Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keperawatan kesehatan mental dan psikiatrik adalah suatu bidang
spesialisasi praktek keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia
sebagai ilmunya dan penggunaan diri sendiri secara terapeutik sebagai
kiatnya ( ANA ). Semuanya didasarkan pada diagnosis dan intervensi dari
adanya respons individu akan masalah kesehatan mental yang actual
maupun potensial. Ada empat karakteristik keperawatan :
1. Fenomena yaitu rentang respons-respons yang berkaitan dengan
kesehatan yang teramati pada orang sakit dan sehat yang menjadi focus
diagnosa dan penanganan keperawatan.
2. Teori yaitu konsep-konsep, prinsip-prinsip dan proses yang memandu
intervensi keperawatan dan pemahaman tentang respons yang
berhubungan dengan kesehatan.
3. Tindakan-tindakan yaitu intervensi untuk mencegah kesehatan.
4. Pengaruh yaitu evaluasi tindakan keperawatan yang berhubungan
dengan respon kesehatan yang teridentifikasi dan hasil asuhan
keperawatan yang diantisipasi. Pelayanan yang menyeluruh
difokuskan pada pencegahan penyakit mental, menjaga kesehatan,
pengelolaan atau merujuk dari masalah kesehatan phisik dan mental,
diagnosis dan intervensi dari gangguan mental dan akibatnya, dan
rehabilitasi (Haber & Billing, 1993). Keperawatan jiwa / mental
diharapkan mampu mengkaji secara komprehensif, menggunakan
ketrampilan memecahkan masalah secara efektif dengan pengambilan
keputusan klinik yang komplek (advokasi), melakukan kolaborasi
dengan profesi lain, peka terhadap issue yang mencakup dilema etik,
pekerjaan yang menyenangkan, tanggung jawab fiskal. Jadi peran
keperawatan jiwa profesional telah berkembang secara komplek dari
elemen-elemen sejarah aslinya. Sejarah Perkembangan Keperawatan
Jiwa Dalam sejarah evolusi keperawatan jiwa, kita mengenal beberapa
teori dan model keperawatan yang menjadi core keperawatan jiwa,

1
yang terbagi dalam beberapa periode. Pada awalnya perawatan pasien
dengan gangguan jiwa tidak dilakukan oleh petugas kesehatan
(Custodial Care). Perawatan bersifat isolasi dan penjagaan. Mereka
ditempatkan dalam suatu tempat khusus, yang kemudian berkembang
menjadi Primary Consistend of Custodial Care.
Kesehatan Jiwa adalah Perasaan Sehat dan Bahagia serta
mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain
sebagaimana adanya serta mempunyai sikap positif terhadap diri
sendiri dan orang lain.
Kesehatan jiwa meliputi:
1. Bagaimana perasaan anda terhadap diri sendiri
2. Bagaimana perasaan anda terhadap orang lain
3. Bagaimana kemampuan anda mengatasi persoalan hidup anda
Sehari - hari.
Keperawatan jiwa dimulai antara tahun 1770 dan 1880 seiring
dengan kejadian penanganan pada seorang penyakit mental. Sebelumnya,
pada masa peradaban dimana roh-roh dipercaya sebagai penyebab gangguan
dan mengusirnya agar sembuh. Para leluhur Yunani, Romawi dan Arab
percaya bahwa gangguan emosional diakibatkan tidak berfungsinya organ
pada otak. Mereka menggunakan berbagai pendekatan tindakan seperti :
ketenangan, gizi yang baik, kebersihan badan yang baik, musik dan aktivitas
rekreasi.Selama abad 7 sebelum masehi, Hippocrates menjelaskan perubahan
perilaku atau watak dan gangguan mental disebabkan oleh perubahan 4 cairan
tubuh atauhormon, yang dapat menghasilkan panas, dingin, kering dan
kelembaban. Aristotle melengkapi dengan hati, dan Seorang Dokter Yunani,
Galen :menyatakan emosi atau kerusakan mental dihubungkan dengan otak.
Orang Yunani menggunakan kuil sebagai rumah sakit dan memberikan
lingkungan udara bersih, sinar matahari dan air bersih untuk menyembuhkan
penyakit jiwa/mental. Bersepeda, Jalan-jalan, dan mendengarkan suara air
terjun ini sebagai contoh penyembuhan.
Falsafah biasanya diartikan sebagai suatu pandangan dan
pengetahuan yang mendasar, yang selanjutnya digunakan untuk

