PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebanyakan masyarakat tidak terlalu menghiraukan masalah benda
asing yang masuk kedalam organ tubuh mereka, mereka datang ke rumah
sakit atau ke dokter setelah benda asing tersebut menunjukkan gejala-gejala
yang serius sehingga membuat pasien merasa tidak nyaman atau merasa
kesakitan. Dalam Penelitian yang meneliti prevalensi benda asing di esofagus
dan bronkus di Bag/SMF THT-KL FK UNUD/ RSUP Sanglah Denpasar
Tahun 2010-2012 ditemukan Dari 56 kasus penelitian yang didapat sebagian
besar penderita berjenis kelamin laki-laki sebanyak 31 orang (55,4%),
berdasarkan umur kelompok balita merupakan yang paling banyak adalah
sebanyak 16 orang (28,6%), sedangkan uang logam merupakan jenis benda
asing yang paling banyak ditemukan sebanyak 17 kasus (30,4%), dan benda
asing terbanyak adalah benda asing organik yaitu sebanyak 30 kasus (53,6%),
terakhir menurut lokasi benda asing yang terbanyak berada esofagus yaitu
sebanyak 46 kasus (82,1%). Perlu edukasi untuk orang tua agar lebih
mengawasi anak-anaknya saat bermain dengan benda yang berpotensial non-
organik seperti uang logam masuk ke dalam rongga tubuh(Boeis, 2000).
Corpus alineum atau benda asing adalah benda yang berasal dari luar
atau dalam tubuh yang dalam keadaan normal tidak ada pada tubuh. Benda
asing dalam suatu organ dapat terbagi atas benda asing eksogen (dari luar
tubuh) dan benda asing endogen (dari dalam tubuh). Benda asing eksogen
terdiri dari benda padat, cair atau gas. Benda asing eksogen padat terbagi
terdiri dari zat organik seperti kacang-kacangan (yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan), tulang (yang berasal dari kerangka bintang) dan zat organik
seperti paku, jarum, peniti, batu dan lain-lain. Benda asing eksogen cair dibagi
dalam benda cair yang bersifat iritatif seperti zat kimia, dan benda cair non
iritatif yaitu cairan dengan pH 7,4. Benda asing eksogen dapat berupa sekret
kental, darah, bekuan darah, nanah, krusta(Boeis, 2000).
1
Benda asing pada hidung merupakan masalah kesehatan keluarga yang
sering terjadi pada anak-anak. Pada anak-anak cenderung mengeksplorasi
tubuhnya, terutama daerah yang berlubang, termasuk telinga, hidung, dan
mulut. Benda-benda asing yang sering ditemukan pada anak-anak antaranya
kacang hijau, manik-manik, dan lain-lain. Pada orang dewasa yang relatif
sering ditemukan adalah kapas cotton bud, atau serangga kecil seperti kecoa,
semut atau nyamuk. Diagnosis pada pasien sering terlambat karena penyebab
biasanya tidak terlihat, dan gejalnya tidak spesifik, dan sering terjadi
kesalahan diagnosis awalnya. Sebagian besar benda asing pada hidung dapat
dikeluarkan oleh dokter terlatih dengan komplikasi yang minimal.
Pengeluaran benda asing lazim dilakukan dengan forceps, irigasi dengan air,
dan kateter hisap. Pengeluaran benda asing harus dilakukan sedini mungkin
untuk menghindari komplikasi yang dapat ditimbulkan misalnya perdarahan
pada hidung dan lain-lain. Usaha mengeluarkan benda asing seringkali malah
mendorongnya lebih ke dalam sehingga harus dilakukan secara tepat dan hati-
hati. Bila kurang hati-hati atau bila pasien tidak kooperatif, berisiko trauma
yang dapat merusak stuktur organ yang lain(Boeis, 2000).
