Anda di halaman 1dari 32

HUBUNGAN TINGKAT KEPARAHAN HIPERTENSI DAN TINGKAT

KEJADIAN DEMENSIA DENGAN INSTRUMEN MMSE DI POLIKLINIK


RSUD RADEN MATTAHER PROVINSI JAMBI

NAMA : MIRA ARIYANI M

NIM : 1548201102

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menyatakan bahwa

prevalensi penyakit hipertensi berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk umur

≥ 18 sebesar 25,8 % di Indonesia menurut provinsi, dan mengalami peningkatan

sebesar 34,1% pada tahun 2018. Kalimantan Selatan menduduki urutan prevalensi

tertinggi yaitu 44,1% dan prevalesi terendah berada di daerah Papua yaitu 22,2%.

(Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2018).

Hipertensi yang kronis atau yang terjadi sangat lama akan membuat sel

otot polos pembuluh darah otak berproliferasi.

*) Sari proposal ini akan diseminarkan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Harapan Ibu Jambi
pada:
Hari / tanggal :
Pukul :
Tempat :
Pembimbing : 1. Yuni Andriani, M.Si., Apt
2. Lia Anggresani, M.Si

1
Proliferasi ini mengakibatkan Sel neuron di otak akan mengalami iskemik

apabila tidak segera dilakukan penanganan. Saat iskemik terjadi, pompa ion yang

membutuhkan ATP akan tidak berfungsi. Natrium dan kalsium tersebut pada

akhirnya akan membuat sel neuron mati dan menimbulkan gangguan penurunan

fungsi kognitif, salah satunya fungsi memori yang bila dibiarkan secara kronis

dapat menyebabkan demensia (Baars LMaE, 2010). Prevalensi demensia di

Indonesia diperkirakan ada sekitar 1,2 juta orang dengan demensia pada tahun

2016 yang akan meningkat menjadi 2 juta di 2030 dan 4 juta orang pada tahun

2050 (Alzheimer’s Indonesia, 2019).

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ada bukti hubungan antara

hipertensi, demensia dan penurunan kognitif. Penelitian ini juga menunjukkan

bahwa hipertensi memiliki efek mendalam pada otak dan memberikan kontribusi

dengan cara substantive pada stroke dan demensia. ( Faraco, 2013)

Mini Mental State Examination adalah salah satu tes yang sering

digunakan dalam pengobatan klinis untuk menilai fungsi kognitif subyek secara

keseluruhan, secara signifikan terhadap memori dan perhatian (Meloh et al, 2015.

Hasil dari study meta-analisis menunjukkan bahwa 85% penderita demensia

teridentifikasi dengan instrument MMSE. ( Trivedi,2017 ).

Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tersebut di Poliklinik RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi untuk mengetahui

hubungan tingkat demensia terhadap pasien hipertensi.

2
1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah hubungan tingkat kejadian demensia terhadap pasien penderita

hipertensi ?

1.3 Tujuan

Mengetahui hubungan tingkat kejadian demensia terhadap pasien hipertensi

untuk mengurangi angka kejadian demensia.

1.4 Manfaat

Manfaat hasil penilitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

mengenai hubungan penyakit hipertensi terhadap tingkat kejadian demensia

dan mengurangi resiko kejadian demensia

1.5 Hipotesa

Ada hubungan antara tekanan darah tinggi ( hipertensi ) dengan tingkat

kejadian demensia menggunakan metode MMSE (Mini-Mental State

Examination).

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demensia

2.1.1 Defenisi Demensia

Menurut American Pyshiatric Association demensia adalah sindrom klinik

dengan ciri khas fungsi kortikal, daya ingat dan fungsi kognitif lainnya seperti

berpikir yang abstrak, dalam berbahasa, serta kemampuan kontruksi. Adapun

perubahan penampilan sosial dan lingkungan terganggu.

Demensia merupakan penyakit degeneratif yang banyak ditemukan dalam

masyarakat sekarang ini khususnya pada lansia. Gangguan ingatan

merupakan gejala demensia yang paling sering terjadi tanpa disertai

penurunan kesadaran. Demensia terbagi atas beberapa tipe diantaranya yang

paling banyak dijumpai ialah demensia alzheimer dan demensia vaskular

(Hananta, Kristian, & So, 2011).

Demensia adalah penuruan fungsi kognitif dan penurunan kemampuan

tersebut dapat menganggu aktivitas kehidupan sehari-hari dan aktivitas sosial.

Penurunan fungsi kognitif pada demensia biasanya di awali dengan

penurunan daya ingat. Demensia terutama disebabkan oleh penyakit

Alzheimer. (El, Mcguinness et al, 2015).