2
mengembangkan dan membangun suatu persepsi atau asumsi tertentu tentang
kehidupan. Falsafah memberikan suatu gambaran atau pandangan terhadap
suatu sistem nilai dan keyakinan. Bagi setiap individu, falsafah berperan
dalam membantu seseorang memahami makna dari pengalaman hidup yang
dijalaninya serta berfungsi sebagai penuntun dalam bersikap dan berperilaku.
Falsafah hidup seseorang berkembang melalui dari hasil belajar, hubungan
interpersonal, pendidikan formal maupun informal, agam, dan dipengaruhi
oleh latar belakang budaya serta lingkungan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penjelasan tentang Kesehatan jiwa Masyarakat.
2. Bagaimana Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Pada CMHN.
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Penjelasan Tentang kesehatan Jiwa Masyarakat.
2. Untuk Mengetahui Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Pada CMHN.

3
BAB II
PEMBASAHAN
A. Kesehatan Jiwa
a. Definisi Kesehatan Jiwa
Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang
menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang
menceerminkan kedewasaan kepribadiannya. (WHO)
Kesehatan jiwa adalah kondisi seseorang yang terus tumbuh
berkembang dan mempertahankan keselarasan dalam pengendalian diri,
serta terbebas dari stress yang serius. (Rosdahi, 1999)
Kesehatan jiwa adalah kondisi yang memungkinkan perkembangan
fisik, intelektual, emosional secara optimal dari seseorang, dan
perkembangan ini berjalan selaras dengan orang lain. (UU Kesehatan Jiwa
No. 3 Tahun 1966)
Kesehatan Jiwa adalah Perasaan Sehat dan bahagia serta mampu
mengatasi tantanganhidup, dapat menerima orang lainsebagaimana adanya
serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
220/MENKES/SK/III/1992 tentang pedoman umum Tim Pembina,
Pengarah, Pelaksana kesehatan Jiwa Masyarakat. Kesehatan jiwa
masyarakat (Community Mental Health) merupakan suatu orientasi
kesehatan jiwa yang dilaksanakan di masyarakat. Kesehatan jiwa
masyarakat ini dititik beratkan pada upaya promotif dan preventif tanpa
melupakan upaya kuratif dan rehabilitatif.
b. Tujuan Program kesehatan Jiwa Masyarakat
Tujuan dari diadakannya KESWAMAS adalah untuk meningkatkan
kerjasama lintas sektoral dan kemitraan swasta, Lembaga Swadaya
Masyarakat, kelompok profesi dan organisasi masyarakat secara terpadu
dan berkesinambungan dalam rangka meningkatkan kesadaran kemauan
dan kemampuan masyarakat dalam menghadapi masalah kesehatan jiwa
sehingga akan terbentu perilaku sehat sebagai individu, keluarga dan

4
masyarakat yang memungkinkan setiap individu hidup lebih produktif
secara sosial dan ekonomi.
c. Prinsip Keperawatan Jiwa Masyarakat
1. Pelayanan Keperawatan yang komprehensif yaitu pelayanan yang
difokuskan pada:
 Pencegahan primer pada anggota masyarakat yang sehat.
 Pencegahan sekunder pada anggota masyarakat yang mengalami
masalah psikososial & gangguan jiwa.
 Pencegahan tersier pada klien gangguan jiwa dengan proses
pemulihan.
2. Pelayanan keperawatan yang holistic yaitu pelayanan yang difokuskan
pada aspek bio-psiko-sosio-kultural & spiritual. Perawatan mandiri
Individu dan keluarga :
 Masyarakat baik individu maupun keluarga diharapkan dapat
secara mandiri memelihara kesehatan jiwanya.
 Pada saat ini sangat penting pemberdayaan keluarga.
 Perawat dan petugas kesehatan lain dapat mengelompokkan
masyarakat dalam masyarakat sehat jiwa, masyarakat yang
mempunyai masalah psikososial, masyarakat yang mengalami
gangguan jiwa.
3. Pelayanan Formal & Informal di luar Sektor kesehatan :
 Tokoh masyarakat, kelompok formal dan informal di luar
tatanan pelayanan kesehatan merupakan target pelayanan
kesehatan jiwa.
 Kelompok yang dimaksud adalah TOMA (tokoh agama, kepala
dusun), pengobatan tradisional (orang pintar).
 Mereka dapat menjadi target pelayanan ataupun mitra tim
kesehatan yang diinterasikan dengan perannya di masyarakat.
4. Pelayanan kesehatan jiwa melalui pelayanan kesehatan dasar :
 Semua pemberi pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat
yaitu praktik pribadi dokter, bidan, perawat psikolok dan

