Metodologi Pengembangan Masyarakat
Metodologi Pengembangan Masyarakat
“If you have come to help me you can go home again. But if you see my struggle as part of your own
survival then perhaps we can work together“
PENDAHULUAN
Pengembangan Masyarakat (PM)3 memiliki sejarah panjang dalam praktek pekerjaan sosial (Payne,
1995; Suharto, 1997). Sebagai sebuah metode pekerjaan sosial, PM memungkinkan pemberi dan
penerima pelayanan terlibat dalam proses perencanaan, pengawasan dan evaluasi. PM meliputi
berbagai pelayanan sosial yang berbasis masyarakat mulai dari pelayanan preventif untuk anak-anak
sampai pelayanan kuratif dan pengembangan untuk keluarga yang berpendapatan rendah.
Meskipun PM memiliki peran penting dalam pekerjaan sosial, PM belum sepenuhnya menjadi ciri
khas praktek pekerjaan sosial. PM masih menjadi bagian dari kegiatan profesi lain, seperti perencana
kota dan pengembang perumahan. PM juga masih sering dilakukan oleh para voluntir dan aktivis
pembangunan yang tidak dibayar. Telah terjadi perdebatan panjang mengenai apakah PM dapat dan
harus didefinisikan sebagai kegiatan profesional. Yang jelas, PM memiliki tempat khusus dalam
khazanah pendekatan pekerjaan sosial, meskipun belum dapat dikategorikan secara tegas sebagai
satu-satunya metode milik pekerjaan sosial (Mayo, 1998).
PM memiliki fokus terhadap upaya menolong anggota masyarakat yang memiliki kesamaan minat
untuk bekerja sama, mengidentifikasi kebutuhan bersama dan kemudian melakukan kegiatan
bersama untuk memenuhi kebutuhan tersebut. PM seringkali diimplementasikan dalam bentuk (a)
proyek-proyek pembangunan yang memungkinkan anggota masyarakat memperoleh dukungan
dalam memenuhi kebutuhannya atau melalui (b) kampanye dan aksi sosial yang memungkinkan
kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat dipenuhi oleh pihak-pihak lain yang bertanggungjawab (Payne,
1995:165).
PM (community development) terdiri dari dua konsep, yaitu “pengembangan” dan “masyarakat”.
Secara singkat, pengembangan atau pembangunan merupakan usaha bersama dan terencana untuk
meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Bidang-bidang pembangunan biasanya meliputi beberapa
sektor, yaitu ekonomi, pendidikan, kesehatan dan sosial-budaya. Masyarakat dapat diartikan dalam
dua konsep, yaitu (Mayo, 1998:162):
· Masyarakat sebagai sebuah “tempat bersama”, yakni sebuah wilayah geografi yang sama. Sebagai
contoh, sebuah rukun tetangga, perumahan di daerah perkotaan atau sebuah kampung di wilayah
pedesaan.
PM yang berbasis masyarakat seringkali diartikan dengan pelayanan sosial gratis dan swadaya yang
biasanya muncul sebagai respon terhadap melebarnya kesenjangan antara menurunnya jumlah
pemberi pelayanan dengan meningkatnya jumlah orang yang membutuhkan pelayanan. PM juga
umumnya diartikan sebagai pelayanan yang menggunakan pendekatan-pendekatan yang lebih
bernuansa pemberdayaan (empowerment) yang memperhatikan keragaman pengguna dan pemberi
pelayanan.
Dengan demikian, PM dapat didefinisikan sebagai metoda yang memungkinkan orang dapat
meningkatkan kualitas hidupnya serta mampu memperbesar pengaruhnya terhadap proses-proses
yang mempengaruhi kehidupannya (AMA, 1993). Menurut Twelvetrees (1991:1) PM adalah “the
process of assisting ordinary people to improve their own communities by undertaking collective
actions.” Secara khusus PM berkenaan dengan upaya pemenuhan kebutuhan orang-orang yang
tidak beruntung atau tertindas, baik yang disebabkan oleh kemiskinan maupun oleh diskriminasi
berdasarkan kelas sosial, suku, jender, jenis kelamin, usia, dan kecacatan.
