Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asma merupakan penyakit inflamasi (peradangan) kronik saluran nafas yang ditandai
adanya mengi episodik, batuk dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran nafas,
termasuk dalam kelompok penyakit pernafasan kronik. Walaupun mempunyai tingkat fatalitas
yang rendah namun jumlah kasusnya cukup banyak ditemukan dalam masyarakat. Badan
Kesehatan (WHO) memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia menderita asma. Bahkan
jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah hingga mencapai 180.000 orang setiap tahun
(Depkes, 2016). Selain itu, berdasarkan data laporan dari Global Initiatif for Asthma (GINA)
pada tahun 2017 dinyatakan bahwa perkiraan jumlah penderita asma seluruh dunia adalah tiga
ratus juta orang, dengan jumlah kematian yang terus meningkat hingga 180.000 orang per tahun
(GINA,2012). Hampir separuh dari seluruh pasien asma pernah dirawat di rumah sakit dan
melakukan kunjungan ke bagian gawat darurat setiap tahunnya (Rengganis, 2018).
Penyakit asma masuk dalam sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di
Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2016,
prevalensi penderita asma di Indonesia adalah sekitar 4%. Prevalensi asma dipengaruhi oleh
banyak faktor, antara lain jenis kelamin, umur pasien, faktor keturunan serta faktor lingkungan.
Umumnya prevalensi asma anak lebih tinggi dari dewasa, tetapi ada pula yang melaporkan
prevalensi dewasa lebih tinggi dari anak. Angka ini berbeda-beda antara satu kota dengan kota
yang lain di negara yang sama. Sedangkan di Sumatera Barat, Departemen Kesehatan
menyatakan bahwa pada tahun 2015 jumlah penderita asma yang ditemukan sebesar 3,58%
(Zara, 2015). Jumlah kunjungan penderita asma di seluruh rumah sakit dan puskesmas di Kota
Padang sebanyak 12.456 kali di tahun 2015 (DKK Padang, 2015 dalam Zara, 2015).
Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran napas yang bersifat reversible dengan
ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi
adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan
yang ditandai dengan mengi episodik, batuk, dan sesak di dada akibat penyumbatan saluran
napas (Henneberger dkk., 2011). Pada umumnya penderita asma akan mengeluhkan gejala batuk,

1
sesak napas, rasa tertekan di dada dan mengi. Pada beberapa keadaan batuk mungkin merupakan
satu-satunya gejala. Gejala asma sering terjadi pada malam hari dan saat udara dingin, biasanya
bermula mendadak dengan batuk dan rasa tertekan di dada, disertai dengan sesak napas
(dyspnea) dan mengi.
Tingkat gejala asma yang dialami oleh penderita asma telah diklasifikasikan menjadi
empat jenis yaitu: 1) intermiten merupakan jenis asma yang terjadi bulanan dengan gejala kurang
dari satu kali seminggu, tidak menimbulkan gejala di luar serangan dan biasanya terjadi dalam
waktu singkat. 2) Persisten ringan yang serangannya terjadi mingguan dengan gejala lebih dari
satu kali seminggu tetapi kurang dari satu kali sehari, yang dapat mengganggu aktivitas dan
tidur. 3) Persisten sedang dengan gejala yang muncul setiap hari dan membutuhkan
bronkodilator setiap hari. 4) Persisten berat yang terjadi secara kontinyu, gejala terus menerus,
sering kambuh dan aktivitas fisik terbatas (GINA, 2012).
Asma dengan persisten berat memerlukan pengobatan segera dengan memberikan
suplementasi oksigen, terapi cairan, inhalasi dengan bronkodilator dan kortikosteroid intravena
yang bertujuan untuk mencegah ancaman gagal napas dan pemakaian ventilasi mekanik. Apabila
pada pasien ditemukan ancaman gagal nafas yang ditandai dengan hasl analisa gas darah dimana
PaO2 <60mmHg dan atau PaCO2 >45 mmHg, penurunan kesadaran , atau gelisah. Maka Perlu
adanya perawatan di ruangan intensif untuk dilakukan tidakan selanjutnya. Oleh karena itu,
dalam makalah ini penulis memaparkan teori serta contoh kasus dari serangan asma yang
memerlukan tindakan khusus di ruangan intensif.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis membuat makalah ini dengan judul
“Asuhan Keperawatan pada Pasien Asma di Ruangan Intensif”.

C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah, memberikan pengetahuan baik pada penulis
maupun pembaca mengenai penyakit asma serta tata laksana pada pasien asma, sehingga
nantinya mampu mengurangi dampak buruk dari serangan asma yang dialami pasien.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN
Penyakit asma merupakan proses inflamasi kronik saluran pernafasan yang melibatkan
banyak sel dan elemennya. Proses inflamasi kronik ini menyebabkan saluran pernafasan
menjadi hiperesponsif, sehingga memudahkan terjadinya bronkokontriksi, edema, dan
hipersekresi kelenjar yang menghasilkan pembatasan aliran udara di saluran pernafasan dengan
manifestasi klinik yang bersifat periodic berupa mengi, sesak nafas, dada terasa berat, batuk-
batuk terutama pada malam hari. Gejala ini berhubungan dengan luasnya inflamasi yang
derajatnya bervariasi dan bersifat reversible secara spontan maupun dengan atau tanpa
pengobatan (GINA, 2011).

