MINI RISET
oleh
Mahasiswa Profesi Stase Keperawatan Anak
Fakultas Keperawatan Universitas Jember
MINI RISET
Diajukan guna melengkapi seminar keperawatan stase anak dan memenuhi salah
satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi Profesi Ners
oleh
Joko Anang S. NIM 192311101025
Sari Mulianingrum NIM 192311101081
Ika Naila Zakiyah P. NIM 192311101082
Vita Nur Hafidzoh NIM 192311101083
Desi Trisari NIM 192311101086
Achlun Nisa M. S. P. P. NIM 192311101088
Rofifah Isro’atus S. NIM 192311101095
Vivin Riskiyana NIM 192311101102
Sheila Paramitha R. NIM 192311101120
ii
```
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
HALAMAN SAMPUL...................................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iii
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................ 2
1.3.1 Tujuan Umum....................................................................... 2
1.3.2 Tujuan Khusus...................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian....................................................................... 3
1.4.1 Manfaat Bagi Responden..................................................... 3
1.4.2 Manfaat Bagi Peneliti........................................................... 3
1.4.3 Manfaat Bagi Institusi .......................................................... 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 4
2.1 Pengertian ISPA .......................................................................... 4
2.2 Penyebab ISPA.............................................................................. 4
2.3 Tanda dan gejala........................................................................... 4
2.4 Klasifikasi ISPA........................................................................... 5
2.5 Macam-macam ISPA................................................................... 5
2.6 Penatalaksanaan ......................................................................... 9
2.7 Faktor yang Mempengaruhi ISPA.............................................. 9
2.8 Kerangka Teori.............................................................................. 14
BAB 3. KERANGKA KONSEP....................................................................... 15
3.1 Kerangka Konsep........................................................................ 15
BAB 4. METODE PENELITIAN.................................................................... 16
4.1 Desain Penelitian.......................................................................... 16
4.2 Populasi dan Sampel Penelitian.................................................. 16
4.2.1 Populasi Penelitian............................................................... 16
4.2.2 Sampel Penelitian................................................................. 16
4.2.3 Kriteria Sampel Penelitian.................................................... 17
4.3 Lokasi Penelitian.......................................................................... 18
4.4 Waktu Penelitian.......................................................................... 18
4.5 Definisi Operasional.................................................................... 18
4.6 Pengumpulan Data...................................................................... 20
4.6.1 Sumber data.......................................................................... 20
4.6.2 Teknik Pengumpulan Data................................................... 20
4.6.3 Alat Pengumpulan Data........................................................ 21
iii
```
iv
```
BAB 1. PENDAHULUAN
1
```
masa bayi dan balita akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak
selanjutnya. Oleh sebab itu, kelompok ini harus mendapat perlindungan untuk
mencegah terjadinya penyakit yang dapat mengakibatkan pertumbuhan dan
perkembangan menjadi terganggu atau bahkan dapat menimbulkan
kematian.Salah satu penyebab kematian tertinggi pada bayi dan balita adalah
akibat penyakit infksi saluran pernapasan akut (ISPA) (Jalil R dkk. 2018).Keadaan
lingkungan tempat tinggal juga mempengaruhi terjadinya penyakit ISPA.Polutan
lingkungan dapat mengiritasi mukosa saluran nafas sehingga memudahkan
terjadinya infeksi di saluran nafas.Pada anak-anak yang tinggal di rumah
berventilasi baik, insiden ISPA lebih rendah dibanding anak-anak yang tinggal di
rumah berventilasi buruk.Selain itu, pajanan suhu dingin juga menjadi salah satu
faktor resiko ISPA. Curah hujan yang berlebihan akan membuat rumah menjadi
lembab yang menjadi faktor untuk peningkatan penyakit ISPA (Dita dkk. 2017).
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, perlu dilakukan penelitian lebih
dalam tentang gambaran faktor yang mempengaruhi penyakit Infeksi saluran
pernapasan akut pada anak.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi responden
2
```
3
```
4
```
c. Bukan pneumonia
Batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa
napas cepat.Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan
pneumonia.
5
```
Influenza adalah infeksi virus yang menyerang hidung, tenggorokan dan paru-
paru.Banyak orang mengira flu sama dengan batuk pilek biasa (common cold).
