OLEH:
(Kelas A)
Adinda Hapsari 7103018082
Dewi Yemima 7103018101
Earlene Benedicta 7103018127
Florence Thie T 7103018129
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA
SURABAYA
2020
1. SEXUAL DYSFUNCTION (DISFUNGSI SEKSUAL)
Kriteria Diagnosis
A. Paling tidak satu dari gejala berikut harus dialami pada hampir semua atau
semua (sekitar 75%-100%) kesempatan aktivitas seksual (dalam konteks
situasional yang teridentifikasi atau, jika digeneralisasi, dalam semua
konteks):
1. Ditandai dengan kesulitan mendapat ereksi selama aktivitas seksual.
2. Ditandai dengan kesulitan dalam mempertahankan ereksi hingga
penyelesaian aktivitas seksual.
3. Ditandai dengan penurunan kekakuan ereksi.
B. Gejala pada Kriteria A sudah bertahan untuk durasi minimum sekitar 6 bulan.
C. Gejala pada Kriteria A menyebabkan distress signifikan secara klinis pada
individu.
D. Disfungsi seksual tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental
nonseksual atau sebagai akibat dari konsekuensi dari distress hubungan yang
parah atau stresor signifikan lainnya dan tidak disebabkan oleh efek zat/obat
atau kondisi medis lain.
Tentukan apakah:
Lifelong: gangguan telah ada sejak individu menjadi aktive secara
seksual.
Acquired: gangguan dimulai setelah periode fungsi seksual relatif
normal.
Tentukan apakah:
Generalized: tidak terbatas pada jenis stimulasi, situasi, atau pasangan
tertentu.
Situational: hanya terjadi dengan jenis stimulasi, situasi, dan pasangan
tertentu.
Tentukan kuparahannya:
Mild: Bukti distress ringan atas gejala dalam Kriteria A.
Moderate: Bukti distress sedang atas gejala dalam Kriteria A.
Severe: Bukti distress ekstrim atas gejala dalam Kriteria A.
Etiologi
• Pasangan • Budaya atau agama
• Hubungan • Faktor medis yang
• Kerentanan individu, berkaitan dengan
komorbiditas kejiwaan, prognosis, perjalanan,
atau stresor atau perawatan.
Etiologi
• Pasangan • Budaya atau agama
• Hubungan • Faktor medis yang
• Kerentanan individu, berkaitan dengan
komorbiditas kejiwaan, prognosis, perjalanan,
atau stresor atau perawatan.
1.4. Female Sexual Interest/Arousal Disorder
Dalam menilai Female Sexual Interest/Arousal Disorder, konteks
interpersonal harus diperhitungkan. “Perbedaan keinginan”, dimana seorang
wanita memiliki keinginan yang lebih rendah untuk aktivitas seksual
daripada pasangannya, tidak cukup untuk mendiagnosis Female
Sexual Interest/Arousal Disorder.
Kriteria Diagnosis
A. Kurangnya, atau berkurang secara signifikan, minat seksual/gairah,
sebagaimana diwujudkan oleh paling tidak tiga dari gejala berikut:
1. Tidak ada/berkurangnya minat dalam aktivitas seksual.
2. Tidak ada/berkurangnya pemikiran atau fantasi seksual/erotis.
3. Tidak ada/berkurangnya inisiasi aktivitas seksual, dan biasanya tidak
menerima upaya pasangan untuk memulai.
4. Tidak ada/berkurangnya gairah seksual/kesenangan selama aktivitas seksual
pada hampir semua atau semua (sekitar 75%-100%) pengalaman seksual
(dalam konteks situasional yang teridentifikasi atau, jika digeneralisasi,
dalam semua konteks).
5. Tidak ada/berkurangnya minat seksual/gairah dalam respon terhadap isyarat
seksual/erotis internal atau eksternal.
6. Tidak ada/berkurangnya sensasi genital atau nongenital selama aktivitas
seksual pada hampir semua atau semua (sekitar 75%-100%) pengalaman
seksual (dalam konteks situasional yang teridentifikasi atau, jika
digeneralisasi, dalam semua konteks).
