Anda di halaman 1dari 39

1

Case Report
GASTROPATI EROSIF EC NSAID

Oleh:
Dwitya Rilyanti
Fitrianisa Burmana
Melly Anida
Tegar Dwi Prakoso

Preceptor:
dr. Ronald David Martua, Sp. PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


2

RUMAH SAKIT UMUM AHMAD YANI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
APRIL 2015
BAB I

STATUS PASIEN

A. IDENTIFIKASI PASIEN

Nama lengkap : Nn. A

Umur : 17 Tahun

Status perkawinan : Belum Menikah

Pekerjaan : Siswi

Alamat : Nampi Rejo

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

MRS : 2-9-2015

B. ANAMNESIS

Diambil dari : Autoanamnesa

Keluhan Utama :

Nyeri perut sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS)

Keluhan Tambahan :

Demam 3 hari sebelum masuk rumah sakit


3

Riwayat Penyakit Sekarang


Keluhan demam sejak 3 hari SMRS, demam naik turun dan disertai menggigil.
Batuk dikeluhkan pasien sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, dahak (+)
tetapi sulit untuk dikeluarkan. Os juga mengeluh nyeri perut sejak 2 hari sebelum
masuk rumah sakit. Nyeri perut dirasakan awalnya pada bagian epigastrium
kemudian menjalar keseluruh lapang perut. Selain itu pasien juga mengeluhkan
adanya mual, muntah (-), lemah badan, pusing.

Os juga mengeluhkan BAB berwarna hitam sejak 1 hari SMRS. BAB berwarna
hitam dengan konsistensi cair dan dengan frekuensi dua kali dalam satu hari. 2
setelah MRS os mengeluh BAB cair berwarna merah dengan frekuensi 1x dalam
satu hari. Pada hari ke-5 BAB os normal, BAK normal.

Riwayat Penyakit Dahulu

(-) Cacar (-) Malaria (-) Batu Ginjal /Sal.


Kemih
(-) Cacar Air (-) Disentri (-) Burut (Hernia)
(-) Difteri (-) Hepatitis (-) Penyakit Prostat
(-) Batuk Rejan (-) Tifus Abdominalis (-) Wasir
(-) Campak (-) Skirofula (-) Diabetes
(√) Influenza (-) Sifilis (-) Alergi
(-) Tonsilitis (-) Gonore (-) Tumor
(-) Kholera (-) Hipertensi (-) Penyakit
Pembuluh Darah
(-) Demam Rematik (-) Ulkus Ventrikuli (-) CRF
Akut
(-) Pneumonia (-) Ulkus Duodeni (-) Operasi
(-) Pleuritis (√) Gastritis (-) Kecelakaan
(-) Tuberkulosis (-) Batu Empedu

Riwayat Keluarga

Umur Jenis Penyebab


Hubungan Keadaan kesehatan
(th) Kelamin Meninggal
Kakek - ♂ Meninggal Tidak tahu
Nenek - ♀ Meninggal Tidak tahu
Ayah 60 th ♂ Hipertensi (+)
Ibu 58 th ♀ Meninggal Tidak tahu
Saudara (adik) 35 th ♂ Sehat
Anak-Anak th ♀ Sehat
4

Adakah Kerabat yang Menderita

Penyakit Ya Tidak Hubungan


Alergi √
Asma √
Tuberkulosa √
Artritis √
Rematisme √
Hipertensi √
Jantung √
Ginjal √
Lambung √

C. ANAMNESIS SISTEM

Catatan keluhan tambahan positif disamping judul-judul yang bersangkutan.

Kulit
(-) Bisul (-) Rambut (-) Keringat malam
(-) Kuku (-) Kuning / Ikterus (-) Sianosis
(-) Lain-lain

Kepala
(-) Trauma (√) Sakit kepala
(-) Sinkop (-) Nyeri pada sinus

Mata
(-) Nyeri (√) Pucat/anemis
(-) Sekret (-) Gangguan penglihatan
(-) Kuning / Ikterus (-) Ketajaman penglihatan

Telinga
(-) Nyeri (-) Tinitus
(-) Sekret (-) Gangguan pendengaran
(-) Kehilangan pendengaran

Hidung
(-) Trauma (-) Gejala penyumbatan
(-) Nyeri (-) Gangguan penciuman
(-) Sekret (-) Pilek
(-) Epistaksis
5

Mulut
(-) Bibir (√) Lidah
(-) Gusi (-) Gangguan pengecap
(-) Selaput (-) Stomatitis

Tenggorokan
(-) Nyeri tenggorokan (-) Perubahan suara

Leher
(-) Benjolan (-) Nyeri leher

Jantung / Paru-Paru
(-) Nyeri dada (-) Sesak nafas
(-) Berdebar (-) Batuk darah
(-) Ortopnoe (√) Batuk

Abdomen (Lambung / Usus)


(-) Rasa kembung (-) Perut membesar
(√) Mual (-) Wasir
(-) Muntah (-) Mencret
(-) Muntah darah (-) Tinja berdarah
(-) Sukar menelan (-) Tinja berwarna dempul
(√) Nyeri perut, kolik (√) Tinja berwarna hitam
(-) Benjolan

Saluran Kemih / Alat Kelamin


(-) Disuria (-) Kencing nanah
(-) Stranguri (-) Kolik
(-) Poliuria (-) Oliguria
(-) Polakisuria (-) Anuria
(-) Hematuria (-) Retensi urin
(-) Kencing batu (-) Kencing menetes
(-) Ngompol (tidak disadari) (-) Penyakit prostat

