Anda di halaman 1dari 21

ASKEP ILEUS PARALITIK

A.Pengertian
Ileus Paralitik adalah istilah gawat abdomen atau gawat perut menggambarkan keadaan klinis
akibat kegawatan di rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan
utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah,
misalnya pada obstruksi, perforasi, atau perdarahan masif di rongga perut maupun saluran cerna,
infeksi, obstruksi atau strangulasi saluran cerna dapat menyebabkan perforasi yang
mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis.
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus akut.
(http://medlinux.blogspot.com/2007/09/ileus.htm). Ileus Paralitik adalah obstruksi yang terjadi
karena suplai saraf otonom mengalami paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak
mampu mendorong isi sepanjang usus. Contohnya amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin
seperti diabetes mellitus, atau gangguan neurologis seperti penyakit Parkinson.
(http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/02/21/obstruksi-usus/). Ileus paralitik adalah keadaan
abdomen akut berupa kembung distensi usus karena usus tidak dapat bergerak (mengalami
motilitas), pasien tidak dapat buang air besar.(http://drlizakedokteran.blogspot.com/2008/01/
tidak-bisa-buang-air-besak-karena-usus.html). Ileus (Ileus Paralitik, Ileus Adinamik) adalah suatu
keadaan dimana pergerakan kontraksi normal dinding usus untuk sementara waktu berhenti.
(www.medicastore.com). Dari keempat definisi di atas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa
ileus paralitik adalah istilah gawat abdomen atau gawat perut yang biasanya timbul mendadak
dengan nyeri sebagai keluhan utama karena usus tidak dapat bergerak (mengalami motilitas) dan
menyebabkan pasien tidak dapat buang air besar.

B. Etiologi
1. Pembedahan Abdomen
2. Trauma abdomen : Tumor yang ada dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor diluar
usus menyebabkan tekanan pada dinding usus
3. Infeksi: peritonitis, appendicitis, diverticulitis
4. Pneumonia
5. Sepsis
6. Serangan Jantung
7. Ketidakseimbangan elektrolit, khususnya natrium
8. Kelainan metabolik yang mempengaruhi fungsi otot
9. Obat-obatan: Narkotika, Antihipertensi
10. Mesenteric ischemia

C. Patofisiologi
1. Proses Perjalanan Penyakit
Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang
apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional. Perbedaan utama
adalah obstruksi paralitik di mana peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi
mekanik peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang. Perubahan
patofisiologi utama pada obstruksi usus adalah lumen usus yang tersumbat secara progresif akan
teregang oleh cairan dan gas (70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen,
yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter
cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari ke sepuluh. Tidak adanya absorpsi dapat
mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah
pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas
kehilangan ini adalah penyempitan ruang cairan ekstrasel yang mengakibatkan syok-hipotensi,
pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan usus
yang terus menerus mengakibatkan lingkaran setan penurunan absorpsi cairan dan peningkatan
sekresi cairan ke dalam usus. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan
peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam
rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan bakteriemia. Pada obstruksi
mekanik simple, hambatan pasase muncul tanpa disertai gangguan vaskuler dan neurologik.
Makanan dan cairan yang ditelan, sekresi usus, dan udara terkumpul dalam jumlah yang banyak
jika obstruksinya komplit. Bagian usus proksimal distensi, dan bagian distal kolaps. Fungsi sekresi
dan absorpsi membrane mukosa usus menurun, dan dinding usus menjadi edema dan kongesti.
Distensi intestinal yang berat, dengan sendirinya secara terus menerus dan progresif akan
mengacaukan peristaltik dan fungsi sekresi mukosa dan meningkatkan resiko dehidrasi, iskemia,
nekrosis, perforasi, peritonitis, dan kematian.
2. Manifestasi Klinik
Obstruksi Usus Halus Gejala awal biasanya berupa nyeri abdomen bagian tengah seperti kram
yang cenderung bertambah berat sejalan dengan beratnya obstruksi dan bersifat hilang timbul.
Pasien dapat mengeluarkan darah dan mukus, tetapi bukan materi fekal dan tidak terdapat flatus.
Pada obstruksi komplet, gelombang peristaltik pada awalnya menjadi sangat keras dan akhirnya
berbalik arah dan isi usus terdorong kedepan mulut. Apabila obstruksi terjadi pada ileum maka
muntah fekal dapat terjadi. Semakin kebawah obstruksi di area gastrointestinal yang terjadi,
semakin jelas adanya distensi abdomen. Jika berlanjut terus dan tidak diatasi maka akan terjadi
syok hipovolemia akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma. b. Obstruksi Usus Besar Nyeri
perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan obstruksi pada usus halus tetapi
intensitasnya jauh lebih rendah. Muntah muncul terakhir terutama bila katup ileosekal
kompeten. Pada pasien dengan obstruksi disigmoid dan rectum, konstipasi dapat menjadi gejala
satu-satunya selama beberapa hari. Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi, loop dari usus
besar menjadi dapat dilihat dari luar melalui dinding abdomen, dan pasien menderita kram
akibat nyeri abdomen bawah. 3. Komplikasi Dapat menyebabkan gangguan vaskularisasi usus dan
memicu iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi
toksin – toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi, perforasi tukak peptik yang
ditandai oleh perangsangan peritoneum yang mulai di epigastrium dan meluas ke seluruh
peritoneum akibat peritonitis generalisata. Perforasi ileum pada tifus biasanya terjadi pada
penderita yang demam kurang lebih dua minggu disertai nyeri kepala, batuk, dan malaise yang
disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan, defans muskuler, dan keadaan umum yang merosot.dan
berakhir pada kematian.