Secara teoretis, PM dapat dikatakan sebagai sebuah pendekatan pekerjaan sosial yang
dikembangkan dari dua perspektif yang berlawanan, yakni aliran kiri (sosialis-Marxis) dan kanan
(kapitalis-demokratis) dalam spektrum politik. Dewasa ini, terutama dalam konteks menguatnya
sistem ekonomi pasar bebas dan “swastanisasi” kesejahteraan sosial, PM semakin menekankan
pentingnya swadaya dan keterlibatan informal dalam mendukung strategi penanganan kemiskinan
dan penindasan, maupun dalam memfasilitasi partisipasi dan pemberdayaan masyarakat.
Secara garis besar, Twelvetrees (1991) membagi perspektif PM ke dalam dua bingkai, yakni
pendekatan “profesional” dan pendekatan “radikal”. Pendekatan profesional menunjuk pada upaya
untuk meningkatkan kemandirian dan memperbaiki sistem pemberian pelayanan dalam kerangka
relasi-relasi sosial. Sementara itu, berpijak pada teori struktural neo-Marxis, feminisme dan analisis
anti-rasis, pendekatan radikal lebih terfokus pada upaya mengubah ketidakseimbangan relasi-relasi
sosial yang ada melalui pemberdayaan kelompok-kelompok lemah, mencari sebab-sebab kelemahan
mereka, serta menganalisis sumber-sumber ketertindasannya.
Sebagaimana diungkapkan oleh Payne (1995:166), “This is the type of approach which supports
minority ethnic communities, for example, in drawing attention to inequalities in service provision and
in power which lie behind severe deprivation.” Seperti digambarkan oleh Tabel 1, dua pendekatan
tersebut dapat dipecah lagi kedalam beberapa perspektif sesuai dengan beragam jenis dan tingkat
praktek PM. Sebagai contoh, pendekatan profesional dapat diberi label sebagai perspektif (yang)
tradisional, netral dan teknikal. Sedangkan pendekatan radikal dapat diberi label sebagai perspektif
transformasional (Dominelli, 1990; Mayo, 1998).
Berdasarkan perspektif di atas, PM dapat diklasifikasikan kedalam enam model sesuai dengan gugus
profesional dan radikal (Dominelli, 1990: Mayo, 1998). Keenam model tersebut meliputi: Perawatan
Masyarakat, Pengorganisasian Masyarakat dan Pembangunan Masyarakat pada gugus profesional;
dan Aksi Masyarakat Berdasarkan Kelas Sosial, Aksi Masyarakat Berdasarkan Jender dan Aksi
Masyarakat Berdasarkan Ras (Warna Kulit) pada gugus radikal
(Tabel 2).
1. Perawatan Masyarakat merupakan kegiatan volunter yang biasanya dilakukan oleh warga kelas
menengah yang tidak dibayar. Tujuan utamanya adalah untuk mengurangi kesenjangan legalitas
pemberian pelayanan.
2. Pengorganisasian Masyarakat memiliki fokus pada perbaikan koordinasi antara berbagai lembaga
kesejahteraan sosial.
6. Aksi Masyarakat Berdasarkan Ras (Warna Kulit) merupakan usaha untuk memperjuangkan
kesamaan kesempatan dan menghilangkan diskriminasi rasial.
PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN DALAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT
Model-model PM perlu dibangun berdasarkan perspektif alternatif (baik profesional maupun radikal)
yang secara kritis mampu memberikan landasan teoritis dan pragmatis bagi praktek pekerjaan sosial.
Apapun perspektif dan model yang digunakan, pekerja sosial perlu meningkatkan perangkat
pengetahuan, teknik dan keterampilan profesionalnya yang saling melengkapi. Secara umum,
beberapa bidang yang harus dikuasai adalah:
The socio-economic and political backgrounds of the areas in which they are to work, including
knowledge and understanding of political structures, and of relevant organisations and resources in
the statutory, voluntary and community sectors. And they need to have knowledge and understanding
of equal opportunities policies and practice, so that they can apply these effectively in every aspect of
their work.
Pelaksanaan PM dapat dilakukan melalui penetapan sebuah program atau proyek pembangunan.
Secara garis besar, perencanannya dapat dilakukan dengan mengikuti 6 langkah perencanaan.
2. Penetapan program. Setelah masalah dapat diidentifikasi dan disepakati sebagai prioritas yang
perlu segera ditangani, maka dirumuskanlah program penanganan masalah tersebut.