2
11. Apakah komplikasi benda asing dalam hidung?
12. Apakah prognosis benda asing dalam hidung?
13. Apakah pencegahan benda asing dalam hidung?
1.3 Tujuan
1. Mampu mengetahui dan memahami definisi dan klasifikasi benda asing
dalam hidung
2. Mampu mengetahui dan memahami epidemiologi benda asing dalam
hidung
3. Mampu mengetahui dan memahami etiologi benda asing dalam hidung
4. Mampu mengetahui dan memahami faktor risiko benda asing dalam
hidung
5. Mampu mengetahui dan memahami patofisiologi benda asing dalam
hidung
6. Mampu mengetahui dan memahami manifestasi klinis benda asing
dalam hidung
7. Mampu mengetahui dan memahami pemeriksaan fisik dan penunjang
benda asing dalam hidung
8. Mampu mengetahui dan memahami kriteria diagnosis benda asing
dalam hidung
9. Mampu mengetahui dan memahami diagnosis banding benda asing
dalam hidung
10. Mampu mengetahui dan memahami tatalaksana benda asing dalam
hidung
11. Mampu mengetahui dan memahami komplikasi benda asing dalam
hidung
12. Mampu mengetahui dan memahami prognosis benda asing dalam
hidung
13. Mampu mengetahui dan memahami pencegahan benda asing dalam
hidung
3
1.4 Manfaat
1. Sebagai tambahan wawasan dan pengetahuan mahasiswa mengenai
benda asing dalam hidung
2. Sebagai bahan pembelajaran mahasiswa dalam blok Pengindraan
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
1. Benda asing hidup, yang pernah ditemukan yaitu larva lalat, lintah, dan
cacing.
2. Benda asing mati, yang tersering yaitu manik-manik, baterai logam,
kancing baju. Kapur barus merupakan kasus yang jarang namun
mengandung naftalen yang bersifat sangat mengiritasi. Kasus baterai
logam di hidung juga harus diperlakukan sebagai kasus gawat darurat
yang harus dikeluarkan segera, karena kandungan zat kimianya yang dapat
bereaksi terhadap mukosa hidung(H., Mariana Junizaf. 2007).
2.2. Epidemiologi Benda Asing Dalam Hidung
Benda asing di hidung merupakan suatu kegawatdaruratan telinga hidung dan
tenggorok dimana merupakan kompetensi dokter umum secara tuntas dalam
penatalaksanaannya. Meskipun frekuensi tersering terlihat pada anak, dapat juga pada
dewasa, terutama pada orang dewasa yang memilki keterbelakangan mental atau
kelainan jiwa. Ketertarikan anak dalam mengeksplorasi tubuh membuat anak lebih
mudah untuk meletakkan benda asing ke dalam rongga hidung. Benda asing di
hidung dianggap mudah, tapi sebenarnya berpotensi untuk morbiditas akibat
kerusakan mukosa, dan bahkan kematian, jika terlepas ke dalam saluran napas(Peter,
1997).
6
2.3 Etiologi Benda Asing Dalam Hidung
Berdasarkan jenis bendanya, etiologi corpus alienum di hidung dapat di bagi
menjadi:
a. Benda asing hidup (benda organik)
1) Larva lalat
Beberapa kasus miasis hidung yang pernah ditemukan di hidung manusia
dan hewan di Indonesia disebabkan oleh larva lalat dari spesies Chryssonya
bezziana adalah serangga yang termasuk dalam famili Calliphoridea, ordo
dipteral subordo Cyclorrapha kelas Insecta. Lalat dewasa berukuran sedang
berwarna biru atau biru kehijauan dan berukuran 8-10 mm, bergaris gelap
pada thoraks dan pada abdomen melintang. Lalat dewasa meletakkan
telurnya pada jaringan hidup misalnya pada luka, lubang lubang pada tubuh
seperti hidung, mata, telinga, dan traktus urogenital.
2) Lintah
Lintah (Hirudinaria javanica) merupakan spesies dari kelas hirudinae.
Lintah Hirudinae adalah kelas dari anggota hewan tak bertulang belakang
yang termasuk filum annelida. Anggota jenis cacing ini tidak mempunyai
rambut, parapodia, dan seta. Tempat hidup hewan ini ada yang berada di air
tawar, air laut, dan di darat. Lintah merupakan hewan penghisap darah. Pada
saat menghisap darah, lintah mengeluarkan zat penghilang rasa sakit dan
mengeluarkan zat anti pembekuan darah sehingga darah pada pasin tidak
akan membeku. Setelah selesai menghisap darah, lintah akan menjatuhkan
diri.