D. Penatalaksanaan Medis
1. Pengobatan dan Terapi Medis
a. Pemberian anti obat antibiotik, analgetika,anti inflamasi
b. Obat-obatan narkose mungkin diperlukan setelah fase akut
c. Obat-obat relaksan untuk mengatasi spasme otot
d. Bedrest
2. Konservatif
a. Laparatomi Adanya strangulasi ditandai dengan adanya lokal peritonitis seperti takikardia, pireksia
(demam), lokal tenderness dan guarding, rebound tenderness. Nyeri lokal, hilangnya suara usus
lokal, untuk mengetahui secara pasti hanya dengan tindakan laparatomi.

E. Pengkajian Keperawatan
Merupakan tahap awal dari pendekatan proses keperawatan dan dilakukan secara sistematika
mencakup aspek bio, psiko, sosio, dan spiritual. Langkah awal dari pengkajian ini adalah
pengumpulan data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan klien dan keluarga, observasi
pemeriksaan fisik, konsultasi dengan anggota tim kesehatan lainnya dan meninjau kembali
catatan medis ataupun catatan keperawatan. Pengkajian fisik dilakukan dengan cara inspeksi,
palpasi, perkusi dan auskultasi.
Adapun lingkup pengkajian yang dilakukan pada klien Ileus Paralitik adalah sebagai berikut :
1. Identitas pasien Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, alamat, status
perkawinan, suku bangsa.
2. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat kesehatan sekarang Meliputi apa yang dirasakan klien saat pengkajian
b. Riwayat kesehatan masa lalu Meliputi penyakit yang diderita, apakah sebelumnya pernah sakit
sama.
c. Riwayat kesehatan keluarga Meliputi apakah dari keluarga ada yang menderita penyakit yang sama.
3. Riwayat psikososial dan spiritual Meliputi pola interaksi, pola pertahanan diri, pola kognitif, pola
emosi dan nilai kepercayaan klien.
4. Kondisi lingkungan Meliputi bagaimana kondisi lingkungan yang mendukung kesehatan klien
5. Pola aktivitas sebelum dan di rumah sakit Meliputi pola nutrisi, pola eliminasi, personal hygiene,
pola aktivitas sehari – hari dan pola aktivitas tidur.
6. Pengkajian fisik Dilakukan secara inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi, yaitu :
a. Inspeksi Perut distensi, dapat ditemukan kontur dan steifung. Benjolan pada regio inguinal, femoral
dan skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada Intussusepsi dapat terlihat massa
abdomen berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat dicurigai bila ada bekas luka operasi
sebelumnya. Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia, rectal toucher.
Selain itu, dapat juga melakukan pemeriksaan inspeksi pada :
1) Sistem Penglihatan Posisi mata simetris atau asimetris, kelopak mata normal atau tidak,
pergerakan bola mata normal atau tidak, konjungtiva anemis atau tidak, kornea normal atau
tidak, sklera ikterik atau anikterik, pupil isokor atau anisokor, reaksi terhadap otot cahaya baik
atau tidak.
2) Sistem Pendengaran Daun telinga, serumen, cairan dalam telinga
3) Sistem Pernafasan Kedalaman pernafasan dalam atau dangkal, ada atau tidak batuk dan
pernafasan sesak atau tidak.
4) Sistem Hematologi Ada atau tidak perdarahan, warna kulit
5) Sistem Saraf Pusat Tingkat kesadaran, ada atau tidak peningkatan tekanan intrakranial
6) Sistem Pencernaan Keadaan mulut, gigi, stomatitis, lidah bersih, saliva, warna dan konsistensi
feces.
7) Sistem Urogenital Warna BAK
8) Sistem Integumen Turgor kulit, ptechiae, warna kulit, keadaan kulit, keadaan rambut.