Haid
(-) Haid terakhir (-) Jumlah dan lamanya (-) Menarche
(√) Teratur (-) Nyeri (-) Gejala klimakterium
(-) Gangguan haid (-) Pasca menopause
6

Saraf dan Otot


(-) Anestesi (-) Sukar menggigit
(-) Parestesi (-) Ataksia
(-) Otot lemah (-) Hipo/hiper-estesi
(-) Kejang (-) Pingsan
(-) Afasia (-) Kedutan (tick)
(-) Amnesis (-) Pusing (Vertigo)
(-) Lain-lain (-) Gangguan bicara (disartri)

Ekstremitas
(-) Bengkak (-) Deformitas
(-) Nyeri sendi (-) Sianosis

Berat Badan
Berat badan rata-rata (kg) : 40 kg
Berat badan sekarang (kg) : 40 kg

(Bila pasien tidak tahu dengan pasti)


Tetap (√ )
Turun ( )
Naik ( )

Riwayat Hidup
Tempat lahir : (√) Di rumah ( ) Rumah Bersalin ( ) RS Bersalin
Ditolong oleh : ( ) Dokter ( ) Bidan (√) Dukun
( ) Lain-lain

Riwayat Imunisasi (pasien tidak ingat)


( ) Hepatitis ( ) BCG ( ) Campak ( ) DPT ( ) Polio
( ) Tetanus

Riwayat Makanan
Frekwensi /hari : ± 2-3 x sehari
Jumlah /hari : ± 2-3 piring sehari
Variasi /hari : Tidak bervariasi
Nafsu makan : Kurang
7

Pendidikan
( ) SD (√) SLTP ( ) SLTA ( ) Sekolah Kejuruan ( ) Akademi
( ) Kursus ( ) Tidak sekolah
8

Kesulitan
Keuangan : tidak ada
Pekerjaan : tidak ada
Keluarga : tidak ada
Lain-lain : -

D. PEMERIKSAAN JASMANI

Pemeriksaan Umum

- Tinggi badan : 160 cm


- Berat Badan : 40 kg
- Keadaan gizi : IMT 15,6
- Kesadaran : Compos mentis
- Sianosis : tidak ada
- Edema umum : tidak ada
- Habitus : piknikus
- Cara berjalan : Normal
- Mobilitas : Aktif

Aspek Kejiwaan

Tingkah laku wajar, alam perasan wajar dan proses fikir wajar.

Kulit

- Warna : Sawo matang


- Jaringan parut : Tidak ada
- Pertumbuhan rambut : Normal, pertumbuhan rambut merata
- Suhu Raba : febris
- Keringat : ada
- Lapisan lemak : Cukup
- Efloresensi : -
- Pigmentasi : -
- Pembuluh darah : Normal
9

- Lembab/ Kering : Lembab


- Turgor : Baik
- Ikterus : Tidak ada
- Edema : Tidak ada

Kelenjar Getah Bening

- Submandibula : Tidak teraba pembesaran


- Supra klavikula : Tidak teraba pembesaran
- Lipat paha : Tidak teraba pembesaran
- Leher : Tidak teraba pembesaran
- Ketiak : Tidak teraba pembesaran

Kepala
- Ekspresi wajah : Tampak sakit sedang
- Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut
- Simetris muka : Simetris

Mata

- Exopthalmus : -
- Kelopak : Normal
- Konjungtiva : Anemis (+/+)
- Sklera : Ikterik (-/-)
- Lapang penglihatan : Dalam batas normal
- Deviatio konjungtiva : -
- Enopthalmus : -
- Lensa : Jernih
- Visus : 6/6
- Gerak mata : Normal segala arah
- Tekanan bola mata : N/ palpasi
- Nistagmus : -
10

Leher

- Tekanan JVP : Tidak meningkat


- Kelenjar Tiroid : Tidak membesar
- Kelenjar Limfe : Tidak teraba pembesaran

Dada

- Bentuk : Normochest
- Pembuluh darah : Normal
- Buah dada : Normal, simetris

Paru-Paru

Depan Belakang
Inspeksi Simetris simetris
Palpasi Kiri Fremitus vokal teraba Fremitus vokal teraba getaran
getaran suara. Fremitus suara. Fremitus taktil terasa
taktil terasa pergerakan pergerakan dinding thorax.
dinding thorax.

Kanan Fremitus vokal teraba Fremitus vokal teraba getaran


getaran suara. Fremitus suara. Fremitus taktil terasa
taktil terasa pergerakan pergerakan dinding thorax.
dinding thorax.
Perkusi Kiri Sonor pada seluruh lapang Sonor pada seluruh lapang paru.
paru.

Kanan Sonor pada seluruh lapang Sonor pada seluruh lapang paru
paru
Auskultasi Kiri Vesikuler (+), Ronkhi (-), Wheezing (-), Ronkhi (-).
Wheezing (-)

Kanan Vesikuler (+), Ronkhi (-) Wheezing (-), Ronkhi (-)


Wheezing (-)
11

Jantung

Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat


Palpasi : Iktus cordis teraba pulsasi di ICS V midclavicula kiri
Perkusi : Batas jantung
kanan : Parastrernal ICS lV linea parasternal dextra
kiri : Midclavicula ICS V linea midclavicula sinistra
atas : Midclavicula ICS ll parasternal dextra
Auskultasi : BJ I dan II normal reguler, murmur (-), gallop (-)

Pembuluh Darah
Arteri temporalis, karotis, brakhialis,radialis, femoralis poplitea, tibialis posterior
teraba.