Walaupun gejalanya mirip, kedua kondisi ini disebabkan oleh jenis virus yang
berbeda.Gejala flu lebih parah dan menyerang secara mendadak, sedangkan
gejala batuk pilek biasa cenderung ringan dan muncul secara bertahap.Tanda
gejala:
1. Demam
2. Pilek
3. Hidung tersumbat
4. Sakit kepala
b. Faringitis
Faringitis adalah adalah suatu penyakit peradangan yang menyerang
tenggorokan atau hulu kerongkongan kadang disebut dengan radang
tenggorokan.Radang tenggorokan ini disebabkan oleh bakteri sehingga daya
than tubuh lemah.Tanda gejala:
1. Tenggorokan bengkak
2. Batuk
3. Pilek
4. Bersin
5. Susah menelan
6. Demam
c. Bronkitis
Bronkitis adalah radang pada lapisan saluran bronkus karena infeksi.Bronkus
adalah saluran yang membiarkan udara masuk ke dalam dan keluar dari paru-
paru.Pengidap bronkitis sering mengalami batuk lendir yang tebal dan bisa
berubah warna.Tanda gejala bronchitis:
1. Batuk disertai lendir berwarna kuning keabu-abuan atau hijau.
2. Sakit tenggorokan.
3. Sesak napas.
4. Hidung beringus atau tersumbat.
5. Sakit atau rasa tidak nyaman pada dada
6. Kelelahan.
7. Demam ringan.
d. Rhinofaringitis
Rhinofaringitis merupakan infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh
virus rhinitis.Rhinofaringitis disebabkan oleh beberapa virus seperti
rhinovirus, coronavirus, virus para influenza, dan adeno virus. Tanda gejala:
1. Sakit tenggorokan
2. Batuk
3. Lakrimasi
6
```
f. Laringitis
Laringitis adalah peradangan pada laring yang merupakan bagian dari saluran
pernapasan dimana pita suara berada.Kondisi ini disebabkan oleh penggunaan
laring yang berlebihan, iritasi, atau infeksi.Tanda dan gejala:
1. Rasa tidak nyaman pada tenggorokan
2. Tenggorokan kering
3. Sakit tenggorokan
4. Batuk
5. Demam
6. Suara serak atau bahkan hilang
g. Sinusitis
Sinusitis adalah infeksi dan pembengkakan pada sinus akibat adanya
penyumbatan di dalamnya.Gejala sinus dapat terjai secara tiba-tiba dan
berlangsung hanya dalam jangka waktu yang pendek dan hal itu biasanya
disebut sinusitis akut.Tanda gejala:
1. Lendir hidung berwarna hijau atau kuning
2. Wajah terasa nyeri atau tertekan
3. Indra penciuman memburuk
4. Batuk
h. Tonsilitis
Tonsillitis atau radang amandel atau tonsillitis merupakan kondisi di mana
amandel mengalami peradangan atau inflamasi.Penyebab radang amandel
yang paling sering adalah infeksi virus.Selain virus, radang amandel dapat
7
```
2.6 Penatalaksanaan
a. Pneumonia berat: dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral,
oksigendan sebagainya.
b. Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak
mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol
keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu
ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.
c. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan
dirumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk
lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti
kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam diberikan obat
penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila
pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat)
disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang
tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin)
selama 10 hari.
8
```
b. Faktor lingkungan
ISPA pada anak sering terjadi pada anak yang hidup dengan keluarga
yang memiliki perilaku merokok (Bakar et al., 2019). Polusi udara yang
9
```
10
```
c. Faktor perilaku
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau mahluk
hidup yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2010). Klasifikasi perilaku
kesehatan dibagi menjadi 3 bagian menurut Fitriani (2011) yaitu Perilaku
pemeliharaan kesehatan dengan mengusahakan seseorang untuk menjaga
kesehatannya agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit
seperti perilaku pencegahan dan penyembuhan serta perilaku meningkatkan
gizi agar tidak mudah terserang penyakit.
Bagian penting dalam pencegahan penyakit ISPA adalah memutus
rantai penularan. Hal itu dapat dilakukan dengan cara menghentikan kontak
agen penyebab penyakit dengan pejamu. Faktor pencegahan penularan
11
```
12
```
Penyebab ISPA:
a. Bakteri Faktor yang
b. Virus Mempengaruhi ISPA
c. Riketsia 1. Faktor individu anak
d. Bakteri penyebeb ISPA antara a. Umur
lain dari genus Streptokokus, b. BBL
Stafilokokus, Pnemokokus, ISPA c. Imunisasi
Hemofillus, Bordetella dan 2. Faktor Lingkungan
Korinobakterium. a. Ventilasi
e. Virus penyebeb ISPA antara b. Kepadatan
lain adalah golongan c. Polusi
Mikosovirus, Koronavirus, 3. Faktor Perilaku
Pikornavirus, Mikoplasma,
Herpesvirus.
13
```
Penyebab ISPA:
1. Bakteri
2. Virus Faktor yang
3. Riketsia Mempengaruhi ISPA
4. Bakteri penyebeb ISPA antara 1. Faktor individu anak
lain dari genus Streptokokus, a. Umur
Stafilokokus, Pnemokokus, b. BBL
ISPA c. Imunisasi
Hemofillus, Bordetella dan
Korinobakterium. 2. Faktor Lingkungan
5. Virus penyebeb ISPA antara a. Ventilasi
lain adalah golongan b. Kepadatan
Mikosovirus, Koronavirus, c. Polusi
Pikornavirus, Mikoplasma, 3. Faktor Perilaku
Herpesvirus.