b Palpasi
1) Sistem Pcncernaan Abdomen, hepar, nyeri tekan di daerah epigastrium
2) Sistem Kardiovaskuler Pengisian kapiler
3) Sistem Integumen Ptechiae
c Auskultasi
d Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi, borborhygmi. Pada fase lanjut bising usus dan
peristaltik melemah sampai hilang.
e Perkusi
Hipertimpani

7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Radiologi Foto polos berisikan peleburan udara halus atau usus besar dengan gambaran anak
tangga dan air – fluid level. Penggunaan kontras dikontraindikasikan adanya perforasi – peritonitis.
Barium enema diindikasikan untuk invaginasi.
b. Endoscopy, disarankan pada kecurigaan volvulus.
F. Diagnosa Keperawatan Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan Ileus
Paralitik menurut Harnawati, A. J, 2008 adalah sebagai berikut :
1. Gangguan rasa nyaman nyeri epigastrium berhubungan dengan proses patologis penyakitnya. 2.
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,
muntah dan anoreksia.
3. Potensial terjadi syok hipovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh.
4. Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan konstipasi.
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sakit kepala dan pegal - pegal seluruh tubuh.
6. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, dan perawatan pasien ileus paralitik
berhubungan dengan kurangnya informasi.
7. Kecemasan ringan – sedang berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan perdarahan
yang dialami pasien

G. Perencanaan Keperawatan

1. Gangguan rasa nyaman nyeri epigastrium berhubungan dengan proses patologis penyakitnya
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan rasa nyaman nyeri
terpenuhi
Kriteria hasil : Nyeri hilang / berkurang
Rencana tindakan :
a. Kaji tingkat nyeri
Rasional : Untuk mengetahui seberapa berat rasa nyeri yang dirasakan dan mengetahui pemberian
terapi sesuai indikasi.
b. Berikan posisi senyaman mungkin
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri dan memberikan kenyamanan.
c. Berikan lingkungan yang nyaman
Rasional : Untuk mendukung tindakan yang telah diberikan guna mengurangi rasa nyeri.
d. Kolaborasi dalam pemberian terapi analgetik sesuai indikasi ( Profenid 3 x 1 supp ).
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri

2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,
muntah dan anoreksia
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan gangguan nutrisi
terpenuhi
Kriteria hasil : Mual, muntah hilang, nafsu makan bertambah, makan habis satu porsi
Rencana tindakan :
a. Kaji keluhan mual, sakit menelan dan muntah
Rasional : Untuk menilai keluhan yang ada yang dapat menggangu pemenuhan kebutuhan nutrisi.
b. Kolaborasi pemberian obat anti emetik (Antacid )
Rasional : Membantu mengurangi rasa mual dan muntah.

3. Potensial terjadi syok hipovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan syok hipovolemik tidak terjadi
Kriteria hasil : Tanda – tanda vital dalam batas normal, volume cairan tubuh seimbang, intake cairan
terpenuhi.
Rencana tindakan :
a. Monitor keadaan umum
Rasional : Menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui penyimpangan dari keadaan normalnya.
b. Observasi tanda – tanda vital
Rasional : Merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
c. Kaji intake dan output cairan
Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan
d. Kolaborasi dalam pemberian cairan intravena
Rasional : Untuk memenuhi keseimbangan cairan

4. Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan konstipasi


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan gangguan pola
eliminasi tidak terjadi
Kriteria hasil : Pola eliminasi BAB normal
Rencana tindakan :
a. Kaji dan catat frekuensi, warna dan konsistensi feces
Rasional : Untuk mengetahui ada atau tidaknya kelainan yang terjadi pada eliminasi fekal.
b. Auskultasi bising usus
Rasional : Untuk mengetahui normal atau tidaknya pergerakan usus.
c. Anjurkan klien untuk minum banyak
Rasional : Untuk merangsang pengeluaran feces.
d. Kolaborasi dalam pemberian terapi pencahar (Laxatif)
Rasional : Untuk memberi kemudahan dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi

5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sakit kepala dan pegal - pegal seluruh tubuh Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan gangguan pola tidur teratasi
Kriteria hasil : Pola tidur terpenuhi
Rencana tindakan :
a. Kaji pola tidur atau istirahat normal pasien
Rasional : Untuk mengetahui pola tidur yang normal pada pasien dan dapat menentukan kelainan
pada pola tidur.
b. Beri lingkungan yang nyaman
Rasional : Untuk mendukung pemenuhan kebutuhan aktivitas dan tidur.
c. Batasi pengunjung selama periode istirahat
Rasional : Untuk menjaga kualitas dan kuantitas tidur pasien
d. Pertahankan tempat tidur yang hangat, bersih dan nyaman
Rasional : Supaya pasien dapat tidur dengan nyaman
e. Kolaborasi pemberian terapi analgetika
Rasional : Agar nengurangi rasa nyeri yang menggangu pola tidur pasien

6. Kecemasan ringan – sedang berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan perdarahan
yang dialami pasien
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kecemasan tidak
terjadi
Kriteria hasil : Kecemasan berkurang
Rencana tindakan :
a. Kaji rasa cemas klien
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien
b. Bina hubungan saling percaya dengan klien dan keluarga
Rasional : Untuk terbinanya hubungan saling pecaya antara perawat dan pasien.
c. Berikan penjelasan tentang setiap prosedur yang dilakukan terhadap klien
Rasional : Agar pasien mengetahui tujuan dari tindakan yang dilakukan pada dirinya.