B. Gejala pada Kriteria A sudah bertahan untuk durasi minimum sekitar 6 bulan.
C. Gejala pada Kriteria A menyebabkan distress signifikan secara klinis pada
individu.
D. Disfungsi seksual tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental
nonseksual atau sebagai akibat dari konsekuensi dari distress hubungan yang
parah atau stresor signifikan lainnya dan tidak disebabkan oleh efek zat/obat
atau kondisi medis lain.
Tentukan apakah:
Lifelong: gangguan telah ada sejak individu menjadi aktive secara
seksual.
Acquired: gangguan dimulai setelah periode fungsi seksual relatif
normal.
Tentukan apakah:
Generalized: tidak terbatas pada jenis stimulasi, situasi, atau pasangan
tertentu.
Situational: hanya terjadi dengan jenis stimulasi, situasi, dan pasangan
tertentu.
Tentukan kuparahannya:
Mild: Bukti distress ringan atas gejala dalam Kriteria A.
Moderate: Bukti distress sedang atas gejala dalam Kriteria A.
Severe: Bukti distress ekstrim atas gejala dalam Kriteria A.
Etiologi
• Pasangan • Budaya atau agama
• Hubungan • Faktor medis yang
• Kerentanan individu, berkaitan dengan
komorbiditas kejiwaan, prognosis, perjalanan,
atau stresor atau perawatan.
Tentukan kuparahannya:
Mild: Bukti distress ringan atas gejala dalam Kriteria A.
Moderate: Bukti distress sedang atas gejala dalam Kriteria A.
Severe: Bukti distress ekstrim atas gejala dalam Kriteria A.
Etiologi
• Pasangan • Budaya atau agama
• Hubungan • Faktor medis yang
• Kerentanan individu, berkaitan dengan
komorbiditas kejiwaan, prognosis, perjalanan,
atau stresor atau perawatan.
1.6. Male Hypoactive Sexual Desire Disorder
Saat penilaian untuk male hypoactive sexual disorder dibuat, konteks
interpersonal harus diperhitungkan. “Perbedaan keinginan”, dimana seorang
pria memiliki keinginan yang lebih rendah untuk aktivitas seksual daripada
pasangannya, tidak cukup untuk mendiagnosis male hypoactive sexual
disorder. Rendahnya/tidak adanya minat untuk seks dan kurang/tidak adanya
pemikiran atau fantasi seksual dibutuhkan untuk mendiagnosis gangguan.
Mungkin terdapat variasi di antara pria dalam bagaimana mengungkapkan
hasrat seksualnya.
Kriteria Diagnosis
A. Terus-menerus atau berulang kali mengalami kekurangan (atau tidak ada)
pemikiran atau fantasi dan hasrat seksual/erotis untuk melakukan aktivitas
seksual. Penilaian kekurangan dilakukan oleh dokter, dengan
memperhitungkan faktor yang mempengaruhi fungsi seksual, seperti umur
dan umum dan konteks sosial budaya dari kehidupan individu.
B. Gejala pada Kriteria A sudah bertahan untuk durasi minimum sekitar 6 bulan.
C. Gejala pada Kriteria A menyebabkan distress signifikan secara klinis pada
individu.
D. Disfungsi seksual tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental
nonseksual atau sebagai akibat dari konsekuensi dari distress hubungan yang
parah atau stresor signifikan lainnya dan tidak disebabkan oleh efek zat/obat
atau kondisi medis lain.
Tentukan apakah:
Lifelong: gangguan telah ada sejak individu menjadi aktive secara
seksual.
Acquired: gangguan dimulai setelah periode fungsi seksual relatif
normal.
Tentukan apakah:
Generalized: tidak terbatas pada jenis stimulasi, situasi, atau pasangan
tertentu.
Situational: hanya terjadi dengan jenis stimulasi, situasi, dan pasangan
tertentu.
Tentukan kuparahannya:
Mild: Bukti distress ringan atas gejala dalam Kriteria A.
