Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN NY S DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDA

(PSTW) JEMBER

SINDROM GERIATRI: GANGGUAN NYERI

Disusun oleh:

Khairul Mutmainnah, S.Kep

(1901031013)

PRODI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2020

1
2

LAPORAN PENDAHULUAN

SINDROM GERIATRI: NYERI

A. Konsep Nyeri

1. Definisi Nyeri
Nyeri merupakan sensasi yang rumit, unik, universal, bersifal

individual, dikatakan bersifat individual karena respons individu

terhadap sensasi nyeri beragam dan tidak bisa disamakan satu dengan

lainnya. Hal tersebut menjadi dasar bagi perawat dalam mengatasi

nyeri pada klien. Nyeri diartikan berbeda – beda antarindividu,

bergantung pada persepsinya walaupun ada satu kesamaan mengenai

persepsi nyeri. Nyeri juga dapat diartikan sebagai suatu sensasi yang

tidak menyenangkan baik secara sensori maupun emosional yang

berhubungan dengan adanya suatu kerusakan jaringan atau faktor lain,

sehingga individu merasa tersiksa yang akhirnya mengganggu

aktivitas sehari – hari dan psikis (Asmadi, 2008).

Nyeri merupakan mekanisme fisiologis yang bertujuan untuk

melindungi diri, nyeri merupakan salah satu tanda peringatan bahwa

terjadi kerusakan jaringan, yang harus menjadi pertimbangan utama

keperawatan saat mengkaji nyeri ( Muttaqin, 2008).

2. Etiologi nyeri

Menurut Asmadi (2008) penyebab nyeri dapat diklasifikasikan

ke dalam dua golongan yaitu fisik dan psikis. Penyebab fisik seperti

trauma (baik trauma mekanik, termis, kimiawi, maupun elektrik),


3

neoplasma, peradangan, gangguan sirkulasi darah, dan lain – lain.

Secara psikis seperti adanya trauma psikologis.

a. Trauma mekanik menimbulkan nyeri karena ujung – ujung saraf

bebas mengalami kerusakan akibat benturan, gesekan, ataupun

luka. Trauma termis menimbulkan nyeri karena ujung saraf

reseptor mendapat rangsangan akibat panas dan dingin. Trauma

kimiawi terjadi karena tersentuh zat asam atau basa yang kuat.

Trauma elektrik dapat menimbulkan nyeri karena pengaruh aliran

listrik yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri.

b. Neoplasma menyebabkan nyeri karena terjadinya tekanan atau

kerusakan jaringan yang mengandung reseptor nyeri dan juga

tarikan, jepitan, atau metastase. Nyeri pada peradangan terjadi

karena kerusakan ujung – ujung saraf reseptor akibat adanya

peradangan atau terjepit oleh pembengkakan.

c. Nyeri yang disebabkab faktor psikologis merupakan nyeri yang

dirasakan bukan karena penyebab organik, melainkan akibat

trauma psikologis dan pengaruhnya terhadap fisik.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa nyeri yang disebabkan

oleh faktor fisik berkaitan dengan terganggunya serabut saraf

reseptor nyeri dan serabut saraf ini terletak dan tersebar pada lapisan

kulit dan pada jaringan – jaringan tertentu yang terletak lebih dalam.

3. Fisiologi nyeri

Fisiologis nyeri dimulai dengan adanya stimulus penghasil nyeri

yang mengirimkan impuls melalui serabut saraf perifer, serabut nyeri


4

memasuki medula spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute

saraf dan akhirnya sampai di dalam massa berwarna abu – abu di

medula spinalis. Pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel – sel saraf

inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau

ditransmisi tanpa hambatan ke korteks serebri. Sekali stimulus nyeri

mencapai korteks serebri, maka otak menginterpretasikan kualitas

nyeri dan memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan

yang lalu serta asosiasi kebudayaan dalam upaya mepersepsikan nyeri.