3. Perumusan tujuan. Agar program dapat dilaksanakan dengan baik dan keberhasilannya dapat
diukur perlu dirumuskan apa tujuan dari program yang telah ditetapkan. Tujuan yang baik
memiliki karakteristik jelas dan spesifik sehingga tercermin bagaimana cara mencapai tujuan
tersebut sesuai dengan dana, waktu dan tenaga yang tersedia.
4. Penentuan kelompok sasaran. Kelompok sasaran adalah sejumlah orang yang akan ditingkatkan
kualitas hidupnya melalui program yang telah ditetapkan.
5. Identifikasi sumber dan tenaga pelaksana. Sumber adalah segala sesuatu yang dapat digunakan
untuk menunjang program kegiatan, termasuk didalamnya adalah sarana, sumber dana, dan
sumber daya manusia.
6. Penentuan strategi dan jadwal kegiatan. Strategi adalah cara atau metoda yang dapat digunakan
dalam melaksanakan program kegiatan.
7. Monitoring dan evaluasi. Monitoring dan evaluasi dilakukan untuk memantau proses dan hasil
pelaksanaan program. Apakah program dapat dilaksanakan sesuai dengan strategi dan jadwal
kegiatan? Apakah program sudah mencapai hasil sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan?
suatu kegiatanindikator keberhasilan.
PENUTUP
Sejalan dengan menguatnya sistem ekonomi pasar bebas dan swastanisasi kesejahteraan sosial, PM
memiliki tantangan yang lebih besar daripada waktu-waktu sebelumnya. Pekerja sosial harus mampu
memobilisasi masyarakat dalam mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhannya, dan kemudian
berkerjasama untuk memenuhinya. Pekerja sosial juga perlu mampu mengurangi kesenjangan dalam
pemberian pelayanan, penghapusan diskriminasi dan ketelantaran melalui strategi-strategi
pemberdayaan masyarakat. Fragmentasi dan konflik antar masyarakat yang cederung meningkat
dewasa ini semakin menuntut pekerja sosial untuk lebih meningkatkan kemampuan profesionalnya,
khususnya dalam bidang pendekatan-pendekatan kritis dan alternatif.
Tanpa perubahan-perubahan dalam konteks yang lebih luas, seperti perubahan dalam kebijakan
sosial dan sistem pemberian pelayanan sosial, PM akan menjadi metoda yang kurang effektif. PM
hanya akan menjadi sebatas jargon, bukan sebagai pendekatan pekerjaan sosial. Model-model
alternatif yang memadukan sisi-sisi positif pendekatan profesional dan radikal dapat dikembangkan
sebagai strategi PM yang bersifat holistik, preventif, dan anti-diskriminatif yang dibingkai oleh
semangat partisipatif dan pemberdayaan.
CATATAN
1. Makalah disajikan pada Pelatihan TKSM di Pusdiklat TKSM, Jl. Dewi Sartika No.200 Jakarta,
Sabtu 10 Agustus 2002.
2. Penulis adalah staf pengajar STKS dan UNPAS Bandung. Setelah menamatkan Sarjana
Pekerjaan Sosial di STKS Bandung tahun 1990, penulis melanjutkan studi S2 di Asian Institute of
Technology (AIT) Bangkok dan memperoleh MSc dalam bidang Development Planning pada
tahun 1994. Pada tahun 2002 belum lama ini, penulis baru saja kembali dari New Zealand
setelah memperoleh PhD dalam bidang Development Studies dari Massey University. Area of
interest-nya antara lain: Poverty, The Urban Informal Sector, Community Development, Social
Work Research, Social Planning dan Social Policy.
3. Dalam makalah ini, Pengembangan Masyarakat sepadan dengan istilah Community Development
dan/atau Community Work dalam literatur pekerjaan sosial.
ASSIGNMENTS
· Suicide
· Analisis masalah
· Pembuatan program
DAFTAR PUSTAKA
AMA (1993), Local Authorities and Community Development: A Strategic Opportunity for the 1990s,
London: Association of Metropolitan Authorities
Mayo, M. (1994), “Community Work”, dalam Hanvey and Philpot (eds), Practising Social Work,
London: Routhledge.
--------, (1998), “Community Work”, dalam Adams, Dominelli dan Payne (eds), Social Work: Themes,
Issues and Critical Debates, London: McMillan.
Suharto, Edi (1997), Pembangunan, Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial: Spektrum Pemikiran,
Bandung: Lembaga Studi Pembangunan STKS (LSP-STKS).
