Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perdarahan yang mengancam nyawa selama kehamilan dan dekat cukup bulan
meliputi perdarahan yang terjadi pada minggu awal kehamilan dan perdarahan pada
minggu akhir kehamilan dan mendekati cukup bulan (plasenta previa, solusio
plasenta, ruptur uteri, preeklamsia dan eklamsia)
Setiap bayi baru lahir akan mengalami bahaya jiwa saat proses kelahirannya.
Ancaman jiwa berupa kamatian tidak dapat diduga secara pasti walaupun denagn
bantuan alat-alat medis modern sekalipun,sering kali memberikan gambaran berbeda
tergadap kondisi bayi saat lahir.
Oleh karena itu kemauan dan keterampilan tenaga medis yang menangani
kelahiran bayi mutlak sangat dibutuhkan, tetapi tadak semua tenaga medis memiliki
kemampuan dan keterampilan standart, dalam melakukan resusitasi pada bayi baru
lahir yang dapat dihandalkan, walaupun mereka itu memiliki latar belakang
pendidikan sebagai profesional ahli.

1.2 Rumusan Masalah


Membahas tentang perawatan kooperatif kegawatdaruratan maternal dan neonatal

1.3 Tujuan
Untuk mengetahaui tentang perawatan kooperatif kegawatdaruratan maternal
dan neonatal

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kegawatdaruratan Maternal dan neonatal

Kegawatdaruratan adalah mencakup diagnosis dan tindakan terhadap semua


pasien yang memerlukan perawatan yang tidak direncnakan dan mendadak atau
terhadap pasien dengan penyakit atau cidera akut untuk menekan angka kesakitan dan
kematian pasien.

Kegawatdaruratan maternal adalah perdarahan yang mengancam nyawa


selama kehamilan dan dekat cukup bulan meliputi perdarahan yang terjadi pada
minggu awal kehamilan (abortus,molahidatidosa,khista vasikuler, kehamilan ekstra
uteri/ektopik) dan perdarahan pada minggu akhir kehamilan dan mendekati cukup
bulan (plasenta previa,sulosio plasenta,rupture uteri,perdarahan persalinan
pervaginam setelah seksio secarea,rentensio plasenta atau plasenta incomplete,
perdarahan pasacapersaliinan, hematoma, koagulopati obstetric).

Neonatus adalah organisme yang berada pada periode adaptasi kehidupan


intrauterin ke ekstrauterin. Masa neonatus adalah periode selama satu bulan (lebih
tepat 4 minggu atau 28 hari setelah lahir)

2.2 Penatalaksanaan Asuhan Kegawatdaruratan Maternal Pada Kasus Plasenta


Previa

1. Defenisi

Plasenta Previa adalah plasenta yang ada di depan jalan lahir (Prae = di depan
, vias = jalan). Jadi yang dimaksud plasenta previa ialah placenta yang implantasinya
tidak normal yakni rendah sekali hingga menutupi seluruh atau sebagian Ostium
Internum.

Gambaran klinis plasenta previa :

1. Perdarahan tanpa nyeri


2. Perdarahan berulang

2
3. Warna perdarahan merah segar
4. Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah
5. Timbulnya perlahan-lahan
6. Waktu terjadinya saat hamil
7. His biasanya tidak ada
8. Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi
9. Denyut jantung janin ada
10. Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina

2. Penatalaksanaan Plasenta Previa

Kehamilan pada TM III jika mengalami perdarahan harus segera dirujuk


tanpa dilakukan vaginal toucher atau pemasangan tampon. Kedua tindakan ini
hanya menambah perdarahan dan memungkinkan infeksi karena perdarahan pada
wanita hamil kadang-kadang disebabkan oleh varices yang pecah dan kelainan
cervix (polyp, erosio, ca) maka dirumah sakit dilakukan pemeriksaan in speculo
terlebih dulu untuk mengenyampingkan kemungkinan infeksi.