Pada penderita asma, saluran napas menjadi sempit dan hal ini membuat sulit bernapas.
Terjadi beberapa perubahan pada saluran napas penyandang asma, yaitu dinding saluran napas
membengkak, adanya sekumpulan lendir dan sel-sel yang rusak menutupi sebagian saluran
napas, hidung mengalami iritasi dan mungkin menjadi tersumbat, dan otot-otot saluran napas
mengencang tetapi semuanya dapat dipulihkan ke kondisi semula dengan terapi yang tepat.
Selama terjadi serangan asma, perubahan dalam paru-paru secara tiba-tiba menjadi jauh lebih
buruk, ujung saluran napas mengecil, dan aliran udara yang melaluinya sangat jauh berkurang
sehingga bernapas menjadi sangat sulit (Black & Hawks, 2014).

B. PENYEBAB
Ada beberapa hal yang merupakan faktor timbulnya serangan asma.
1. Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma.
a. Faktor ekstrinsik (alergik)
Reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen atau alergen yang dikenal seperti
debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang.

3
b. Faktor intrinsik (non-alergik)
Tidak berhubungan dengan alergen, seperti common cold, infeksi traktus
respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat mencetuskan
serangan.
c. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik dan non-alergik (Smeltzer & Bare, 2008)
2. Ada dua faktor yang menjadi pencetus asma:
a. Pemicu Asma (Trigger)
Pemicu asma mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran pernapasan
(bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan peradangan. Trigger dianggap menyebabkan
gangguan pernapasan akut, yang belum berarti asma, tetapi bisa menjurus menjadi asma jenis
intrinsik. Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu cenderung timbul
seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan relatif mudah diatasi dalam waktu singkat.
Namun, saluran pernapasan akan bereaksi lebih cepat terhadap pemicu, apabila sudah ada, atau
sudah terjadi peradangan. Umumnya pemicu yang mengakibatkan bronkokonstriksi adalah
perubahan cuaca, suhu udara, polusi udara, asap rokok, infeksi saluran pernapasan, gangguan
emosi, dan olahraga yang berlebihan.

b. Penyebab Asma (Inducer)


Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi) dan sekaligus
hiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari saluran pernapasan. Inducer dianggap sebagai
penyebab asma yang sesungguhnya atau asma jenis ekstrinsik. Penyebab asma dapat
menimbulkan gejala-gejala yang umumnya berlangsung lebih lama (kronis), dan lebih sulit
diatasi. Umumnya penyebab asma adalah alergen, yang tampil dalam bentuk ingestan (alergen
yang masuk ke tubuh melalui mulut), inhalan (alergen yang dihirup masuk tubuh melalui hidung
atau mulut), dan alergen yang didapat melalui kontak dengan kulit (Ward et al, 2008).

4
3. Sedangkan Levy et al (2009) tidak membagi pencetus asma secara spesifik. Secara
umum pemicu asma adalah:

a. Faktor Predisposisi
1) Genetik
Bakat alergi merupakan hal yang diturunkan dari faktor genetik, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya dengan jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Adanya bakat alergi ini
menyebabkan penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpapar dengan
faktor pencetus. Selain itu hipersentivisitas saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
1) Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a) Inhalan yang masuk melalui saluran pernapasan, seperti : debu, bulu
binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
b) Ingestan yang masuk melalui mulut, seperti: makanan dan obat-obatan.
c) Kontaktan yang masuk melalui kontak dengan kulit, seperti: perhiasan,
logam dan jam tangan.
2) Perubahan cuaca.
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfer
yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang
serangan asma berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim
bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
3) Stres
Stres atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera
diobati, penderita asma yang mengalami stres/gangguan emosi perlu diberi nasihat untuk
menyelesaikan masalah pribadinya karena jika stresnya belum diatasi maka gejala asmanya
belum bisa diobati.

5
4) Lingkungan kerja.
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan,
industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.

5) Olah raga atau aktivitas jasmani yang berat.


Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas jasmani
atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma
karena aktivitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

6) Gangguan pada sinus


Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada sinus, misalnya rhinitis alergik
dan polip pada hidung. Kedua gangguan ini menyebabkan inflamasi membran mukus.

C. KLASIFIKASI
Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan faal paru dapat ditentukan klasifikasi
(derajat) Asma sebagai berikut:
Klasifikasi Derajat Berat Asma Berdasarkan Gambaran Klinis menurut PDPI (2010)
Derajat Asma Gejala Gejala Faal Paru
Malam
I. Intermitten Bulanan APE > 80%
-Gejala <1x/minggu - < 2 kali -VEP1 > 80% nilai prediksi
-Tanpa gejala diluar sebulan -APE > 80% nilai prediksi
serangan -Variabiliti APE < 20%
-Serangan singkat
II. Persisten Mingguan APE > 80%
Ringan -Gejala > 1x/minggu, - >2 kali -VEP1 > 80% nilai prediksi
tetapi <1x/hari sebulan -APE > 80% nilai terbaik
-Serangan -Variabiliti APE 20-30%
mengganggu aktivitas
dan tidur
III. Persisten Mingguan APE < 60%
Sedang -Gejala setiap hari - >1x/minggu -VEP1 60-80% nilai prediksi
-Serangan -APE 60-80% nilai terbaik
mengganggu aktivitas -Variabiliti APE
dan tidur > 30%
-Membutuhkan
bronkodilator setiap
6
hari
IV. Persisten Kontinyu APE < 60%
Berat -Gejala terus menerus - Sering -VEP1< 60% nilai prediksi
-Sering kambuh -APE < 60% nilai terbaik
Aktivitas fisik -Variabiliti APE
terbatas < 30%