7. Kurang pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan kurangnya informasi.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam diharapkan pengetahuan pasien
meningkat.
Kriteria Hasil : Tingkat pengetahuan pasien meningkat
Rencana Tindakan :
a. Jelaskan pada pasien tentang penyakitnya
Rasional : Pasien dapat mengetahui mengenai penyakitnya dan mendapatkan informasi yang akurat.
b. Berikan waktu untuk mendengarkan emosi dan perasaan pasien
Rasional : Agar pasien dapat mengungkapkan perasaannya kepada perawat
c. Beri penyuluhan mengenai penyakitnya
Rasional : Untuk meningkatkan pengetahuan pasien mengenai penyakitnya.
ASKEP ILEUS OBSTRUKSI

PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Obstruksi intestinal merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering
dijumpai, merupakan 60-70% dari seluruh kasus akut abdomen yang bukan appendicitis
akuta. Penyebab yang paling sering dari obstruksi ileus adalah adhesi/ streng, sedangkan
diketahui bahwa operasi abdominalis dan operasi obstetri-ginekologik makin sering
dilaksanakan yang terutama didukung oleh kemajuan di bidang diagnostik kelainan
abdominalis.
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan
penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus (Sabara, 2007).
Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus (Davidson, 2006). Di
Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita ileus setiap tahunnya (Jeekel,
2003). Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan obstruktif tanpa hernia yang
dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan pada tahun 2004 menurut Bank data Departemen
Kesehatan Indonesia.
Ada 3 hal yang tetap menarik untuk diketahui/diselidiki tentang obstruksi ileus, ialah :
1. Makin meningkatnya keterdapatan obstruksi ileus.
2. Diagnosa obstruksi ileus sebenarnya mudah dan bersifat universil; tetapi untuk mengetahui
proses patologik yang sebenarnya di dalam rongga abdomen tetap merupakan hal yang sulit.
3. Bahaya strangulasi yang amat ditakuti sering tidak disertai gambaran klinik khas yang dapat
mendukungnya.
Untuk dapat melaksanakan penanggulangan penderita obstruksi ileus dengan cara yang
sebaik - baiknya, diperlukan konsultasi antara disiplin yang bekerja dalam satu tim dengan
tujuan untuk mencapai 4 keuntungan :
1. Bila penderita harus dioperasi, maka operasi dijalankan pada saat keadaan umum penderita
optimal.
2. Dapat mencegah strangulasi yang terlambat.
3. Mencegah laparotomi negatif.
4. Penderita mendapat tindakan operatif yang sesuai dengan penyebab obstruksinya.
Terapi ileus obstruksi biasnya melibatkan intervensi bedah. Penentuan waktu kritis serta
tergantung atas jenis dan lama proses ileus obstruktif. Operasi dilakukan secepat yang layak
dilakukan dengan memperhatikan keadaan keseluruhan pasien (Sabiston, 1995).
Pada bab selanjutnya akan dibahas lebih lanjut tentang devinisi obstruksi ileus, etiologi,
patofisioligi, manifestasi klinis, pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan medis serta asuhan
keperawatan pada pasien yang mengalami gangguan intestinal pada ileus, sehingga dapat
memberikan asuhan keperawatan yang baik dan benar sehingga dapat meningkatkan derajat
kesembuhan pasien.

2.2 Definisi
Obstruksi ileus adalah Suatu Penyumbatan Mekanis Pada Usus merupakan
penyumbatan yang sama sekali menutup atau mengganggu jalannya isi usus.
(medicastore.com).
Obstruksi ileus adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh
sumbatan mekanik. (medlinux.com).
Obstruksi ileus adalah kerusakan komplet atau parsial aliran ke depan dari usus.
Kebanyakan terjadi pada usus halus khususnya di ileum, segmen paling sempit.
(wordpress.com).
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran
normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat akut dengan kronik, partial atau
total. Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan
perkembangannya lambat. Sebagian dasar dari obstruksi justru mengenai usus
halus.Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini
dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup.
Beberapa pengertian obstruksi usus dan ileus obstruksi menurut para ahli, yaitu:
1) Obstruksi usus adalah sumbatan total atau parsial yang mencegah aliran normal melalui
saluran pencernaan. (Brunner and Suddarth, 2001).
2) Obstruksi usus adalah gangguan isi usus disepanjang saluran usus (Patofisiologi vol 4, hal
403).
3) Obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus intestinal
(Nettina, 2001).
4) Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran isi usus ke
depan tetapi peristaltiknya normal (Reeves, 2001).
5) Obstruksi usus merupakan suatu blok saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus
dan makanan dapat secara mekanis atau fungsional (Tucker, 1998).
6) Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan
penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus (Sabara, 2007).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa obstruksi usus adalah sumbatan total atau
parsial yang menghalangi aliran normal melalui saluran pencernaan atau gangguan usus
disepanjang usus. Sedangkan Ileus obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus
yang disebabkan oleh sumbatan mekanik