Moderate: Bukti distress sedang atas gejala dalam Kriteria A.
Severe: Bukti distress ekstrim atas gejala dalam Kriteria A.
Etiologi
• Pasangan • Budaya atau agama
• Hubungan • Faktor medis yang
• Kerentanan individu, berkaitan dengan
komorbiditas kejiwaan, prognosis, perjalanan,
atau stresor atau perawatan.
Etiologi
• Pasangan • Budaya atau agama
• Hubungan • Faktor medis yang
• Kerentanan individu, berkaitan dengan
komorbiditas kejiwaan, prognosis, perjalanan,
atau stresor atau perawatan
Paraphilic disorder atau parafilia (berasal dari kata para berarti salah
atau abnormal dan philia berarti ketertarikan) berarti penyimpangan yang
melibatkan objek daya tarik seksual manusia. Parafilia merupakan gangguan
yang menyebabkan individu memiliki fantasi hasrat seksual yang berulang
dan intens, dorongan seksual, atau perilaku yang melibatkan objek bukan
manusia, anak-anak atau orag yang tidak diizinkan, atau penyiksaan atau
penghinaan terhadap seseorang atau pasangan.
Kriteria diagnostik :
• Selama periode setidaknya 6 bulan, gairah seksual berulang dan intens dari
menyentuh atau menggosok terhadap orang yang tidak menyetujuinya,
sebagaimana dimanifestasikan oleh fantasi, dorongan, atau perilaku.
• Individu telah bertindak atas dorongan seksual ini dengan orang yang tidak
menyetujuinya, atau dorongan atau fantasi seksual tersebut menyebabkan
tekanan atau gangguan signifikan secara klinis dalam bidang sosial,
pekerjaan, atau bidang fungsi penting lainnya.
Kriteria diagnostik :
• Selama periode setidaknya 6 bulan, gairah seksual berulang dan intens dari
memperlihatkan alat kelamin seseorang kepada orang yang tidak curiga,
keinginan, atau perilaku.
• Individu telah bertindak atas dorongan seksual ini dengan orang yang tidak
menyetujui, atau dorongan atau fantasi seksual tersebut menyebabkan
tekanan atau gangguan signifikan secara klinis dalam bidang sosial,
pekerjaan, atau bidang fungsi penting lainnya.
Tentukan apakah:
• Terangsang secara seksual dengan mengekspos alat kelamin kepada anak-
anak prapubertas.
• Terangsang secara seksual dengan mengekspos alat kelamin pada individu
yang matang secara fisik.
• Terangsang secara seksual dengan mengekspos alat kelamin untuk anak-anak
prapubertas dan individu yang secara fisik matang
Kriteria diagnostik :
• Selama periode setidaknya 6 bulan, gairah seksual yang berulang dan intens
dari tindakan dihina, dipukuli, diikat, atau dengan cara lain dibuat untuk
menderita, dorongan, atau perilaku
• Fantasi, dorongan seksual, atau perilaku menyebabkan tekanan signifikan
secara klinis atau penurunan fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting
lainnya.
Tetapkan jika:
Dengan asfiksiofilia: Jika individu tersebut terlibat dalam praktik mencapai
gairah seksual terkait dengan pembatasan pernapasan.
Kriteria diagnostik :
• Selama periode setidaknya 6 bulan, gairah seksual berulang dan intens dari
penderitaan fisik atau psikologis orang lain, sebagaimana diwujudkan oleh
fantasi, dorongan, atau perilaku.
• Individu telah bertindak atas dorongan seksual ini dengan orang yang tidak
menyetujuinya, atau dorongan atau fantasi seksual tersebut menyebabkan
tekanan atau gangguan signifikan secara klinis dalam bidang sosial,
pekerjaan, atau bidang fungsi penting lainnya.
2.6. Fetishistic disorder
Fetis adalah ketertarikan seksual yang kuat dan berulang terhadap objek
yang tidak hidup. Individu dengan parafilia fetisisme terkuasai oleh suatu
objek dan mereka menjadi bergantung pada objek ini untuk mencapai
kepuasan seksual, lebih menyukai objek tersebut daripada memiliki intimasi
seksual dengan pasangan.
