Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran,

kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud

derajat kesehatan masyarakan yang optimal melalui terciptanya masyarakat,

bangsa dan negara Indonesia yang ditandai penduduk yang hidup dengan

perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk

menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta

memiliki derajat kesehatan yang optimal di seluruh wilayah Republik

Indonesia (Kemenkes RI, 2013).

Infeksi merupakan masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh manusia

dan berkembang biak sehingga menimbulkan penyakit (Maryunani, 2010).

Infeksi adalah invasi dan multiplikasi berbagai mikroorganisme ke dalam

tubuh (seperti bakteri, virus, jamur dan parasit), yang saat dalam keadaan

normal mikroorganisme tersebut tidak terdapat di dalam tubuh. Bakteri,

virus, jamur dan parasit memiliki berbagai cara untuk masuk kedalam

tubuh. Cara penularannya dibagi menjadi kontak langsung dan tidak

langsung. Kontak langsng terdiri atas penyebaran orang ke orang misalnya

bersin sedangkan kontak tidak langsung seperti gigitan serangga yang hanya

menjadi pembawa dari mikroorganisme atau vektor seperti (nyamuk, lalat)

dan kontaminasi air atau makanan (Potter & Perry, 2009).

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

melibatkan saluran pernapasan bagian atas yang disebabkan oleh virus,

jamur dan bakteri. ISPA akan menyerang host apabila ketahanan tubuh
(Imunologi) menurun pada anak dibawah umur dua tahun dan balita

merupakan salah satu yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang masih

rentan terhadap berbagai penyakit. Penyakit ISPA masih merupakan salah

satu masalah kesehatan utama di dunia, hal ini dibuktikan dengan masih

tingginya angka kesakitan dan kematian karena ISPA terutama pada bayi

dan balita. ISPA didefinisikan sebagai penyakit saluran pernapasan akut

yang disebabkan oleh agen infeksius yang ditularkan dari manusia ke

manusia (Maryunani, 2010). Dampak ISPA jika tidak ditangani dengan baik

dapat menimbulkan komplikasi seperti sinusitis paranasal, otitis media

akut, empiema, pneumonia dan kematian. Komplikasi ISPA yang berat

mengenai jaringan paru dapat menyebabkan terjadinya pneumonia.

Pneumonia merupakan penyakit infeksi penyebab kematian nomor satu

pada balita (Riskesdas, 2013).

Menurut data dari WHO tahun 2012 setiap tahunnya hampit 4 juta

orang meninggal dan 98% nya disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan.

Penyebab kematian ini tingkat mortalitasnya sangat tinggi pada bayi, balita,

anak-anak dan lansia, terutama di negara dengan pendapatan yang

menengah dan rendah. Kematian yang terbanyak dari tahun ketahun adalah

penyakit infeksi saluran pernapasan akut dan diare pada balita ataupun anak.

Data WHO tahun 2015 tercatat 5,9 juta kematian balita atau 15 % dalam

satu tahun, akibat pneumonia. (WHO, 2017)

Sampai sekarang ini ISPA masih menjadi masalah kesehatan dunia.

Kematian Menurut WHO tahun 2011 di New York jumlah penderita ISPA

adalah 48.325 anak dan diperkirakan di negara berkembang berkisar 30-70


kali lebih tinggi dari negara maju dan diduga 25-30% dari kematian anak

disebabkan oleh ISPA. Indonesia masuk dalam 10 besar negara dengan

kematian akibat pneumonia tertinggi. Setidaknya 2-3 anak meninggal setiap

jam karena pneumonia. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kematian

dan kesakitan akibat ISPA (WHO, 2017).

Hasil Riskesdas kemenkes RI tahun 2018 menunjukan bahwa

prevalensi penyakit menular seperti ISPA, Diare dan Malaria pada balita

mengalami penurunan jika dibandingkandengan hasil Riskesdas tahun 2013.

Prevalensi ISPA turun dari 13,8 % pada tahun 2013 menjadi 4,4 % pada

tahun 2018. (Riskesdas,2018)

Data Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Sumatera Barat tahun 2017

penyakit ISPA menempati urutan pertama dari 10 daftar penyakit terbanyak

tahun 2017 yaitu sebesar 705,659 ( 39.2 %) dari jumlah kasus. minggu ke-

29 , tercatat kasus ISPA sebanyak 3.192. pada minggu ke-30 meningkat

menjadi 3.28 kasus (Profil Kesehatan Prop. Sumbar, 2017).