4
2.1.2 Subtipe Demensia

Subtype dari demensia menurut (Mullan, 2004), sebagai berikut :

1. Penyakit Alzhaimer

Penyakit Alzheimer (PA) masih merupakan penyakit neurodegeneratif

yang sering ditemukan (60-80%). Karateristik klinik berupa penurunan

progresif memori episodik dan fungsi kortikal lain. Gangguan motorik

tidak ditemukan kecuali pada tahap akhir penyakit. Gangguan perilaku

dan ketergantungan dalam aktivitas hidup keseharian. Penyakit ini sering

terjadi terutama pada lansia (>65 tahun) walaupun dapat ditemukan pada

usia yang lebih muda. Diagnosis klinis dapat dibuat dengan akurat pada

sebagian besar kasus (90%) walaupun diagnosis pasti tetap membutuhkan

biopsi otak yang menunjukkan adanya plak neuritik (deposit βamiloid40

dan β-amiloid42) serta neurofibrilary tangle (hypertphosphorylated protein

tau). Saat ini terdapat kecenderungan melibatkan pemeriksaan biomarka

neuroimaging (MRI struktural dan fungsional) dan cairan otak (β-amiloid

dan protein tau) untuk menambah akurasi diagnosis(Mullan, 2004).

2. Demensia Vaskuler

Vascular cognitive impairment (VCI) merupakan terminologi yang

memuat defisit kognisi yang luas mulai dari gangguan kognisi ringan

sampai demensia yang dihubungkan dengan faktor risiko vaskuler. DV

adalah penyakit heterogen dengan patologi vaskuler yang luas termasuk

infark tunggal strategi, demensia multi-infark, lesi kortikal iskemik, stroke

perdarahan, gangguan hipoperfusi, gangguan hipoksik dan demensia tipe

campuran (PA dan stroke / lesi vaskuler). 6 Faktor risiko mayor

5
kardiovaskuler berhubungan dengan kejadian ateroskerosis dan DV.

Faktor risiko vaskuler ini juga memacu terjadinya stroke akut yang

merupakan faktor risiko untuk terjadinya DV (Mullan, 2004).

3. Demensia Lewy Body Dan Demensia Penyakit Parkinson

Demensia Lewy Body (DLB) adalah jenis demensia yang sering

ditemukan. Sekitar 15-25% dari kasus otopsi demensia menemui kriteria

demensia ini. Gejala inti demensia ini berupa demensia dengan fluktuasi

kognisi, halusinasi visual yang nyata dan terjadi pada awal perjalanan

penyakit orang dengan Parkinsonism. Gejala yang mendukung diagnosis

berupa kejadian jatuh berulang dan sinkope, sensitif terhadap neuroleptik,

delusi dan atau halusinasi modalitas lain yang sistematik. Juga terdapat

tumpang tindih temuan patologi antara DLB dan PA. 10 Namun secara

klinis orang dengan DLB cenderung mengalami gangguan fungsi eksekutif

dan visuospasial sedangkan performa memori verbalnya relatif baik jika

dibanding dengan PA yang terutama mengenai memori verbal. Demensia

penyakit parkinson (DPP) adalah bentuk demensia yang juga sering

ditemukan. Prevalensi DPP 23-32%, enam kali lipat dibanding populasi

umum (3-4%). Secara klinis, sulit membedakan antara DLB dan DPP.

Pada DLB, awitan demensia dan Parkinsonism harus terjadi dalam satu

tahun sedangkan pada DPP gangguan fungsi motorik terjadi bertahun-

tahun sebelum demensia (10-15 tahun) (Mullan, 2004).

6
4. Demensia Frontotemporal

Demensia Frontotemporal (DFT) adalah jenis tersering dari demensia

lobus frontotemporal (DLFT). Terjadi pada usia muda (early onset

dementia/EOD) sebelum umur 65 tahun dengan rerata usia adalah 52,8 -

56 tahun. Karakteristik klinis berupa perburukan progresif perilaku dan

atau kognisi pada observasi atau riwayat penyakit. Gejala yang

menyokong yaitu pada tahap dini (3 tahun pertama) terjadi perilaku

disinhibisi, apati atau inersia, kehilangan simpati/empati, perseverasi,

steriotipi atau perlaku kompulsif/ritual, hiperoralitas/perubahan diet dan

gangguan fungsi eksekutif tanpa gangguan memori dan visuospasial pada

pemeriksaan neuropsikologi (Mullan, 2004).

5. Demensia Tipe Campuran

Koeksistensi patologi vaskuler pada PA sering terjadi. Dilaporkan

sekitar 24-28% orang dengan PA dari klinik demensia yang diotopsi. Pada

umumnya pasien demensia tipe campuran ini lebih tua dengan penyakit

komorbid yang lebih sering. Patologi Penyakit Parkinson ditemukan pada

20% orang dengan PA dan 50% orang dengan DLB memiliki patologi PA

(Mullan, 2004).

2.1.3 Pencegahan Demensia

Demensia dapat dicegah menurut (Untari, 2014), sebagai berikut :

1. Berhenti merokok

2. Tidak mengkonsumsi alcohol

3. Makanan gizi seimbang

4. Mengobati penyakit yang diderita

7
5. Olahraga yang teratur.