Pada saat impuls nyeri sampai ke medula spinalis menuju ke

batang otak dan talamus, sistem saraf otonom menjadi terstimulasi

sebagai bagian dari respon stres. Nyeri dengan intensitas ringan hingga

sedang dan nyeri yang superfisial menimbulkan reaksi flight or fight

yang merupakan sindrom adaptasi umum. Stimulus pada cabang

simpatis pada sistem saraf otonom menghasilkan respon fisiologis.

Apabila nyeri berlangsung terus menerus, berat, dalam, dan secara

tipikal melibatkan organ – organ viseral, sistem saraf parasimpatis

menghasilkan suatu aksi (Muttaqin, 2008).

4. Tanda dan Gejala

a. Gangguan tidur

b. Posisi menghindari nyeri

c. Gerakan menghindari nyeri

d. Raut wajah kesakitan

e. Perubahan nafsu makan

f. Tekanan darah meningkat


5

g. Nadi meningkat

h. Pernafasan meningkat

i. Depresi, frustasi

5. Klasifikasi nyeri

Menurut Asmadi (2008) nyeri diklasifikasikan ke dalam beberapa

golongan, yakni:

a. Nyeri berdasarkan tempatnya

1) Pheriperal pain : mukosa dan kulit

2) Deep pain : permukaan tubuh yang lebih dalam atau pada

organ-organ tubuh visceral.

3) Refered pain : nyeri yang disebabkan karena penyakit

organ/struktur dalam tubuh

4) Central pain: nyeri yang disebabkan karena perangsangan pada

sistem saraf pusat

b. Nyeri berdasarkan sifatnya:

1) Incidental pain: nyeri timbul sewaktu – waktu lalu menghilang

2) Steady pain: nyeri yang timbul dan menetap dirasakan terus

menerus

3) Paroxymal pain : nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan

kuat sekali.

c. Nyeri berdasarkan berat ringannya:

1) Nyeri ringan yaitu nyeri dengan intensitas rendah

2) Nyeri sedang yaitu nyeri dengan intensitas sedang

3) Nyeri berat yaitu nyeri dengan intensitas tinggi


6

d. Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan:

1) Nyeri akut: nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat dan

berakhir kurang dari 6 bulan, sumber dan daerah nyeri

diketahui dengan jelas.

2) Nyeri kronis: nyeri yang dirasakan lebih dari 6 bulan. Nyeri

kronis ini polanya beragam dan berlangsung berbulan – bulan

bahkan bertahun – tahun.

6. Penilaian Nyeri

Penilaian nyeri merupakan elemen yang penting untuk menentukan

terapi nyeri paska pembedahan yang efektif. Skala penilaian nyeri dan

keterangan pasien digunakan untuk menilai derajat nyeri. Intensitas

nyeri harus dinilai sedini mungkin selama pasien dapat berkomunikasi

dan menunjukkan ekspresi nyeri yang dirasakan. Ada beberapa skala

penilaian nyeri pada pasien sekarang:

a. Wong-Baker Faces Pain Rating Scale

Skala dengan enam gambar wajah dengan ekspresi yang berbeda,

dimulai dari senyuman sampai menangis karena kesakitan. Skala ini

berguna pada pasien dengan gangguan komunikasi, seperti anak-

anak, orang tua, pasien yang kebingungan atau pada pasien yang

tidak mengerti dengan bahasa lokal setempat.


7

b. Verbal Rating Scale (VRS)

Pasien ditanyakan tentang derajat nyeri yang dirasakan berdasarkan

skala lima poin ; tidak nyeri, ringan, sedang, berat dan sangat berat.

c. Numerical Rating Scale (NRS)

Pertama sekali dikemukakan oleh Downie dkk pada tahun 1978,

dimana pasien ditanyakan tentang derajat nyeri yang dirasakan

dengan menunjukkan angka 0 – 5 atau 0 – 10, dimana angka 0

menunjukkan tidak ada nyeri dan angka 5 atau 10 menunjukkan

nyeri yang hebat.

d. Visual Analogue Scale (VAS)