Abdomen

Inspeksi : Simetris, datar


Palpasi : Dinding perut : tidak supel,nyeri tekan seluruh
abdomen (+)
Hati : teraba 4cm dibawah arcus costae
Lien : teraba, scuffner 2
Ginjal : Ballotement (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : bising usus (+)

Anggota Gerak

Lengan

Kanan Kiri
Otot
Tonus Normotonus Normotonus
Massa Eutrofi Eutrofi
Sendi Normal Normal
Gerakan Aktif Aktif
Kekuatan 5 5
12

Tungkai dan Kaki

- Luka : Tidak
- Varises : Tidak
- Otot (tonus, massa) : Normotonus,eutrofi
- Sendi : Normal
- Gerakan : Aktif
- Kekuatan : 5
- Edema : -/-

Refleks

Kanan Kiri
Bisep N (Refleks lengan bawah) N (Refleks lengan bawah)
Trisep N (Kontraksi trisep) N (Kontraksi trisep)
Patela N N
Achiles N (Plantar fleksi ) N (Plantar fleksi)
Kremester - -
Refleks kulit N N
Refleks patologis Tidak ada Tidak ada

E. LABORATORIUM

2 september 2015

Leukosit : 2.800/ul
Eritrosit : 2.620.000/ul
Hb : 5,0 g/dl
Trombosit : 116.000/ul
GDS: 114

Ureum: 52

3 september 2015

Leukosit : 2,73
Eritrosit : 2,64
Hb : 5,5
Ht : 16,1
13

MCV : 62,3
MCH : 20,8
MCHC : 34,2
Trombosit : 75.000
Anti dengue IgM : positif
Anti dengue Ig G : negatif

10 september 2015
Leukosit : 6.300
Eritrosit : 3.230.000
Hb : 7,7
Ht : 22,7
MCV : 70,3
MCH : 23,8
MCHC : 33,9
Trombosit : 141.000

14 september 2015
Leukosit : 5.200
Eritrosit : 3.620.000
Hb : 8,7
Ht : 25,9
MCV : 71,5
MCH : 24
MCHC : 33,6
Trombosit : 276.000

Rontgen:
4 september 2015
1. Pulmo dalam batas normal
2. Besar cor normal
14

3. Sistema tulang baik


F. RINGKASAN

Pasien perempuan, 17 tahun datang ke RSAY dengan keluhan nyeri perut di


rasakan sejak 1 minggu SMRS dan memberat sejak 1 hari SMRS. Nyeri perut
awalnya di rasakan pada bagian epigastrium kemudian menjalar keseluruh lapang
perut. Nyeri perut terasa awalnya seperti ditusuk lalu setelah nyeri menjalar terasa
seperti melilit. Nyeri perut bersifat hilang timbul. Nyeri kembali muncul tiba-tiba
dengan perubahan posisi. Pasien juga mengeluhkan adanya mual. Selain itu pasien
juga mengeluhkan BAB berwarna hitam sejak 1 hari SMRS setelah sebelumnya 1
minggu tidak BAB. BAB berwarna hitam dengan konsistensi padat dan ukuran
yang kecil sebesar jempol tangan dan BAB hanya 2 potong feses saja dengan
frekuensi satu kali dalam satu hari. Kesehariannya pasien memiliki pola makan
yang tidak teratur, dengan frekuensi makan 2-3 kali per hari. Dua minggu SMRS
pasien di rawat karena BAB darah berwarna merah gelap. Riwayat minum obat
penghilang rasa sakit di akui pasien untuk menghilangkan rasa sakit pada kedua
kaki nya jika beraktivitas. Pasien telah mengkonsumsi obat penghilang rasa sakit
tersebut sejak ± 5 bulan dengan frekuensi satu kali perhari dengan jumlah 2 butir
obat. Riwayat tekanan darah tinggi tidak terkontrol dan maag diakui pasien.

Pada pemeriksaan fisik pasien didapatkan


Tekanan darah : 100/80 mmHg
Nadi : 100 x/ menit
Suhu : 38,4°C
Pernapasan : 24 x/ menit
Kepala : Konjunctiva palpebra ananemis
Abdomen : Inspeksi : Simetris, datar
Palpasi : Dinding perut : tidak supel,nyeri tekan
seluruh lapang perut (+)

Pada pemeriksaan hematologi didapatkan hemoglobin : 5 gr/dl,


G. DIAGNOSIS KERJA DAN DASAR DIAGNOSIS

1. Diagnosis
15

Suspek Gastritis Erosif ec NSAID + anemia ec perdarahan saluran cerna


kronik
DD/ ulkus peptikum

2. Dasar Diagnosa
- Nyeri perut berawal dari epigastrium
- Adanya mual
- BAB berwarna hitam dengan konsistensi keras dan kecil
- Riwayat minum obat penghilang rasa nyeri 2 butir setiap hari selama 5
bulan terkhir
- Nyeri tekan regio epigastrium (+)
- Pada pemeriksaan fisik pasien ditemukan:

Kepala : Konjunctiva palpebra ananemis


Abdomen : Inspeksi : Simetris, Cembung
Palpasi : Dinding perut : Supel,nyeri tekan regio
epigastrium (+)

Pada pemeriksaan hematologi didapatkan hemoglobin : 8,2 gr/dl, hematokrit :