PEMBAHASAN
21. Partisipasi
Pembangunan masyarakat harus selalu melihat partisipasi masksimal, dengan tujuan setiap
orang dalam komunitas dapat secara aktif berperan dalam kegiatan masyarakat. Prinsip
partisipasi yakni bertujuan mendorong tumbuhnya perubahan sikap dan perilaku masyarakat
yang kondusif untuk kemajuan, meningkatkan kualitas partisipatif masyarakat dari sekedar
mendukung, menghadiri, menjadi konstributor kegiatan dakwah dan menyegarkan dan
meningkatkan efektifitas fungsi dan peran pemimpin lokal. Dalam hubungan sosial
masyarakat, faktor yang esensi dari pengembangan masyarakat adalah penumbuhan
demokrasi partisipatif dari segenap masyarakat padahal untuk menumbuhkan demokrasi
tersebut mempersyaratkan adanya desentralisasi dan pemerataan kekuasaan, persatuan yang
dapat mendukung keanekaragaman intern di dalam masyarakat, partisipasi dalam pertemuan
dan diskusi untuk menghasilkan konsesus yang sebenarnya, serta hak untuk menjadi salah
satu bagian mempengaruhi arah kehidupan sosial di dalam masyarakat.
Adapun strategi bimbingan sosial masyarakat berdasarkan atas prinsip pemberdayaan
agar proses pengembangan masyarakat lebih efektif, langkah yang perlu dilakukan sebagai
berikut:
1) Mengindentifikasi, menamai masalah dan isu-isu.
2) Menganalisis masalah dan mengidentifikasi pelaku (analisis masalah)
3) Mengidentifikasi tujuan umum dan khusus.
4) Menyiapkan rencana tindakan yang secara rinci berisi taktik, program, tugas dan proses
mencapai tindakan.
5) Melaksanakan rencana tindakan.
6) Mengevaluasi seluruh proses dan rencana tindakan dalam rangka membandingkan hasil yang
ditetapkan dan hasil yang nyata.
7) Melaksanakan evaluasi dan pengendalian (Kenny, 1994 : 13-115).
Masal
2. Percakapan tak- Telepon, TV, Radio. Individual
langsung Teleconference Kelompok
3. Demonstrasi Demonstrasi cara, Demonstrasi hasil, Kelompok
Demonstrasi cara dan hasil.
4. Barang cetakan Foto, pamflet, leaflet, folder, brosur, poster,
baliho, dll
5. Media-masa Surat kabar, tabloid, majalah. Media cetak
Radio, tape-recorder. Media lisan
TV, VCD, DVD. Media
terproyeksi
6. Kampanye Gabungan dari semua metoda di atas
Sumber: Konsep-Konsep Pemberdayaan Masyarakat (Mardikanto, 2011)
Selain metoda di atas, terdapat beberapa metoda pemberdayaan masyarakat partisipatif.
Antara lain adalah sebagai berikut.
1) RRA (Rapid Rural Appraisal)
RRA merupakan metoda penilaian keadaan desa secara cepat, yang dalam praktek,
kegiatan RRA lebih banyak dilakukan oleh “orang luar” dengan tanpa atau sedikit melibatkan
masyarakat setempat. Meskipun sering dikatakan sebagai teknik penelitian yang “cepat dan
kasar/kotor” tetapi RRA dinilai masih lebih baik dibanding teknik-teknik kuantitatif klasik.
Sebagai suatu teknik penilaian, RRA menggabungkan beberapa teknik yang terdiri dari:
a) Review/telaahan data sekunder, termasuk peta wilayah dan pengamatan lapang secara
ringkas
b) Oservasi/pengamatan lapang secara langsung
c) Wawancara dengan informan kunci dan lokakarya
d) Pemetaan dan pembuatan diagram/grafik
e) Studi kasus, sejarah lokal, dan biografi
f) Kecenderungan-kecenderungan
g) Pembuatan kuesioner sederhana yang singkat
h) Pembuatan laporan lapang secara cepat
Untuk itu, terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan, yaitu:
a) Efektivitas dan efisiensi, kaitannya dengan biaya, waktu, dengan perolehan informasi yang
dapat dipercaya yang dapat digunakan dibanding sekadar jumah dan ketepatan serta relevansi
informasi yang dibutuhkan.
b) Hindari bias, melalui: introspeksi, dengarkan, tanyakan secara berulang-ulang, tanyakan
kepada kelompok termiskin.