8

Skala yang pertama sekali dikemukakan oleh Keele pada tahun

1948 yang merupakan skala dengan garis lurus 10 cm, dimana awal

garis (0) penanda tidak ada nyeri dan akhir garis (10) menandakan

nyeri hebat. Pasien diminta untuk membuat tanda digaris tersebut

untuk mengekspresikan nyeri yang dirasakan. Penggunaan skala

VAS lebih gampang, efisien dan lebih mudah dipahami oleh

penderita dibandingkan dengan skala lainnya. Penggunaan VAS

telah direkomendasikan oleh Coll dkk karena selain telah digunakan

secara luas, VAS juga secara metodologis kualitasnya lebih baik,

dimana juga penggunaannya realtif mudah, hanya dengan

menggunakan beberapa kata sehingga kosa kata tidak menjadi

permasalahan. Willianson dkk juga melakukan kajian pustaka atas

tiga skala ukur nyeri dan menarik kesimpulan bahwa VAS secara

statistik paling kuat rasionya karena dapat menyajikan data dalam

bentuk rasio. Nilai VAS antara 0 – 4 cm dianggap sebagai tingkat

nyeri yang rendah dan digunakan sebagai target untuk tatalaksana

analgesia. Nilai VAS > 4 dianggap nyeri sedang menuju berat

sehingga pasien merasa tidak nyaman sehingga perlu diberikan obat

analgesik penyelamat (rescue analgetic).


9

7. Penatalaksanaan Nyeri

a. Penatalaksanaan keperawatan

1) Monitor gejala cardinal/ tanda-tanda vital

2) Kaji adanya infeksi atau peradangan di sekitar nyeri

3) Beri rasa aman

4) Sentuhan therapeutic

Teori ini mengatakan bahwa individu yang sehat mempunyai

keseimbangan energy antara tubuh dengan lingkungan luar.

Orang sakit berarti ada ketidakseimbangan energi, dengan

memberikan sentuhan pada pasien, diharapkan ada transfer

energy.

5) Akupressure

Pemberian tekanan pada pusat-pusat nyeri

6) Guided imagery
10

Meminta pasien berimajinasi membayangkan hal-hal yang

menyenangkan, tindakan ini memerlukan suasana dan ruangan

yang terang, serta konsentrasi dari pasien.

7) Distraksi

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, efektif untuk nyeri

ringan sampai sedang. Distraksi visual (melihat TV atau

ertandingan bola), distraksi audio (mendengar musik), distraksi

sentuhan massage, memegang mainan), distraksi intelektual

(merangkai puzzle).

8) Anticipatory guidance

Memodifikasi secara langsung cemas yang berhubungan dengan

nyeri.

9) Hipnotis

Membantu persepsi nyeri melalui pengaruh sugesti positif.

10) Biofeedback

Terapi prilaku yang dilakukan dengan memberikan individu

informasi tentang respon nyeri fisiologis dan cara untuk melatih

control volunter terhadap respon. Terapi ini efektif untuk

mengatasi ketegangan otot dan migren dengan cara memasang

elektroda pada pelipis.

b. Penatalaksanaan medis

1) Pemberian analgesik

Obat golongan analgesik akan merubah persepsi dan

interprestasi nyeri dengan jalan mendpresi sistem saraf pusat


11

pada thalamus dan korteks serebri. Analgesik akan lebih efektif

diberikan sebelum pasien merasakan nyeri yang berat

dibandingkan setelah mengeluh nyeri. Contoh obat analgesik

yani asam salisilat (non narkotik), morphin (narkotik), dll.

2) Plasebo

Plasebo merupakan obat yang tidak mengandung komponen

obat analgesik seperti gula, larutan garam/ normal saline, atau

air. Terapi ini dapat menurunkan rasa nyeri, hal ini karena faktor

persepsi kepercayaan pasien.