28,2 %, MCV : 66,9 fl, MCH : 19,4 pg, MCHC : 29,1 gr/dl , RDW : 15,5 %, MPV
: 12,6 %,

H. DIAGNOSA DIFFERENTIAL

- Ulkus Peptikum

I. DASAR DIAGNOSA DIFFERENSIAL

- Nyeri perut di bagian epigastrium


16

- Nyeri menjalar hingga keseluruh perut terasa melilit


- Mual
- BAB hitam dengan konsistensi padat dan berukuran kecil berjumlah
sedikit

J. PEMERIKSAAN YANG DIANJURKAN

1. Foto polos abdomen dengan kontras barium


2. Endoskopi
3. Pemeriksaan patologi anatomi

K. RENCANA PENGELOLAAN

1. Tirah baring
3. Medikamentosa
- IVFD RL 20 gtt/menit
- Diit lunak TKTP
- Ranitidine 2 ampul/ 24 jam
- Sucralfat syr 3 x 1 C
- Ondansentron 2 ampul/ 24 jam
- Sohobion 1 x 1 gr di drip

L. PENCEGAHAN

Primer :
- Hindari penggunaan obat yang berlebihan tanpa instruksi dokter
- Pola makan teratur

Sekunder
- Minum obat sesuai aturan
- Kontrol rutin ke dokter

Tersier
- Menjaga imunitas tubuh
17

- Minum air dengan cukup

M. PROGNOSIS

Qua at vitam : Dubia ad bonam


Qua at functionam : Dubia ad bonam
Qua at sanationam : Dubia ad bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
18

2.1 Pendahuluan
Lambung merupakan bagian dari saluran pencernaan yang berbentuk seperti
kantung, dapat berdilatasi dan berfungsi mencerna makanan dibantu oleh asam
klorida (HCl) dan enzim-enzim seperti pepsin, renin dan lipase. Lambung
memiliki dua fungsi utama yaitu fungsi pencernaan dan fungsi motorik. Sebagai
fungsi pencernaan dan sekresi yaitu pencernaan protein oleh pepsin dan HCl,
sintesis dan pelepasan gastrin yang dipengaruhi oleh protein yang dimakan,
sekresi mukus yang membentuk selubung dan melindungi lambung serta sebagai
pelumas sehingga makanan lebih mudah diangkut, sekresi bikarbonat bersama
dengan sekresi gel mukus yang berperan sebagai barier dari asam lumen dan
pepsin. Fungsi motorik lambung terdiri atas penyimpanan makanan sampai
makanan dapat diproses dalam duodenum, pencampuran makanan dengan asam
lambung hingga membentuk suatu kimus, dan pengosongan makanan dari
lambung ke dalam usus untuk pencernaan dan absorbsi dalam usus halus.

Lambung akan mensekresikan HCl dan enzim untuk mencerna makanan.


Lambung memiliki motilitas khusus untuk gerakan pencampuran makanan yang
dicerna dan cairan lambung, untuk membentuk cairan padat yang dinamakan
kimus kemudian dikosongkan ke duodenum. Sel lambung setiap hari
mensekresikan sekitar 2500 ml cairan lambung yang mengandung berbagai zat
diantaranya HCl dan pepsinogen. HCL membunuh sebagian besar bakteri yang
masuk, membantu pencernaan protein, menghasilkan pH yang diperlukan pepsin
untuk mencerna protein, serta merangsang empedu dan cairan pankreas. Asam
lambung cukup pekat untuk menyebabkan kerusakan jaringan, tetapi pada orang
normal mukosa lambung tidak mengalami iritasi atau tercerna karena sebagian
cairan lambung mengandung mukus, yang merupakan faktor pelindung lambung.
Sekresi asam lambung dipengaruhi oleh kerja saraf dan hormon. Sistem saraf
yang bekerja yaitu saraf pusat dan saraf otonom yakni saraf simpatis dan
parasimpatis. Adapun hormon yang bekerja antara lain adalah hormon gastrim,
asetilkolin dan histamin. Terdapat tiga fase yang menyebabkan sekresi asam
lambung. Pertama, fase sefalik, sekresi asam lambung terjadi meskipun makanan
19

belum masuk lambung akibat memikirkan atau merasakan makanan. Kedua, fase
gastrik, ketika makanan masuk lambung akan merangsang mekanisme sekresi
asam lambung yang berlansung selama beberapa jam, selama makanan masih
berada didalam lambung. Ketiga, fase intestinal, proses sekresi asam lambung
terjadi ketika makanan mengenai mukosa usus. Produksi asam lambung akan
tetap berlangsung meskipun dalam kondisi tidur.

Mekanisme Pertahanan Lambung


Sistem pertahanan pertama pada lambung adalah lapisan mukus bikarbonat
sebagai rintangan fisiko kimia terhadap molekul seperti ion hidrogen. Mukus
disekresi oleh sel epitel permukaan gastroduodenal, terdiri atas air (95%), lemak,
dan glikoprotein. Mukus berfungsi sebagai lubrikan yang bersifat fleksibel seperti
gel dan melekat pada mukosa untuk mencegah difusi ion dan molekul seperti
pepsin.3,5 Sementara itu, bikarbonat disekresi oleh sel epitel permukaan mukosa
gastroduodenal ke lapisan mukus sehingga terbentuk perbedaan pH sebesar 1-2
pada permukaan lumen gaster dan 6-7 pada permukaan sel epitel.5,7 Perbedaan
pH dalam lapisan mukosa akan mempengaruhi ketahanan mukosa.