5
semua sarana pelayanan kesehatan (puskesmas dan balai
pengobatan).
 Untuk itu diperlukan penyegaran dan penambahan
pengetahuan tentang pelayanan kesehatan jiwa komunitas
bersama dengan pelayanan kesehatan yang dilakukan.
 Pelatihan yang perlu dilakukan adalah : konseling, deteksi dini
dan pengobatan segera, keperawatan jiwa dasar.
5. Pelayanan Kesehatan Jiwa Masyarakat :
 Tim kesehatan terdiri atas : psikiater, psikolok klinik dan
perawat jiwa.
 Tim berkedudukan di tingkat Dinas Kesehatan kabupaten /
kota.
 Tim bertanggung jawab terhadap program pelayanan
kesehatan jiwa di daerah pelayanan kesehatan kabupaten / kota
 Tim bergerak secara periodik ke tiap puskesmas untuk
konsultasi, surveisi, monitoring dan evaluasi
 Pada saat tim mengunjungi puskesmas, maka penanggung
jawab pelayanan kesehatan jiwa & komunitas di puskesmas
akan : mengkonsultasikan kasus-kasus yang tidak berhasil atau
melaporkan hasil dan kemajuan pelayanan yang telah
dilakukan.
6. Unit pelayanan Kesehatan Jiwa di RSU :
 Rumah sakit Umum daerah pada tingkat kabupaten / kota
diharapkan mampu menyediakan pelayanan rawat inap bagi
klien gangguan jiwa dengan jumlah tempat tidur terbatas sesuai
dengan kemampuan.
 Sistem rujukan dari puskesmas / tim kesehatan jiwa masyarakat
kabupaten / kota ke rumah sakit umum harus jelas.
7. Rumah Sakit Jiwa :
 Rumah sakit jiwa merupakan pelayanan spesialistik kesehatan
jiwa yang difokuskan pada klien gangguan jiwa yang tidak
berhasil di rawat di keluarga/puskesmas/ RSU.

6
 Pasien yang telah selesai di rawat di RSJ dirujuk lagi ke
puskesmas. Penanggung jawab pelayanan kesehatan jiwa
masyarakat di puskesmas bertanggung jawab terhadap lanjutan
asuhan di keluarga.
d. Peran dan Fungsi Perawat Kesehatan Jiwa dan Komunitas.
Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya
meningkatkan dan mempertahankan perilaku pasien yang berperan pada
fungsi yang terintegrasi. Sistem pasien atau klien dapat berupa induvidu,
keluarga, kelompok, organisasi atau komunitas. ANA mendefinisikan
keperawatan kesehatan jiwa sebagai suatu bidang spesialisasi praktik
keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan
penggunaan diri yang bermanfaat sebagai kiatnya. Praktik kontemporer
keperawatan jiwa terjadi dalam konteks sosial dan lingkungan.
Peran keperawatan jiwa profesional berkembang secara kompleks
dari elemen historis aslinya. Peran tersebut kini mencakup dimensi
kompentensi klinis, advokasi pasien keluarga, tanggung jawab fiskal,
olaborasi antardisiplin, akuntabilitas sosial, dan parameter legal-etik.
Adapun peran perawat kesehatan jiwa masyarakat ini adalah sebagai
berikut:
1. Mengidentifikasi, mengklasifikasi dan memetakan permasalahan
kesehatan jiwa. Perawat membantu pasien mengembangkan
kemampuan menyelesaikan masalah & meningkatkan fungsi
kehidupannya.
2. Pendidikan kesehatan dalam upaya preventif danj promotif penemuan
kasus dini, skiring dan tindakan yang cepat. Perawat memberikan
pendidikan kesehatan jiwa individu dan keluarga untuk
mengembangkan kemampuan menyelesaikan masalah. Perawat
mengembangkan kemampuan keluarga dalam melakukan 5 tugas
kesehatan keluarga
3. Pemberi asuhan keperawatan pada intervensi kondisi “krisis”.
Memberikan asuhan secara langsun, peran ini dilakukan dengan
menggunakan konsep proses keperawatan jiwa. Kegiatan yang