WOC Nyeri

Usia lanjut dan proses penuaan

Biologis

Usia ≥ 60 tahun

Penurunan fungsi neurologis/ tonus Penurunan sel dan fungsi sistem tubuh

gangguan otot musculosceletal Elastisitas , arteriosklerosis

Risiko jatuh Hipertensi

Kerusakan vaskuler pembuluh darah Gangguan pola tidur

Perubahan struktur Pola tidur tidak menyehatkan

Penyumbatan pembuluh darah Kesulitan untuk tidur

Vasokonstriksi Nyeri akut


Gangguan sirkulasi

Otak Resistensi pembuluh darah otak Nyeri kepala

12
13
B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Berdasarkan PQRST

P (Provoking): faktor yang mempengaruhi berat atau ringannya nyeri.

Q (Quality): kualitas nyeri seperti tajam, tumpul, tersayat,

atautertusuk.

R (Region): daerah perjalanan nyeri

S (Severity): parahnya nyeri, skala nyeri secara umum : (0-10 skala)

0: tidak nyeri

1-3 : nyeri ringan

4-7 : nyeri sedang

8-10 : nyeri berat

T (Time): waktu timbulnya nyeri, lamanya nyeri, atau frekuensi nyeri.

2. Analisa Data

a. Data Subjektif

Pasien mengeluh nyeri, tidak bisa tidur karena nyeri, sering

mengubah posisi dan menghindari tekanan nyeri.

b. Data Objektif

Pasien terlihat meringis, pasien tampak memegangi area yang

nyeri, suhu meningkat.

3. Diagnosis Keperawatan

a. Nyeri akut

b. Nyeri kronis

c. Gangguan rasa nyaman

14
15

4. Rencana keperawatan

Tujuan: Rasa nyeri berkurang atau dapat menghilang

Kriteria hasil:

 Pasien menunjukan penurunan skala nyeri

 Pasien menggambarkan rasa nyaman dan rileks.

Intervensi Rasional
1. Kaji faktor penyebab, kualitas, 1. Menentukan sejauhmana nyeri
lokasi, frekuensi, dan skala yang dirasakan dan untuk
nyeri memudahkan member intervensi
selanjutnya.
2. Monitor tanda-tanda vital, 2. Dapat mengidentifikasi rasa
perhatikan takikardia, sakit dan ketidaknyamanan
hipertensi, dan peningkatan
pernafasan. 3. Membantu pasien menjadi
3. Ajarkan tehnik distraksi dan rileks, menurunkan rasa nyeri,
relaksasi serta mampu mengalihkan
perhatian pasien dari nyeri yang
dirasakan
4. Mengurangi rasa sakit,
4. Beri posisi yang nyaman untuk meningkatkan sirkulasi, posisi
pasien semifowler dapat mengurangi
tekanan dorsal.
5. Pasien mengerti tentang nyeri
5. Beri Health Education (HE) yang dirasakan dan menghindari
tentang nyeri hal-hal yang dapat memperparah
nyeri.
6. Kolaborasi dalam pemberian 6. Menekan susunan saraf pusat
terapi analgesik seperti pada thalamus dan korteks
serebri sehigga dapat
mengurangi rasa sakit/ nyeri

5. Pelaksanaan

Pelaksanaan atau implementasi adalah tindakan yang dilaksanakan

sesuai dengan rencana asuhan keperawatan yang telah disusun

sebelumnya berdasarkan tindakan yang telah dibuat, dimana tindakan

yang dilakukan mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi (Tarwoto

dan Wartonah, 2003).


16

6. Evaluasi

a. Penurunan skala nyeri, contohnya skala nyeri menurun dari 8

menjadi 5 dari 10 skala yang diberikan.

b. Merasa nyaman dan dapat istirahat


17

DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep Dan Aplikasi


Kebutuhan Dasar. Jakarta: Salemba Medika.

Azizah, L. M. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Dewi, S. R. (2014). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC.

Muttaqqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan


Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Nugroho, W. (2014). Keperawatan agerontik & Geriatric . Jakarta: EGC.

Prantika, L. (2015). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.

Anda mungkin juga menyukai