Ketahanan mukosa gaster ditunjukkan oleh kemampuan epitel gaster


mempertahankan perbedaan konsentrasi ion H+ dari lumen ke mukosa dalam
kondisi fisiologis. Kondisi tersebut digambarkan sebagai difusi rendah ion H+
dari lumen ke mukosa untuk menjaga perbedaan potensial transmukosa lumen
tetap negatif. Prostaglandin akan meningkatkan gradien pH sesuai dengan
kemampuan proteksinya. Zona alkali pada permukaan mukosa akan mencegah
asam mencapai permukaan mukosa.Sel epitel permukaan merupakan mekanisme
pertahanan selanjutnya yang bekerja melalui pembentukan mukus, transportasi
ionik sel epitel untuk mempertahankan pH intrasel, dan produksi bikarbonat serta
ikatan antara epitel. Jika rintangan praepitel ditembus dan terjadi kerusakan epitel,
sawar mukosa akan segera diperbaiki dalam satu jam. Sel epitel gaster yang
berbatasan dengan daerah kerusakan akan bermigrasi untuk memulihkan daerah
yang rusak (restitusi). Pada proses tersebut dibutuhkan sirkulasi darah yang baik
dan lingkungan yang bersifat basa. Namun demikian, proses itu bukanlah suatu
20

proses pembelahan sel. Beberapa faktor pertumbuhan seperti epidermal growth


factor (EGF), transforming growth factor (TGF)-a dan basic fibroblast growth
factor (FGF) mengatur proses restitusi.

Kerusakan yang lebih berat tidak dapat diperbaiki secara efektif oleh restitusi
sehingga membutuhkan proliferasi sel. Regenerasi sel epitel diatur oleh PG dan
growth factors seperti EGF dan TGF-a. Bersamaan dengan pembentukan sel
epitel baru, terjadi angiogenesis dalam jaringan mikrovaskular yang rusak. Baik
FGF dan vascular endothelial growth factor (VEGF) penting dalam mengatur
angiogenesis pada mukosa gaster. Prostaglandin memegang peranan utama dalam
mekanisme pertahanan epitel gaster. Mukosa gaster mengandung PG berlimpah
yang mengatur pelepasan bikarbonat mukosa dan mukus, menghambat sekresi sel
parietal, dan berperan penting dalam mempertahankan aliran darah mukosa serta
restitusi sel epitel. Sistem mikrovaskular dalam lapisan submukosa merupakan
komponen utama sistem pertahanan subepitelial yang menyediakan bikarbonat
(HCO3-) untuk menetralkan asam yang dihasilkan oleh sel parietal. Sistem
mikrovaskular juga menyediakan mikronutrien, oksigen, dilusi, dan netralisasi
dari difusi kembali asam lambung, serta mengeliminasi metabolik toksik. Selain
itu sebagai penghasil nitrit oksida. Nitrit oksida (NO) merupakan zat yang
diproduksi oleh endotel kapiler melalui aktivitas endothelium derived vascular
relaxation factor. Enzim NO sintetase yang terekspresi pada mukosa berperan
sebagai sitoproteksi melalui stimulasimukus gaster, meningkatkan aliran darah
mukosa, dan mempertahankan fungsi ketahanan sel epitelial.

Mekanisme Sekresi Asam Lambung


Asam hidroklorida adalah hasil utama sekresi gaster yang dapat menyebabkan
perlukaan mukosa. Sel parietal sebagai penghasil HCl memiliki reseptor histamin
(H2), gastrin (reseptor kolesistokinin/gastrin), dan asetilkolin (muskarinik, M3).
Pengikatan histamin pada reseptor H2 mengaktivasi adenilat siklase dan
meningkatkan siklik AMP. Aktivasi reseptor gastrin dan muskarinik
menyebabkan aktivasi jalur persinyalan fosfoinositida/protein kinase C. Setiap
jalur perangsangan mengatur suatu kaskade kinase yang mengontrol sekresi
21

pompa asam H+, K+-ATPase. Enzim H+, K+- ATPase bertanggung jawab
membentuk konsentrasi H+ yang tinggi dengan menggunakan ATP sebagai
sumber energi untuk mentransfer ion H+ dari sitoplasma sel parietal ke secretory
canaliculi disertai pertukaran ion K+. Sel parietal juga memiliki reseptor yang
dapat menghambat produksi asam, seperti PG, somatostatin, dan EGF.
Somatostatin dilepaskan oleh sel D pada mukosa gaster sebagai respon terhadap
HCl. Molekul tersebut mampu menghambat produksi asam secara langsung pada
sel parietal maupun tidak langsung dengan menurunkan pelepasan histamin dari
enterochromaffin-like (ECF) cell dan gastrin dari sel G.

Adanya ketidakseimbangan dari faktor-faktor diatas dapat menyebabkan


terjadinya kerusakan mukosa lambung. Penyebab dari rusaknya mukosa lambung
di picu oleh beberapa hal seperti alkohol, stres, infeksi H.pylori, dan obat anti
inflamasi non steroid (OAINS) yang menyebabkan gangguan umum berupa
diskontinuitas dari mukosa lambung berupa ulkus peptikum dan gastropati
OAINS.