Keterangan:
: diteliti
: tidak diteliti
: diteliti
: tidak diteliti
14
```
n = N. Z . p.q
(N-1) + Z .p.q
15
```
= 83 x (1,96 x0,39x0,61
(83-1)+1,
= 83x 0,91391664
0,82+0,91391664
= 75,85508112
1,73391664
= 43,74 = 44 sampel
Keterangan:
N = Perkiraan Besar Populasi
n = Perkiraan Besar Sampel
16
```
17
```
Definisi Operasional
18
```
19
```
3.8.1 Editing
Editing merupakan kegiatan pengecekan dan perbaikan isian formulir hasil
wawancara, angket, atau hasil pengamatan dari lapangan. Proses editing pada
penelitian ini dilakukan dengan memeriksa kelengkapan setiap item penilaian
pada lembar observasi dan memeriksa score yang sesuai dengan pada hasil
obeservasi pada responden.
3.8.2 Coding
Coding merupakan proses perubahan data dari bentuk kalimat menjadi bentuk
angka. Coding dalam penelitian ini adalah meliputi karakteristik responden
keluarga dan anak.
20
```
3.8.4 Cleaning
Cleaning merupakan teknik pembersihan data, dengan melihat variabel
apakah data sudah benar atau belum.Data yang sudah dimasukkan diperiksa
kembali sejumlah sampel dari kemungkinan data yang belum di entry. Proses
cleaning pada penelitian ini dilakukan dengan cara memeriksa kembali data yang
dibutuhkan oleh peneliti karakteristik responden, hasil lembar observasi tingkat
21
```
Kerahasiaan informasi atau data yang sudah didapat oleh peneliti dari
responden harus dijamin kerahasiaannya agar tidak diketahui oleh orang lain
kecuali peneliti (Notoadmojo, 2012). Kerahasiaan pada penelitian ini adalah
dilakukan dengan cara tidak mencantumkan identitas dalam pendokumentasian
22
```
23
```
Tabel 5.1 Distribusi macam-macam penyakit ISPA pada anak usia 29 hari - 5
tahun di RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo (n=44)
Macam - Macam Penyakit ISPA Frekuensi Presentase
Influenza 3 6,8
Faringitis 8 18,2
Bronkitis 12 27,3
Rhinofaringitis 2 4,5
Bronkopneumonia 12 27,3
Laringitis 1 2,3
Sinusitis 2 4,5
Tonsilitis 4 9,1
Total 44 100
24
```
Tabel 5.2 Karakteristik anak dengan ISPA berdasarkan Jenis Kelamin di RSUD
Berdasarkan tabel 5.2 menunjukkan bahwa ISPA paling banyak terjadi pada
anak berjenis kelamin laki-laki yaitu sejumlah 8 orang (40,0%) dengan diagnosa
bronkopneumonia.
Tabel 5.3 Karakteristik anak dengan ISPA Berdasarkan Berat Badan Lahir di
RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo (n = 44)
Berat Badan Lahir
Macam-macam ISPA < 2500 gr 2500 – 4000 gr > 4000 gr
n % n % n %
Influenza 1 20,0 2 5,3 0 0
Faringitis 0 0 7 18,4 1 100
Bronkitis 1 20,0 11 28,9 0 0
Rhinofaringitis 0 0 2 5,3 0 0
Bronkopneumonia 3 60,0 9 28,1 0 0
Laringitis 0 0 1 2,6 0 0
Sinusitis 0 0 2 5,3 0 0
Tonsilitis 0 0 4 10,5 0 0
Total 5 100 38 100 1 100
Berdasarkan tabel 5.3 menunjukkan bahwa ISPA paling banyak terjadi pada
anak yang memiliki berat badan lahir 2500-4000 gram yakni sejumlah 11 orang
(28,9%)dengan diagnosa bronchitis, sedangkan anak dengan ISPA yang memiliki
berat badan < 2500 gram paling banyak terdapat pada diagnose bronkopneumonia
dengan jumlah 3 orang, dan anak dengan berat badan lahir > 4000 gram yang
menderita ISPA yaitu sejumlah 1 orang (100%) dengan diagnosa faringitis.
25
```
Tabel 5.4 Karakteristik anak dengan ISPA Berdasarkan Lama Pemberian ASI di
RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo (n = 44)
Lama pemberian ASI (bulan)
Macam-macam ISPA <6 6-12 12-18 18-24 > 24
n % n % n % n % n %
Influenza 1 7,7 0 0 0 0 2 13,3 0 0
Faringitis 1 7,7 3 23,1 1 100 2 13,3 1 50,0
Bronkitis 4 30,8 2 15,4 0 0 5 33,3 1 50,0
Rhinofaringitis 0 0 2 15,4 0 0 0 0 0 0
Bronkopneumonia 5 38,5 4 30,8 0 0 3 20,0 0 0
Laringitis 0 0 0 0 0 0 1 6,7 0 0
Sinusitis 1 7,7 0 0 0 0 1 6,7 0 0
Tonsilitis 1 7,7 2 15,4 0 0 1 6,7 0 0
Total 13 100 13 100 1 100 15 100 2 100
Berdasarkan tabel 5.4 menujukkan bahwa ISPA yang paling banyak terjadi
pada anak yang lama pemberian ASI < 6 bulan yakni sejumlah 5 orang (38,5%)
dengan diagnosa bronkopneuonia, lama pemberian ASI 6-12 bulan sejumlah 4
orang (30,8%) dengan diagnose bronkopneumonia, lama pemberian ASI 12-18
bulan sejumlah 1 orang (100%) lama pemberian ASI 18-24 bulan sejumlah 5
orang (33,3%)dengan diagnosa bronchitis.