2.1.4 Faktor Resiko

Faktor resiko demensia dibagi menjadi 2, faktor resiko yang tidak

dapat dimodifikasi dan faktor resiko yang dapat dimodifikasi, yaitu :

A. faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi:

1. Usia

Resiko terjadinya demensia meningkat secara nyata dengan

meningkatnya usia, meningkat usiadua kali lipat setiap 5 tahun

pada individu diatas 65 tahun dan 50% individu diatas 85 tahun

mengalami demensia. (Wreksoatmodjo, 2014)

2. Jenis Kelamin

Beberapa studi prevalensi menunjukkan bahwa demensia

lebih tinggi pada wanita dibanding pria. Angka harapan hidup lebih

tinggi dan tingginya prevalensi demensia pada wanita yang tua dan

sangat tua dibanding pria.

3. Riwayat kelurga dan faktor genetik

B. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi :

1) Faktor resiko kardiovaskular

Berbagai studi kohort menunjukkan bahwa faktor resiko

vaskular berkontribusi terhadap meningkatnya resiko demensia,

secara khusus, hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes mellitus

dan stroke telah terbukti berhubungan dengan peningkatan resiko

terjadinya demensia.

8
2) Perubahan gaya hidup

Gaya hidup sehat meliputi melakukan olahraga teratur,

konsumsi alkohol secukupnya, berhenti merokok, mengkonsumsi

banyak buah, sayur, kacang-kacangan, minyak zaitun.

2.1.5 Gejala Klinis

Alzheimer's Disease and Related Disorders Association (2007),

tanda dan gejala demensia, antara lain :

a. Hilang ingatan

b. Aprakxia (Penderita mengalami kesulitan dalam

menyelesaikan tugas sehari-hari)

c. Gangguan bahasa (Penderita sulit mengungkapkan kata dalam

mengungkapkan isi pikirnya, semakin parah penyakitnya

maka ucapannya semakin sulit dimengerti)

d. Disfungsi visuo-spatial (disorientasi waktu dan tempat)

e. Salah menempatkan segala sesuatu

f. Perubahan tingkah laku

g. Perubahan kepribadian

h. Kehilangan inisiatif atau apatis (Nugroho W, 2012)

9
2.2 Hipertensi

2.2.1 Defenisi Hipertensi

Hipertensi merupakan suatu keadaan meningkatnya tekanan darah

perisisten dimana tekanan sistolik lebih dari sama dengan 140 mmHg dan

tekanan diastolik lebih dari sama dengan 90 mmHg (Majority J, 2015).

Hipertensi adalah suatu penyakit yang biasanya tidak menimbulkan gejala,

dan sementara tekanan darah terus menerus menigkat dalam jangka waktu

lama yang bisa menyebabkan komplikasi seperti gangguang fungsi kognitif,

stroke dll (Majority J, 2015).

American Sosiety of Hypertension (ASH) menyebutkan hipertensi adalah

suatu penyakit atau kumpulan gejala gangguan kardiovaskuler progresif yang

terjadi sebagai akibat dari kondisi penyakit kompleks yang saling

berhubungan (Nuraini, 2015).

2.2.2 Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi hipertensi menurut WHO dibagi menjadi 3, yaitu :

a. Tingkat I tekanan darah meningkat tanpa gejala-gejala dari

gangguan atau kerusakan pada system kardiovaskuler.

b. Tingkat II tekanan darah dengan gejala hipertrofi kardiovaksuler,

tetapi tanpa adanya gejala-gejala kerusakan dan gangguan dari

organ lain.

c. Tingkat III tekanan darah meningkat dengan gejala-gejala yang

jelas dari kerusakan dan gangguan organ lain (Sharif La, 2012).

10
Nuraini (2015) menyebutkan klasifikasi hipertensi dibagi menjadi 4,

yaitu:

Tabel 2.2.2 Klasifikasi hipertensi

Klasifikasi TD Sistolik TD Diastolik


Normal < 120 mmHg > 80 mmHg
Pre-Hipertensi 120-139 80 – 89
mmHg mmHg
Hipertensi Stage 140-159 80-99 mmHg
1 mmHg
Hipertensi Stage ≥ 160 mmHg ≥ 100 mmHg
2
Sumber : Majority J, 2015

2.2.3 Patofisiologi Hipertensi

Tekanan darah dipengaruhi volume sekuncup dan total peripheral

resistance. Apabila terjadi peningkatan salah satu dari variabel tersebut yang

tidak terkompensasi maka dapat menyebabkan timbulnya hipertensi. Tubuh

memiliki sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah secara

akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi dan mempertahankan

stabilitas tekanan darah dalam jangka panjang. Mekanisme yang mengontrol

konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor pada

medulla oblongata di otak dimana dari vasomotor ini saraf simpatik yang

berlanjut kebawah korda spinalis dan keluar dari kolomna medulla ke

ganglia simpatis di torax dan abdomen, rangsangan pusat vasomotor

dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak kebawah melalui syaraf

simpatis. Pada titik ganglion ini neuron prebanglio melepaskan asetilkolin

yang merangsang serabut saraf paksa ganglion ke pembuluh darah, dimana

dengan melepaskannya nere freneprine mengakibatkan kontriksi pembuluh

darah (Sharif La, 2012).