D. MANIFESTASI KLINIK
Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan mengi (whezzing)
telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahui. Batuk-batuk kronis dapat merupakan
satu-satunya gejala asma dan demikian pula rasa sesak dan berat didada. Tetapi untuk melihat
tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan menjadi :
1. Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda dan gejala asma atau
keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi paru. Asma akan muncul
bila penderita terpapar faktor pencetus atau saat dilakukan tes provokasi bronchial di
laboratorium.
2. Asma tingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak ada
kelainan, tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi saluran pernafasan.
Biasanya terjadi setelah sembuh dari serangan asma.
3. Asma tingkat III
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik dan
tes fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi. Biasanya penderita merasa tidak sakit
tetapi bila pengobatan dihentikan asma akan kambuh.
4. Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah sakit yaitu dengan
keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi. Pada serangan asma ini dapat dilihat
yang berat dengan gejala-gejala yang makin banyak antara lain :
a. Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo mastoideus
b. Sianosis
c. Silent Chest
d. Gangguan kesadaran

7
e. Tampak lelah
f. Hiperinflasi thoraks dan takhikardi
5. Asma tingkat V
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis beberapa
serangan asma yang berat bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan yang lazim
dipakai. Karena pada dasarnya asma bersifat reversible maka dalam kondisi apapun
diusahakan untuk mengembalikan nafas ke kondisi normal (O'donnell, & Laveneziana,
2007).

E. PATOFISIOLOGI
Berkaitan dengan gangguan saluran pernapasan yang berupa peradangan dan
bronkokonstriksi, beberapa ahli membagi asma dalam 2 golongan besar yakni asma ekstriksi
dan asma intrinsik. Berdasarkan klasifikasi tersebut akan dijabarkan masing-masing dari
patofisiologinya.
1. Asma Ekstrinsik
Pada asma ekstrinsik alergen menimbulkan reaksi yang hebat pada mukosa bronkus
yang mengakibatkan konstriksi otot polos, hiperemia serta sekresi lendir putih yang
tebal. Mekanisme terjadinya reaksi ini telah diketahui dengan baik, tetapi sangat rumit.
Penderita yang telah disensitisasi terhadap satu bentuk alergen yang spesifik, akan
membuat antibodi terhadap alergen yang dihirup itu. Antibodi ini merupakan
imunoglobin jenis IgE. Antibodi ini melekat pada permukaan sel mast pada mukosa
bronkus. Sel mast tersebut tidak lain daripada basofil yang kita kenal pada hitung jenis
leukosit. Bila satu molekul IgE yang terdapat pada permukaan sel mast menangkap satu
molekul alergen, sel mast tersebut akan memisahkan diri dan melepaskan sejumlah
bahan yang menyebabkan konstriksi bronkus. Salah satu contoh yaitu histamin, contoh
lain ialah prostaglandin. Pada permukaan sel mast juga terdapat reseptor beta-2
adrenergik. Bila reseptor beta-2 dirangsang dengan obat anti asma Salbutamol (beta-2
mimetik), maka pelepasan histamin akan terhalang.
Pada mukosa bronkus dan darah tepi terdapat sangat banyak eosinofil. Adanya
eosinofil dalam sputum dapat dengan mudah diperlihatkan. Dulu fungsi eosinofil di
dalam sputum tidak diketahui, tetapi baru-baru ini diketahui bahwa dalam butir-butir

8
granula eosinofil terdapat enzim yang menghancurkan histamin dan prostaglandin. Jadi
eosinofil memberikan perlindungan terhadap serangan asma. Dengan demikian jelas
bahwa kadar IgE akan meninggi dalam darah tepi (Black & Hawks, 2014).
2. Asma Intrinsik
Terjadinya asma intrinsik sangat berbeda dengan asma ekstrinsik. Mungkin mula-
mula akibat kepekaan yang berlebihan (hipersensitivitas) dari serabut-serabut nervus
vagus yang akan merangsang bahan-bahan iritan di dalam bronkus dan menimbulkan
batuk dan sekresi lendir melalui satu refleks. Serabut-serabut vagus, demikian
hipersensitifnya sehingga langsung menimbulkan refleks konstriksi bronkus. Atropin
bahan yang menghambat vagus, sering dapat menolong kasus-kasus seperti ini. Selain
itu lendir yang sangat lengket akan disekresikan sehingga pada kasus-kasus berat dapat
menimbulkan sumbatan saluran napas yang hampir total, sehingga berakibat timbulnya
status asmatikus, kegagalan pernapasan dan akhirnya kematian. Rangsangan yang
paling penting untuk refleks ini ialah infeksi saluran pernapasan oleh flu (common
cold), adenovirus dan juga oleh bakteri seperti hemophilus influenzae. Polusi udara oleh
gas iritatif asal industri, asap, serta udara dingin juga berperan, dengan demikian
merokok juga sangat merugikan (Black & Hawks, 2014).