26
```
5.1.3 Gambaran Faktor Lingkungan Anak dengan ISPA di RSUD dr. Abdoer
Rahem Situbondo
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Lingkungan (Luas ventilasi) Anak dengan ISPA di
RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo (n = 44)
Macam-macam ISPA Luas Ventilasi
>10% lantai <10% lantai
n % n %
Influenza 0 0 3 15,8
Faringitis 6 24,0 2 10,5
Bronkitis 9 36,0 3 15,8
Rhinofaringitis 1 4,0 1 5,3
Bronkopneumonia 6 24,0 6 31,6
Laringitis 0 0 1 5,3
Sinusitis 0 0 2 10,5
Tonsilitis 3 12,0 1 5,3
Total 25 100 19 100
27
```
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Lingkungan (Ventilasi dapur) Anak dengan ISPA
di RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo (n = 44)
Macam-macam ISPA Ventilasi Dapur
Ada Tidak
n % n %
Influenza 3 7,9 0 0
Faringitis 8 21,1 0 0
Bronkitis 10 26,3 2 33,3
Rhinofaringitis 2 5,3 0 0
Bronkopneumonia 8 21,1 4 66,7
Laringitis 1 2,6 0 0
Sinusitis 2 5,3 0 0
Tonsilitis 4 10,5 0 0
Tonsil 38 100 6 100
28
```
Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Lingkungan (Letak dapur) Anak dengan ISPA di
RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo (n = 44)
Macam-macam ISPA Dapur
Bersatu dengan Terdapat Sekat
Kamar Tidur
n % n %
Influenza 0 0 3 7,9
Faringitis 1 16,7 7 18,4
Bronkitis 3 50,0 9 23,7
Rhinofaringitis 0 0 2 5,3
Bronkopneumonia 1 16,7 11 29,0
Laringitis 0 0 1 2,6
Sinusitis 1 16,7 1 2,6
Tonsilitis 0 0 4 10,5
Total 6 100 38 100
29
```
30
```
Tabel 5.13 Distribusi Frekuensi Lingkungan (Pengelolaan Sampah) Anak dengan ISPA di
RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo (n = 44)
Pengelolaan sampah
Macam-macam Di Timbun di Diambil
Di kubur Dibakar
ISPA got petugas
n % n % n % n %
Influenza 0 0 0 0 1 14,2 2 6,89
Faringitis 0 0 0 0 3 42,8 5 17,2
Bronkitis 1 20 1 33,3 1 14,2 9 31
Rhinofaringitis 1 20 0 0 0 0 1 3,44
Bronkopneumonia 2 40 1 33,3 2 28,5 7 24,1
Laringitis 0 0 0 0 0 0 1 3,44
Sinusitis 1 20 0 0 0 0 1 3,44
Tonsilitis 0 0 1 33,3 0 0 3 3,44
Total 5 100 3 100 7 100 29 100
Tabel 5.14 Distribusi Frekuensi Lingkungan (Jarak Rumah dengan Tempat Sampah) Anak
dengan ISPA di RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo (n = 44)
Jarak Rumah dengan Tempat Sampah
Macam-macam ISPA < 10 m >10 m
n % n %
Influenza 3 12 0 0
Faringitis 2 8 6 31,5
Bronkitis 8 32 4 21
Rhinofaringitis 1 4 1 5,26
Bronkopneumonia 6 24 6 31,5
Laringitis 0 0 1 5,26
Sinusitis 2 8 0 0
Tonsilitis 3 12 1 5,26
Total 25 100 19 100
31
```
Tabel 5.16 Distribusi Frekuensi Lingkungan (Sinar Matahari Masuk ke dalam Rumah)
Anak dengan ISPA di RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo (n = 44)
Sinar Matahari Masuk ke dalam Rumah
Macam-macam ISPA Iya Tidak
n % n %
Influenza 3 7,5 0 0
Faringitis 7 17,5 0 0
Bronkitis 10 25 2 50
Rhinofaringitis 2 5 0 0
Bronkopneumonia 12 30 1 25
Laringitis 1 2,5 0 0
Sinusitis 2 5 0 0
Tonsilitis 3 7,5 1 25
Total 40 100 4 100
Berdasarkan tabel 5.16 menunjukkan bahwa ISPA paling banyak terjadi
pada anak yang memiliki lingkungan (sinar matahari masuk ke dalam
rumah)yakni sebanyak 12 orang (30%) dengan diagnosa bronkopneumonia
sedangkan anak dengan ISPA yang tidak memiliki lingkungan (sinar matahari
masuk ke dalam rumah)yakni sebanyak 2orang (50%) dengan diagnosa bronkitis.