Ulkus Peptikum
Ulkus peptikum adalah kerusakan pada lapisan mukosa, submukosa sampai
22

lapisan otot saluran cerna yang disebabkan oleh aktifitas pepsin dan asam
lambung. Ulkus peptikum dapat mengenai esofagus sampai usus halus tetapi
kebanyakan terjadi pada bulbus duodenum (90%) dan kurvatura minor. Bila
terjadi di antara kardia dan pilorus disebut dengan ulkus lambung dan bila terjadi
pada daerah setelah pilorus disebut dengan ulkus duodenum.

Etiologi yang pasti belum diketahui. Ada dua pendapat yang ekstrim, apakah
penyakit ini adalah suatu kelainan setempat atau merupakan bagian dari suatu
kelainan sistemik dimana tukak hanya merupakan tanda/ gejala. Tukak peptik
terjadi karena pengeluaran asam-pepsin oleh H. Pylory, NSAID atau faktor- faktor
lain yang menyebabkan ketidakseimbangan pertahanan mukosal lambung. Lokasi
tukak menghubungkan dengan jumlah faktor- faktor etiologi. Tukak dapat terjadi
di perut bagian manapun seperti bagian distal, antrum dan duodenum.

Patogenesis ulkus peptikum beragam dan belum diketahui seluruhnya. Umumnya


terjadi akibat sekresi asam yang berlebihan dan gangguan ketahanan / integritas
mukosa, sehingga terjadi difusi balik ion H+ dari lumen usus masuk ke dalam
mukosa. Mekanisme keseimbangan antara faktor agresif (perusak) dan faktor
defensif (ketahanan mukosa) sangat penting untuk mempertahankan fungsi dan
integritas saluran cerna. Faktor agresif yang utama adalah asam lambung dan
pepsin. Faktor defensif yang berperan adalah mucous barrier (mukus dan
bikarbonat), mucosal resistance barrier (resistensi mukosa), microcirculation
(aliran darah mukosa) dan prostaglandin.

Klasifikasi ulkus peptikum yang sering digunakan dibuat oleh Schuster dan Gross
(1963) yaitu ulkus peptikum primer dan sekunder. Ulkus peptikum primer adalah
ulkus yang terjadinya terutama dipengaruhi langsung oleh sekresi asam lambung
dan pepsin yang berlebihan. Ulkus peptikum primer dapat bersifat akut dan
kronis, dibedakan berdasarkan pemeriksaan histologi. Ulkus peptikum primer akut
menunjukkan gambaran proses erosi dengan tepi tajam, tidak ada kongesti, hanya
dijumpai tanda inflamasi minimal di sekitar ulkus dan dalam penyembuhannya
tidak disertai fibrosis. Pada ulkus peptikum primer kronis ditemukan jaringan
nekrotik dengan dasar eksudat fibropurulen dan jaringan granulasi vaskular
23

dengan pembentukan fibrosis. Pada permukaan jaringan nekrotik tersebut sering


ditemukan Helicobacter pylori. Ulkus peptikum sekunder didasarkan adanya
gangguan ketahanan mukosa saluran cerna, yang dapat terjadi setelah mengalami
penyakit/ trauma berat (stress ulcer), luka bakar (Curling’s ulcer), penyakit
intrakranial (Rokitansky-Cushing’s ulcer), minum aspirin atau kortikosteroid, dan
penyakit hati kronis.

Gambaran klinis utama tukak peptik adalah kronik dan nyeri epigastrium. Nyeri
biasanya timbul 2 sampai 3 jam setelah makan atau pada malam hari sewaktu
lambung kosong. Nyeri ini seringkali digambarkan sebagai teriris, terbakar atau
rasa tidak enak. Remisi dan eksaserbasi merupakan ciri yang begitu khas sehingga
nyeri di abdomen atas yang persisten. Pola nyeri-makan-hilang ini dapat saja tidak
khas pada tukak lambung. Bahkan pada beberapa penderita tukak lambung
makanan dapat memperberat nyeri. Biasanya penderita tukak lambung akan
mengalami penurunan berat badan. Sedangkan penderita tukak duodenum
biasanya memiliki berat badan yang tetap.

Penderita tukak peptik sering mengeluh mual, muntah dan regurgitasi. Timbulnya
muntah terutama pada tukak yang masih aktif, sering dijumpai pada penderita
tukak lambung daripada tukak duodenum, terutama yang letaknya di antrum atau
pilorus. Rasa mual disertai di pilorus atau duodenum. Keluhan lain yaitu nafsu
makan menurun, perut kembung, perut merasa selalu penuh atau lekas kenyang,
timbulnya konstipasi sebagai akibat instabilitas neromuskuler dari kolon.

Penderita tukak peptik terutama pada tukak duodenum mungkin dalam mulutnya
merasa dengan cepat terisi oleh cairan terutama cairan saliva tanpa ada rasa.
Keluhan ini diketahui sebagai water brash. Sedang pada lain pihak kemungkinan
juga terjadi regurgitasi pada cairan lambung dengan rasa yang pahit. Secara umum
pasien tukak gaster mengeluh dispepsia. Dispepsia adalah suatu sindrom atau
kumpulan keluhan beberapa penyakit saluran cerna seperti mual, muntah,
kembung, nyeri ulu hati, sendawa atau terapan, rasa terbakar, rasa penuh ulu hati
dan cepat merasa kenyang.
24

Diagnosis tukak peptik biasanya dipastikan dengan pemeriksaan barium


radiogram. Bila radiografi barium tidak berhasil membuktikan adanya tukak
dalam lambung atau duodenum tetapi gejala-gejala tetap ada, maka ada indikasi
untuk melakukan pemeriksaan endoskopi. Peneraan kadar serum gastrin dapat
dilakukan jika diduga ada karsinoma lambung atau sindrom Zolliger-Ellison.