F. PATHWAYS
(Terlampir)

G. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah mencapai asma terkontrol sehingga
penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
a. Terapi Obat
Penatalaksanaan medis pada penderita asma bisa dilakukan dengan pengguaan obat-
obatan asma dengan tujuan penyakit asma dapat dikontrol dan dikendalikan. Karena belum
terlalu lama ini, yakni baru sejak pertengahan tahun 1990-an mulai mengental keyakinan di
kalangan kedokteran bahwa asma yang tidak terkendali dalam jangka panjang bisa menyebabkan
kerusakan pada saluran pernapasan dan paru-paru.
9
Cara menangani asma yang reaktif, yakni hanya pada saat datangnya serangan sudah
ketinggalan zaman. Hasil penelitian medis menunjukkan bahwa para penderita asma yang
terutama menggantungkan diri pada obat-obatan pelega (reliever/bronkodilator) secara umum
memiliki kondisi yang buruk dibandingkan penderita asma umumnya. Selanjutnya prosentase
keharusan kunjungan ke unit gawat daruat (UGD), keharusan mengalami rawat inap, dan risiko
kematiannya karena asma juga lebih tinggi.
Hal ini membuktikan bahwa pasa asma ekstrinsik, penyebab asma yang mereka derita
adalah karena peradangan (inflamasi), dan bukan karena bronkokonstriksi. Dengan demikian,
dokter masa kini menggunakan obat peradangan sebagai senjata utama, sedang obat-obatan
pelega sebagai pendukung. Keyakinan ini sangat disokong oleh penemuan obat-obatan pencegah
peradangan saluran pernapasan, yang aman untuk digunakan dalam jangka panjang.
b. Alat-alat hirup
Alat hirup dosis terukur atau Metered Dose Inhaler (MDI) disebut juga inhaler atau
puffer adalah alat yang paling banyak digunakan untuk menghantar obat-obatan ke saluran
pernapasan atau paru-paru pemakainnya. Alat ini menyandang sebutan dosis terukur (metered-
dose) karena memang menghantar suatu jumlah obat yang konsisten/terukur dengan setiap
semprotan.
Sebagai hasil teknologi mutakhir, alat hirup dosis terukur kini bisa digunakan oleh segala
tingkatan usia, mulai dari balita hingga lansia. Alat hirup dosis terukur memuat obat-obatan dan
cairan tekan (pressurized liquid), biasanya chlorofluorocerbous/CFC, yang mengembang
menjadi gas ketika melewati moncongnya. Cairan yang sebutan populernya adalah propelan
tersebut memecah obat-obatan yang dikandung menjadi butiran-butiran atau kabut halus, dan
mendorongnya keluar dari moncong masuk ke saluran pernapasan atau paru-paru pemakainya.
c. Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asthma
sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat
secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.
d. Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada
lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk
pemasukan cairan yang cukup bagi klien.

10
e. Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat
dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada (Anonim, 2011).

H. FOKUS PENGKAJIAN KEPERAWATAN


a. Pengkajian
1. Biodata
2. Keluhan Utama
Pasien mengatakan sesak nafas atau dispnea, batuk, dan mengi/wheesing/napas
berbunyi
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
b. Riwayat alergi dan riwayat penyakit saluran napas bagian bawah (rhinitis,
urtikaria, dan eksim)
c. Riwayat kesehatan masa lalu
Biasanya pasien mempunyai riwayat alergi seperti debu serta cuaca dingin.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Ada anggota keluarga yang menderita asma
e. Riwayat psikososial
f. Kondisi rumah
Tinggal di daerah dengan tingkat polusi tinggi
g. Terpapar dengan asap rokok
b. Pengkajian Primer
1. Airway
Adanya sumbatan pada jalan nafas oleh adanya penumpukan sekret akibat
kelemahan refleks batuk, jika ada obstruksi, maka lakukan tekhnik chin lift/jaw
trust, suction, guedel airway, intubasi trakea.
2. Breathing
Kelemahan menelan/batuk/melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang
sulit dan/atau tidak teratur, suara nafas terdengar ronkhi/aspirasi, whezing, sonor,
stridor/ngorok, ekspans dinding dada.

11
3. Circulation
TD dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi,
kulit dan membran mukosa pucat, dinging, sianosis tahap lajut.
4. Disability
Menilai kesadaran dengan cepat, apakah sadar, hanya respon terhadap nyeri,
atau sama sekali tidak merespon.
5. Exposure
Menilai adanya cidera yang mungkin ada pada tubuh, dengan cara melepas
pakaian pasien.
c. Pemeriksaan fisik
a. Sistem Pernapasan / Respirasi
Sesak, batuk produktif, tachypnea, orthopnea, barrel chest, penggunaan otot
aksesori pernapasan, Peningkatan PCO2 dan penurunan O2,sianosis, perkusi
hipersonor, pada auskultasi terdengar wheezing, ronchi basah sedang, ronchi
kering musikal.
b. Sistem kardiovaskuler
Diaporesis, tachicardia, dan kelelahan.
c. Sistem Persyarafan atau neurologi
Pada serangan yang berat dapat terjadi gangguan kesadaran
d. Sistem perkemihan
Produksi urin dapat menurun jika intake minum yang kurang akibat sesak nafas.
e. Sistem Pencernaan atau Gastrointestinal
Terdapat nyeri tekan pada abdomen, tidak toleransi terhadap makan dan minum,
mukosa mulut kering.
f. Sistem integument
Berkeringat akibat usaha pernapasan klien terhadap sesak nafas.