3) Cacing
Ascaris Lumbricoides merupakan nematode usus yang masih menjadi
masalah di negara berkembang seperti Indonesia. Hidung dapat menjadi part
d’entry atau tempat cacing tersebut bermigrasi dari usus untuk mendapatkan
oksigen yang lebih banyak.
7
b. Benda asing tak hidup (benda anorganik)
Benda asing tak hidup yang tersering adalah manik-manik, baterai logam, dan
kancing baju. Kasus baterai logam di hidung merupakan salah satu kegawatan yang
harus segera dikeluarkan karena kandungan zat kimianya yang dapat bereaksi
terhadap mukosa hidung(Heim, 2007).
Hidung terdiri dari dua fossa hidung yang dipisahkan oleh septum vertikal dan
dibagi menjadi tiga bagian oleh turbinat hidung. Benda asing hidung cenderung
terletak di lantai saluran hidung, tepat di bawah turbin inferior, atau di fossa hidung
atas anterior ke turbinate tengah( Steven WH, Karen LM, 2007).
8
Gambar. 1 Predileksi badan asing hidung ( Steven WH, Karen LM, 2007).
Benda asing hidung dapat ditemukan di setiap bagian rongga hidung, sebagian
besar ditemukan di dasar hidung, tepat di bawah konka inferior atau di bagian atas
fossa nasal anterior hingga ke bagian depan konka media.
9
Benda-benda erosif seperti baterai dapat mengakibatkan kerusakan parah dari
septum hidung. Hal ini dapat terjadi karena benda erosif ini mengandung berbagai
jenis logam berat seperti merkuri, seng, perak, nikel, kadmium, dan lithium.
Pembebasan zat ini menyebabkan berbagai jenis lesi tergantung pada lokalisasi
dengan reaksi jaringan lokal serta nekrosis. Sebagai hasilnya terbentuk perforasi
septum, sinekia, penyempitan dan stenosis dari rongga hidung( Okhakhu,dkk., 2013).
Sebuah benda asing dapat menjadi inti peradangan yang nyata bila terbenam
di jaringan granulasi dengan menerima lapisan kalsium, magnesium fosfat dan
karbonat yang demikian akan menjadi sebuah rhinolith. Terkadang proses ini dapat
terjadi di area mukopus bahkan bekuan darah yang sering disebut nidus. Rhinolith
endogen yang terbentuk dari inti darah atau mukus jarang terjadi pasa usia dibawah 4
tahun, sedangkan rhinolith eksogen yang terbentuk dari benda asing yang diselimuti
oleh garam dapat terjadi pada usia berapapun. Rhinolith umumnya terletak di dasar
hidung bersifat radioopak, single, sferis ireguler namun dapat menunjukkan
pemanjangan sesuai dengan arah tumbuh di rongga hidung(Soepardi, dkk., 2007).
10
2.7 Pemeriksaan Fisik Dan Penunjang Benda Asing Dalam Hidung
2.7.1 Pemeriksaan fisik
11
Gambaran Benda asing/opak pada rongga hidung, potongan sagittal dan coronal
(Okhakhu AL, Okalugbo NE, Onyeagwana NC, 2013)
Gambar 6. Gambaran endoskopi benda asing Rongga hidung (Steven WH, Karen
LM. 2007)
12
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan fisis
Pada kasus rhinolith, pemeriksaan fisis kadang ditemukan pada kavum nasi
massa berwarna keabu-abuan yang irregular, di sepanjang dasar rongga hidung yang
bertulang, keras, dan terasa berpasir pada pemeriksaan(Kalan, 2000).
c. Pemeriksaan Penunjang
13
radiopak dapat dibuat foto radiologik segera setelah kejadian, sedangkan benda asing
radiolusen (seperti kacang-kacangan) dibuatkan foto radiologik setelah 24 jam
kejadian karena sebelum 24 jam kejadian belum menunjukkan gambaran radiologis
berarti. Video fluoroskopi merupakan cara terbaik untuk melihat saluran napas secara
keseluruhan, dapat mengevaluasi saat pada saat inspirasi dan ekspirasi dan adanya
obstruksi parsial. Emfisema obstruktif merupakan bukti radiologic pada benda asing
di saluran napas setelah 24 jam benda teraspirasi(Figueired, 2006).