Tabel 5.17 Distribusi Frekuensi Lingkungan (Tempat Cuci Tangan) Anak dengan ISPA di
RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo (n = 44)
Tempat Cuci Tangan
Macam-macam ISPA Ada Tidak Ada
n % n %
32
```
Influenza 2 20 1 2,94
Faringitis 1 10 7 20,5
Bronkitis 2 20 10 29,4
Rhinofaringitis 1 10 1 2,94
Bronkopneumonia 3 30 9 26,4
Laringitis 0 0 1 2,94
Sinusitis 0 0 2 5,88
Tonsilitis 1 10 3 8,82
Total 10 100 34 100
5.2 Pembahasan
Pembahasan dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk naratif
berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian yang mengenai ISPA pada
anak usia 29 hari - 5 tahun di bulan bulan November – Desember di Ruang Anak
dan Poli Anak di RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo. Ulasan dari pembahasan
ini sesuai dengan tujuan penelitian yaitu mengetahui gambaran kejadian ISPA
pada anak, mengetahui gambaran karakteristik anak dengan kejadian ISPA,
33
```
34
```
(2017) yang menyatakan bahwa pada ISPA dengan diagnosa Bronkitis akut
banyak terjadi pada anak usia 1 sampai 4 tahun dengan presentase 41,35% dari
anak usia 28 hari sampai 14 tahun. Berdasarkan penelitian Tandi, dkk (2018) juga
menyebutkan bahwa pasien anak penderita ISPA dari usia 1-14 tahun terbanyak
pada usia 1-4 tahun yaitu 66% dan terdapat tiga diagnosis ISPA terbanyak yaitu
pneumonia, bronkitis, dan bronkitis kronik. Anak dengan usia di bawah 5 tahun
mudah terkena penyakit karena kekebalan tubuh yang masih rendah atau imunitas
yang dimiliki belum terbentuk sempurna terutama penyakit infeksi (Putra, 2016).
Menurut penelitian dari Fibrila (2015) terjadinya ISPA pada balita
umumnya merupakan kejadian infeksi pertama sebelum terbentuknya proses
kekebalan secara optimal. Sistem kekebalan tubuh seseorang sangat berpengaruh
dalam melawan infeksi virus maupun bakteri terhadap tubuh manusia. Risiko
mengalami infeksi akan semakin kuat bila kekebalan tubuh melemah. Pemberian
imunisasi merupakan cara pertama dalam membentuk kekebalan tubuh atau
antibodi. Pada penelitian ditemukan bahwa balita diberikan ASI hingga 18-24
bulan sebanyak 15 anak (34%), kurang dari 6 bulan sebanyak 13 anak (29,54%),
6-12 bulan 13 anak sebanyak 13 anak (29,54%), lebih dari 2 tahun sebanyak 2
anak (4,54%), dan usia 12-18 bulan sebanyak 1 anak (2,27%). Hal ini didukung
oleh penelitian Wantania (2008) menyebutkan bahwa menyebutkan pemberian Asi
mempunyai pengaruh proteksi terhadap ISPA selama setahun pertama. Penelitian
– penelitian yang dilakukan pada sepuluh tahun terakhir, menunjukkan bahwa ASI
kaya akan faktor antibodi untuk melawan infeksi bakteri dan virus. Hasil
penelitian lain menunjukan bahwa ASI mampu melindungi bayi terhadap ISPA
dan diare.
Hasil penelitian menyebutkan bahwa jenis kelamin anak dengan ISPA di
RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo menunjukkan bahwa lebih banyak terjadi
pada anak perempuan sebanyak 24 anak (54,5%) dibandingkan dengan laki-laki
sebanyak 20 anak (45,5). Pada umumnya tidak ada perbedaan insiden ISPA akibat
virus atau bakteri pada laki-laki dan perempuan. Akan tetapi beberapa penelitian
menyatakan bahwa ISPA lebih sering terjadi pada balita laki – laki dibandingkan
pada balita perempuan. Berdasarkan penelitian Ranantha (2014) menunjukkan
35
```
70% ISPA terjadi pada balita laki – laki. Balita dengan jenis kelamin laki – laki
1,5 kali lebih sering menderita penyakit ISPA dibandingkan dengan balita
perempuan. Hal ini lebih disebabkan karena anak laki – laki lebih banyak berada
di luar rumah dibandingkan anak perempuan. Pada penelitian (Kristina, 2013)
menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin
dengan ISPA. Hasil ini selaras dengan penelitian Mei Elyana dan Aryu Candra
(2013), tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian ISPA. Peneliti
berpendapat bahwa hal ini dapat ditentukan berdasarkan kebiasaan dan
lingkungan anak. Saat ini baik anak laki – laki maupun perempuan memiliki
kencenderungan yang sama dalam hal bermain. Pada era ini anak – anak lebih
sering bermain di dalam rumah dengan fasilitas yang tersedia dibandingkan
bermain di luar rumah.