12
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa yang dapat ditegakkan yaitu:
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
(bronkospasme), penumpukan sekret, sekret kental.
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
(bronkospasme).
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
(bronkuspasme).
4. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuat imunitas.

13
J. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan NOC NIC


Ketidakefektifan Bersihan Status Pernapasan Manajemen Jalan Nafas
Jalan Nafas Posisikan pasien untuk
:Ventilasi
berhubungan dengan memaksimalkan ventilasi
Obstruksi jalan Frekuensi pernafasan
Buang sekret dengan
nafas : spasme jalan nafas,
normal memotivasi pasien untuk
sekresi
tertahan, banyaknya mukus, Irama Pernapasan melakukan batuk atau suction
sekresi Motivasi pasien untuk
normal
bronkus, adanya eksudat di bernafas pelan, dalam,
alveolus, Kedalaman inspirasi berputar, dan batuk
adanya benda asing di jalan Gunakan tekhnik yang
normal
nafas.
menyenangkan untuk
Tidak ada
memotivasi bernafas dalam
penggunaan otot kepada anak-anak
DO:
Penurunan suara nafas bantu nafas Auskultasi suara nafas, catat
Sianosis Tidak ada suara adanya suara tambahan
Lakukan fisioterapi dada jika
Kelainan suara nafas nafas tambahan perlu
(rales, wheezing) Tidak ada retraksi
Kesulitan berbicara dinding dada Monitor Pernafasan
Monitor kecepatan irama
Batuk, tidak efektif atau Tidak ada akumulasi
kedalaman, dan kesulitan
tidak ada sputum bernafas
Produksi sputum yang Batuk tidak ada Monitor suara nafas tambahan
Monitor pola nafas
berlebihan
Monitor saturasi O2
Gelisah Monitor kemampuan batuk
Perubahan frekuensi dan efektif
Monitor sekresi pernapasan
irama nafas
Monitor keluhan sesak nafas
Perubahan pola nafas Berikan bantuan terapi nafas
Mata terbuka lebar jika diperlukan (misal:
nebulizer, pemberian O2)
Berikan bantuan resusitasi
jika diperlukan

14
Diagnosa Keperawatan NOC NIC
Ketidakefektifan Pola Nafas Status Pernapasan Manajemen Jalan Nafas
Defenisi:Ketidakmampuan Posisikan pasien untuk
Frekuensi pernafasan
proses memaksimalkan ventilasi
sistem normal
Kelola pemberian
pernafasan:inspirasi/ekspirasi
Irama Pernapasan bronkodilator sebagaimana
untuk
memberikan ventilasi yang normal mestinya
adekuat. Motivasi pasien untuk
Kedalaman inspirasi
berhubungan dengan bernafas pelan, dalam,
Kelelahan otot pernafasan normal berputar, dan batuk
Tidak ada penggunaan Gunakan tekhnik yang
DO: menyenangkan untuk
Fase ekspirasi memanjang otot bantu nafas
memotivasi bernafas dalam
Bradipnea Auskultasi suara afas kepada anak-anak
Dispnea
normal Auskultasi suara nafas, catat
Orthopnea
Tidak ada retraksi adanya suara tambahan
Pernafasan pursed-lip
(pernapasan bibir) dinding dada Monitor Pernafasan
Perubahan ekskursi dada
Saturasi O2 normal Monitor kecepatan irama
Penurunan kapasitas vital
kedalaman, dan kesulitan
Kelainan suara nafas
bernafas
(rales, wheezing)
Monitor suara nafas
Penafasan cuping hidung
tambahan
Penggunaan otot bantu
Monitor pola nafas
pernafasan
Monitor saturasi O2
Pola nafas abnormal
Monitor kemampuan batuk
efektif
Monitor sekresi pernapasan
Monitor keluhan sesak nafas
Berikan bantuan terapi nafas
jika diperlukan (misal:
nebulizer, pemberian O2)
Berikan bantuan resusitasi
jika diperlukan

.Manajemen Asma
Monitor reaksi asma
Identifikasi pemicu yang
diketahui dan reaksi yang
biasa terjadi
Bantu untuk mengenal tanda
dan gejala sebelum terjadi
reaksi asma dan
implementasi dari respon
tindakan yang tepat

15
Catat kapan terjadinya,
karakteristik, dan durasi dari
batuk
Amati pergerakan dada
Berikan pengobatan yang
tepat
Tawarkan minuman hangat
untuk diminum dengan tepat
Ajarkan teknik relaksasi

Terapi Oksigen
Bersihkan mulut, hidung,
dan sekresi trakea yang tepat
Pertahankan kepatenan jalan
nafas
Siapkan peralatan oksigen,
dan berikan melalu sistem
humidifier
Berikan oksigen
Monitor aliran oksigen
Monitor posisi perangkat
pemberian oksigen
Monitor efektifitas terapi
oksigen
Pastikan penggantian
masker O2 atau canul nassal
setiap kali perangkat diganti
Amati tanda-tanda
hipoventilasi
Pantau adanya tanda-tanda
keracunan O2
Sediakan O2 ketika pasien
dibawa atau di pindahkan