Kabupaten Dharmasraya penderita pneumonia diperkirakan sebanyak

849 kasus(2,63 %) dari jumlah balita. Sedangkan jumlah kasus yang ditemui

dan ditangani sebanyak 182 kasus (21%). (Profil Dinkes Kab. Dharmasraya,

2017). Berdasarkan profil kesehatan Propinsi Sumatera barat tahun 2017,

Kabupaten Dharmasraya menempati urutan tiga terbanyak jumlah kasus

yang ditemui dan tertangani di propinsi Sumatera Barat. (Profil Kesehatan

Prop Sumbar, 2017)

Menurut data yang diperoleh dari Puskesmas Sitiung II tahun 2018

terdapat 1245 kasus ISPA dari jumlah balita 2321 orang (Laporan
Puskesmas Sitiung II , 2018). Nagari Pulau Mainan merupakan satu dari 5

nagari yang berada dalam wilayah kerja puskesmas Sitiung II. Menurut data

yang diperoleh dari puskesmas Sitiung II jumlah kasus ISPA dinagari Pulau

Mainan sebanyak 34 kasus pada bulan Oktober, 37 kasus pada bulan

Nopember dan 51 kasus pada bulan Desember. Jumlah kasus kasus tiga

bulan terakhir 2018 sebanyak 122 kasus (Laporan Puskesmas Sitiung II,

2018 ).

Etiologi dari sebagian besar penyakit jalan napas bagian atas ini adalah

batuk, pilek seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan napas

bagian ats lainnya, virus dan tidak dibutuhkan terapi antibiotik. ISPA

merupakan penyakit menular yang dapat ditularkan melalui air ludah,

bersin, udara pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang

sehat ke saluran pernapasannya (Riskesdas, 2013).

Faktor penyebab ISPA berupa bakteri maupun virus, adapun

mikroorganisme penyebab munculnya ISPA seperti adenovirus, rhinovirus,

pneumokokus. Untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA sangat diperlukan

adanya lingkungan yang sehat sehingga dengan adanya lingkungan yang

sehat dapat mencegah dan mengurangi berjangkitnya penyakit ISPA ini,

ebab apabila lingkungannya baik maka akan semakin kecil peluang

terjadinya penyakit ISPA dalam masyarakat, namun apabila lingkungan

yang kurang baik, maka masyarakat akan mudah terjangkit penyakit ISPA,

yang mana penyakit ini bisa menyebabkan kematian (Rasmalia, 2014).

Menurut kemenkes RI 2013, bahwa faktor penyebab ISPA pada balita

salah satunya adalah faktor lingkungan dan faktor perilaku keluarga. Faktor
lingkungan dilihat dari pencemaran udara di dalam rumah, ventilasi rumah,

kepadatan hunian dan kebersihan lingkungan. Sedangkan faktor perilaku

yaitu perilau dalam mencegah dan penanganan ISPA di keluarga baik yang

dilakukan oleh ibu, bapak atau anggota keluarga lainya. Peran aktif keluarga

atau masyarakat dalam menangani ISPA sangat penting karena penyakit

ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari di dalam masyarakat atau

keluarga dan dapat menular.

Pencemaran udara adalah peristiwa pemasukan atau penambahan

senyawa atau bahan ke dalam lingkungan udara akibat kegiatan manusia

sehingga temperatur dan karakteristik udara tidak sesuai lagi untuk tujuan

pemanfaatan yang paling baik atau dapat dikatakan bahwa nilai lingkungan

udara tersebut telah menurun. Pencemaran udara dapat ditimbulkan oleh

sumber-sumber alami maupun kegiatan manusia. Sifat alami udara dapat

mengakibatkan dampak pencemaran udara dapat bersifat langsung dan lokal

maupun regional. Pncemaran udara di dlam ruangan dapat mempengaruhi

kesehata manusia sama buruknya dengan pencemaran udara di ruang

terbuka (Rasmaliah, 2014).

Ventilasi rumah memiliki banyak fungsi yaitu untuk menjaga agar

aliran udara dalam rumah tetap segar sehingga keseimbangan oksigen (O 2),

yang diperlukan oleh penghuni rumah tetap terjaga. Kurangnya ventilasi

ruangan akan menyebabkan kurangnya O2 dalam rumah dan kadar

karbondioksida (CO2) yang bersifat racun bagi penghuni menjadi

meningkat. Fungsi lainnya dapat membebaskan udara ruang dari bakteri


patogen karena akan terjadi aliran udara yang terus-menerus dan menjaga

keseimbangan udara tetap optimal (Ramadhan, 2016).

Kebersihan rumah yaitu merupakan lingkungan rumah yang sehat

sehingga tidak mudah terserang berbagai penyakit seperti ISPA, ini dapat

dicapai dengan menciptakan suatu rumah yang bersih dan nyaman.