36
```
perilaku dari pada petugas kesehatan. Apabila petugas kesehatan baik dalam
mengajak atau memberikan pengetahuan pada keluarga tentang penyakit ISPA
maka hal tersebut akan tercipta perilaku pencegahan yang baik pula. Tiga
komponen tersebut harus selaras supaya anak tidak terkena penyakit ISPA. Hasil
penjelasan teori tersebut dapat dikatakan bahwa keluarga yang memiliki anak
dengan ISPA dalam penanganannya tergantung pada pengetahuan yang dimiliki
dan juga lingkungan yang memfasilitasi anak, selain itu petugas kesehatan
berperan penting dalam pencegahan dan cara penanganan ISPA dengan cara
memberikan edukasi.
Menurut penelitian Layuk, dkk (2013) menjelaskan bahwa terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA pada anak yaitu perilaku
merokok anggota keluarga dan penggunaan kayu bakar sebagai bahan bakar
rumah tangga, sedangkan status imunisasi, BBL, dan usia tidak mempengaruhi
kejadian ISPA. Dalam penelitian ini dapat di gambarkan bahwa 11 keluarga
dengan diagnosa brongkitis termasuk dalam katrgori cukup dan peran pencegahan
dan penanggulangan penyakit ISPA pada anak dipengaruhi oleh peran orang tua
berupa pengetahuan yang baik. Sedangkan dalam penelitian ini dapat di
simpulkan bahwa sebagian responden merupkan keluarga pasien dengan bronkitis
sebanyak 11 orang yang termasuk dalam kategori cukup.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terdapat pertanyaan yang memiliki
rata-rata paling rendah yaitu terkait pemberian ramuan jeruk nipis dan kecap (184
± 0,776) dimana beberapa keluarga jarang ataupun tidak pernah memberikan
ramuan jeruk nipis dan kecap kepada anaknya ketika batuk. Jeruk nipis ditambah
dengan kecap maupun madu merupakan salah satu ramuan herbal yang efektif
digunakan karena mengandung minyak atsiri dan berbagai zat yang dapat
melemaskan otot pernapasan (Lestari, 2016). Jeruk nipis dan kecap tidak
menyembuhkan batuk itu sendiri entah akibat virus ataupun bakteri, akan tetapi
larutan ini bermanfaat untuk meredakan gejala penyerta. Pernyataan yang
memiliki rata-rata terendah lainnya yaitu berkaitan dengan anggota keluarga yang
menutup mulutnya ketika dengan sapu tangan atau tisu ketika batuk. Rata-rata
keluarga jarang menutup mulutnya ketika batuk (2,23 ± 0,565). Berdasarkan
37
```
38
```
yang menyatakan jika tidak terdapat hubungan antara luas ventilasi dengan
kejadian ISPA pada balita, disebabkan luas ventilasi yang diukur adalah seluruh
ventilasi yang ada di kamar tidur balita, sehingga tidak didapatkan luas ventilasi
yang semestinya merupakan luas ventilasi yang dibuka. Pencegahan pada ISPA
dapat dilakukan dengan memberikan ventilasi yang cukup pada setiap ruangan.
Tersedianya udara segar dan bersih penting karena jika suatu ruangan tidak
mempunyai sistem ventilasi yang baik maka akan menimbulkan keadaan yang
dapat merugikan kesehatan. Semakin luas ventilasi dalam rumah, semakin bagus
pula pertukaran gas didalam rumah tersebut, dengan begitu diharapkan bisa
menjadi salah satu pencegahan ISPA pada anak.
Hasil penelitian tentang penggunaan bahan bakar memasak paling banyak
dalam kategori menggunakan kompor gas yakni sebanyak 12 orang (28,6%)
dengan diagnosa bronkitis. Hasil penelitian dari Wahyuningsih, dkk (2017)
menyatakan bahwa ada keterkaitan antara penggunaan jenis bahan bakar memasak
dengan kejadian ISPA pada balita, dengan nilai p = 0,001, hal ini membuktikan
bahwa balita yang tinggal dirumah yang menggunakan bahan bakar gas elpiji
berisiko menderita ISPA. Bahan bakar gas elpiji akan menimbulkan suatu partikel
zat karbon yang ukurannya kurang dari 0,5 πm, sebagai akibat dari pembakaran
yang tidak sempurna yang menghasilkan karbon yang dapat menyebabkan Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Pencegahan penyakit ISPA pada anak terkait
penggunaan bahan bakar elpiji akan berisiko menyebabkan anak ISPA. Hal yang
dapat dilakukan oleh keluarga adalah dengan membuat cerobong asap pada dapur,
dengan begitu udara dari hasil memasak menggunakan elpiji akan keluar dari
cerobong asap tersebut. Hal lain yang bisa dilakukan untuk mencegah ISPA pada
anak dengan tidak memperbolehkan anak mendekati asap dari pengunaan elpiji
ketika memasak dan adanya penyekat antara dapur dengan ruangan lain.