14
inflamasi non infeksi, kelainan anatomis, serta abnormalitas genetik. Banyak
teori yang mengarahkan polip ini sebagai manifestasi dari inflamasi kronik.
Gejala yang ditemukan antara lain: hidung tersumbat, terasa mengganjal, sulit
bernafas, penciuman berkurang, sakit kepala, keluarnya cairan jernih encer
dari hidung, dan pada rinoskopi anterior tampak cavum nasi yang
sempit(Amaliyah, 2013).
4. Choanal Atresia
Atresia koana diduga terjadi akibat terhentinya pertumbuhan atau gangguan
resorpsi membran nasobukal selama kehamilan. Biasanya atresia koana
bilateral bermanifestasi pada waktu lahir. Pasien dapat ditemukan sianosis dan
gagal bernafas. Sedangkan atresia koana unilateral biasanya tidak memiliki
masalah respirasi saat lahir, namun dapat mengalami keluarnya sekret hidung
mukopurulen unilateral disertai rinore persisten dan gejala obstruksi
intermiten(Husni, T. 2009).
5. Upper Respiratory Tract Infection
Suatu infeksi pada saluran pernafasan atas yang disebabkan virus atau bakteri,
ditemukan gejala pilek, batuk, demam.
15
pada pasien, mengontrol perdarahan, dan mengurangi sekresi. Ini tidak
direkomendasikan ketika ada kekhawatiran kelelahan karena dapat meningkatkan
kadar asam. Diperlukan spekulum hidung, berbagai ukuran probe, kuret, dan aligator
forsep. Berikut persiapan yang dapat dilakukan :
1. Posisi yang tepat adalah duduk. Pada pasien yang kurang kooperatif seperti
pada pasien pediatrik , maka meminta tolong orang tua untuk memangku, dan
menahan tangan berserta lengan pasien, juga harus memposisikan kepala
pasien dalam posisi ekstensi 30o
2. Visualisasi harus dilakukan dengan baik. Sudut cahaya dan intensitas yang
tepat dapat membantu pemeriksa melakukan tindakan karena tidak perlu
untuk memegangnya. Sehingga dokter dapat melakukan tindakan
menggunakan kedua tangannya
3. Anestesi lokal perlu diberikan terutama pada pasien dewasa. Adapun pada
pasien pediatric anastesi umum lebih sering digunakan. Anastesi lokal yang
digunakan biasa berbentuk spray. Adapun pilihan anastesi biasanya adalah
Lignokain (Lidokain) 4%. Walaupun begitu, penggunaan kokain pada anak-
anak dapat menimbulkan toksik, sehingga biasanya digantikan dengan
adrenalin (epinefrin) 1:200.000(Mohan, 2018)
1. Benda bulat
Pengeluaran benda bulat dalam hidung sulit dilakukan. Hal ini dikarenakan
karakteristik benda bulat yang sulit untuk dicengkram. Alat yang sering
digunakan untuk tatalaksana adalah serumen hook yang sedikit dibengkokkan.
Teknik penggunaan serumen Hook, pengait menyusuri hingga bagian atap
cavum nasi hingga belakang benda asing hingga terletak di belakangnya,
16
kemudian pengait diputar ke samping dan diturunkan sedikit, lalu ke depan.
Dengan cara ini benda asing itu akan ikut terbawa keluar. Selain itu, suction
juga dapat digunakan. Penggunaan suction biasanya dilakukan apabila
ekstraksi menggunakan forsep/hook tidak berhasil. Suction juga dapat
digunakan pada ekstraksi benda asing bulat. Ssebelum digunakan, suction
harus diatur pada tekanan 100 dan 140 mmHg. Dokter sangat tidak disarankan
untuk mendorong benda itu agar masuk ke dalam mulut lalu
mengeluarkannya. Karena benda tersebut bisa jadi masuk ke dalam laring dan
terjadi aspirasi. Hal ini dapat mengakibatkan kegawatdaruratan. Pada pasien
yang terjadi dalam hidung maupun sinus, pemberian antibiotik sistemik
selama 5-7 hari dapat dilakukan.