11
Faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon

pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktif yang menyebabkan

vasokontriksi pembuluh darah akibat aliran darah yang ke ginjal menjadi

kurang atau menurun dan berakibat diproduksinya rennin, rennin akan

merangsang pembentukan angiotensi I yang kemudian diubah menjadi

angiotensi II yang merupakan vasokonstrikor kuat yang merangsang sekresi

aldosteron oleh cortex adrenal dimana hormon aldosteron ini menyebabkan

retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal dan menyebabkan peningkatan

volume cairan intra vaskuler yang menyebabkan hipertensi (Sharif La,

2012).

Pada saat bersamaan ketika saraf simpatis merangsang pembuluh darah

sebagai respons rangsangan emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,

mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medula adrenal

menyekresi kortiksol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons

vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan

penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin yang

dilepas merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah

menjadi angiotensin II, vasokonstriktor kuat, yang pada akhirnya

merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini

menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan

peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung

mencetuskan hipertensi (Aspiani, 2014).

12
2.2.4 Komplikasi Hipertensi

Komplikasi yang ditimbulkan apabila hipertensi tidak segera

ditangani, yaitu :

A. Otak

Hipertensi yang terjadi dalam kurun waktu yang lama dapat

menyebabkan stroke dan demensia. Tekanan darah yang tinggi akan

merusak dinding pembuluh darah sehingga lama kelamaan dinding

pembuluh darah semakin sempit.

B. Kardiovaskular: infark miokard, gagal jantung.

C. Ginjal: penyakit ginjal kronik.

D. Mata : retinopati (Majority J, 2015).

Sharif La (2012) menyebutkan bahwa ada komplikasi yang

dapat terjadi pada penyakit hipertensi diantaranya: penyakit pembuluh

darah otak seperti stroke, perdarahan otak, transient ischemic attack

(TIA). Penyakit jantung seperti gagal jantung, angina pectoris, infark

miokard akut (IMA). Penyakit ginjal, penyakit mata seperti

perdarahan retina, penebalan retina, dan oedema pupil (Sharif La,

2012).

2.2.5 Pencegahan Hipertensi

1. Pencegahan Primer

Faktor resiko hipertensi antara lain : tekanan darah diatas rata-rata,

adanya hipertensi pada anamnesis keluarga, obesitas, dan konsumsi

garam yang berlebih dianjurkan untuk :

a. Mengatur diet agar berat badan tetap ideal juga untuk

13
agar tidak terjadi h iperkolesterolemia, diabete mellitus,

dan sebagainya.

b. Dilarang merokok atau menghentikan merokok.

c. Mengubah kebiasaan makan sehari-hari dengan

konsumsi rendah garam.

d. Melakukan olahraga untuk mengendalikan berat badan

(Mujahidullah K, 2012).

2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder dilakukan bila penderita telah diketahui

menderita hipertensi berupa :

a. Pengelolaan secara menyeluruh bagi penderita baik

dengan obat maupun dengan tindakan-tindakan seperti

pada pencegahan primer.

b. Faktor resiko penyakit jantung iskemik yang lain harus

dikontrol.

c. Batasi aktivitas (Mujahidullah K, 2012).

Tindakan pencegahan pada hipertensi sangat penting dilakukan

untuk menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler. Upaya

pencegahan dapat dilakukan dengan merubah pola makan dan gaya

hidup. Upaya yang dapat dilakukan, antara lain :

a. Perubahan pola makan

b. Pembatasan penggunaan garam, bumbu penyedap dan

makanan berpengawet

c. Membatasi konsumsi makanan yang mengandung

14
kolesterol tinggi

d. Menghentikan kebiasaan merokok

e. Melakukan olahraga secara teratur

f. Menghindari stress (Majority J, 2015)

2.2.6 Penatalaksanaan Hipertensi

Penatalaksanaan faktor resiko dilakukan dengan cara pengobatan

secara non-farmakologi, menurut (Aspiani, 2014) antara lain,

pengaturan diet, penurunan berat badan, olahraga dan memperbaiki

gaya hidup yang kurang sehat.

Penatalaksanaan medis yang diterapkan pada penderita hipertensi

adalah sebagai berikut :

a. Terapi Oksigen

b. Pemantauan Hemodinamik

c. Pemantauan Jantung

d. Obat-Obatan.

1) Diuretik: Chlorthalidon, Hydromox, Lasix, Aldactone, Dyrenium.

Diuretic bekerja melalui berbagai mekanisme untuk mengurangi

curah jantung dengan mendorong ginjal meningkatkan ekskresi

garam dan airnya.

2) Penyekat saluran kalsium menurunkan kontraksi otot polos

jantung atau arteri dengan mengintervensi influks kalsium yang

dibutuhkan untuk kontraksi.