Kriteria diagnostik:
• Selama periode setidaknya 6 bulan, gairah seksual berulang dan intens baik
dari penggunaan benda mati atau fokus yang sangat spesifik pada bagian
tubuh nongenital, yang dimanifestasikan oleh fantasi, dorongan, atau
perilaku.
• Fantasi, dorongan seksual, atau perilaku menyebabkan tekanan signifikan
secara klinis atau penurunan fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting
lainnya.
• Objek fetis tidak terbatas pada barang-barang pakaian yang digunakan
(seperti pada gangguan transvestik) atau perangkat yang dirancang khusus
untuk tujuan stimulasi genital (mis., vibrator).
Lebih spesifik :
Bagian tubuh
Benda yang tidak hidup
Lainnya
Spesifik jika :
Dengan fetisisme: Jika terangsang secara seksual oleh kain, bahan, atau
pakaian.
Dengan autogynephiiia: Jika terangsang secara seksual oleh pikiran atau
gambar diri sebagai wanita.
Kriteria diagnostik :
• Selama setidaknya 6 bulan, gairah seksual berulang dan intens dari
crossdressing, seperti yang dimanifestasikan oleh fantasi, dorongan, atau
perilaku.
• Fantasi, dorongan seksual, atau perilaku menyebabkan tekanan signifikan
secara klinis atau penurunan fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting
lainnya.
Kriteria diagnostik :
• Selama periode setidaknya 6 bulan, fantasi seksual yang muncul berulang,
intens, dorongan seksual, atau perilaku yang melibatkan aktivitas seksual
dengan anak atau anak praremaja (umumnya berusia 13 tahun atau lebih
muda).
• Individu telah bertindak atas dorongan seksual ini, atau dorongan seksual
atau fantasi menyebabkan kesulitan yang nyata atau kesulitan antarpribadi.
• Individu setidaknya berusia 16 tahun dan setidaknya 5 tahun lebih tua dari
anak atau anak-anak dalam kriteria A.
Catatan: Jangan menyertakan individu pada remaja akhir yang terlibat dalam
hubungan seksual yang berkelanjutan dengan usia 12 atau 13 tahun.
Lebih spesifik :
• Tertarik secara seksual kepada laki-laki
• Tertarik secara seksual kepada perempuan
• Tertarik secara seksual kepada laki-laki dan perempuan (keduanya)
Treatment:
• Intervensi medis, seperti memberikan obat-obatan antidepresi, atau obat
untuk menurunkan hormone
• Psikoterapi
• Penghilangan asosiasi-asosiasi melalui extinction dan pengondisian terbuka
3. Gender Dysphoria
A. Pada Anak-Anak
Adanya inkongruensi yang jelas antara jenis kelamin yang dirasakan
dan diekspresikan dengan jenis kelamin yang telah ditetapkan sebelumnya,
Durasi minimal selama 6 bulan, dan memenuhi setidaknya enam dari kriteria
berikut (salah satunya harus kriteria A1):
1. Keinginan kuat untuk menjadi jenis kelamin yang lain atau desakan bahwa
ia memiliki jenis kelamin yang lain.
2. Pada anak laki-laki (jenis kelamin yang telah ditetapkan), kecenderungan
yang kuat untuk berpakaian atau meniru pakaian perempuan; atau pada anak
perempuan (jenis kelamin yang ditetapkan), kecenderungan yang kuat untuk
hanya mengenakan pakaian maskulin dan penolakan yang kuat untuk
mengenakan pakaian feminin.
3. Kecenderungan yang kuat untuk berperan memiliki jenis kelamin lain (cross-
gender) dalam permainan pura-pura atau permainan fantasi.
4. Kecenderungan yang kuat dalam pemilihan mainan, permainan, atau
kegiatan yang digunakan atau terikat secara stereotipik pada jenis kelamin
lain.
