Anda di halaman 1dari 2

A. PENGERTIAN TASAWUF.

1. Pengertian Tasawuf Secara Bahasa Dan Istilah


Tasawuf berasal dari bahasa Arab yaitu: “at-Tashawwufu” (ُ‫ص ُّوف‬َ َّ ‫ )اَلت‬yang artinya berbulu yang banyak;
yakni menjadi sufi itu ciri khas pakaiannya adalah selalu terbuat dari bulu domba (wol).
Menurut keyakinan Jurji Zaidan, bahwa ada hubungan kata arab ”shuufi” dengan kata Yunani
”Shopia”, yang berarti ”kebijaksanaan”.
Dari segi Linguistik (kebahasan) tasawuf adalah sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri,
beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan selalu bersikap bijaksana, Sikap jiwa
yang demikian itu pada hakikatnya adalah akhlak yang mulia.

Tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli


1. Jika manusia dipandang sebagai makhluk yang terbatas, maka Tasawuf adalah upaya mensucikan
diri dengan cara menjauhkan pengaruh kehidupan dunia, dan memusatkan perhatian hanya kepada
Allah SWT.
2. Jika manusia dipandang sebagai makhluk yang harus berjuang, maka Tasawuf adalah upaya
memperindah diri dengan akhlaq yang bersumber dari ajaran Islam dalam rangka mendekatkan dirti
kepada Allah SWT.
3. Jika manusia dipandang sebagai makhluk yang bertuhan maka Tasawuf adalah Kesadaran Fitrah
(Ke Tuhanan) yang dapat mengarahkan jiwa agar tertuju kepada kegiatan-kegiatan yang dapat
menghubungkan manusia dengan Tuhan.