2.3 Etiologi
Adapun penyebab dari obstruksi usus dibagi menjadi dua bagian menurut jenis obstruksi
usus, yaitu:
1. Mekanis: Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh
peristaltic. misalnya: intussusepsi, tumor dan neoplasma, stenosis, striktur, perlekatan,
hernia dan abses.
2. Fungsional/non-mekanis: Terjadi karena suplai saraf otonom mengalami paralisis dan
peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang usus.
Misalnya: amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, atau
gangguan neurologis seperti penyakit Parkinson.

Atau Ileus obstruktif yaitu terganggunya intestinal secara fisik dikarenakan


keadaan-keadaan seperti :
 Perlengketan
 Hernia
 Neoplasma
 Penyakit peradangan usus
 Benda asing dan batu empedu
 Fecal impaction
 Stricture : congenital dan radiasi
 Intusepsi (biasa pada bayi dan balita)
 Volvulus ( biasa pada manula )
( Hotma Romahorbo )
2.4 Patofisiologi
Peristiwa patofisiologi yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa
memandang apakah obstruksi usus tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau
fungsional. Perbedaan utamanya adalah obstruksi paralitik, paralitik dihambat dari
permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanis peristaltik mula-mula diperkuat kemudian
intermiten akhirnya hilang. Limen usus yang tersumbat profesif akan terenggang oleh cairan
dan gas. Akumulasi gas dan cairan didalam lumen usus sebelah proksimal dari letak obstruksi
mengakibatkan distensi dan kehilangan H2O dan elektrolit dengan peningkatan distensi maka
tekanan intralumen meningkat, menyebabkan penurunan tekanan vena dan kapiler arteri
sehingga terjadi iskemia dinding usus dan kehilangan cairan menuju ruang peritonium
akibatnya terjadi pelepasan bakteri dan toksin dari usus, bakteri yang berlangsung cepat
menimbulkan peritonitis septik ketika terjadi kehilangan cairan yang akut maka kemungkinan
terjadi syok hipovolemik. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi
stranggulasi akan menyebabkan kematian. (Pice and Wilson, hal 404)

2.4.1 Pathway

Obstruksi Ileus

Faktor
fungsional

Akumulasi gas dan cairan di dalam lumen sebelah proksimal dari letak obstruksi

distensi

Tekanan intralumen

Tekanan vena, kapiler&arteri ¯

Refluk usus

Mual, Muntah

Kehilangan H2O cairan dan elektrolit


Gangguan Keseimbangan cairan dan elektrolit

Faktor Mekanis
Nutrisi Kurang dari Kebutuhan
Pelepasan bakteri dan toksin dari usus yang nekrotik ke dalam peritoneum dan sirkulasi
sistemik

Peritonitis septikemia

Resiko infeksi

Iskemia dinding usus

Kehilangan cairan menuju ruang peritonium

Nyeri kolik

Ganggua rasa nyaman(nyeri)

komplikasi

2.4.2 Komplikasi
1. Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi peradangan atau
infeksi yang hebat pada intra abdomen.
2. Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada organ intra abdomen.
3. Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.
4. Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
(Brunner and Suddarth, 2001, hal 1122)

2.5 Manifestasi Klinis


1. Nyeri tekan pada abdomen
2. Muntah
3. Konstipasi (sulit BAB).
4. Distensi abdomen.
5. BAB darah dan lendir tapi tidak ada feces dan flatus (Kapita Selekta, 2000, hal 318).