16
Diagnosa Keperawatan NOC NIC
Gangguan Pertukaran Gas Status Pernapasan Manajemen Jalan Nafas
Defenisi:Ketidakmampuan Posisikan pasien untuk
Frekuensi pernafasan
proses memaksimalkan ventilasi
sistem normal
Kelola pemberian
pernafasan:inspirasi/ekspirasi
Irama Pernapasan bronkodilator sebagaimana
untuk
memberikan ventilasi yang normal mestinya
adekuat. Motivasi pasien untuk
Kedalaman inspirasi
berhubungan dengan bernafas pelan, dalam,
Kelelahan otot pernafasan normal berputar, dan batuk
Tidak ada penggunaan Gunakan tekhnik yang
DO: menyenangkan untuk
Fase ekspirasi memanjang otot bantu nafas
memotivasi bernafas dalam
Bradipnea Auskultasi suara afas kepada anak-anak
Dispnea
normal Auskultasi suara nafas, catat
Orthopnea
Tidak ada retraksi adanya suara tambahan
Pernafasan pursed-lip
(pernapasan bibir) dinding dada Monitor Pernafasan
Perubahan ekskursi dada
Saturasi O2 normal Monitor kecepatan irama
Penurunan kapasitas vital
kedalaman, dan kesulitan
Kelainan suara nafas
bernafas
(rales, wheezing)
Monitor suara nafas
Penafasan cuping hidung
tambahan
Penggunaan otot bantu
Monitor pola nafas
pernafasan
Monitor saturasi O2
Pola nafas abnormal
Monitor kemampuan batuk
efektif
Monitor sekresi pernapasan
Monitor keluhan sesak nafas
Berikan bantuan terapi nafas
jika diperlukan (misal:
nebulizer, pemberian O2)
Berikan bantuan resusitasi
jika diperlukan

.Manajemen Asma
Monitor reaksi asma
Identifikasi pemicu yang
diketahui dan reaksi yang
biasa terjadi
Bantu untuk mengenal tanda
dan gejala sebelum terjadi
reaksi asma dan
implementasi dari respon
tindakan yang tepat

17
Catat kapan terjadinya,
karakteristik, dan durasi dari
batuk
Amati pergerakan dada
Berikan pengobatan yang
tepat
Tawarkan minuman hangat
untuk diminum dengan tepat
Ajarkan teknik relaksasi

Terapi Oksigen
Bersihkan mulut, hidung,
dan sekresi trakea yang tepat
Pertahankan kepatenan jalan
nafas
Siapkan peralatan oksigen,
dan berikan melalu sistem
humidifier
Berikan oksigen
Monitor aliran oksigen
Monitor posisi perangkat
pemberian oksigen
Monitor efektifitas terapi
oksigen
Pastikan penggantian
masker O2 atau canul nassal
setiap kali perangkat diganti
Amati tanda-tanda
hipoventilasi
Pantau adanya tanda-tanda
keracunan O2
Sediakan O2 ketika pasien
dibawa atau di pindahkan

18
Diagnosa Keperawatan NOC NIC
Resiko Infeksi berhubungan Status imun Kontrol Infeksi
dengan tidak adekuat Bersihkan lingkungan setelah
Pengetahuan :
imunitas. dipakai
Kontrol infeksi
Pertahankan teknik isolasi
Defenisi: Peningkatan resiko
Kontrol resiko Batasi pengunjung bila perlu
masuknya organisme patogen
Instruksikan kepada
pengunjung untuk mencuci
Kriteria Hasil :
tangan
Klien bebas tanda dan
gejala infeksi Proteksi terhadap Infeksi
Monitor tanda dan gejala
Menunjukkan
infeksi sistemik dan lokal
kemampuan untuk Monitor kerentanan terhadap
mencegah timbulnya infeksi
infeksi Pertahankan teknik asepsis
pada pasien
Jumlah leukosit dbn Dorong pemasukan nutrisi
yang cukup
Pantau pemasukan cairan
Kolaborasi dalam pemberian
antibiotik

19
BAB III

LAPORAN KASUS

A. Pengkajian
1) Biodata
Nama Pasien : Tn.M
Umur : 45 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Status : Kawin
Alamat : Tanjung Gadang, Sijunjung
Diagnosa Medis : Ashma Bronkial
Tanggal Pengkajian : 2 Maret 2018

2) Keluhan Utama
Pasien masuk IGD rumah sakit pada tanggal 1 Maret 2018 jam 11.00 wib dengan
keluhan sesak nafas terus menerus atau dispnea, batuk, dan mengi/wheesing/napas
berbunyi.
3) Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
Keluarga mengatakan pasien sudah sering bolak-balik rumah sakit dengan keluha
yang sama. Pasien telah menderita ashma sejak berumur 5 tahun.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengeluh sesak nafas sejak tadi malam, batuk disertai sekret yang sulit
dikeluarkan. Selama tiga minggu terakhir, klien sudah tiga kali mengalami serangan
asma. Bila ada serangan, klien terbiasa minum amoxilin 500 mg dan salbutamol.
Keluarga sudah ingin membawa pasien ke rumah sakit sejak malam sebelumnya,
namun klien menolak dan memilih minum obat terlebih dahulu. Namun, sesak
dirasakan semakin parah.