5. Kecenderungan yang kuat untuk teman bermain dari jenis kelamin lainnya.
6. Pada anak laki-laki (jenis kelamin yang telah ditetapkan), penolakan yang
kuat terhadap mainan, permainan, dan kegiatan yang maskulin serta
penghindaran yang kuat terhadap permainan kasar; atau pada anak
perempuan (jenis kelamin yang telah ditetapkan), penolakan yang kuat
terhadap mainan, permainan, dan kegiatan yang feminin.
7. Rasa tidak suka yang kuat terhadap anatomi kelaminnya.
8. Keinginan yang kuat terhadap ciri seks primer dan atau sekunder yang sesuai
dengan jenis kelamin yang ia rasakan.
Intervensi
1. Psikoterapi, contohnya psikoterapi elektik
2. Terapi hormonal
Contoh Kasus Gender Dysphoria
(sumber:https://akurat.co/news/id-973524-read-dipecat-karena-jadi-
transgender-tentara-korsel-ini-tempuh-langkah-hukum)
• Integrity
Selama proses konseling dan pemulihan berlangsung, psikolog
diwajibkan menyampaikan hal yang terkait dengan kondisi dan gangguan
yang dialami oleh klien secara akurat, jujur, dan berdasarkan fakta yang ada,
sehingga dapat mengambil langkah selanjutnya dengan benar.
• Justice
Pada saat melakukan proses penyembuhan pada klien, psikolog wajib
untuk mampu bersifat adil pada setiap kliennya agar menghindari adanya
bias dalam menjalani proses konseling. Psikolog hendaknya mampu bersikap
netral pada kasus Byun sehingga pengobatan dapat berlangsung dengan baik
dan mengurangi Byun dari rasa terkucilkan.
Contoh Kasus Sexual Dysfunction
(sumber: https://www.bbc.com/indonesia/majalah-43664703)
Saya berusia 16 tahun saat pertama kali menyadari bahwa penis saya tak bisa
berdiri tegak atau ereksi sempurna selama masturbasi.
Lantas penis saya pun tidak pernah lagi mengalami ereksi di pagi hari seperti
biasanya. Itu adalah tanda-tanda awal bahwa ada sesuatu yang salah.
Tak ada orang yang bisa saya ajak bicara - saya tumbuh tanpa ayah dan
terlalu malu untuk membicarakan hal ini dengan teman-teman sekolah saya.
Mereka akan mengejek saya. Malah akan mengolok-olok kehidupan seks
saya.
Hidup dengan keadaan seperti ini membuat saya tertekan. Saya tadinya
menyangka impotensi adalah sesuatu yang hanya akan menimpa para laki-
laki yang lebih tua.
Namun hal ini ternyata semakin banyak terjadi di kalangan remaja pria.
Menurut sebuah penelitian baru-baru ini, satu dari setiap empat pasien
disfungsi ereksi belum lagi berusia 40 tahun. Dokter saya saat ini mengatakan
bahwa satu dari 10 laki-laki suatu saat akan mengalami gejala ini pada tahap
tertentu dalam kehidupannya - tetapi masih merupakan hal yang tabu.
Kini usia saya 25 tahun. Pernah saya berkonsultasi dengan dokter, tapi malah
membuat keadaan saya semakin buruk. Dia menyepelekan masalah dengan
mengatakan mungkin saya terlalu banyak melakukan masturbasi. Saya
merasa semakin kesal dan cemas.
Diam-diam saya mulai memesan Viagra secara daring dari India. Saya
menyelinap masuk ke kamar mandi untuk minum pil itu sebelum
berhubungan seks. Kemudian saya melakukan seks oral terhadap pasangan
saya selama 20 menit hingga penis saya terasa cukup keras untuk penetrasi.
Pil yang saya beli harganya £1,50 (lebih Rp25.000) per butir dan harus dibeli
dalam kemasan 20 butir. Saya harus menghabiskan ratusan pound (jutaan
rupiah) selama bertahun-tahun. Kalau kebanyakan laki-laki menyimpan
kondom di dompet mereka, maka saya menyimpan Viagra. Saya tidak
mengerti mengapa hal ini terjadi pada saya ketika saya masih sangat muda -
itu membuat saya sangat frustrasi.