Diagnosis tukak gaster ditegakkan berdasarkan pengamatan klinis, hasil


pemeriksaan radiologi dan endoskopi, disertai biopsi untuk pemeriksaan
histopatologi, tes CLO (Campylobacter Like Organism), dan biakan kuman
Helicobacter pylori. Secara klinis pasien mengeluh nyeri ulu hati kadang-kadang
menjalar ke pinggang disertai mual dan muntah.

Kriteria terpenting pada diagnosis tukak duodenum adalah nyeri khas yang hilang
oleh makanan. Anamnesis tidak begitu informatif seperti pada penderita tukak
lambung, sebab gejala tidak enak pada epigastrum lebih sering timbul. Biasanya
tidak mungkin untuk membedakan antara tukak lambung dan duodenum hanya
dari anamnesis saja.

Diagnosis ulkus peptikum dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan


radiologis dan dipastikan dengan pemeriksaan endoskopi. Manifestasi klinis ulkus
peptikum berupa nyeri perut yang terasa seperti tertusuk atau sensasi terbakar di
epigastrium. Beberapa pasien mengalami sensai luka bakar pada esofagus dan
lambung yang naik ke mulut kadang disertai dengan regurgitasi asam yang umum
terjadi bila lambung dalam keadaan kosong. Muntah juga dapat timbul karena
berhubungan dengan pembentukan dengan jaringan parut atau pembengkakan
akut dari membran mukosa yang mengalami inflamasi disekitarnya pada ulkus
akut. Muntah dapat terjadi atau tanpa didahului oleh mual, basanya setelah nyeri
berat yang dihilangkan dengan ejeksi kandungan asam lambung. Konstipasi yang
perdarahan juga dapat terjadi pada pasien ulkus, kemungkinan sebagai akibat dari
diet dan penggunaan obat-obatan. Pasien juga datang dengan perdarahan
gastrointestinal sebagian kecil pasien mengalami ulkus akut sebelumnya tidak
mengalami keluhan, tetapi mereka menunjukkan gejala setelahnya.
25

Klasifikasi aktivitas perdarahan ulkus peptikum menurut forest

Pengobatan ulkus peptikum primer dengan pemberian susu atau antasida dengan
interval pendek dapat menghilangkan gejala ulkus duodenum bila diminum secara
teratur dalam waktu 1-2 bulan pengobatan, namun hal ini selalu disertai dengan
timbulnya efek samping. Simetidin atau ranitidin memiliki potensi untuk menekan
sekresi asam hidroklorida pada kasus ulkus duodenum, menghilangkan gejala
selama episode akut dan mempercepat penyembuhan ulkus dengan toksisitas
relatif ringan. Obat sitoprotektif bismut koloidal banyak digunakan pada kasus
ulkus peptikum kronik dengan infeksi Helicobacter pylori, dikombinasi dengan
gabungan tetrasiklin dan metronidazol atau amoksisilin dan klaritromisin. Selain
sebagai pelindung selektif di atas dasar ulkus pada pH asam dan sebagai sawar
terhadap difusi asam lambung, pepsin dan asam empedu, bismut koloidal juga
26

bersifat bakterisidal terhadap Helicobacter pylori. Penggunaan ARH-2 pada ulkus


lambung dapat menghilangkan gejala dan mempercepat penyembuhan ulkus.
Pengobatan standar adalah dengan simetidin atau ranitidin. Pengobatan ulkus
peptikum sekunder ditujukan pada pengobatan penyakit dasar, disertai pemberian
antasid dan ARH-2. Pemberian ARH-2 sama dengan pengobatan ulkus primer.
Pada kasus berat, mempertahankan pH lambung > 3,5 sangat penting untuk
pencegahan pembentukan ulkus.

Algoritma penatalaksanaan ulkus peptikum

Gastropati erosif ec NSAID


Gastropati erosif nonsteroid anti inflamasi drug (NSAID) adalah lesi mukosa
27

gaster yang berhubungan dengan penggunaan NSAID. NSAID digunakan untuk


mengobati reumatoid artritis, osteoartritis atau nyeri. Berbagai jenis NSAID dapat
menghambat sintesis prostaglandin (PG) yang merupakan mediator inflamasi dan
mengakibatkan berkurangnya tanda inflamasi. Akan tetapi, PG khususnya PGE2
sebenarnya merupakan zat yang bersifat protektor untuk mukosa saluran cerna
atas. Hambatan sintesis PG akan mengurangi ketahanan mukosa, dengan efek
berupa lesi akut mukosa gaster bentuk ringan sampai berat. Gastropati NSAID
adalah lesi mukosa gaster yang berhubungan dengan terapi NSAID.

Manifestasi klinis bervariasi dari tanpa gejala, gejala ringan dengan manifestasi
tersering dispepsia, heartburn, abdominal discomfort, dan nausea; hingga gejala
berat seperti tukak peptik, perdarahan, perforasi. Tidak ada korelasi antara
kerusakan mukosa dengan gejala abdominal bagian atas pada penderita pengguna
NSAID. Selain itu, tidak ada dosis NSAID yang benar-benar aman sehingga
identifikasi faktor risiko penting pada penggunaan NSAID. Faktor risiko
gastropati NSAID adalah usia lebih tua dari 60 tahun, beratnya kerusakan,
pengobatan lebih dari satu macam NSAID atau penggunaan bersama dengan
kortikosteroid, NSAID dosis tinggi, riwayat tukak peptik, penggunaan bersama
dengan antikoagulan, infeksi Helicobacter pylori sebelum terapi, dan mengidap
penyakit sistemik yang berat.