Sebelum tersedia darah dan sebelum kamar operasi siap tidak boleh
dilakukan pemeriksaan dalam, karena pemeriksaan dalam ini dapat menimbulkan
perdarahan yang membahayakan. Sementara boleh dilakukan pemeriksaan fornices
dengan hati-hati, jika tulang kepala dan sutura-suturanya dapat teraba dengan
mudah, maka kemungkinan placenta previa kecil, namun sebaliknya jika antara
jari-jari kita dan kepala teraba bantalan (ialah jaringan placenta) maka
kemungkinan placenta praevia besar sekali.

Pemeriksaan ini hanya dapat di lakukan pada persentasi kepala karena pada
letak sungsang bagian depan lunak hingga sukar membedakan dari jaringan lunak.
Diagnosa pasti pada plasenta praevia dibuat dengan pemeriksaan dalam kamar
operasi dan apabila sudah terdapat pembukaan. Pemeriksaan ini harus dilakukan
dengan hati-hati supaya tidak menimbulkan perdarahan yang disebabkan perabaan.
Bagi pemeriksa yang kurang berpengalaman bekuan darah dapat disangka jaringan
placenta.

3
Bila pasien datang dengan perdarahan, jangan lakukan vaginal touche atau
memberian tampon, bidan melakukan pengiriman pasien segera ke rumah sakit
yang besar. Ketentuan ini di dasarkan atas kenyataan bahwa:

1. Perdarahan pada placenta praevia jarang membawa maut.


2. Pemeriksaan dalam dapat menimbulkan perdarahan yang hebat.

Walaupun begitu ada kalanya dokter atau bidan harus melakukan


pemeriksaan dalam setelah melakukan persiapan yang secukupnya yakni apabila
dokter atau bidan harus memberi terapi sendiri misalnya apabila pasien tidak
memungkinkan untuk dibawa ke kota besar apabila perdarahan terjadi dalam
jumlah yang sangat banyak.

Plasenta previa dengan perdarahan merupakan keadaan darurat kebidanan


yang memerlukan penanganan yang baik. Bentuk pertolongan pada plasenta previa
adalah segera melakukan operasi persalinan untuk dapat menyelamatkan ibu dan
anak serta mengurangi kesakitan dan kematian.

1. Memecahkan ketuban diatas meja oprasi selanjutnya pengawasan untuk


dapatmelakukan pertolongan lebih lanjut.
2. Bidan yang menghadapi perdarahan plasenta previa dapat mengambil sikap
melakukan rujukan ketempat pertolongan yang mempunyai fasilitas yang
cukup.

Dalam melakukan rujukan penderita plasenta previa sebaiknya dilengkapi dengan:

 Pemasangan infus untuk mengimbangi perdarahan.


 Sedapat mungkin diantar oleh petugas.
 Dilengkapi dengan keterangan secukupnya.
 Dipersiapkan donor darah untuk transfusi darah dan rujuk ke tempat pelayanan
kesehatan yang lebih komprehensif.

4
2.3 Penatalaksanaan Asuhan Kegawatdaruratan Maternal Pada Kasus Solusia
Plasenta

1. Defenisi

Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada


korpus uteri sebelum janin lahir pada kehamilan dengan masa gestasi di atas 22
minggu atau berat janin di atas 500 gram. Walaupun dapat pula terjadi setiap saat
pada masa kehamilan, bila terjadi sebelum kehamilan 20 minggu, akan dibuat
diagnosis abortus imminens.

2. Penanganan

1) Terapi Medik

Penanganan solusio plasenta didasarkan kepada berat atau ringannya gejala klinis,
yaitu:

 Solusio plasenta ringan

Pada kondisi solusio plasenta ringan, jika keadaan janin masih baik dapat
dilakukan penanganan secara konversif kemudian menganjurkan ibu untuk malakukan
posisi semi fowler atau setengah duduk, mengobservasi tanda-tanda vital tiap 15
menit, memantau bunyi jantung janin.