Hasil penelitian tentang pengelolaan sampah menunjukkan bahwa paling
banyak dalam kategori dibakar yakni sebanyak 9 orang (66,7 %) dengan diagnosa
bronkitis. Hasil ini didukung oleh penelitian Sofia (2017) menyatakan bahwa asap
dari pembakaran sampah dapat menyebabkan gangguan pernapasan. Berbagai gas
beracun dan partikel berbahaya banyak terkandung dalam asap. Jika sering
39
```
40
```
BAB 6. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di RSUD dr. Abdoer
Rahem Situbondo mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi ISPA pada anak
usia 29 hari-5 tahun didapatkan hasil bahwa:
a. Macam-macam kejadian ISPA pada anak usia 29 hari-5 tahun di RSUD dr.
Abdoer Rahem Situbondo adalah bronchitis sejumlah 12 orang (27,3%) dan
bronkopneumonia sejumlah 12 orang (27,3%).
b. ISPA paling banyak terjadi pada anak berjenis kelamin laki-laki sejumlah 8
orang dengan diagnosa bronkopneumonia, ISPA paling banyak terjadi pada
anak yang memiliki berat badan lahir 2500-4000 gram yakni sejumlah 11
orang dengan diagnosa bronchitis, ISPA yang paling banyak terjadi pada anak
yang lama pemberian ASI < 6 bulan yakni sejumlah 5 orang. ISPA paling
banyak terjadi dengan anak yang memiliki riwayat imunisasi lengkap.
c. Perilaku keluarga dalam pencegahan dan penanggulangan anak dengan ISPA
paling banyak dalam kategori cukup.
d. Luas ventilasi dalam pencegahan dan penanggulangan anak dengan ISPA
paling banyak dalam kategori terdapat ventilasi dengan luas >10% lantai,
Adanya ventilasi dapur dalam pencegahan dan penanggulangan anak dengan
ISPA paling banyak dalam kategori terdapat ventilasi dapur, bahan bakar
dalam pencegahan dan penanggulangan anak dengan ISPA paling banyak
dalam kategori menggunakan kompor gas, letak dapur dalam pencegahan dan
penanggulangan anak dengan ISPA paling banyak dalam kategori terdapat
sekat antara dapur dengan tempat tidur, kebersihan rumah dalam pencegahan
dan penanggulangan anak dengan ISPA paling banyak dalam kategori bersih.
6.2 Saran
a. Saran bagi institusi rumah sakit
Hasil penelitian ini dapat digunakan bagi tenaga kesehatan sebagai
wawasan dan pengetahuan mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
ISPA pada anak. Petugas kesehatan dapat memberikan edukasi mengenai
perilaku orang tua terkait pencegahan ISPA pada anak. Sebagai masukan
kepada petugas kesehatan untuk melakukan pendekatan pada orang tua anak
41
```
42
```
Daftar Pustaka
Andreas, N. J., Kampmann, B., & Mehring Le-Doare, K. (2015). Human breast
milk: A review on its composition and bioactivity. Early Human
Development, 91(11), 629–635.
https://doi.org/10.1016/j.earlhumdev.2015.08.0 13
Dongky,P dan Kadrianti. 2016. Faktor Risiko Lingkungan Fisik Rumah Dengan
Kejadian ISPA Balita di Kelurahan Takatidung Polewali Mandar. Unnes
Journal of Public Health 5 (4).
Fitriawati D. (2013). Hubungan antara tingkat keparahan ISPA pada balita usia 0-
5 tahun dengan persepsi orang tua terhadap kerentanan anak (prental
perception of child vulnerability) di Puskesmas Porong Kabupaten
Sidoarjo (skripsi). Malang: Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.
Juniartha, S. K., H. M. C. Hadi, and N. Notes. 2014. Hubungan antara Luas dan
Posisi Ventilasi Rumah dengan Kejadian ISPA Penghuni Rumah di
Wilayah Puskesmas Bangli Utara Tahun 2012. Jurnal Kesehatan
Lingkungan Vol 4[2]: 169-174.
Kemenkes RI (2011) Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan Akut.
Kumar, Sg., Roy, G., & Suguna, E. (2014). Prevalence and risk factors of acute
respiratory infection among school children in coastal South India.Journal
of Global Infectious Diseases, 6(3), 95.https://doi.org/10.4103/0974-
777X.138498
43
```
Layuk, Ribka. 2013. Faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita
di lembang batu sura. Diakses secara (online) pada 12 Desember 2019.
Lestari, Puji. 2016. Studi Tanaman Khas Sumatera Utara yang Berkhasiat Obat.
Jurnal Farmanesia. 1(1), pp. 11-21.