3) Penghambat enzim mengubah angiotensin II atau inhibitor ACE

berfungsi untuk menurunkan angiotensin II dengan menghambat

15
enzim yang diperlukan untuk mengubah angiotensin I menjadi

angiotensin II.

4) Antagonis (penyekat) respetor beta, terutama penyekat selektif,

bekerja pada reseptor beta di jantung untuk menurunkan

kecepatan denyut dan curah jantung.

5) Antagonis (penyekat) respetor alfa menghambat reseptor alfa di

otot polos vaskuler yang secara normal berespons terhadap

rangsangan saraf simpatis dengan vasokonstriksi.

6) Vasodilator arteriol langsung dapat digunakan untuk menurunkan

TPR.

2.3 Konsep MMSE (Mini-Mental State Examination)

2.3.1 Definisi MMSE

Mini-Mental State Examination (MMSE) adalah pemeriksaan yang paling

sering digunakan untuk mengetahui fungsi kognitif. MMSE diperkenalkan

oleh Folstein pada tahun 1975. MMSE dipakai untuk melakukan skrining

pada pasien dengan gangguan kognitif, menelusuri perubahan dalam fungsi

kognitif dari waktu ke waktu, dan seringkali untuk menilai efek dari agen

terapeutik pada fungsi kognitif. Sensitivitas dan spesifisitas MMSE

memuaskan dengan rincian sensitivitas 93,5% dan spesifisitas 84,6%.(Rosli

et al., 2016). Instrumen pemeriksaan ini disebut mini karena hanya focus pada

aspek kognitif dan fungsi mental tanpa menanyakan tentang pola pikiran dan

mood (Ong et al., 2016).

Mini Mental State Examination adalah salah satu tes yang sering

digunakan dalam pengobatan klinis untuk menilai fungsi kognitif subyek

16
secara keseluruhan, secara signifikan terhadap memori dan perhatian (Meloh

et al, 2015).

Keuntungan MMSE berada dalam cara pengisian yang mudah

(terutama dalam hal waktu dan sumber daya) tanpa efek berbahaya langsung,

serta penerimaan yang tinggi oleh para profesional kesehatan yang terlibat

dalam pengelolaan orang dengan demensia (Arevalo Rodriguez et al., 2015)

2.3.2 Skoring dan Interpretasi MMSE

Hasil skor pada MMSE dipengaruhi oleh variabel demografi. Skor

cenderung rendah pada lansia dan tingkat pendidikan yang rendah. Namun,

skor MMSE yang rendah ketika faktor usia dan tingkat pendidikan dikontrol

memiliki interpretasi yang mengarah kepada demensia (Kamajaya D, 2014).

MMSE menilai sejumlah domain kognitif yaitu orientasi waktu dan

tempat, registrasi, atensi dan kalkulasi, recall, dan bahasa yang terdiri dari

penamaan benda, pengulangan kata, pemahaman dan pelaksanaan perintah

verbal dan tulisan, menulis, dan menyalin gambar. Setiap penilaian terdiri

dari beberapa tes dan diberi skor untuk setiap jawaban yang benar (Kamajaya

D, 2014). Total skor pada MMSE jika semua jawaban benar adalah 30.

Berdasarkan skor pada MMSE, status demensia pasien dapat digolongkan

menjadi:

a. Skor 0-17 : Demensia berat

b. Skor 18-23 : Demensia ringan

c. Skor 24-30 : Normal (Ong et al., 2016).

17
III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Poliklinik RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi.

Waktu pelaksanaan akan dilakukan pada bulan Agustus-September 2019.

3.2 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan desain penelitian cross sectional study yang

dilakukan prospektif dengan pengambilan sampel secara total sampling. salah satu

teknik dimana peneliti menentukan pengambilan sampel dengan cara menetapkan

ciri-ciri khusus dan cara pengambilan sampel seluruh dari populasi yang sesuai

dengan tujuan penelitian sehingga diharapkan dapat menjawab permasalahan

penelitian. Data variabel yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data

prospektif, yaitu data pada pasien Hipertensi yang sedang menjalani rawat jalan di

Poliklinik penyakit dalam RSUD Reden Mattaher Provinsi Jambi. Data

dikumpulkan dari hasil pengisian kuesioner Mini-Mental State Examination

(MMSE).

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi merupakan seluruh objek penelitian (Arikunto, 2013). Populasi

dalam penelitian ini adalah semua pasien yang menderita hipertensi di

Poliklinik RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi bulan agustus-september.

3.3.2 Sampel

Sampel penelitian merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang

dimiliki oleh populasi tersebut. Untuk menentukan sampel maka diperlukan

teknik pengambilan sampel atau teknik sampling. Teknik sampling dalam

18
penelitian ini adalah total sampling. Teknik ini dipilih karena populasi yang

ada hanya 50 sehingga seluruhnya dijadikan sampel.Sampel dari penelitian ini

adalah pasien hipertiroid yang datang ke RSUD Raden Mattaher Kota Jambi.