Inspeksi tempat perdarahan, menganjurkan ibu untuk melakukan


pemeruiksaan cardiotopografi (CTG) untuk memonitor keadaan janin, jika
perdarahan berhenti dan keadaan janin baik pada kehamilan prematur, menganjurkan
ibu untuk dirawat inap; bila ada perbaikan (perdarahan berhenti,kontraksi uterus tidak
ada dan janin hidup) menganjurkan ibu melakukan pemeriksaan USG dan KTG lalu
tunggu persalinan spontan; bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus-
menerus dan uterus berkontraksi ini dapat mengancam ibu dan janin). Maka
kehamilan harus segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin
mati lakukan amniotomi disusul infus oksitosin untuk mempercepat persalinan.

5
 Solusio plasenta sedang dan berat

Pada solusio plasenta sedang: lakukan pemasangan infus RL 20 tetes/menit


dan tranfuse darah, melakukan pemecahan ketuban, melakukan induksi persalinan
atau dilakukan seksio sesarea.

Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan
di RS meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu seksio
sesaria. Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan telah
terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus segera diberikan.
Amniotomi akan merangsang persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin.

Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio


plasenta. Tetapi jika itu tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan amniotomi
dan infus oksitosin, maka satu-satunya cara melakukan persalinan adalah seksio
sesaria.

Uterus Couvelaire tidak merupakan indikasi histerektomi. Akan tetapi, jika


perdarahan tidak dapat dikendalikan setelah dilakukan seksio sesaria, tindakan
histerektomi perlu dilakukan.

Solusio plasenta berat : melakukan rujukan kerumah sakit, sebelumnya


melakukan: memperbaiki keadaan umum ibu, melakukan pemasangan infus RL 20
tetes/ menit, tidak diperbolehkan melakukan pemeriksaan dalam,saat merujuk harus
diantar oleh petugas kesehatan yang dapat pertolongan, mempersiapkan donor darah
dari masyarakat atau keluarganya

2. Terapi Bedah

 Partus per vaginam dengan kala dua dipercepat.


 Seksio sesarea atas indikasi medik.
 Seksio histerektomi bila terdapat perdarahan postpartum yang tidak dapat
diatasi dengan terapi medikamentosa atau ligasi arteri uterina. Ligasi
hipogastrika hanya boleh dilakukan oleh operator yang kompeten.

6
3. Tata laksana

 Konservatif

1. Hanya untuk solusio plasenta derajat ringan dan janin masih belum cukup
bulan, apalagi jika janin telah meninggal
2. Transfuse darah (1×24 jam) bila anemia (Hb<10,0%)
3. Apabila ketuban telah pecah, dipacu dengan oksitosin 10 IU dalam larutan
saline 500 cc, kemudian ditunggu sampai lahir pervaginam
4. Bila 1 botol tersebut belum lahir, ulangi dengan 1 botol lagi dan di tunggu
sampai Dengan langkah ini biasanya sebagian besar kasus dapat diselesaikan
dengan baik (90%), sedangkan bagi yang gagal dapat dilakukan SC
emergency.

 Aktif / Operatif

1. Dilakukan untuk solusio plasenta derajat sedang sampai berat tanpa memandang
usia kehamilan, dimanakala II tidak dapat diharapkan dalam waktu singkat
(maksimal 6 jam).
2. Diawali dengan pemecahan ketuban dilanjutkan dengan pemacuan seperti
3. Tindakan operatif SC dilakukan apabila 6 jam setelah pemacuan ternyata tidak
tercapai kala II dan bayi masih

2.4 Penatalaksanaan Asuhan Kegawatdaruratan Maternal Pada Kasus Rupture


Uteri

Penyebab Rupture Uteri meliputi tindakan obstetric (versi), ketidak seimbangan


fetopelvik, letak lintang yang diabaikan kelebihan dosis obat untuk nyeri persalinan
atau induksi persalinan, jaringan parut pada uterus (keadaan setelah seksio sesaria,
meomenukleasi, operasi Strassman, eksisibajisuetu tuba), kecelakaan (kecelakaan
lalulintas), sangat jarang.