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


Adapun pemeriksaan diagnostik yang bisa dilakukan antara lain:
1. Rontgen toraks: diafragma meninggi akibat distensi abdomen
2. Rontgen abdomen dalam posisi telentang: mencari penyebab (batu empedu, volvulus, hernia)
3. Pemeriksaan sinar x: Untuk menunjukan kuantitas abnormal dari gas atau cairan dalam usus.
4. Pemeriksaan laboratorium (misalnya pemeriksaan elektrolit dan jumlah darah lengkap) akan
menunjukan gambaran dehidrasi dan kehilangan volume plasma dan kemungkinan infeksi.
5. Pemeriksaan radiogram abdomen sangat penting untuk menegakkan diagnosa obstruksi usus.
(Doenges, Marilyn E, 2000)

2.7 Penatalaksanaan Medis


Dasar pengobatan obstruksi usus adalah koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit,
menghilangkan peregangan dan muntah dengan intubasi dan kompresi, memperbaiki
peritonitis dan syok bila ada, serta menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki
kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
1. Perawatan :koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit, menghilangkan peregangan dan
muntah dengan intubasi dan kompresi, memperbaiki peritonitis dan syok bila ada, serta
menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
2. Farmakologi :Obat antibiotik dapat diberikan untuk membantu mengobati atau mencegah
infeksi dalam perut, obat analgesic untuk mengurangi rasa nyeri.
3. Paracentesis :Prosedur ini juga disebut tekan perut atau peritoneum atau dimasukkan obat
khusus di dalam perut. Menghapus cairan tambahan dapat membantu bernafas lebih mudah
dan merasa lebih nyaman. Cairan dapat dikirim ke laboratorium dan diperiksa untuk tanda-
tanda infeksi atau masalah lainnya
4. Tindakan Bedah :
Dengan laparoskopi, sayatan kecil (pemotongan) akan dilakukan pada perut.

a. Kolostomi: kolostomi adalah prosedur untuk membuat stoma (pembukaan) antara


usus dan dinding perut. Ini mungkin dilakukan sebelum memiliki operasi untuk
menghapus usus yang tersumbat. Kolostomi dapat digunakan untuk menghilangkan
udara atau cairan dari usus. Hal ini juga dapat membantu memeriksa kondisi
perawatan sebelum operasi. Dengan kolostomi, tinja keluar dari stoma ke dalam
kantong tertutup. Tinja mungkin berair, tergantung pada bagian mana dari usus besar
digunakan untuk kolostomi tersebut. Stoma mungkin ditutup beberapa hari setelah
operasi usus setelah sembuh.
b. Tindakan pembedahan terhadap obstruksi usus halus tergantung penyebab obstruksi.
Penyebab paling umum dari obstruksi seperti hernia dan perlengketan. Tindakan
pembedahannya adalah herniotomi.

c. Stent: stent adalah suatu tabung logam kecil yang memperluas daerah usus yang
tersumbat. Dengan Menyisipkan stent ke dalam usus menggunakan ruang lingkup
(tabung, panjang ditekuk tipis). Stent dapat membuka usus untuk membiarkan udara
dan makanan lewat. Menggunakan stent juga untuk membantu mengurangi gejala
sebelum operasi.

2.8. Asuhan Keperawatan Pada obstruksi Ileus


2.8.1 Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan upaya untuk
pengumpulan data secara lengkap dan sistematis mulai dari pengumpulan data, identitas dan
evaluasi status kesehatan klien. (Nursalam, 2001).
a. Identitas :Nama, umur, alamat, pekerjaan, status perkawinan (Umumnya terjadi
pada semua umur, terutama dewasa laki – laki maupun perempuan)
b. Keluhan Utama : nyeri pada perut
c. Riwayat Penyakit Sekarang : nyeri pada perut, muntah, konstipasi (tidak
dapat BAB dan flatus dalam beberapa hari)
d. Riwayat Penyakit Dahulu : Biasanya klien sebelumnya menderita penyakit
hernia, divertikulum.
e. Riwayat Penyakit Keluarga : Ada keluarga dengan riwayat atresia illeum dan
yeyenum.
f. Activity Daily Life
Nutrisi :Nutrisi terganggu karena adanya mual dan muntah.
asi :Klien mengalami konstipasi dan tidak bisa flatus karena peristaltik usus menurun/ berhenti.
t :Tidak bisa tidur karena nyeri hebat, kembung dan muntah.
as :Badan lemah dan klien dianjurkan untuk istirahat dengan tirah baring sehingga terjadi keterbatasan
aktivitas.
Personal Hygiene : klien tidak mampu merawat dirinya.
g. Pemeriksaan
a) Keadaan umum: Lemah, kesadaran menurun sampai syok hipovolemia suhu meningkat(39o
C), pernapasan meningkat(24x/mnt), nadi meningkat(110x/mnt) tekanan darah(130/90
mmHg)
b) Pemeriksaan fisik ROS (Review Of System)
1. Sistem kardiovaskular: tidak ada distensi vena jugularis, tidak ada oedema, tekanan darah
130/90 mmHg, BJ I dan BJ II terdengar normal
2. Sistem respirasi: pernapasan meningkat 24x/mnt, bentuk dada normal, dada simetris, sonor
(kanan kiri), tidak ada wheezing dan tidak ada ronchi
3. Sistem hematologi: terjadi peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi.
4. Sistem perkemihan: produksi urin menurun BAK < 500 cc
5. Sistem muskuloskeletal: badan lemah, tidak bisa melakukan aktivitas secara mandiri
6. Sistem integumen: tidak ada oedema, turgor kulit menurun, tidak ada sianosis, pucat
7. Sistem gastrointestinal: tampak mengembang atau buncit, teraba keras, adanya nyeri tekan,
hipertimpani, bising usus > 12x/mnt, distensi abdomen.