c) Triangulasi sumber informasi dan libatkan Tim Multi-disiplin untuk bertanya dalam
beragam perspektif
d) Belajar dari dan bersama masyarakat
e) Belajar cepat melalui eksplorasi, cross-check dan jangan terpaku pada bekuan yang telah
disiapkan
2) PRA (Participatory Rural Appraisal)
PRA merupakan penyempurnaan dari RRA. PRA dilakukan dengan lebih banyak
melibatkan “orang dalam” yang terdiri dari semua stakeholders dengan difasilitasi oleh
orang-luar yang lebih berfungsi sebagai narasumber atau fasilitator dibanding sebagai
instruktur atau guru yang menggurui.
Melalui PRA dilakukan kegiatan-kegiatan:
a) Pemetaan-wilayah dan kegiatan yang terkait dengan topik penilaian keadaan.
b) Analisis keadaan yang berupa:
i. Kedaan masa lalu, sekarang, dan kecenderungannya di masa depan
ii. Identifikasi tentang perubahan-perubahan yang terjadi dan alasan-alasan atau
penyebabnya
iii. Identifikasi (akar) masalah dan alternatif-alternatif pemecahan masalah
iv. Kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman atau analisis strength, weakness,
opportunity, and treat (SWOT) terhadap semua alternatif pemecahan masalah.
c) Pemilihan alternatif pemecahan masalah yang paling layak atau dapat diandalkan (dapat
dilaksanakan, efisien, dan diterima oleh sistem sosialnya).
d) Rincian tentang stakeholders dan peran yang diharapkan dari para pihak, serta jumlah dan
sumber-sumber pembiayaan yang dapat diharapkan untuk melaksanakan program/kegiatan
yang akan diusulkan/direkomendasikan.
3) FGD (Focus Group Discussion) atau Diskusi Kelompok yang Terarah
Sebagai suatu metoda pengumpulan data, FGD merupakan interaksi individu-individu
(sekitar 10-30 orang) yang tidak saling mengenal dan oleh seorang pemandu (moderator)
diarahkan untuk mendiskusikan pemahaman dan atau pengalamannya tentang sesuatu
program atau kegiatan yang diikuti dan atau dicermatinya.
Sebagai suatu metoda pengumpulan data, FGD dirancang dalam beberapa tahapan, yaitu:
a) Perumusan kejelasan tujuan FGD, utamanya tentang isu-isu pokok yang akan dipercakapkan,
sesuai dengan tujuan kegiatannya.
b) Persiapan pertanyaan-pertanyaan yang akan ditanyakan
c) Identifikasi dan pemilihan partisipan, yang terdiri dari para pemangku kepentingan kegiatan
terkait, dan atau narasumber yang berkompeten.
d) Persiapan ruangan diskusi, termasuk tata-suara, tata-letak, dan perlengkapan diskusi
(komputer dan LCD, papan-tulis, peta-singkap, kertas-plano, kertas meta-plan, spidol
berwarna, dll)
e) Pelaksanaan diskusi
f) Analisis data (hasil diskusi)
g) Penulisan laporan, termasuk lampiran tentang transkrip diskusi, rekaman suara, foto, dll.
Tentang hal ini, Krueger (1994)) menyampaikan adanya beberapa jenis pertanyaan yang
harus disiapkan, yaitu:
a) Pertanyaan pembuka, yang sebenarnya hanya berfungsi sebagai penciran suasana (ice
breaking), agar proses interaksi/diskusi antar peserta dapat berlangsung lancar
b) Pertanyaan pengantar,
c) Pertanyaan transisi, yaitu pertanyaan tentang isu pokok yang berfungsi untuk membuka
wawasan partisipan tentang topik diskusi
d) Pertanyaan kunci, yang terdiri sekitar 5 isu yang akan dikaji melalui FGD
e) Pertanyaan penutup, tentang catatan tambahan yang ingin disampaikan oleh para peserta.
4) PLA (Participatory Learning and Action), atau proses belajar dan praktek secara partisipatif
PLA merupakan bentuk baru dari metoda pemberdayaan masyarakat yang dahulu dikenal
sebagai “learning by doing” atau belajar sambil bekerja. Secara singkat, PLA merupakan
metoda pemberdayaan masyarakat yang terdiri dari proses belajar tentang suatu topik, seperti
pesemaian, pengolahan lahan, perlindungan hama tanaman, dll. Yang segera setelah itu
diikuti aksi atau kegiatan riil yang relevan dengan materi pemberdayaan masyarakat tersebut.