Rupture Uteri mengancam (hampir lahir) diagnosis melalui temuan peningkatan


aktifitas kontraksi persalinan (gejolak nyeri persalinan), terhentinya persalinan,
regangan berlebihan disertai nyeri pada segmen bawah rahim (sering gejala utama),

7
pergerakan cincin Bandl keatas, tegangan pada ligament rotundum, dan kegelisahan
wanita yang akan bersalin.

Penatalaksanaan dan pendidikan pasien :

1. Terapi suportif : perbaiki syok dan kehilangan darah.tindakan ini meliputi


pemberian oksigen, cairan intravena, darah pengganti, dan antibiotik untuk
infeksi.
2. Laparatomi segera : segera setelah diagnosis ditegakkan, dilakukan persiapan
untuk pembedahan. Pada saat itu volume darah diperbaiki dengan cairan intravena
dan darah.

Setelah luasnya perlukaan ditentukan, ahli bedah dapat memilih antara


memperbaiki kerusakan uterus dengan melakukan histerektomi. Keputusan tersebut
berdasarkan pada tempat ruptur, sifat robekan, luas perdarahan, penyebab rupture,
adanya parut uterus, stadium kehamilan, kondisi umum pasien, dan keinginan paisn
untuk mengandung dikemudian hari.

Apabila robekannya halus, beraturan, dan tidak terlalu rapuh, tindakan


memperbaiki tidak hanya memungkinkan tetapi juga lebih disukai. Pasien dalam
kondisi yang buruk dapat mentoleransi perbaikan robekan lebih baik dari pada bila
dilakukan histerektomi.

Apabila robekan tidak beraturan, zig zag, edema dan rapuh, perbaikan biasanya
tidak memungkinkan dan pilihan satu-satunya adalah histerektomi. Apabila rupture
meluas kedalam segmen uterus bagian bawah, servik, dan vagina hampir selalu
diperlukan histerektomi totalitas untuk mengontrol perdarahan. Vagina harus diinfeksi
dengan teliti terhadap perdarahan yang menetap dari suatu laserasi vagina yang tidak
kelihatan.

Bila hematuria memberi kesan adanya hubungan perlukaan kandung kemih,


maka kandung kemih juga harus diperbaiki. Karena defitalisasi dinding kandung
kemih yang menyertai robekan uterus kejadiannya lebih sering berakibat perlukaan
kandung kemih, drainase kandung kemih postoperatif dengan kateter ditempat selama

8
10-14 hari merupakan suatu hal penting yang dapat membantu penyembuhan kandung
kemih yang mengalami devitalisasi dan kuntusio.

1. Terapi untuk gangguan ini meliputi hal-hal :


o Histerektomi total, umumnya rupture meluas kesegmen bawah uteri, sering
kedalam
o Hesterektomi supra vagina hanya dalam kasus gawat
o Membersihkan uterus dan menjahit rupture, bahaya rupture berupa
kehamilan berikutnya sangat
o Pada hematoma parametrium dan angioreksis (rupture pembuluh darah).
Buang hematoma hingga bersih.
o Pengobatan anti syok harus dimulai bahkan sebelum dilakukan.

2.5 Penatalaksanaan Asuhan Kegawatdaruratan Maternal Pada Kasus Pre-


eklamsia

1. Pengertian Pre-Eklamsia
Pre-eklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan
disertai dengan proteinuria.
Pre-eklamsia dan eklamsia, merupakan kesatuan penyakit, yakni yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, walaupun belum jelas bagaimana hal itu terjadi. Pre
eklamasi diikuti dengan timbulnya hipertensi disertai protein urin dan oedema
akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.