Sampel dalam penelitian ini adalah Pasien hipertensi yang datang ke

RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi. Yang memenuhi kriteria inklusi dan

eksklusi sebagai berikut :

1. Kriteria Inklusi :

a. Pasien dengan diagnosis penyakit hipertensi dengan atau

tanpa komplikasi

b. Pasien yang bersedia menjadi responden

c. Pasien hipertensi semua umur

2. Kriteria Ekslusi :

a. Pasien dengan kondisi fisik yang tidak memungkinkan

diwawancara seperti tunarungu dan tunawicara

b. Pasien dengan tunaaksara

3.4 Prosedur Penelitian

3.4.1 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini berupa data yang diperoleh dari

Rekam Medik dan pengisian kuisioner MMSE oleh responden hipertensi di

poliklinik RSUD Raden Mattaher Jambi.

3.4.2 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini kuisioner yang telah

disiapkan peneliti.Kuisioner ini menggunakan metode Mini-Mental State

19
Examination (MMSE) yaitu tes berbasis kertas dengan skor maksimum 30,

dengan skor lebih rendah menunjukkan masalah kognitif yang lebih parah.

Tes ini biasa digunakan untuk mendeteksi demensia. (Creavin et al., 2016)

3.5 Analisa Data

a. Analisa Univariat

Analisa data bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik dari setiap variable penelitian. Hasil yang didapatkan berupa

frekuensi dari setiap responden, seperti :

1. Jenis kelamin, terdiri dari laki-laki dan perempuan

2. Kategori semua umur yang menderita penyakit hipertensi

3. Tingkat demensia

4. Tingkat keparahan hipertensi

Data yang diperoleh dari penelitian ini di analisa secara deskritif.

Kemudian untuk mengetahui hubungan tingkat demensia terhadap pasien

hipertensi menggunakan Mini-Mental State Examination (MMSE). dengan

rentang skor, yaitu :

d. Skor 0-17 : Demensia berat

e. Skor 18-23 : Demensia ringan

f. Skor 24-30 : Normal (Ong et al., 2016)

b. Analisa bivariat

Data ini dianalisa dengan menggunakan tabel crosstab, dengan uji

chisquare pearson karna tabel yang digunakan lebih dari 2 x 2. Analisa

bivariate dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau

20
berkorelasi. Untuk melihat hubungan antara variabel dependen (demensia )

independen ( hipertensi) menggunakan analisa data secara bivariate analisa.

hubungan bermakna uji statistic chi square untuk melihat batas kemaksaan

0.05 sehingga keputusan hasil perhitungan statistic yaitu:

a. jika p-value ≤0.05 maka Ho ditolak, artinya terdapat hubungan yang

bermakna

b. jika p-value > 0.05 maka Ho diterima, artinya tidak terdapat hubungan

bermakna

3.6 Jadwal Pelaksanaan

Bulan Ke-
No. Kegiatan
1 2 3 4 5 6

1. Rencana penelitian

2. Seminar proposal

3. Persiapan dan pelaksanaan penelitian

4. Pengolahan data

Penulisan skripsi/dan persiapan


5.
seminar hasil

6. Seminar hasil

Penyempurnaan skripsi dan persiapan


7.
ujian komprehensif

8. Ujian komprehensif

21
DAFTAR PUSTAKA

AHA. (2007). High Blood Pressure Increase Risk of Reduced Function in Older
Ages.http://www.americanheart.org/presenter.
Arevalo Rodriguez, I., Smailagic, N., M, R. F., Ciapponi, A., Giannakou, A., Ol,
P., … Cullum, S. (2015). Mini-Mental State Examination ( MMSE ) for the
detection of Alzheimer ’ s disease and other dementias in people with mild
cognitive impairment ( MCI ) ( Review ). Cochrane Database of Systematic
Review, (3). https://doi.org/10.1002/14651858.CD010783.pub2.
Arikunto, S. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta :
Rineka Cipta.
Baars, LMaE. 2010. Effects of Hypertension on Cognitive. Alzheimers Dement.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Tentang Hipertensi.
Creavin, S., Wisniewski, S., Noel-Storr, A., Trevelyan, C., Hampton, T.,
Rayment, D., … Cullum, S. (2016). Mini-Mental State Examination (MMSE)
for the detection of dementia in clinically unevaluated people aged over 65
years in community and primary care populations (Review). Cochrane
Database of Systematic Reviews, (1), 1–182.
El, C., Mcguinness, B., Herron, B., & Ap, P. (2015). Dementia. The Ulster
Medical Society, 84(April), 79–87.
Ferri CP, Prince M, Brayne C, Brodaty H, Fratiglioni L, Ganguli M, et al. Global
prevalence of dementia: a Delphi consensus study. Lancet.
2005;366(9503):2112-7.
Gloria, V. 2016. Faktor-faktor yang mempengaruhi Fungsi Kognitif lansia di
Poliklinik SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUP Prof. Dr. D. Kandou. Manado:
Jurnal e-Clinic (ecl). Vol 4. No 1.
Ham, Richard.,J, Sloane, Philip.,D, Warshaw, Gregg., A. (2007). Primary Care
Geriatrics: A Case-Based Approach (5th ed). Mosby Elsevier: Philadelphia.
Hananta L, Kristian D, So CV. (2011). Hubungan diabetes melitus tipe 2 terhadap
prevalensi demensia pada lansia di kabupaten tangerang , banten. Damianus
journal Medicine.10(3):125–32.
Kamajaya, D. 2014. Hubungan Depresi dengan Demensia pada Pasien Lanjut
Usia dengan Hipertensi Primer. Fakultas Kedokteran : Universitas
Diponegoro.
KEMENKES RI. 2010. Pedoman Rehabilitasi Kognitif. Diambil dari
http://www.menkesri.go.id.
Kennelly SP, Lawlor BA, Kenny RA. Blood pressure and dementia. Ther Adv
Neurol Disord. 2009; 2(4):241–60.
Kochann, R. 2009. Aging, Neuropsychology, and Cognition. Philadelphia : F.A
Davis Company.