20
c. Riwayat kesehatan keluarga
Kakek klien juga menderita asma, dan meninggal karena serangan asma yang
terlambat ditangani
d. Kondisi rumah
Klien tinggal di rumah yang berada di tepi jalan lintas sumatera yang banyak dilalui
kendaraan, terutama mobil berukuran besar.
e. Terpapar dengan asap rokok
Klien dulu adalah seorang perokok, namun sudah berhenti sejak 5 tahun yang lalu.
Namun, teman-teman klien merokok didekat klien.

B. Pengkajian Primer
1) Airway
Batuk tiak produktif, sekret kental lengket sulit dikeluarkan, wheeing, suara dasar
brobnkial expirasi diperpanjang, ronkhi basah area paru.
2) Breathing
Sesak napas, RR 36x/ menit, tarikan nafas dangkal dan cepat, irama teratur, mengi,
inspirasi memendek, ekspirasi memanjang, tarikan otot intercosta, nafas cuping
hidung.
3) Circulation
Tekanan darah 90/50 mmHg, nadi 112x/ menit, suhu 37°C, akral dingin, sianosis.
4) Disability
Penurunan kesadaran, pasien berespon saat dipanggil namanya.
5) Exposure
Tidak ada cedera pada dada,abdomen, serta bagian tubih lainnya.

C. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
Bentuk mesochepal, rambut hitam lurus,sedikit uban, tidak mudah tercabut
2) Mata
Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

21
3) Hidung
Terdapat sekret bewarna bening, pernapasan cuping hidung (+)
4) Telinga
Ada serumen sedikit, pendengaran normal, tidak ada pengeluaran cairan dari lubang
telinga
5) Mulut
Mukosa bibir agak kering, gigi bersih, bibir sianosis
6) Leher
Tidak ada pembesaran kelenjer getah bening dan tiroid
7) Paru-paru
I = Bentuk simetris, gerakan dada simetris, tarikan otot intercosta (+)
Pa= Fremitus kiri=kanan
Pe= Sonor seluruh lapag paru
Au= Ronchi basah dan whezing seluruh lapang paru, suara dasar bronkial expirasi di
perpanjang
8) Jantung
I = Ictus cordis tidak tampak
Pa= Ictus cordis teraba di SIC V, 2 cm mid LMCS
Pe= Pekak
Au= Bj S1-S2 murni
9) Abdomen
I = Datar, tidak ada bekas luka operasi
Au= Bising usus (+), 32x/ menit
Pa = Hepar dan lien tidak teraba
Pe = Timpani
10) Genitalia
Tidak dilakukan pemeriksaan
11) Ekstremitas
Atas : Akral dingin, sianosis, edema (-)
Bawah : Akral dingin, edema (-), varises (-)

22
D. Pemerikasaan Penunjang
1) Laboratorium
No Tanggal Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Laboratorium
1. 1 Maret 2018 Hb 14,7 g/dl 11-14 g/dl
Lekosit 14.000/mm³ 5000-10.000/mm³
Eritrosit 4,28 juta/mm³ 4,0-4,5/mm³
Ht 42% 37-43%
Trombosit 143.000/mm³ 150-400/mm³
GDS 99 mg/dl 70-110 mg/dl
2. 2 Maret 2018 pH 7,5 7,35 -7,45
Analisa Gas PaO2 72 mmHg 80 – 100 mmHg
Darah
PaCO2 37 mmHg 35-45 mmHg

E. Data Fokus

No Analisa Data Diagnosa Keperawatan


1 DS : Ketidakefektifan bersihan
DO : jalan nafas b.d
- Sesak nafas, nafas dangkal dan cepat Bronkospasme, sekret yang
- Tarikan otot intercosta kental
- Klien terpasang O2 5 L/m
- Whezing di bronkus dan area paru
- Batuk tidak produktif, sekret sulit
keluar
- RR = 36x/ menit
2 DS : Gangguan pertukaran gas
DO : b.d hiperinflasi alveoli,
- Ronchi basah kedua basal paru perubahan ventilasi-perfusi
- Sesak nafas, nafas dangkal dan cepat
- Dyspneu dengan ekspirasi yang lama,
inspirasi pendek
- RR = 36x/ menit
- Sat = 95 %

3 DS : Keluarga mengatakan klien alergi Resiko Infeksi


terhadap debu dan suhu dingin berhubungan dengan tidak
DO : adekuat imunitas.
- TD = 100/60 mmHg
- Nadi = 100x/menit
- Suhu = 36,8oC