7
dilakukan adalah pengelolaan kasus, tindakan keperawatan individu
keluarga, kolaborasi dengan tim kesehatan. Melakukan pemeriksaan
langsung dari keluarga ke keluarga, dapat berkoordinasi dengan
masyarakat serta TOMA tokoh masyarakat.
e. Masalah kesehatan Jiwa masyarakat
Berbagai kondisi psikososial yang menjadi indikator taraf kesehatan
jiwa masyarakat, khususnya yang berkaitan dengan karakteristik
kehidupan di perkotaan (urban mental health) meliputi: kekerasan dalam
rumah tangga (KDRT), kasus perceraian, anak remaja putus sekolah, kasus
kriminalitas anak remaja, masalah anak jalanan, promiskuitas,
penyalahgunaan Napza dan dampak nya (hepatitis C,HIV/AIDS dll),
gelandangan psikotik serta kasus bunuh diri.
f. Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Kekerasan dalam rumah tangga adalah tiap perbuatan terhadap
seseorang yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan fisik,
seksual, psikologis dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman
untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan
secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (definisi dalam UU
No.23 tahun 2004 tentang penghapusan KDRT). Lingkup rumah tangga
adalah suami, istri dan anak, termasuk juga orang-orang yang mempunyai
hubungan keluarga karena hubungan darah, perkawinan, pengasuhan,
perwalian dengan suami maupun istri yang menetap bersama dalam rumah
tangga.
Dampak kekerasan dalam rumah tangga meliputi gangguan
kesehatan fisik non-reproduksi (luka fisik, kecacatan), gangguan kesehatan
reproduksi (penularan penyakit menular seksual, kehamilan yang tidak
dikehendaki), gangguan kesehatan jiwa (trauma mental), kematian atau
bunuh diri. Kekerasan rumah tangga juga dapat menjadi salah satu atau
kontributor meningkatnya kasus perceraian, kasus penelantaran anak,
kasus kriminalitas anak remaja serta juga penyalahgunaan Napza.

8
g. Anak putus Sekolah
Berdasarkan data direktorat pendidikan kesetaraan depdiknas tahun
2005 lalu di Indonesia tercatat jumlah pelajar SLTP yang putus sekolah
adalah sebanyak 1.000.746 siswa/siswi, sedangkan pelajar SLTA yang
putus sekolah adalah sebanyak 151.976. jumlah lulusan SLTA yang tidak
melanjutkan pendidikan keperguruan tinggi pada tahun tersebut tercatat
sebanyak 691.361 siswa/ siswi. Laporan Organisai Buruh Internasional
(ILO) tahun 2005 menyatakan bahwa sebanyak 4,18 juta anak usia sekolah
di Indonesia tidak bersekolah dan sebagainya menjadi “pekerja anak”
perwakilan ILO di Indonesia menyatakan bahwa banyaknya anak putus
sekolah dan menjadi pekerja anak disebabkan karena biaya pendidikan di
Indonesia masih dianggap terlalu mahal dan tak terjangkau oleh sebagian
kalangan masyarakat. Angka partisipasi kasar (APK) program wajib
belajar 9 tahun yang dirilis Depdiknas menunjukan baru mencapai 88,68%
dari target 95% partisipasi anak usia sekolah yang diharapkan.
h. Masalah Anak Jalanan
Masalah anak jalan di Indonesia seperti kekerasan pada anak,
masalah anak jalanan, penelantaran anak dan sebagainya masih cukup
tinggi. Berdasarkan data dari Departemen Sosial tahun 2005, jumlah anak
jalanan di Indonesia adalah sekitar 30.000 anak dan sebagian besarnya
berada di jalan-jalan di DKI Jakarta. Selain itu baru terdapat 12 daerah di
Indonesia yang memiliki perda tentang anak jalanan. Padahal para anak-
anak jalanan tersebut jelas rentan terhadap berbagai tindak kekerasan,
penyimpangan perlakuan, pelecehan seksual bahkan dilibatkan dalam
berbagai tindak kriminal oleh orang dewasa yang menguasainya.
i. Kasus Kriminal Anak Remaja
Berdasarkan data direktorat pendidikan kesetaraan depdiknas
tahun 2005 lalu di Indonesia tercatat jumlah pelajar SLTP yang putus
sekolah adalah sebanyak 1.000.746 siswa/siswi, sedangkan pelajar SLTA
yang putus sekolah adalah sebanyak 151.976. jumlah lulusan SLTA yang
tidak melanjutkan pendidikan keperguruan tinggi pada tahun tersebut
tercatat sebanyak 691.361 siswa/ siswi. Laporan Organisai Buruh