2. Penatalaksanaan pre-eklamsia
a. Jika setelah penanganan diastolik tetap lebih dari 110 mmHg, beri obat anti
hipertensi sampai tekanan diastolik di antara 90-100mmHg.
b. Pasang infus dengan jarum besar (16G atau lebih besar).
c. Ukur keseimbangan cairan jangan sampai terjadi overload cairan.
d. Kateterisasi urin untuk memantau pengeluaran urin dan proteinuria.
e. Jika jumlah urin kurang dari 30 ml/jam, hentikan magnesium sulfat dan
berikan cairan IV NaCl 0,9% atau Ringer laktat 1 L/ 8 jam dan pantau
kemungkinan oedema paru.
f. Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi muntah dapat
mengakibatkan kematian ibu dan janin.

9
g. Observasi tanda-tanda vital, refleks, dan denyut jantung tiap jam.
h. Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda oedema paru.
i. Hentikan pemberian cairan IV dan beri diuretic (mis: furosemid 40 mg IV
sekali saja jika ada edema paru).
j. Nilai pembekuan darah jika pembekuan tidak terjadi sesudah 7 menit
(kemungkinan terdapat koagulopati).
2.6 Penatalaksanaan Asuhan Kegawatdaruratan Maternal Pada Kasus Eklamsia

1. Eklampsi
Eklampsi berasal dari bahas yunani berarti halilintar, karena seolah–olah
gejala eklampsi timbul dengan tiba-tiba tanpa didahului oleh tanda–tanda lain.
Eklampsi umumnya timbul pada pada wanita hamil atau dalam nifas dengan tanda–
tanda pre-eklampsi, timbul serangan kejang yang diikuti oleh koma.
2. Penatalaksanaan Eklampsi
a) Segera istirahat baring selama ½-1 jam
b) Nilai kembali tekanan darah, nadi, pernafasan, reflek patella, bunyi jantung bayi,
dan dieresis
c) Berikan infus terapi anti kejang ( misalnya MgSO4 ) dengan catatan reflek patella
harus (+), pernafasan lebih dari 16 kali per menit serta diuresis baik (harus sesuai
instruksi dokter)
d) Ambil contoh darah untuk pemeriksaan laboratorium, seperti : Hb, Ht, leukosit,
LED, ureum, kreatinin, gula darah, elektolit dan urin lengkap.
e) Bila dalam 2 jam setelah pemberian obat anti kejang (MgSO4), tekanan darah
tidak turun biasanyadiberikan antihipertensi parenteral atau oral sesuai instruksi
dokter.
f) Bila pasien sudah tenang, bisa dinilai keadaan kehamilan pasien dan monitor DJJ.
g) Siapkan alat-alat pertolongan persalinan
h) Postpartum boleh diberikan uterotonika dan perinfus.

10
2.7 Penatalaksanaan Asuhan Kegawatdaruratan Maternal Pada Kasus Retensio
Plasenta

1. Pengertian Retensio Plasenta

Retensio plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi waktu


setengah jam. Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya hanya
sebagian plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta manual
dengan segera. Bila retensio plasenta tidak diikuti perdarahan maka perlu diperhatikan
ada kemungkinan terjadi plasenta adhesive, plasenta akreta, plasenta inkreta, plasenta
perkreta.

2. Penanganan Retensio Plasenta

 Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter yang


berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau
larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi,
tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan yang
dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
 Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau
NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
 Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan
drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.
 Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi manual
plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc,
retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit
seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi
jalan lahir, tali pusat putus.
 Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan
dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuretage sisa plasenta. Pada umumnya
pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di
rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan
dengan kuretase pada abortus.
 Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian
obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.

11
 Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan
infeksi sekunder

2.8 Penatalaksanaan Asuhan Kegawatdaruratan Neonatal Pada Kasus Asfiksia


neonatorum

1. Pengertian Asfiksia neonatorum

Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas
secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam
uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam
kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan
bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan
yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya
dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul.

2. Penanganan Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir

1) Persiapan Alat Resusitasi

2) Penanganan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir

Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal


sebagai ABC resusitasi, yaitu :

a) Memastikan saluran terbuka

b) Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm.

c) Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea.

d) Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan
saluran pernafasan terbuka.

e) Memulai pernafasan

3) Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan

4) Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ET dan balon
atau mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).