2. Benda asing mati non-organik pada hidung seperti potongan kertas dan spons
dapat dikeluarkan dengan forsep.
3. Benda asing mati organik seperti biji-bijan dan nasi dapat diekstraksi dengan
pengait tumpul.
4. Jika peralatan kurang memadai atau tidak ditemukan alat ekstraksi, maka
pengeluaran benda asing dapat dilakukan dengan menghembuskan nafas kuat
pada sisi hidung yang terdapat benda asing dan menutup hidung pada sisi
lainnya. Pada pasien pediatrik yang tidak kooperatif dengan cara ini, maka
dapat dilakukan dengan menggunakan ventilasi tekanan positif. Teknik ini
dilakukan dengan menghembuskan nafas orang tua ke dalam mulut sang anak.
Harapanya, aliran udara yang dihempuskan dapat mengeluarkan benda asing
melalui alur mulut ke hidung. Namun hembusan tidak boleh dilakukan dengan
tekanan dan volume yang terlalu besar(Awad, 2018)
1. Penggunaan kloroform 25% dapat digunakan pada kasus benda asing berupa
serangga, cacing, larva, lintah, dan lain sebagainya. Penggunaan kloroform
17
25% dapat dilakukan 2-3 kali perminggu selama 6 minggu hingga benda asing
hidup tersebut menjadi mati. Setelah itu, ekstraksi dapat dilanjutkan dengan
suction, irigasi, maupun kuretase(Awad, 2018)
2. Pasien myasis dengan komplikasi dan angka morbiditas yang tinggi,
dilakukan operasi debridement. kemudian diberikan injeksi antibiotik serta
Ivermectin (antiparasit) jika diperlukan. Setelah ekstraksi dilakukan,
pemeriksaan harus tetap dilakukan untuk memastikan tidak adanya benda
asing lainnya yang tertinggal(Awad, 2018)
18
Benda asing hidup dapat menimbulkan gejala bilateral seperti hidung
tersumbat, sakit kepala, sekret serosanguinous, demam. Rhinolith umumnya bergejala
dan menimbulkan obstruksi nasal bila rhinolith membesar. Pemeriksaan didaptkan
massa ireguler keabuan, terletak di sepanjang dasar hidung(Boeis, 2000).
19
Benda-benda kecil Koin, maianan dengan bagian-bagian kecil,
yang sebaiknya mainan kecil, bola kecil, kelereng, baterai,
dihindari bulpoin, penghapus kecil, magnet lemari es, dan
lain-lain
Makanan-makanan Kacang dan berbagai jenis biji-bijian, anggur, pop
yang sebaiknya corn, permen karet, buah-buahan utuh yang masih
dihindari terdapat biji di dalamnya, dan lain-lain.
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Benda asing di hidung merupakan suatu kegawatdaruratan telinga
hidung dan tenggorok dimana merupakan kompetensi dokter umum secara
tuntas dalam penatalaksanaannya. Benda asing yang dicurigai ada di dalam
hidung haruslah secepatnya di klasifikasikan jenis benda organic atau
anorganik, karena akan mempengaruhi penatalaksanaan dari setiap jenis
tersebut. Benda asing menghasilkan peradangan lokal yang dapat
menyebabkan tekanan nekrosis. Ulserasi mukosa kemudian dapat berkembang
menjadi erosi ke dalam pembuluh darah yang menyebabkan epistaksis. Jika
objek menjadi bergeser ke posterior, ia dapat memasuki saluran pernapasan
dengan morbiditas sekunder. Benda asing hidung dapat menjadi klasifikasi
yang dikenal sebagai rhinolith. Benda organik menyebabkan respons
peradangan yang cepat. Gejala yang paling sering adalah hidung tersumbat,
rinore unilateral dengan cairan kental dan berbau. Kadang-kadang terdapat
rasa nyeri, demam, epistaksis dan bersin. Diagnosis pasti benda asing di
saluran napas ditegakkan setelah dilakukan tindakan endoskopi, yaitu
endoskopi nasal dengan sudut 0o atau 30o. Tidak ada pencegahan khusus
untuk kasus benda asing dalam hidung. Akan tetapi, karena kasus ini sebagian
besar terjadi pada anak-anak, maka orang tua harus lebih berhati-hati dan
waspada agar tidak terjadi kasus benda asing dalam hidung pad anaknya.