9
Internasional (ILO) tahun 2005 menyatakan bahwa sebanyak 4,18 juta anak
usia sekolah di Indonesia tidak bersekolah dan sebagainya menjadi
“pekerja anak” perwakilan ILO di Indonesia menyatakan bahwa banyaknya
anak putus sekolah dan menjadi pekerja anak disebabkan karena biaya
pendidikan di Indonesia masih dianggap terlalu mahal dan tak terjangkau
oleh sebagian kalangan masyarakat. Angka partisipasi kasar (APK)
program wajib belajar 9 tahun yang dirilis Depdiknas menunjukan baru
mencapai 88,68% dari target 95% partisipasi anak usia sekolah yang
diharapkan.
j. Gangguan Psikotik Dan Gangguan Jiwa Skizofrenia.
Ganguan jiwa berat ini merupakan bentuk gangguan dalam fungsi
alam pikiran berupa disorganisasi (kekacauan) dalam isi pikiran yang
ditandai antara lain oleh gejala gangguan pemahaman (delusi waham)
gangguan persepsi berupa halusinasi atau ilusi serta dijumpai daya nilai
realitas yan terganggu yang ditunjukan dengan perilaku-perilaku aneh
(bizzare).
Gangguan ini dijumpai rata-rata 1-2% dari jumlah seluruh penduduk
di suatu wilayah pada setiap waktu dan terbanyak mulai timbul (onset) nya
pada usia 15-35 tahun. Bila angkanya 1 dari 1.000 penduduk saja yang
menderita gangguan tersebut, di Indonesia bisa mencapai 200-250 ribu
orang penderita dari jumlah tersebut bila 10% nya memerlukan rawat inap
di rumah sakit jiwa berarti dibutuhkan setidaknya 20-25 ribu tempat tidur
(hospital bed) Rumah sakit jiwa yang ada saat ini hanya cukup merawat
penderita gangguan jiwa tidak lebih dari 8.000 orang.
Jadi perlu dilakukan upaya diantaranya porgram intervensi dan terapi
yang implentasinya bukan di rumah sakit tetapi dilingkungan masyarakat
(community based psyciatric services) penambahan jumlah rumah sakit
jwa bukan lagi merupakan prioritas utama karena paradigma saat ini adalah
pengembangan program kesehatan jiwa masyarakat
(deinstitutionalization). Terlebih saat ini telah banyak ditemukan obat-
obatan psikofarmaka yang efektif yang mampu mengendalikan gejala

10
ganggun penderitanya. Artinya dengan pemberian obat yang tepat dan
memadai penderita gangguan jiwa berat cukup berobat jalan.
Sebenarnya kondisi di banyak negara berkembang termasuk Indonesia
lebih menguntungkan dibandingkan negara maju, karena dukungan
keluarga (primary support groups) yang diperlukan dalam penggobatan
gangguan jiwa berat ini lebih baik dibandingkan di negara maju. Stigma
terhadap gangguan jiwa berat ini tidak hanya menimbulkan konsekuensi
negatif terhadap penderitanya tetapi bagi juga anggota keluarga, meliputi
sikap-sikap penolakan, penyangkalan, disisihkan, dan diisolasi. Penderita
gangguan jiwa mempunyai risiko tinggi terhadap pelanggaran hak asasi
manusia.
k. Kasus Bunuh Diri
Data WHO menunjukkan bahwa rata-rata sekitar 800.000 orang di
seluruh dunia melakukan tindakan bunuh diri setiap tahunnya. Laporan di
India dan Sri Langka menunjukkan angka sebesar 11-37 per 100 ribu orang,
mungkin di Indonesia angkanya tidak jauh dari itu. Menurut Dr. Benedetto
Saraceno dari departemen kesehatan jiwa WHO, lebih dari 90% kasus
bunuh diri berhubungan dengan masalah gangguan jiwa seperti depresi,
psikotik dan akibat ketergantungan zat (Napza).
Yang mengkhawatirkan adalah dijumpainya pergeseran usia orang
yang melakukan tindak bunuh diri. Kalau dahulu sangat jarang anak yang
usianya kurang dari 12 tahun melakukan tindak bunuh diri, tetapi sekarang
bunuh diri pada anak usia kurang dari 12 tahun semakin sering ditemukan.
Ini menunjukkan kegagalan orang tua di rumah, guru di sekolah dan tokoh
panutan di asyarakat membekali keterampilan hidup (life skill) untuk
mengatasi tantangan maupun kesulitan hidupnya. Kasus bunuh diri sudah
menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius terutama bila dikaitkan
dengan dampak kehidupan moderen. Oleh karena itu WHO memandang
bunuh diri sebagai peyebab utama kematian dini yang dapat dicegah.
Kondisi lain yang perlu mendapat perhatian adalah altruistic suicide
atau bunuh diri karena loyalitas berlebihan yang antara lain bentuk “bom
bunuh diri”. Banyak ahli mengaitkan hal tersebut sebagi manifestasi dari