12
5) Mempertahankan sirkulasi

a) Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara

b) Kompresi dada.

c) Pengobatan

2.9 Penatalaksanaan Asuhan Kegawatdaruratan Neonatal Pada Kasus Hipotermia

1. Hipotermia

Hipotermia adalah kondisi dimana suhu tubuh < 360C atau kedua kaki dan
tangan teraba dingin. Untuk mengukur suhu tubuh pada hipotermia diperlukan
termometer ukuran rendah (low reading termometer) sampai 250C. Disamping
sebagai suatu gejala, hipotermia dapat merupakan awal penyakit yang berakhir
dengan kematian. Akibat hipotermia adalah meningkatnya konsumsi oksigen (terjadi
hipoksia), terjadinya metabolik asidosis sebagai konsekuensi glikolisis anaerobik, dan
menurunnya simpanan glikogen dengan akibat hipoglikemia. Hilangnya kalori
tampak dengan turunnya berat badan yang dapat ditanggulangi dengan meningkatkan
intake kalori. Etiologi dan factor presipitasi dari hipotermia antara lain : prematuritas,
asfiksia, sepsis, kondisi neurologik seperti meningitis dan perdarahan cerebral,
pengeringan yang tidak adekuat setelah kelahiran dan eksposure suhu lingkungan
yang dingin.

2. Penanganan hipotermia
Penanganan ditujukan pada:
1) Mencegah hipotermia
2) Mengenal bayi dengan hipotermia
3) Mengenal resiko hipotermia
4) Tindakan pada hipotermia

13
2.10 Penatalaksanaan Asuhan Kegawatdaruratan Neonatal Pada Kasus Tetanus
Neonatarum

1. Tetanus neonaturum

Tetanus neonaturum adalah penyakit tetanus yang diderita oleh bayi baru lahir
yang disebabkan karena basil klostridium tetani. Tanda-tanda klinis antara laian : bayi
tiba-tiba panas dan tidak mau minum, mulut mencucu seperti mulut ikan, mudah
terangsang, gelisah (kadang-kadang menangis) dan sering kejang disertai sianosis,
kaku kuduk sampai opistotonus, ekstremitas terulur dan kaku, dahi berkerut, alis mata
terangkat, sudut mulut tertarik ke bawah, muka rhisus sardonikus.

2. Penatalaksanaan

a) bersihkan jalan napas


b) longgarkan atau buka pakaian bayi
c) masukkan sendok atau tong spatel yang dibungkus kasa ke dalam mulut bayi
d) ciptakan lingkungan yang tenang dan ü berikan ASI sedikit demi sedikit saat bayi
tidak kejang.

2.11 Penatalaksanaan Asuhan Kegawatdaruratan Neonatal Pada Kasus Sindrom


Gawat Nafas Neonatus

1. Sindrom Gawat Nafas Neonatus

Definisi Sindrom gawat nafas neonatus merupakan kumpulan gejala yang


terdiri dari dispnea atau hiperapnea dengan frekuensi pernafasan lebih dari 60 kali per
menit, sianosis, merintih, waktu ekspirasi dan retraksi di daerah epigastrium,
interkostal pada saat inspirasi.

2. Penatalaksanaan yang perlu dilakukan :

a. Memberikan lingkungan yang optimal, suhu tubuh bayi harus dalam batas normal
(36.5-37oc) dan meletakkan bayi dalam inkubator.
b. Pemberian oksigen dilakukan dengan hati-hati karena terpengaruh kompleks
terhadap bayi prematur, pemberian oksigen terlalu banyak menimbulkan
komplikasi fibrosis paru, kerusakan retina dan lain-lain.
c. Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlu untuk mempertahankan hemeostasis
dan menghindarkan dehidrasi. Permulaan diberikan glukosa 5-10 % dengan
jumlah 60-125 ML/ Kg BB/ hari.