Maharani, D., Yani, F. F. and Lestari, Y. (2017) ‘Profil Balita Penderita Infeksi
Saluran Nafas Akut Atas di Poliklinik Anak RSUP DR. M. Djamil Padang
Tahun 2012-2013’, Jurnal Kesehatan Andalas, 6(1), pp. 152–157.
Mahendrayasa & Farapti. 2018. Hubungan Antara Kondisi Fisik Rumah Dengan
Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Atas Pada Balita Di Surabaya.
Jurnal Berkala Epidemiologi
Meadow, Roy & Simon J. Lecture Notes: Pediatrika Edisi Tujuh. Jakarta :
Erlangga Medical Sience (EMS), 2005
Ningrum E., K. 2015. Hubungan Kondisi Fisik Rumah dan Kepadatan Hunian
dengan Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sungai
Pinang. Jurnal Publikasi Kesehatan Masyarakat Indonesia Vol 2[2]: 72-
76.
Sundari, S., Pratiwi and Khairudin (2014) ‘Perilaku Tidak Sehat Ibu yang Menjadi
Faktor Resiko Terjadinya ISPA Pneumonia pada Balita’, Pendidikan Sains,
2(3), pp. 141–147. Available at: http://journal.um.ac.id/index.php/jps/
%0AJurnal Pendidikan Sains%0AISSN:
Suryani, I., Edison, dan J. Nazar. 2015. Hubungan Lingkungan Fisik dan Tindakan
Penduduk dengan Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Lubuk Buaya. Jurnal Kesehatan Andalas. 4(1):157–167.
44
```
Sofia. 2017. Faktor Risiko Lingkungan Dengan Kejadian Ispa Pada Balita Di
Wilayah Kerja Puskesmas Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar. Jurnal
Action: Aceh Nutrition Journal Vol 2(1): 43-50
Solomon, O. O., Odu, O. O., Amu, E. O., Solomon, O. A., Bamidele, J. O.,
Emmanuel, E., … Parakoyi, B. D. (2018). Prevalence and risk factors
of acute respiratory infection among under fives in rural communities of
Ekiti State, Nigeria. Global Journal of Medicine and Public Health,
7(1), 1–12.
Wahyuningsih, Sri dkk. 2017. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita
di Wilayah Pesisir Desa Kore Kecamatan Sanggar Kabupaten Bima.
Jurnal Higiene Vol 3(2): 97-105
Winardi, W., J. M. L. Umboh, dan A. J. M. Rattu. 2015. Hubungan Antara Kondisi
Lingkungan Rumah dengan Kejadian Penyakit ISPA pada Anak Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Sario Kecamatan Sario Kota Manado. 7(1):393.
Wantania JM, Naning R, Wahani A. Infeksi respiratori akut. Dalam: Buku ajar
respirologi anak IDAI. Jakarta: EGC; 2012. hlm.268-76.
Tazinya, A. A., Halle-Ekane, G. E., Mbuagbaw, L. T., Abanda, M., Atashili, J., &
Obama, M. T. (2018).Risk factors for acute respiratory infections in
children under five years attending the Bamenda Regional Hospital in
Cameroon.BMC Pulmonary Medicine, 18(1),
7.https://doi.org/10.1186/s12890-018-0579-7
45
```
LAMPIRAN
46
```
Kode Responden :
PENJELASAN PENELITIAN
Jember, 2019
47
```
Peneliti
Kode Responden :
PERSETUJUAN RESPONDEN
mestinya.
Situbondo, 2019
Peneliti Responden
48
KUESIONER FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ISPA
PADA ANAK
Karakteristik Responden
Berilah tanda checklist (√) pada kolom Ya atau Tidak sesuai dengan kondisi atau
keadaan anak anda!
1. Nama Anak:
2. Usia:
3. Diagnosa:
4. Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan
Iya Tidak
NO Pernyataan Jawaban
SS S TS STS
1. Saya membersihkan rumah saya setiap hari
2. Saya menutup pintu rumah saya bila ada
pembakaran sampah
3. Saya membiarkan asap pembakaran sampah
masuk ke dalam rumah saya
4. Saya merokok didalam rumah
5. Bila ada asap pembakaran sampah, saya menutup
hidung saya dan anak saya
6. Bila ada asap rokok,saya menutup hidung saya
dan anak saya
7. Saya selalu menutup mulut saya dengan sapu
tangan atau tisu ketika saya batuk
8. Saya menutup mulut saya dengan tangan ketika
saya batuk
9. Saya memastikan anak saya tidak sering jajan
chiki, es krim, permen, dan lain-lain yang
membuat batuk
10. Saya menyediakan menu makanan yang
mengandung karbohidrat (nasi, kentang,
singkong, dll), protein (ikan, ayam, telur, dll),
vitamin (sayur, buah)
11. Saya memberikan ASI selama 2 tahun
12. Saya selalu mencuci tangan saya setiap kali
melakukan kegiatan
13. Saya rutin membawa anak saya ke posyandu
untuk di timbang
14. Saya rutin membawa anak saya ke posyandu
untuk di imunisasi sesuai dengan jadwal
pemberian