22
Lumbantobing, S.M. 2011. Neurogeriatri. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Majority, J. 2015. Risk of Faktor Hypertension. Jurnal e-Clinic (ecl).
Meloh, et al. 2015. Hubungan Kadar Gula Darah Tidak Terkontrol Dan Lama
Menderita DM dengan Fungsi Kognitif pada Subjek DM tipe 2. Jurnal e-
Clinic (eCl).
Mujahidullah, K. 2012. Keperawatan Geriatrik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Mullan, F. (2004). What primary care needs now. Med Econ, 81(July), 36–38.
Nuraini. 2015. Pengetahuan Masyarakat Tentang Hipertensi. Ponorogo : Fakultas
Ilmu Kesehatan UNMUH.
Tzourio, C. 2007. Riset klinikal. Hipertensi, penurunan kognitif, dan demensia:
perspektif epidemiologi
Sharif, La,. 2012. Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Nuha Medika
Situmorang, P. 2015. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi
pada Penderita Rawat Inap di RS Umum Sari Mutiara Medan. Jurnal Ilmiah
Kesehatan
Sugiyono.(2016). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif, dan R & D. Bandung :
Alfabeta cv.
Untari, I. (2014). Kajian Tingkat Demensia Pada Lansia Di Panti Wredha Darma
Bakti Surakarta.Media Publikasi Penelitian, 21–25
Wreksoatmodjo, B,R,. 2014. Pengaruh Sosial Engagement Terhadap Fungsi
Kognitif Lanjut Usia di Jakarta.
World Health Organization. 2011. DEMENTIA : A Public Health Priority.
World Health Organization. 2013. A global brief on Hypertension: silent killer,
global public health crises.
World Health Organization. (2015). Alzheimer's Disease International .Dementia :
a public health priorty, who 1–4.

23
Lampiran 1. Skema Kerja

Penelitian

(Agustus – September 2019)

Pengambilan data secara prospektif (data

rekam medik dan wawancara pasien)

Poliklinik Penyakit Dalam

RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi

Lembar pengumpulan data

Pengolahan dan analisa data

Pembahasan dan kesimpulan

24
Lampiran 2. Informed Concent

Bpk/Ibu Yth:

Saya Mira Ariyani dari Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Harapan Ibu Jambi

akan melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Pasien Hipertensi Terhadap

Kejadian Demensia Dengan Menggunakan Metode MMSE di RSUD Raden

Mattaher Provinsi Jambi”. Penelitian ini mengenai pemeriksaan adanya Demensia

sehubungan dengan Hipertensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya

hubungan hipertensi terhadap kejadian demensia.

Bpk/Ibu Yth, manfaat yang akan ibu peroleh dari adanya hasil penelitian

ini adalah dapat mengetahui demensia sehingga pencegahan dapat segera

dilakukan agar tidak timbul komplikasi demensia. Untuk itu saya akan mencatat

identitas Bpk/Ibu ( Nomor urut penelitian, tanggal berobat, nomor rekam medis,

nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikanm, alamat), mewawancarai ibu

dengan quisioner MMSE. selanjutnya saya akan menghitung hasil skor Bpk/Ibu.

Penelitian ini tidak akan menimbulkan resiko hanya menyita waktu Bpk/Ibu

sekitar 10 s/d 15 menit. Namun bila terjadi hal hal yang tidak diinginkan selama

penelitian berlangsung Bpk/Ibu dapat menghubungi saya melalui

Hp.082183617129 atau di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Harapan Ibu Jambi jam

08.00 s/d 15.00 setiap hari. Atau setiap waktu dapat menghubungi saya. Saya akan

bertanggung jawab untuk membantu mengatasi masalah tersebut.

