Untuk mengetahui
penyebabnya sehingga dapat dilakukan perbaikan maka perlu dilakukan audit
terhadap seksio sesaria tersebut. Pemilihan dan penetapan topik atau masalah
yang ingin dilakukan audit dipilih berdasarkan komite medik dan kelompok staf
medis.
b. Penetapan standar dan kriteria
Setelah topik dipilih maka perlu ditentukan kriteria atau standar profesi yang
jelas. Obyektif dan rinci terkait dengan topik tersebut. Misalnya topik yang dipilih
thypus abdominalis maka perlu ditetapkan prosedur pemeriksaan, diagnosis dan
pengobatan thypus abdominalis. Penetapan standar dan prosedur ini oleh mitra
bestari (peer group) dan/atau dengan ikatan profesi setempat. Ada dua level standar
dan kriteria yaitu must do yang merupakan absolut minimum kriteria dan should do
yang merupakan tambahan kriteria yang merupakan hal penelitianyang berbasis
bukti.
c. Penetapan jumlah kasus/sampel yang akan di audit
Dalam mengambil sampel bisa dengan menggunakan metode pengambilan
sampel tetapi bisa juga dengan cara sederhana yaitu menetapkan kasus thypus
abdominalis yang akan di audit dalam kurun waktu tertentu, misalnya dari bulan
Januari dampai Maret. Misalnya selama 3 bulan tersebut 200 kasus tersebut yang
akan dilakukan audit.
d. Membandingkan standar/kriteria dengan pelaksanaan pelayanan

14
Subkomite mutu profesi atau tim pelaksanaan audit medis mempelajari rekam
medis untuk mengetahui apakah kriteria atau standar dan prosedur yang telah
ditetapkan tadi telah dilaksanakan atau telah dicapai dalam masalah atau kasus-
kasus yang dipelajari. Data tentang kasus-kasus yang tidak memenuhi kriteria yang
telah ditetapkan dipisahkan dan dikumpulkan untuk di analisa. Misalnya dari 200
kasus ada 20 kasus yang tidak memenuhi kriteria atau standar maka 200 kasus
tersebut agar dipisahkan dan dikumpulkan.
e. Melakukan analisa kasus yang tidak standar dan kriteria
Subkomite mutu profesi atau tim pelaksana audit medis menyerahkan ke 20
kasus tersebut pada mitra bestari (peer group) untuk dinilai lebih lanjut. Kasus-
kasus tersebut di analisa dan didiskusikan apa kemungkinan penyebabnya dan
mengapa terjadi ketidak sesuaian dengan standar. Hasilnya: bisa jadi terdapat
(misalnya) 15 kasus yang penyimpangannya terhadap standar adalah “acceptable”
karena penyulit atau komplikasi yang tak diduga sebelumnya (unforeseen).
Kelompok ini disebut deviasi (yang acceptable). Sisanya yang 5 kasus adalah
deviasi yang unacceptable, dan hal ini dikatakan sebagai “defisiensi”. Untuk
melakukan analisis kasus tersebut apabila diperlukan dapat mengundang konsultan
tamu dan pakar dari luar, yang biasanya dari rumah sakit pendidikan.
f. Menerapkan perbaikan
Mitra bestari (peer group) melakukan tindakan korektif terhadap kelima kasus
yang defisiensi tersebut secara kolegial, dan menghindari “blaming culture”. Hal ini
dilakukan dengan membuat rekomendasi upaya perbaikannya, cara-cara
pencegahan dan penanggulangan, mengadakan program pendidikan dan letihan,
penyusunan dan perbaikan prosedur yang ada dan lain sebagainya.
g. Rencana reaudit

Mempelajari topik yang sama di waktu kemudian, misalnya setelah 6 (enam)


bulan kemudian. Tujan reaudit dilaksanakan adalah untuk mengetahui apakah
sudah ada upaya perbaikan. Hal ini bukan berarti topik audit adalah sama terus
menerus, audit yang dilakukan 6 (enam) bulan kemudian ini lebih untuk melihat
upaya perbaikan. Namun sambil melihat upaya perbaikan ini, Subkomite mutu
profesi atau tim pelaksana audit dan mitra bestari (peer group) dapat memilih topik
yang lain.