2.8.2 Analisa Data


No. Data penunjang Etiologi Problem
1 DS: Klien mengatakan Tekanan intralumen Gangguan rasa nyaman
sakit pada abdomen meningkat (nyeri)
DO:
1. Wajah nampak meringis
2. Bising usus >12x/mnt
3. TTV meningkat: (TD
>120/80 mmHg,
N:>100x/mnt, S: >38oC,
RR:>20x/mnt)
4. P: nyeri karena tekanan
intralumen
5. Q: nyeri seperti tertusuk
6. R: nyeri di bagian kuadran
kanan bawah
7. S: skala nyeri 7
8. T: nyeri kolik (hilang
timbul)
2 DS: pasien mengatakan Kehilangan cairan berlebih Gangguan
sering haus keseimbangan cairan
DO: dan elektrolit
1. TTV tidak stabil (TD
>120/80 mmHg,
N:>100x/mnt, S: >38oC,
RR:>20x/mnt)
2. Mata cowong
3. Turgor kulit turun
4. Membran mukosa bibir
kering
3 DS: klien mengatakan tidak Mual, muntah nutrisi kurang dari
nafsu untuk makan kebutuhan tubuh
DO:
1. BB klien turun
2. A: BB<45 kg, TB 165 cm
3. B: Hb<12
4. C: konjungtiva anemis
5. D: Diet tinggi serat
4 DS: -- Komplikasi peritonitis Resiko Infeksi
DO: septikemia
1. Suhu tubuh >38oC
2. Leukosit >11.000 µml

2.8.3 Diagnosa keperawatan :


1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b/d peningkatan tekanan intralumen
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d kehilangan cairan berlebih
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual, muntah
4. Resiko infeksi b/d komplikasi peritonitis septikemia

2.8.4 Perencanaan
Diagnosa 1
Tujuan: setelah di lakukan tindakan perawatan 1x24jam di harapkan gangguan rasa nyaman
(nyeri) dapat teratasi.
KH:
1. Tidak ada tanda-tanda nyeri
2. Skala nyeri (0-3).
3. Ekspresi wajah rileks.
4. TTV dalam batas normal (TD: 110/70-120/80 mmHg, N: 80-100x/mnt, RR: 16-20x/mnt, S:
36,5-37,5 oC)
5. Bising Usus normal (5-12x/menit)
No.Dx INTERVENSI RASIONAL
1 1. Observasi tingkat nyeri 1. Memudahkan perawat dalam
menentukan tingkat nyeri
2. Pantau status abdomen tiap 4 jam
2. Diduga inflamasi peritoneal,
memerlukan intervensi medis yang
cepat.
3. Dorong ambulasi dini dan hindari duduk
3. Menurunkan kekakuan otot dan sendi
yang lama
ambulasi atau perubahan posisi sering
menurunkan tekanan perianal
4. Menurunkan tekanan diafragma yang
4. Pertahankan klien pada posisi semi fowler
terdorong oleh organ visceral
5. Memungkinkan makanan peroral
5. Pertahankan puasa sampai bising usus
dengan tidak ada bising usus akan
kembali, distensi abdomen berkurang dan
meningkatkan distensi dan
flatus keluar
ketidaknyamanan
6. Mengurangi nyeri dengan
6. Ajarkan teknik relaxasi dan distraksi
mengalihkan perhatian klien ke hal
yang lain
7. Menurunkan ambang nyeri dan
7. Kolaborasi: Berikan analgesik sesuai
meningkatkan kenyamanan
indikasi dan evaluasi keefektifannya

Diagnosa 2
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam kebutuhan cairan dan
elektrolit dapat dipertahankan secara maksimal
KH:
1. TTV dalam batas normal.
- TD: 110/70-120/80 mmHg
- N: 80-100x/mnt
- RR: 16-20x /mnt
- S: 36,5-37,5oC
2. Turgor kulit normal (<2 detik)
3. Membran mukosa bibir basah
4. Mata tidak cowong