Bpk/Ibu Yth, partisipasi Bpk/Ibu bersifat sukarela, tidak akan terjadi

perubahan mutu pelayanan dari dokter, apabila ibu tidak bersedia mengikuti

penelitian ini, Bpk/Ibu akan tetap mendapat pelayanan kesehatan standar rutin

25
sesuai dengan standar prosedur pelayanan. Bila Bpk/Ibu masih belum jelas

menyangkut penelitian ini, maka setiap saat dapat ditanyakan langsung kepada

saya.

Bpk /Ibu Yth, pada penelitian ini identitas Bpk/Ibu akan dirahasiakan, bila

penelitian ini dipublikasikan kerahasiaan data Bpk/Ibu akan tetap dijaga. Setelah

Bpk/Ibu memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini, diharapkan

Bpk/Ibu yang terpilih pada penelitian ini dapat mengisi dan menandatangani

lembar kerja persetujuan penelitian.

Jambi, Agustus 2019

Peneliti

(Mira Ariyani M)

26
LEMBAR PERSETUJUNAN SETELAH PENJELASAN
(INFORMED CONSENT)
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Peserta

Nama :

Umur :

Jenis kelamin :

Alamat :

Peneliti

Nama : Mira Ariyani M

Nim : 1548201102

Nama Pemimbing : 1. Yuni Andriani M.Si., Apt

2. Lia Anggresani M.Si

Saksi :

Setelah mendapat penjelasan tentang penelitian ini, saya memahaminya, dan


menyatakan bersedia dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari pihak
manapun, maka dengan ini saya menyatakan bersedia untuk ikut serta. Apabila
dikemudian hari saya mengundurkan diri dari penelitian ini maka saya tidak akan
dituntut apapun.

Demikian surat pernyataan ini saya buat, agar dapat digunakan bila diperlukan

Jambi, 2019

Peserta penelitian

(……………………)

27
Lampiran 3. Lembar Kuisioner
( Kusioner Demensia Mini-Mental State Examination (MMSE) )

Petunjuk Pengisian :
1. Tulislah identitas diri pada lembar yang telah disediakan
2. Berilah tanda (√) salah satu alternative jawaban pada setiap
persoalan dibawah ini
3. Beri tanggapan terhadap semua pertanyaan ini dengan jujur
sesuai dengan keadaan dan keyakinan.
Tes MMSE Skor

Orientasi
1. Sebutkan :
a. tahun berapa sekarang 1
b. musim apa 1
c. tanggal 1
d. bulan 1
e. hari 1
2. Sebutkan di mana kita sekarang
a. negara 1
b. propinsi 1
c. kota 1
d. desa 1
e. dusun 1
Registrasi
3. Pemeriksa menyebutkan 3 nama benda dengan antara 1
detik waktu menyebut nama benda tersebut (misalnya :
3
buku, mangkok, payung). Setelah slesai suruh penderita
menyebutkannya. Beri angka 1 untuk tiap jawaban yang
betul. Kemudian, bila salah suruh ulang sampai betul
semua.
Perhatian dan kalkulasi
4. Hitungan kurang 7. Misalnya 100 – 7, pendapatannya 5
(hasilnya) dikurang lagi dengan 7, demikian seterusnya
sampai 5 jawaban. Jadi : 100 -7 = 93 – 7 = 86 – 7 =
79; 72;
65. Beri angka 1 bagi tiap jawaban yang betul. Tes 4 ini
dapat di ganti dengan tes meng – eja, yaitu mengeja
mundur kata : kartu (utrak). 3
Mengingat kembali
5. Tanyakan nama benda yang telah di sebutkan pada 2
pertanyaan nomor 3. Beri angka 1 bagi tiap jawaban
yang betul. 1
6. Anda tunjuk pada pensil dan arloji. Suruh pasien
menyebutkan nama benda yang anda tunjuk.

28
7. Suruh pasien mengulang kalimat berikut : “Tanpa kalau,
dan atau tetapi “
8. Suruh pasien melakukan 3 tingkat, yaitu :
a. Ambil kertas dengan tangan kanan
b. Lipat kedua kertas itu
c. Letakkan kertas itu di lantai 3
9. Anda tulis kalimat suruhan dan suruh pasien
melakukannya : “Tutup mata”
10. Suruh penderita menulis satu kalimat pilihannya sendiri
(kalimat harus mengandung subyek dan obyek dan
harus mempunyai makna. Salah eja tidak
diperhitungkan bila memberi skor).
11. Pasien disuruh menulis dengan spontan, Pasien di suruh 1
menggambar bentuk di bawah ini:

Skor Total 30

Sumber : Lumbantobing S.M, 2011

29
Lampiran 4. Data Karakteristik Responden

Nama Jenis kelamin Tingkat Keparahan


No. Usia
Pasien P L Stage 1 Stage 2

30
Lampiran 4. Data karakteristik

No Nama No RM Usia Pendidikan Jenis Tekanan

terakhir kelamin darah

tinggi

31
Lampiran 6. Tabel chi square pearson

Demensia Normal Sedang Berat %

hipertensi

Stage 1

Stage 2

32

Anda mungkin juga menyukai