Melalui kegiatan PLA, akan diperoleh beragam manfaat, berupa:
a) Segala sesuatu yang tidak mungkin dapat dijaab oleh “orang luar”
b) Masyarakat setempat akan memperoleh banyak pengetahuan yang berbasis pada pengalaman
yang dibentuk dari lingkungan kehidupan mereka yang sangat kompleks
c) Masyarakat akan melihat bahwa masyarakat setempat lebih mampu untuk mengemukakan
masalah dan solusi yang tepat dibanding orang luar
d) Melalui PLA, orang luar dapat memainkan peran penghubung antara masyarakat setempat
dengan lembaga lain yang diperlukan. Disamping itu, mereka dapat menawarkan keahlian
tanpa harus memaksakan kehendaknya.
Terkait dengan hal itu, sebagai metoda belajar partisipatif, PLA memiliki beberapa
prinsip sebagai berikut:
a) PLA merupakan proses belajar secara berkelompok yang dilakukan oleh semua stakeholders
secara interaktif dalam suatu proses analisis bersama
b) Multi perspective, yang mencerminkan beragam interpretasi pemecahan masalah yang riil
yang dilakukan oleh para pihak yang beragam dan berbeda cara pandangnya
c) Spesifik lokasi, sesuai dengan kondisi para pihak yang terlibat
d) Difasilitasi oleh ahli dan stakeholders (bukan anggota kelompok belajar) yang bertindak
sebagai katalisator dan fasilitator dalam pengambil keputusan; dan (jika diperlukan) mereka
akan meneruskannya kepada pengambil keputusan
e) Pemimpin perubahan, dalam arti bahwa keputusan yang diambil melalui PLA akan dijadikan
acuan bagi perubahan-perubahan yang akan dilaksanakan oleh masyarakat setempat
5) SL atau Sekolah Lapang (Farmers Field School)
Sebagai metoda pemberdayaan masyarakat, SL/FFs merupakan kegiatan pertemuan
berkala yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat pada hamparan tertentu, yang diawali
dengan membahas masalah yang sedang dihadapi, kemudian diikuti dengan curah pendapat,
berbagi pengalaman (sharing), tentang alternatif dan pemilihan cara-cara pemecahan masalah
yang paling efektif dan efisien sesuai dengan sumberdaya yang dimiliki.
6) Pelatihan Partisipatif
Penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat harus diawali dengan “scopping” atau
penelusuran tentang program pendidikan yang diperlukan dan analisis kebutuhan atau “need
assesment”. Untuk kemudian berdasarkan analisis kebutuhannya, disusunlah programa atau
acara pemberdayaan masyarakat yang dalam pendidikan formal (sekolah) disebut dengan
silabus dan kurikulum, dan perumusan modul/lembar persiapan fasilitator pada setiap
pelaksanaan pemberdayaan masyarakat.
Berbeda dengan kegiatan pelatihan konvensional, pelatihan partisipatif dirancang sebagai
implementasi metoda pendidikan orang dewasa (POD), dengan ciri utama:
a) Hubungan instruktur/fasilitator dengan peserta didik tidak lagi bersifat vertikal tetapi bersifat
lateral/horizontal
b) Lebih mengutamakan proses daripada hasil, dalam arti, keberhasilan pelatihan tidak diukur
dari seberapa banyak terjadi alih-pengetahuan, tetapi seberapa jauh terjadi interaksi atau
diskusi dan berbagi pengalaman (sharing) antara sesama peserta maupun antara fasilitator
dan pesertanya.
KESIMPULAN
Prinsip-prinsip pembangunan masyarakat akan menjadi ranah bagi implementasi
pembangunan masyarakat. Korelasi dari prinsip-prinsip tersebut sangat diperlukan dalam
upaya mewujudkan keberhasilan pembangunan masyarakat. Macam-macam prinsip
pengembangan masyarakat antara lain : pembangunan terpadu dan seimbang, konfrontasi
terhadap ketimpangan struktural, menjunjung tinggi hak asasi manusia, keberlanjutan,
pemberdayaan, pembangunan personal dan politik, pemilikan komunitas, kemandirian,
independen dari negara, tujuan dekat (antara) dan visi akhir jangka panjang, pembangunan
organis, tahapan pembangunan, bebas dari tekanan luar, pembangunan komunitas, proses dan
hasil, integritas proses, anti kekerasan, inklusif, konsesus, kooperasi, dan partisipasi.