Jika persediaan pil saya habis, saya pasti panik dan mencari-cari alasan untuk
tidak berhubungan seks. Bahkan ketika saya sudah mengonsumsi pil pun,
saya masih belum bisa menikmati hubungan seks.
Saya takut bila tiba-tiba penis saya lembek saat tengah berhubungan seks.
Suatu hari, pacar saya menemukan pil-pil tersebut dan bertanya apa itu. Saya
merasa canggung dan pura-pura tidak mendengarnya. Terbongkarnya rahasia
itu membuat hubungan kami tegang dan akhirnya kami putus.
Setelah beberapa tahun, saya hampir bunuh diri. Sulit bagi saya untuk
memulai hubungan romantis dengan serius - bagaimana hubungan itu bisa
bertahan jika penis saya tidak berfungsi dengan baik? Saya merasa sepertinya
saya tidak akan pernah dapat menemukan cinta dan membina sebuah
keluarga jika penis saya mengalami disfungsi, jadi apa gunanya mencoba?
Saya bisa menangis mengkhawatirkan penis sampai tertidur. Saya lalu mulai
menggunakan narkoba. Saya hanya berpikir, toh tubuh saya juga sudah
berantakan - mengapa saya harus peduli bila narkoba itu merusak lebih jauh?
Suatu hari, diri saya benar-benar sudah hancur lebur dan akhirnya
memberitahu ibu saya tentang semua yang saya alami. Sambil duduk di dapur
saya katakan kepadanya bahwa jika saya sampai usia ke 30 ini masalah saya
belum terselesaikan, saya akan bunuh diri. Dia terkejut, namun dia
membantu saya dengan langsung membuatkan janji dengan seorang dokter
lain.
Tangan saya bergetar setiap kali jarum suntik dimasukkan ke penis. Memang
metode suntik itu berhasil, tapi saya menghentikannya setelah 6 minggu
menjalaninya; karena terlalu mengerikan. Saya tidak mengerti mengapa ada
orang yang mau memasukkan jarum ke penis mereka.
Saya mengunjungi seorang konsultan juga dan mulai mengamati faktor
kecemasan yang menyebabkan disfungsi ereksi. Saya menyadari bahwa saya
sudah lama tak membicarakannya, dan hal itun menambah kekuatiran saya
dan memperburuk keadaan.
Hal itu bisa dipicu oleh penyakit vaskular, cedera seksual dan masturbasi
berlebihan yang merusak jaringan penis. Itu yang kemudian dapat
menyebabkan depresi dan kecemasan.
Sepertinya tidak ada perbaikan jangka panjang untuk masalah ereksi saya.
Saya akan mencoba obat-obatan baru dan itu akan berguna selama beberapa
bulan. Tapi kemudian kekuatiran itu datang kembali dan ereksi saya akan
menghilang lagi.
Plastik itu bekerja dengan pompa tersembunyi di dalam buah zakar. Sebelum
berhubungan seks, saya memencetnya sekitar 10 kali dan alat itu akan
membuat arteri mengembang hingga penis saya bisa tegak. Penis akan
lembek ketika saya menekan tombol untuk lepas. Saya masih bisa mengalami
ejakulasi seperti biasa.
Pacar saya sekarang, yang baru saya kenal tiga bulan setelah operasi implan,
sudah tahu semuanya. Saya menjelaskannya sambil berkelakar, bahwa penis
saya yang tadinya manual sekarang otomatis.
Dia sangat pengertian, itu membuat saya berpikir bahwa jika saya bertemu
dengannya sebelumnya mungkin saya tidak akan memiliki masalah yang
membuat saya begitu cemas.
Saran saya kepada siapa pun yang memiliki masalah ini adalah menemukan
seseorang yang dapat Anda ajak bicara secara jujur tentang hal itu sebelum
menjalani perawatan apa pun. Dan, jika bisa, temukanlah pasangan yang
mendukung dan membuat Anda merasa nyaman. Yang jelas, janganlah
menyelinap diam-diam mengonsumsi Viagra seperti yang saya lakukan.