Kebersihan rumah untuk menciptakan rumah yang sehat sehingga tidak

mudah terserang penyakit. Menjaga kebersihan dilingkungan rumah,

contohnya seperti tidak membuang sampah sembarangan, membersihan

barang-barang yang terkena debu dan lain-lain (Kemenkes RI, 2013).

Penelitian lain oleh Nanda Misnarni dkk (2015), tentang hubungan

kebersihan rumah dan keadaan ventilasi rumah dengan kejadian ISPA pada

balita menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebersihan

rumah dengan kejadian ISPA pada balita (P=0.018).

Berdasarkan survei awal terhadap tanggal 8- 9 Desember 2018 di

Nagari Pulau Mainan yang dilakukan kepada 9 rumah yang memiliki balita

melalui observasi, ditemukan 3 orang responden rumah ventilasinya kurang,

1 orang responden rumah ventilasinya ditutup plastik, dan satu orang

responden rumah dengan pencahayaan alami dalam kamar tidak baik.

Berdasarkan fenomena di atas, peneliti melakukan penelitian tentang

hubungan kondisi sanitasi fisik rumah dengan penyakit ISPA pada balita di

Nagari Pulau Mainan Kecamatan Koto Salak Kabupaten Dharmasraya

Tahun 2019.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yaitu,

Apakah terdapat “Hubungan kondisi sanitasi fisik rumah dengan penyakit

ISPA pada balita di Nagari Pulau Mainan Kecamatan Koto Salak Kabupaten

Dharmasraya Tahun 2019?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan kondisi sanitasi fisik rumah denga

penyakit ISPA pada balita di Nagari Pulau Mainan Kecamatan Koto

Salak Kabupaten Dharmasraya Tahun 2019.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui disribusi frekuensi kejadian penyakit ISPA

pada balita di Nagari Pulau Mainan Kecamatan Koto Salak

Kabupaten Dharmasraya Tahun 2019

b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi ventilasi sanitasi fisik rumah

dengan kejadian penyakit ISPApada balita di Nagari Pulau Mainan

Kecamatan Koto Salak Kabupaten Dharmasraya Tahun 2019

c. Untuk mengetahui distribusi frekuensi pencahayaan alami sanitasi

fisik rumah dengan kejadian penyakit ISPA pada balita di Nagari

Pulau Mainan Kecamatan Koto Salak Kabupaten Dharmasraya

Tahun 2019

d. Untuk mengetahui distribusi frekuensi lantai sanitasi fisik rumah

dengan kejadian penyakit ISPA pada balita di Nagari Pulau Mainan

Kecamatan Koto Salak Kabupaten Dharmasraya Tahun 2019


e. Untuk mengetahui hubungan ventilasi sanitasi fisik rumah dengan

kejadian penyakit ISPA pada balita di Nagari Pulau Mainan

Kecamatan Koto Salak Kabupaten Dharmasraya Tahun 2019

f. Untuk mengetahui hubungan pencahayaan alami sanitasi fisik

rumah dengan kejadian penyakit ISPA pada balita di Nagari Pulau

Mainan Kecamatan Koto Salak Kabupaten Dharmasraya Tahun

2019

g. Untuk mengetahui hubungan lantai sanitasi fisik rumah dengan

kejadian penyakit ISPA pada balita di Nagari Pulau Mainan

Kecamatan Koto Salak Kabupaten Dharmasraya Tahun 2019

1.4 Manfaat Penelitian

a. Bagi Puskesmas

Sebagai bahan masukan, data pendukung bagi Puskesmas dalam pelayanan

kesehatan di masyarakat dan sekolah.

b. Bagi Stikes Syedza Saintika

Sebagai suatu informasi dan masukan bagi Program Studi Ilmu Kesehatan

Masyarakat Stikes Syedza Saintika.

c. Peneliti Selanjutnya

Sebagai bahan bahan perbandingan dalam melakukan penelitian

berikutnya.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2018 s/d Januari 2019.

Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain case control. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui Hubungan kondisi sanitasi fisik rumah dengan

kejadian penyakit ISPA pada balita di Nagari Pulau Mainan Kecamatan Koto

Salak Kabupaten Dharmasraya tahun 2019. Analisa yang digunakan yaitu

analisis univariat dan bivariat. Teknik pengumpulan data diperoleh data

primer yang diperoleh dengan cara pengukuran, observasi dan wawancara

serta data sekunder mengenai kasus ISPA yang diperoleh dari Puskesmas

Sitiung II kecamatan Koto Salak Kabupaten Dharmasraya tahun 2019.

Anda mungkin juga menyukai