Selain itu terdapat metode dan teknik dalam pengembangan masyarakat. Metode dan
teknik sangat erat hubungannya. Kedua hal itu tiak dapat dipisahkan karena karakteristik
masyarakat sangat beragam, metode akan menganalisis masyarakat masuk dalam
karakterristik masyarakat apa sehingga dapat diketahui teknik apa juga yang akan digunakan
agar mudah dalam proses pengembangan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Ife, Jim. 1996. Community Development: Creating Community Alternatives Vision. Analisysis and
Practice. Melbourne. Longman.
Kenny, S. 1994. Developing Communities For The Future Development The Australia. Australia :
Nelson Australia Prelimited, Canbera.
sumber : Republika
Fashion dan kerajinan merupakan subsektor yang dominan dalam memberikan kontribusi ekonomi. Kedua
jenis industri ini menjadi lokomotof dalam perkembangan industri kreatif nasional. Direktur Jenderal
Industri Kecil dan Menengah IIKM) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Euis Saedah mengatakan,
kontribusi fashion dan kerajinan jauh mengungguli kontribusi jenis industri kecil lainnya. "Baik dalam nilai
tambah, tenaga kerja.jumlah perusahaan, maupun ekspornya," kata Euis saat pidato pembukaan pameran
fashion dan kerajinan bertema "Indonesia arid Craft 2013" di Jakarta, Kamis [27/6].
Menurut Euis, untuk mengembangkan industri kreatif yang dimotori oleh IKM, pemerintah telah
menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif
sebagai dasar bagi seluruh pemangku kepentingan dalam mengembangkan 14 sektor ekonomi kreatif.
Sub-sektor industri kreatif yang masuk dalam lingkup pembinaan Kemenperin adalah fashion, kerajinan,
layanan komputer, dan peranti lunak.
Dia melanjutkan, nilai tambah yang dihasilkan subsektor fashion dan kerajinan, berturut-turut sebesar 44,3
persen dan 24,8 persen dari total kontribusi sektor industri kreatif. Adapun penyerapan tenaga kerja kedua
industri kecil ini rnencapai 54,3 persen dan 31,13 persen dengan jumlah usaha sebesar 51,7 persen dan 35,7
persen. "Dominasi kedua subsektor tersebut karena populasinya menyebar di seluruh wilayah Indonesia
serta didukung kekayaan budaya etnis di masing-masing daerah," kata Euis.
Euismenuturkan, pertumbuhan industri kreatif harus ditopang dengan kekuatan enam pilar ekonomi kreatif,
di antaranya, sumber daya insani, industri, teknologi, sumber daya, institusi, dan lembaga pembiayaan.
Pembangunan industri kreatif pada hakikatnya dipayungi oleh kerja sama antara cendekiawan, bisnis, dan
pemerintah yang disebut sebagai Triple Helix. Hubungan ketiga faktor itu merupakan penggerak lahirnya
kreativitas, ide, itmu pengetahuan, dan teknologi yang vital bagi tumbuhnya industri kreatif.."Hubungan
tersebut harus saling menunjang dengan peran-peran seperti peran cendekiawan yang menyebarkan dan
mengimplementasikan ilmu pengetahuan," ujar Euis.
Untuk mendukung subsektor fashion dan kerajinan, diadakan industri fashion dan kerajinan (fashion and
craft) 2013. Ketua panitia pameran Indonesia Fashion and Craft 2013 Rizal Adipura mengatakan, pameran
kali ini diselenggarakan selafna empat hari, yaitu 27 Juni sampai 30 Juni 2013 di Jakara Convention Center
(JCC] Senayan, Jakarta Selatan. "Pameran sepepti itu diselenggarakan setiap tahun dan tahun ini adalah
pameran keempat," kata Rizal.
Rizal melanjutkan, penyelenggaraan Indonesia Fashion and Craft 2013 merupakan ajang untuk kinerja dan
prestasi para pelaku IKM, baik dari kalangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mandiri, rnaupun UKM
binaan pemerintah melalui badan usaha milik negara (BUMN) serta mstansi pusat maupun daerah.
Kemenperin, Kementerian Perdagangan (Kemendag), dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
(Kemenparekraf) ikut mendukung acara yang disponsori Bank BRI ini.