No. Dx INTERVENSI RASIONAL


2 1. Observasi TTV 1. Peningkatan suhu/memanjangnya
demam meningkatkan laju metabolik,
TD ortostatik berubah dan peningkatan
takikardia menunjukkan kekurangan
cairan sistemik
2. Indikator langsung keadekuatan volume
2. kaji turgor kulit,kelembaban membran cairan
mukosa (bibir, lidah) 3. Indikator keseimbangan cairan
3. Observasi intake dan output terutama kehilangan cairan
4. Mengurangi sekresi lambung dan
4. Berikan cairan tambahan intravena mencuci elektrolit
sesuai indikasi 5. Pemenuhan kebutuhan dasar cairan,
5. Kolaborasi: pemberian cairan parenteral, menurunkan risiko dehidrasi
transfusi sesuai indikasi

Diagnosa 3
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5x24 jam nutrisi optimal
KH :
1. BB meningkat atau normal sesuai umur
2. Nafsu makan meningkat
3. Px tidak mengalami mual, muntah

No. Dx INTERVENSI RASIONAL


3 1. Anjurkan pembatasan aktivitas selama 1. Menurunkan kebutuhan metabolik
fase akut untuk mencegah penurunan kalori dan
simpanan energi
2. Menurunkan kebutuhan metabolik
2. Anjurkan istirahat sebelum makan untuk mencegah penurunan kalori dan
simpanan energi
3. Diet rendah residu dapat dipertahankan
3. Tingkatkan diet oral baik cairan maupun 6 – 8 minggu untuk memberikan waktu
makanan rendah residu yang adekuat untuk penyembuhan usus

4. Mengkaji kebutuhan nutrisi dalam


perubahan pencernaan dan fungsi usus
4. Konsultasi dengan ahli gizi
5. Untuk mencegah mual dan muntah

Kolaborasi:
5. Berikan obat sesuai indikasi: Antimetik,
mis: proklorperazin (Compazine).

Diagnosa 4
Tujuan : setelah dilakukan tindakan 2x24 jam klien tidak menunjukkkan tanda dan gejala
infeksi.

KH:

1. Suhu tubuh normal (36,5-37,5 oC)

2. Leukosit normal 4.000-11000 µml

No. Dx INTERVENSI RASIONAL


4 1. Pantau kualitas&intensitas nyeri, 1. deteksi dini terhadap potensial masalah
observasi TTV, distensi abdomen 2. peningkatan suhu indikasi
2. Beri tahu segera bila nyeri abdomen, perkembangan infeksi, peningkatan
suhu, lingkaran abdomen terus lingkar abdomen memungkinan
meningkat. penyakit bertambah parah menjadi
peritonitis sehingga dapat
memperlambat pemulihan.

3. Obstruksi vaskuler atau mekanis


umumnya memerlukan intervensi bedah
3. Siapkan pasien untuk pembedahan bila 4. Menghindari dan melindungi klien dari
direncanakan infeksi nosokomial.

4. Ikuti kewaspadan umum (Cuci tangan 5. Untuk membantu mengobati atau


sebelum dan sesudah perawatan mencegah infeksi dalam perut
5. Kolaborasi : Berikan obat antibiotik
sesuai indikasi
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Obstruksi ileus adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh
sumbatan mekanik.
Etiologi Ileus dibagi menjadi dua bagian menurut jenis obstruksi usus, yaitu: Mekanis dan
fungsional/ non-mekanis.
Peristiwa patofisiologi yang terjadi setelah obstruksi usus itu sama, tanpa memandang
apakah obstruksi usus tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau funsional.
Manifestasi klinis pada ileus Nyeri tekan pada abdomen, Muntah, Konstipasi (sulit
BAB), Distensi abdomen, BAB darah dan lendir tapi tidak ada feces dan flatus.
Pemeriksaan diagnostik meliputi: rontgen thorax, Rontgen Abdomen, Pemeriksaan sinar
x, Pemeriksaan laboratorium (misalnya pemeriksaan elektrolit dan jumlah darah lengkap),
Pemeriksaan radiogram abdomen sangat penting untuk menegakkan diagnosa obstruksi usus.
Dasar pengobatan obstruksi usus adalah koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit,
menghilangkan peregangan dan muntah dengan intubasi dan kompresi, memperbaiki
peritonitis dan syok bila ada, serta menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki
kelangsungan dan fungsi usus kembali normal serta dilakukan tindakan kolostomi dan stent.
Asuhan keperawatan: Pengkajian, diagnosa dan perencanaan
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien. Penerbit Buku Kedokteran, EGC:
Jakarta
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta
Harrison. 2000. Prinsip-prinsip Penyakit Dalam, edisi XIII, EGC: Jakarta.
Zwani. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Obstruksi Usus
(http://keperawatan-gun.blogspot.com/2007/07/obstruksi-usus.html. Diakses tanggal 18
Nopember 2011).
Vanilow, Barry. 2010. Askep Ileus Obstruksi . (http://barryvanilow.blogspot.com/. Diakses
tanggal 18 Nopember 2011)

Anda mungkin juga menyukai