3.2 Saran
Diperlukan penelitian lanjutan untuk mengembangkan wawasan
mengenai penyakit benda asing dalam hidung.
21
DAFTAR PUSTAKA
22
12. Higler Adams Boeis. Buku Ajar Penyakit Tht.Edisi 6. 2000.Jakarta. Penerbit
Buku Kedokteran.Egc.
13. Husni, T. 2009. Atresia Koana. Jks 2009; 3:145-156.
14. Mohan S, Fuller Jc, Ford Sf, Lindsay Rw. Diagnostic And Therapeutic
Management Of Nasal Airway Obstruction: Advances In Diagnosis And
Treatment. Jama Facial Plast Surg. 2018 Sep 01;20(5):409-418. [Pubmed]
15. Okhakhu A.L, Okolugbo N.E, Onyeagwara N.C. Disk Battery In The Nasal
Cavity : Case Series. In : International Journal Of Modern And Alternative
Medicine Research. 2013;1:5-8, 2013
16. Osborn, Jw. 2016. Pediatric Foreign Body Ingestion Aspiration Removal.
Arkansas Childrens Hospital-Research-Foundation.
17. Pramuditya, H. 2019. Benda Asing Sederhana Di Bidang Tht Pada Anak-Anak.
Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. Diakses Pada 26 Januari 2020 Melalui Http://Yankes.Kemkes.Go.Id.
18. Pramuditya, H. 2019. Benda Asing Sederhana Di Bidang Tht Pada Anak-Anak.
Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. Diakses Pada 26 Januari 2020 Melalui Http://Yankes.Kemkes.Go.Id.
19. Program Pendidikan Dokter Spesialis Anak. Modul Panduan Benda Asing Pada
Saluran Napas. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Diakses Pada 26
Januari 2020 Melalui Http://Spesialis1.Ika.Fk.Unair.Ac.Id/Wp-
Content/Uploads/2017/03/Pgd07_Benda-Asing-Q.Pdf.
20. R. R. Figueired, A. A. Azevedo, A., Shiro T. Nasal Foreign Bodies: Description
Of Types And Complications In 420 Cases. In : Rev Bras Otorrinolaringol.
2006;72(1):18-23
21. R.R.Figueired, A. A. Azevedo, A. O.Ávila Kós, Shiro T. Nasal Foreign Bodies:
Description Of Types And Complications In 420 Cases. In : Rev Bras
Otorrinolaringol. 2006;72(1):18-23
22. R.R.Figueired, A. A. Azevedo, A. O.Ávila Kós, Shiro T. Nasal Foreign Bodies:
Description Of Types And Complications In 420 Cases. In : Rev Bras
Otorrinolaringol. 2006;72(1):18-23
23
23. Rahman, S. 2012. Tumor Awswzzsw5r66t Paranasal Dengan Perluasan
Intrakranial Dan Metastasis Ke Paru. Jurnal Kesehatan Andalas 1 (3)150-165.
24. Schroeder Jw, Holinger Ld. 2016. Foreign Bodies In The Airway. In: Kliegman
Rm, Stanton Bf, St. Geme Jw, Schor Nf, Eds. Nelson Textbook Of Pediatrics.
20th Ed. Philadelphia, Pa: Elsevier.
25. Soepardi E.A. Iskandar N.I. Bashiruddin J. Dkk. Infeksi Hidung. Dalam Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher. Edisi 6.
Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.
26. Steven W. Heim, Karen L. Maughan,, Foreign Bodies In The Ear, Nose, And
Throat, University Of Virginia School Of Medicine, Charlottesville, Virginia.
27. Kelesidis T, Osman S, Dinerman H. An unusual foreign body as cause of chronic
sinusitis; a case report. J Med Case Reports 2010, 4:157.
24