11
akumulasi kekecewaan, perlakuan tidak adil atau tersisihkan. Mengatasi
altruistic suicide tidak mudah dan memerlukan pendekatan multi disiplin
antara berbagai pihak terkait seperti aspek kesehatan jiwa, pendekatan
agama, penegakan hukum dan sosial.
B. PROSES KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA PADA CMHN
l. Pengkajian
Pengkajian awal dilakukan dengan menggunakan pengkajian 2
menit berdasarkan keluhan pasien. Setelah ditemukan tanda-tanda
menonjol yang mendukung adanya gangguan jiwa, maka pengkajian
dilanjutkan dengan menggunakan format pengkajian kesehatan jiwa. Data
yang dikumpulkan mencakup keluhan utama, riwayat kesehatan jiwa,
pengkajian psikososial, dan pengkajian status mental (format dilampirkan
pada modul pencatatan dan pelaporan). Teknik pengumpulan data dapat
dilakukan melalui wawancara dengan pasien dan keluarga, pengamatan
langsung terhadap kondisi pasien, serta melalui pemeriksaan.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan dapat dirumuskan berdasarkan hasil
pengkajian, baik masalah yang bersifat aktual (gangguan kesehatan
jiwa) maupun yang berisiko mengalami gangguan jiwa. Jika
perawat menemukan anggota masyarakat yang mengalami
gangguan jiwa, maka perawat harus berhati-hati dalam
penyampaiannya kepada pasien dan keluarga agar tidak
menyebutkan gangguan jiwa karena hal tersebut merupakan stigma
dalam masyarakat.
3. Adapun diagnosis keperawatan yang diidentifikasi penting
untuk pascabencana adalah sebagai berikut.

 Masalah kesehatan jiwa pada anak/remaja.


o Depresi
o Perilaku kekerasan
 Masalah kesehatan jiwa pada usia dewasa.
o Harga diri rendah

12
o Perilaku kekerasan
o Risiko bunuh diri
o Isolasi sosial
o Gangguan persepsi sensori: halusinasi
o Gangguan proses pikir: waham
o Defisit perawatan diri
 Masalah kesehatan jiwa pada lansia.
o Demensia
o Depresi
4. Rencana Keperawatan
Rencana tindakan keperawatan disesuaikan dengan standar
asuhan keperawatan kesehatan jiwa yang mencakup tindakan
psikoterapeutik yaitu:
 penggunaan berbagai teknik komunikasi terapeutik dalam
membina hubungan dengan pasien;
 pendidikan kesehatan tentang prinsip-prinsip kesehatan
jiwa dan gangguan jiwa;
 perawatan mandiri (aktivitas kehidupan sehari-hari)
meliputi kebersihan diri (misal, mandi, kebersihan rambut,
gigi, perineum), makan dan minum, buang air besar dan
buang air kecil;
 terapi modalitas seperti terapi aktivitas kelompok, terapi
lingkungan dan terapi keluarga;
 tindakan kolaborasi (pemberian obat-obatan dan monitor efek
samping).
Dalam menyusun rencana tindakan harus dipertimbangkan bahwa
untuk mengatasi satu diagnosis keperawatan diperlukan beberapa kali
pertemuan hingga tercapai kemampuan yang diharapkan baik untuk pasien
maupun keluarga. Rencana tindakan keperawatan ditujukan pada individu,
keluarga, kelompok, dan komunitas.Pada tingkat individu difokuskan pada
peningkatan keterampilan dalam kegiatan sehari-hari dan keterampilan
koping adaptif dalam mengatasi masalah.