14
d. Pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder. Penisilin dengan dosis
50.000-10.000 untuk / kg BB / hari / ampisilin 100 mg / kg BB/ hari dengan atau
tanpa gentasimin 3-5 mg / kg BB / hari.
e. Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien PMH adalah pemberian surfaktan
ekstrogen ( surfaktan dari luar).

2.12 Penatalaksanaan Asuhan Kegawatdaruratan Neonatal Pada Kasus Hipertermia

1. Pengertian Hipertermia

Hipertermi adalah suatu kondisi di mana suhu tubuh meningkat


melebihi set point yang biasanya di sebabkan kondisi tubuh eksternal yang
menimbulkan panas berlebihan jika dibandingkan kemampuan tubuh untuk
menghilangkan panas seperti pada heat stroke, toksisitas aspirin, kejang atau
hipertiroidsm.

Hipertermi adalah keadaan di mana seorang individu mengalami atau


beresiko untuk mengalami kenaikan suhu tubuh terus menerus lebih tinggi dari
37,8°C per oral atau 38,8 °C per rektal karena faktor eksternal.

2. Penatalaksanaan Hipertermia :

a. Letakkan bayi di ruangan dengan suhu lingkungan normal (25 ºC-28 ºC)
b. Lepaskan sebagian atau seluruh pakaian bayi bila perlu
c. Perikasa suhu aksila setiap jam sampai tercapai suhu dalam batas normal
d. Bila suhu sangat tinggi (lebih dari 39 ºC), bayi dikompres atau dimandikan
selama 10-15 menit dalam suhu air 4 ºC, lebih rendah dari suhu tubuh bayi.
Jangan menggunakan air dingin atau air yang suhunya lebih rendah dari 4 ºC
dibawah suhu bayi
e. Memastikan bayi mendapat cairan adekuat
 Izinkan bayi mulai menyusu
 Jika terdapat tanda-tanda dehidrasi (mata atau fontanel cekung, kehilangan
elastisitas kulit, atau lidah atau membran mukosa kering).
 Cari tanda sepsis
 Berikan antibiotik jaka terjadi infeksi
 Setelah keadaan bayi normal

15
 Lakukan perawatan lanjutan

f. Pantau bayi selama 12 jamberikutnya, periksa suhu setiap 3 jam

g. Bila suhu tetap dalam batas normal dan bayi dapat minum dengan baik, serta
tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi
dapat dipulangkan dan Nasehati ibu cara menghangatkan bayi dirumah dan
melindungi dari pemancar panas yang berlebihan.

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perdarahan yang mengancam nyawa selama kehamilan dan dekat cukup bulan
meliputi perdarahan yang terjadi pada minggu awal kehamilan dan perdarahan pada
minggu akhir kehamilan dan mendekati cukup bulan (plasenta previa, solusio
plasenta, ruptur uteri, preeklamsia dan eklamsia).
Neonatus adalah organisme yang berada pada periode adaptasi kehidupan
intrauterin ke ekstrauterin. Masa neonatus adalah periode selama satu bulan tepat 4
minggu atau 28 hari setelah lahir)
Penyebab kematian yang paling cepat pada neonatus adalah asfiksia dan
perdarahan. Asfiksia perinatal merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas yang
penting. Akibat jangka panjang, asfiksia perinatal dapat diperbaiki secara bermakna
jika gangguan ini diketahui sebelum kelahiran (misal, pada keadaan gawat janin)
sehingga dapat diusahakan memperbaiki sirkulasi atau oksigenasi janin intrauterin
atau segera melahirkan janin untuk mempersingkat masa hipoksemia janin yang
terjadi.

3.2 Saran
Mengingat tingginya AKI dan AKB di Indonesia, maka kegawatdaruratan
maternal dan neonatal haruslah ditangani dengan cepat dan tepat. Penanganan yang
tepat dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga di Indonesia. Maka, dengan
mempelajari dan memahami kegawatdaruratan maternal dan neonatal, diharapkan
bidan dapat memberikan penanganan yang maksimal dan sesuai standar demi
kesehatan ibu dan anak.

17

Anda mungkin juga menyukai