Pembahasan Etika Sexual Dysfunction
• Integrity
Selama proses konseling dan pemulihan berlangsung, psikolog
diwajibkan menyampaikan hal yang terkait dengan kondisi dan gangguan
yang dialami oleh klien secara akurat, jujur, dan berdasarkan fakta yang ada,
sehingga dapat mengambil langkah selanjutnya dengan benar. Psikolog tidak
diperkenankan untuk menyimpulkan diagnosa secara cepat dan tidak akurat
atas sekilas penympaian keluhan yang diderita oleh kliennya tanpa
mempertimbangkan faktor lain yang juga berpengaruh.
• Justice
Pada saat melakukan proses penyembuhan pada klien, psikolog wajib
untuk mampu bersifat adil pada setiap kliennya. Psikolog hendaknya mampu
bersikap netral pada kasus ini sehingga pengobatan dapat berlangsung
dengan baik.
Contoh Kasus Paraphilic Disorder
Sumber: https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-4819071/obsesi-pada-
robot-seks-sampai-ingin-menikahinya-tanda-gangguan-jiwa)
"Untuk memastikan dia gangguan mental atau tidak memang harus ada
pemeriksaan lengkap. Tapi dari fenomena yang ada, sampai mau menikahi
robot seksnya, nggak suka sama manusia asli, itu kan termasuk gangguan
parafilia," kata seksolog dr Heru Oentoeng, MRepro, SpAnd dari RS Siloam
Kebon Jeruk saat dihubungi detikcom, Rabu (11/12/2019).
Parafilia adalah jenis gangguan kejiwaan yang ditandai dorongan seks tidak
normal yang melibatkan objek, aktivitas atau situasi tidak biasa. Ketertarikan
seks pada benda-benda tertentu seperti robot seks juga disebut sebagai
gangguan parafilia.
Obsesi pada robot seks sampai ingin menikahi memang akan dianggap tidak
wajar bagi lingkungan sosialnya. Dalam kebanyakan kasus, mereka yang
memiliki parafilia biasanya tidak memiliki masalah dalam interaksi sosial
namun akan berbeda cerita jika hanya berdua dalam satu ruangan bersama
robot seksnya.
"Kalau kita ngomong ke gangguan jiwa kan ada kaitannya dengan hubungan
dan interaksi sosial. Bisa saja dia tidak anti sosial. Bisa saja masih normal
tapi objek seksual dia adalah benda mati walau terlihat hidup. Itu sudah
masuk dalam kategori gangguan objek seksual," pungkas dr Heru.
Pembahasan Etika Paraphilic Disorder
• Integrity
Selama proses konseling dan pemulihan berlangsung, psikolog
diwajibkan menyampaikan hal yang terkait dengan kondisi dan gangguan
yang dialami oleh klien secara akurat, jujur, dan berdasarkan fakta yang ada,
sehingga dapat mengambil langkah selanjutnya dengan benar.
• Justice
Pada saat melakukan proses penyembuhan pada klien, psikolog wajib
untuk mampu bersifat adil pada setiap kliennya. Psikolog hendaknya mampu
bersikap netral pada kasus ini sehingga pengobatan dapat berlangsung
dengan baik
Pengaplikasian Dalam Bidang Minat Psikologi
BBC Indonesia. “Cerita Pria yang Ingin Mengakhiri Hidupnya karena Disfungsi
Ereksi.” (online) https://www.bbc.com/indonesia/majalah-43664703
Diakses pada 29 Januari 2020.
Dhanes, Sahistya. “Dipecat karena Jadi Transgender, Tentara Korsel ini Tempuh
Langkah Hukum.” (online) https://akurat.co/news/id-973524-read-dipecat-
karena-jadi-transgender-tentara-korsel-ini-tempuh-langkah-hukum Diakses
pada 29 Januari 2020.