13
 Pada tingkat keluarga difokuskan pada pemberdayaan
keluarga dalam merawat pasien dan menyosialisasikan
pasien dengan lingkungan.
 Pada tingkat kelompok difokuskan pada kegiatan kelompok
dalam rangka sosialisasi agar pasien mampu beradaptasi
dengan lingkungan.
 Pada tingkat komunitas difokuskan pada peningkatan
kesadaran masyarakat tentang kesehatan jiwa dan gangguan
jiwa, serta menggerakkan sumber-sumber yang ada di
masyarakat yang dapat dimanfaatkan oleh pasien dan
keluarga.
5. Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan dilakukan berdasarkan rencana yang
telah dibuat. Tindakan keperawatan dilakukan sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi pasien saat ini. Perawat bekerja sama
dengan pasien, keluarga, dan tim kesehatan lain dalam
melakukan tindakan. Tujuannya adalah memberdayakan pasien
dan keluarga agar mampu mandiri memenuhi kebutuhannya
serta meningkatkan keterampilan koping dalam menyelesaikan
masalah. Perawat bekerja dengan pasien dan keluarga untuk
mengidentifikasi kebutuhan mereka dan memfasilitasi
pengobatan melalui kolaborasi dan rujukan.
6. Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk menilai perkembangan pasien dan
keluarga dalam memenuhi kebutuhan dan menyelesaikan
masalah.

 Evaluasi pasien
 Melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari sesuai kemampuannya.
 Membina hubungan dengan orang lain di lingkungannya secara
bertahap.

14
 Melakukan cara-cara meyelesaikan masalah yang dialami.
 Evaluasi keluarga
 Membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari pasien hingga pasien
mandiri.
 Mengenal tanda dan gejala dini terjadinya gangguan jiwa.
 Melakukan perawatan pada anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa atau kekambuhan.
 Mengidentifikasi perilaku pasien yang membutuhkan konsultasi
segera.
 Menggunakan sumber-sumber yang tersedia di masyarakat seperti
tetangga, teman dekat, pelayanan kesehatan terdekat.

15
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Kesehatan Jiwa adalah Perasaan Sehat dan bahagia serta mampu mengatasi
tantanganhidup, dapat menerima orang lainsebagaimana adanya serta
mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain.
Kesehatan jiwa masyarakat (Community Mental Health) merupakan suatu
orientasi kesehatan jiwa yang dilaksanakan di masyarakat. Kesehatan jiwa
masyarakat ini dititik beratkan pada upaya promotif dan preventif tanpa
melupakan upaya kuratif dan rehabilitatif. (KepMenKes No. 220)

Peran perawat kesehatan jiwa masyarakat adalah:

1. Mengidentifikasi, mengklasifikasi dan memetakan permasalahan


kesehatan jiwa
2. Pendidikan kesehatan dalam upaya preventif danj promotif penemuan
kasus dini, skiring dan tindakan yang cepat.
3. Pemberi asuhan keperawatan pada intervensi kondisi “krisis”
B. Saran
Sehubungan dengan trend masalah kesehatan utama dan pelayanan
kesehatan jiwa secara global, maka fokus pelayanan keperawatan jiwa sudah
saatnya berbasis pada komunitas (Community Based Care) yang memberikan
penekanan pada upaya preventif dan promotif. Untuk para pembaca
diharapkan memberi kritik dan saran terhadap isi makalah ini, dan terima
kasih pada pemabaca yagn telah meluangkan waktu membaca makalah ini.

16
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B.A., Akemat, Helena, N.C.D., dan Nurhaeni, H. 2007. Keperawatan


Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN (Basic Courese). Jakarta: EGC.
Maramis, W.F. 2010. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press:
Surabaya.
Notosoedirjo, M. Latipun. 2001. Kesehatan Mental; Konsep dan Penerapan.
Malang: UMM Press.
Stuart dan Laraia. 2005. Principles and Practice of Psychiatric Nursing. 8th
Edition. St.Louis:Mosby.

17

Anda mungkin juga menyukai