7. Pembacaan Jurnal

Pemilihan dan pembacaan jurnal dilakukan oleh dokter anggota komite medik
yang diajukan kepada komite medik. Pengaturan dilakukan oleh komite medik dan
dilakukan setiap 6 bulan sekali.
15
8. Merekomendasikan Pendidikan Berkelanjutan bagi Semua Staf Medis
Subkomite mutu profesi menentukan pertemuan-pertemuan ilmiah yang harus
dilakukan oleh masing-masing kelompok staf medis dengan pengaturan-pengaturan
waktu yang disesuaikan. Pertemuan tersebut dapat pula berupa pembahasan kasus
tersebut antara lain meliputi kasus kematian (death case), kasus sulit, maupun kasus
langka.
Setiap kali pertemuan ilmiah harus disertai notulensi, kesimpulan dan daftar hadir
peserta yang akan dijadikan pertimbangan dalam penilaian disiplin profesi.
Notulensi beserta daftar hadir menjadi dokumen/arsip dari subkomite mutu profesi.
Subkomite mutu profesi bersama-sama dengan kelompok staf medis menentukan
kegiatan-kegiatan ilmiah yang akan dibuat oleh subkomite mutu profesi yang melibatkan
staf medis rumah sakit sebagai narasumber dan peserta aktif.
Setiap kelompok staf medis wajib menentukan minimal satu kegiatan ilmiah yang
akan dilaksanakan dengan subkomite mutu profesi per tahun.
Subkomite mutu profesi melalui ketua komite medik mengusulkan symposium /
pelatihan – pelatihan yang diperlukan oleh SMF kepada Direktur Utama melalui Diklat.
Pada pengusulan anggaran komite medik setiap tahun.

BAB V
DOKUMENTASI

Dokumentasi seluruh kegiatan yang dilakukan oleh Sub komite Mutu dan Profesi
dilaksanakan oleh Ketua dan para anggota subkomite, dibantu oleh tenaga administrasi
yang ada di komite medik. Bentuk dokumentasi berupa hard copy maupun soft copy yang
secara rutin dievaluasi kelengkapannya setiap tiga bulan sekali atau sewaktu-waktu jika
diperlukan.
Seluruh arsip subkomite mutu dan profesi yang perlu dikeluarkan karena permintaan
dari pihak lain di rumah sakit baik untuk kelengkapan data maupun koordinasi hal-hal
tertentu, harus sepengetahuan Ketua sub komite dan ijin dari Ketua Komite Medik.

16
BAB VI
PENUTUP

Pedoman subkomite mutu ini disusun dalam rangka menjaga dan meningkatkan mutu
profesi medis dengan tujuan memberikan perlindungan terhadap pasien agar senantiasa
ditangani oleh staf medis yang bermutu, kompeten, etis dan profesional; memberikan asas
keadilan bagi staf medis untuk memperoleh kesempatan memelihara kompetensi
(maintaining competence) dan kewenangan klinis (clinical privilage); mencegah terjadinya
kejadian yang tak diharapkan (medical mishaps); memastikan kualitas asuhan medis yang
diberikan oleh staf medis melalui upaya pemberdayaan, evaluasi kinerja profesi yang
berkesinambungan (on-going profesional practice evaluation), maupun evaluasi kinerja
profesi yang terfokus (focused professional practice evaluation).
Pedoman ini bersifat dinamis akan mengalami perubahan sesuai peraturan yang
berlaku dan dinamika yang terjadi di lingkungan rumah sakit pada umumnya dan tenaga
medis fungsional pada khususnya.

17
Ditetapkan di Jakarta 2018
Direktur Utama

18

Anda mungkin juga menyukai