Tasawuf pada intinya adalah; Upaya mensucikan diri dengan cara menjauhkan pengaruh kehidupan
dunia dan memusatkan perhatian hanya kepada Allah Swt. Dan atau Kegiatan yang berkenaan
dengan pembinaan mental ruhaniah agar selalu dekat dengan Tuhan.
2. Pengertian Tasawuf Menurut Para Ahli Tasawuf:
1. Muhammad Amin Al-Kurdy: Tasawuf adalah suatu ilmu yang dengannya dapat diketahui hal-ihwal
kebaikan dan keburukan jiwa, cara membersihkannya dari sifat-sifat yang buruk dan mengisinya
dengan sifat-sifat yang terpuji, cara melakukan suluk, melangkah menuju keridaan Allah dan
meninggalkan laranganNya menuju kepada perintahNya.
2. Imam Al Ghozali mengemukakan pendapat Abu Bakar Al Kattany: Tasawuf adalah budi pekerti;
barangsiapa yang memberikan bekal budi pekerti atasmu, berarti ia memberikan bekal atas dirimu
dalam Tasawuf. Maka hamba yang jiwanya menerima (perintah) untuk beramal, karena
sesungguhnya mereka melakukan suluk dengan nur (petunjuk) Islam. Dan ahli Zuhud yang jiwanya
menerima (perintah) untuk melakukan beberapa akhlaq (terpuji), karena mereka telah melakukan
suluk dengan nur (petunjuk) imannya.
3. Mahmud Amin Al Nawawy mengemukakan pendapat Al Junaid Al Baghdady: Tasawuf adalah
memelihara (meggunakan) waktu (lalu), ia berkata: Seorang hamba tidak akan menekuni (amalan
Tasawuf) tanpa aturan tertentu, (menganggap) tidak tepat (ibadahnya) tanpa tertuju kepada tuhannya
dan merasa tidak berhubungan (dengan TuhanNya) tanpa menggunakan waktu (untuk beribadah
kepadaNya).
4. Al Suhrawardi mengemukakan pendapat Ma’ruf Al Karakhy: Tasawuf adalah mencari hakikat dan
meniggalkan sesuatu yang ada ditangan makhluk (kesenangan duniawi)
5. Al-Junaid Al-Baghdadi (W. 279H/910M), Sebagai Bapak Tasawuf Moderat; Tasawuf adalah
keberadaan bersama Allah tanpa adanya penghalang
6. Abu Al-Qasim Al-Qusyairi (W. 465h/1073m): Tasawuf adalah ajaran yang menjabarkan Al-Qur’an
dan As-Sunnah, berjuang mengendalikan nafsu, menjauhi perbuatan bid’ah, mengendalikan sahwat,
dan menggindari sikap meringankan ibadah.
B. ASAL-USUL TASAWUF
Asal usul tasawuf dapat dipahami dari uraian berikut:
1. Shafa (suci). Karena kesucian batin dan kebersihan tindakannya.
2. Shaff (barisan). Karena para Sufi memiliki iman kuat, jiwa yang bersih dan senantiasa memilih barisan
terdepan dalam sholat berjamaah.
3. Shaufanah, yakni sejenis buah-buahan kecil berbulu dan banyak tumbuh dipadang pasir jazirah
Arabia. Nama ini digunakan karena banyak sufi yang memakai pakaian berbulu yang terbuat dari
bulu domba kasar.
4. Shuffah (serambi tempat duduk). Yakni shuffah Masjid Nabawi di Madinah yang disediakan bagi para
tuna wisma dari kalangan muhajirin dimasa Rasulullah S.A.W. para tuna wisma tersebut biasa
dipanggil ahli shuffah (pemilik serambi), karena mereka bernaung di serambi masjid.
5. Shafwah (yang terpilih atau terbaik); sufi adalah orang yang terpilih diantara hamba-hamba Allah
SWT. Karena ketulusan amal mereka kepadaNya.
6. Theosophi (Yunani: theo:ُtuhan; shopos: hikmah) yang berarti hikmah atau kearifan ketuhanan.
7. Shuf (bulu domba); karena para shufi biasa memakai pakaian dari bulu domba yang kasar, sebagai
lambang kerendahan hati, untuk menghindari sikap sombong disamping untuk menenangkan jiwa,
serta meninggalkan usaha-usaha yang bersifat duniawi.
C. ISTILAH-ISTILAH DALAM TASAWUF
1. Al-Maqamat
Al-Maqamat secara bahasa atau etimologi dari bahasa Arab ”maqam” yang berarti “tempat orang berdiri atau pangkal mulia
atau kedudukan spiritual”, dan dalam terminologi sufistik al-maqamat berarti tempat atau martabat seseorang hamba di
hadapan Allah
Menurut Al Qusyairi (w. 465 H) maqam adalah tahapan adab (etika) seorang hamba dalam rangka wushul (sampai)
kepadaNya dengan berbagai upaya, diwujudkan dengan suatu tujuan pencarian dan ukuran tugas.
2. Tingkatan Al-Maqamat
Sedikitnya ada tujuh al-maqamat yang harus ditempuh oleh seorang Sufi agar dapat berdekatan
dengan Allah. dikalangan para Sufi tidak sama pendapatnya tentang jumlah al-maqamat dalam
tasawuf.
Dan menurut Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin mangatakan bahwa al-maqamat itu
ada delapan yaitu al-Taubah. al-Wara’, al-Shabr, al- Zuhud, al-Tawakkal, al- Mahabbah, al-Ma’rifah,
dan al-Ridla.
1. Al-Taubat: memohon ampun kepada Allah SWT atas segala kesalahan dan dosa-
dosa yang telah diperbuat dan berjanji tidak akan mengulangi.
2. Al-Wara’: meninggalkan segala keraguan antara yang halal dan haram (Syubhat)
3. Al-Zuhud: pola hidup yang menghindari dan meninggalkan keduniawian karena
ibadah kepada Allah SWT, serta lebih mencintai kehidupan akhirat.
4. Al-Faqr: tidak meminta lebih dari apa yang telah diberikan Allah SWT.
5. Al-Shabr: dalam menjalankan perintah Allah, dalam menahan diri dari segala
perbuatan jahat, dan ketika menerima cobaan dari Allah SWT.
6. Al-Tawakkal: bersandar atau mempercayakan diri kepada Allah SWT dalam
menghadapi segala rintangan.
7. Al-Ridla: rela menerima segala apa yang telah ditentukan dan ditakdirkan, dan rela
berjuang dijalanNya, rela membawa kebenaran, dan berkorban dengan harta,
pikiran dan jiwa.

Anda mungkin juga menyukai