23
- Leukosit = 14.000/mm³

F. Diagnosa Nanda, NOC, NIC

Diagnosa Keperawatan NOC NIC


Ketidakefektifan Bersihan Status Pernapasan Manajemen Jalan Nafas
Jalan Nafas Posisikan pasien untuk
:Ventilasi
berhubungan dengan memaksimalkan ventilasi
Obstruksi jalan Frekuensi pernafasan
Buang sekret dengan
nafas : spasme jalan nafas,
normal memotivasi pasien untuk
sekresi
tertahan, banyaknya mukus, Irama Pernapasan melakukan batuk atau suction
sekresi Motivasi pasien untuk
normal
bronkus, adanya eksudat di bernafas pelan, dalam,
alveolus, Kedalaman inspirasi berputar, dan batuk
adanya benda asing di jalan Gunakan tekhnik yang
normal
nafas.
menyenangkan untuk
Tidak ada
memotivasi bernafas dalam
penggunaan otot kepada anak-anak
DS :
DO : bantu nafas Auskultasi suara nafas, catat
- Sesak nafas, nafas dangkal adanya suara tambahan
Tidak ada suara
dan cepat Lakukan fisioterapi dada jika
- Tarikan otot intercosta nafas tambahan perlu
- Klien terpasang O2 5 L/m
Tidak ada retraksi
- Whezing di bronkus dan
area paru dinding dada Monitor Pernafasan
- Batuk tidak produktif, Monitor kecepatan irama
Tidak ada akumulasi
sekret sulit keluar kedalaman, dan kesulitan
RR = 36x/ menit sputum bernafas
Batuk tidak ada Monitor suara nafas tambahan
Monitor pola nafas
Monitor saturasi O2
Monitor kemampuan batuk
efektif
Monitor sekresi pernapasan
Monitor keluhan sesak nafas
Berikan bantuan terapi nafas
jika diperlukan (misal:
nebulizer, pemberian O2)
Berikan bantuan resusitasi
jika diperlukan

24
Diagnosa Keperawatan NOC NIC
Gangguan Pertukaran Gas Status Pernapasan Manajemen Jalan Nafas
Defenisi:Ketidakmampuan Posisikan pasien untuk memaksimalkan
Frekuensi pernafasan
proses ventilasi
sistem normal
Kelola pemberian bronkodilator sebagaimana
pernafasan:inspirasi/ekspirasi
Irama Pernapasan mestinya
untuk
memberikan ventilasi yang normal Motivasi pasien untuk bernafas pelan, dalam,
adekuat. berputar, dan batuk
Kedalaman inspirasi
berhubungan dengan Gunakan tekhnik yang menyenangkan untuk
Kelelahan otot pernafasan normal memotivasi bernafas dalam kepada anak-anak
Tidak ada penggunaan Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
DS : tambahan
DO : otot bantu nafas
- Ronchi basah kedua basal Auskultasi suara afas
paru Monitor Pernafasan
- Sesak nafas, nafas dangkal normal Monitor kecepatan irama kedalaman, dan
dan cepat Tidak ada retraksi kesulitan bernafas
- Dyspneu dengan ekspirasi Monitor suara nafas tambahan
yang lama, inspirasi dinding dada Monitor pola nafas
pendek Saturasi O2 normal Monitor saturasi O2
- RR = 36x/ menit
Monitor kemampuan batuk efektif
- Sat = 95 %
Monitor sekresi pernapasan
Monitor keluhan sesak nafas
Berikan bantuan terapi nafas jika diperlukan
(misal: nebulizer, pemberian O2)
Berikan bantuan resusitasi jika diperlukan

.Manajemen Asma
Monitor reaksi asma
Identifikasi pemicu yang diketahui dan reaksi
yang biasa terjadi
Bantu untuk mengenal tanda dan gejala
sebelum terjadi reaksi asma dan implementasi
dari respon tindakan yang tepat
Catat kapan terjadinya, karakteristik, dan
durasi dari batuk
Amati pergerakan dada
Berikan pengobatan yang tepat
Tawarkan minuman hangat untuk diminum
dengan tepat
Ajarkan teknik relaksasi

Terapi Oksigen
Bersihkan mulut, hidung, dan sekresi trakea
yang tepat
Pertahankan kepatenan jalan nafas
Siapkan peralatan oksigen, dan berikan melalu
sistem humidifier
Berikan oksigen

25
Monitor aliran oksigen
Monitor posisi perangkat pemberian oksigen
Monitor efektifitas terapi oksigen
Pastikan penggantian masker O2 atau canul
nassal setiap kali perangkat diganti
Amati tanda-tanda hipoventilasi
Pantau adanya tanda-tanda keracunan O2
Sediakan O2 ketika pasien dibawa atau di
pindahkan

26
Diagnosa Keperawatan NOC NIC
Resiko Infeksi berhubungan Status imun Kontrol Infeksi
dengan tidak adekuat Bersihkan lingkungan setelah dipakai
Pengetahuan : Kontrol infeksi
imunitas. Pertahankan teknik isolasi
Kontrol resiko
Batasi pengunjung bila perlu
DS : Keluarga mengatakan
klien alergi terhadap debu dan Instruksikan kepada pengunjung
suhu dingin Kriteria Hasil : untuk mencuci tangan
DO :
Klien bebas tanda dan gejala
- TD = 100/60 mmHg Proteksi terhadap Infeksi
- Nadi = 100x/menit infeksi Monitor tanda dan gejala infeksi
- Suhu = 36,8oC sistemik dan lokal
Menunjukkan kemampuan
Leukosit = 14.000/mm³
Monitor kerentanan terhadap infeksi
untuk mencegah timbulnya
Pertahankan teknik asepsis pada
infeksi pasien
Jumlah leukosit dbn Dorong pemasukan nutrisi yang
cukup
Pantau pemasukan cairan
Kolaborasi dalam pemberian
antibiotik

27

Anda mungkin juga menyukai