Diagnosis gastropati NSAID ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisis,


laboratorium, endoskopi, dan pemeriksaan histopatologi. Dari anamnesis
didapatkan manifestasi berupa dispepsia, heartburn, abdominal discomfort, dan
nausea; hingga gejala berat seperti tukak peptik, perdarahan, perforasi. Dari
pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya nyeri tekan di regio epigastrium.
Secara endoskopi akan di jumpai kongesti mukosa, erosi-erosi kecil kadang
disertai perdarahan kecil. Lesi seperti ini dapat tumbuh sendiri. Kemampuan
mukosa mengatasi lesi-lesi ringan akibat rangsang tersebut sering disebut adaptasi
mukosa. Lesi yang lebih berat dapat berupa erosi dan tukak multiple, perdarahan
luas dan perforasi saluran cerna. Secara histopatologi tidak khas. Dapat dijumpai
regenerasi epitelial, hiperplasia foveolar, edema lamina propria dan ekspansi
28

serabut otot polos ke arah mukosa. Ekspansi dianggap abnormal bila sudah
mencapai kira-kira sepertiga atas. Jika tidak tertangani dengan baik, komplikasi
gastropati NSAID dapat muncul pada penderita. Komplikasi tersebut meliputi
perdarahan gastrointestinal (hematemesis, melena), perforasi, striktura, syok
hipovolemik, dan kematian.

Tanda khas gastropati erosif adalah lesi mukosa yang tidak menembus lapisan
muskularis mukosa. Erosi ada sebagai laserasi tapi terkadang di tutupi hematin
pada bagian mukosa.

Patofisiologi
Patofisiologi utama kerusakan gastroduodenal akibat NSAID adalah disrupsi
fisiokimia pertahanan mukosa gaster dan inhibisi sistemik terhadap pelindung
mukosa gaster melalui inhibisi aktivitas COX mukosa gaster. Kerusakan
pertahanan mukosa terjadi akibat efek NSAID secara lokal. Beberapa NSAID
bersifat asam lemah sehingga bila berada dalam lambung yang lumennya bersifat
asam (pH kurang dari 3) akan berbentuk partikel yang tidak terionisasi. Dalam
kondisi tersebut, partikel obat akan mudah berdifusi melalui membran lipid ke
dalam sel epitel mukosa lambung bersama dengan ion H+. Dalam epitel lambung,
suasana menjadi netral sehingga bagian obat yang berdifusi terperangkap dalam
sel epitel dan terjadi penumpukan obat pada epitel mukosa. Akibatnya, epitel
menjadi sembab, pembentukan PG terhambat, dan terjadi proses inflamasi. Selain
itu, adanya uncoupling of mitochondrial oxidative phosphorylation yang
menyebabkan penurunan produksi adenosine triphosphate (ATP), peningkatan
29

adenosine monophosphate (AMP), dan peningkatan adenosine diphosphate


(ADP) dapat menyebabkan kerusakan sel. Perubahan itu diikuti oleh kerusakan
mitokondria, peningkatan pembentukan radikal oksigen, dan perubahan
keseimbangan Na+/K+ sehingga menurunkan ketahanan mukosa lambung. Lebih
lanjut lagi, kondisi itu memungkinkan penetrasi asam, pepsin, empedu, dan enzim
proteolitik dari lumen lambungke mukosa dan menyebabkan nekrosis sel.

Inhibisi sistemik terhadap pelindung mukosa gaster terjadi melalui penghambatan


aktivitas COX mukosa gaster. Prostaglandin yang berasal dari esterifikasi asam
arakidonat pada membran sel berperan penting dalam memperbaiki dan
mempertahankan integritas mukosa gastroduodenal. Enzim utama yang mengatur
pembentukan PG adalah COX yang memiliki dua bentuk yaitu COX-1 dan COX-
2. Masing-masing enzim tersebut memiliki karakteristik berbeda berdasarkan
struktur dan distribusi jaringan. COX-1 yang berada pada lambung, trombosit,
ginjal, dan sel endotelial, memiliki peran penting dalam mempertahankan
integritas fungsi ginjal, agregasi trombosit, dan integritas mukosa gastrointestinal.
30

Sementara itu, COX-2 yang diinduksi oleh rangsangan inflamasi terekspresi pada
makrofag, leukosit, fibroblas, dan sel sinovial.

Pada jaringan inflamasi, NSAID memiliki efek menguntungkan melalui


penghambatan COX-2 dan efek toksik melalui penghambatan COX-1 yang dapat
menyebabkan ulserasi mukosa gastrointestinal dan disfungsi ginjal. Penghambat
COX-2 selektif mempunyai efek menguntungkan dengan menurunkan inflamasi
jaringan dan mengurangi efek toksik terhadap saluran cerna. Namun demikian,
golongan tersebut memiliki efek samping pada sistem kardiovaskular berupa
peningkatan risiko infark miokard, stroke, dan kematian mendadak. Efek samping
tersebut berkaitan dengan efek antiplatelet yang minimal pada penghambat COX-
2 karena tidak memengaruhi tromboksan A2 (TX-A2). TX-A2 merupakan suatu
agonis platelet dan vasokonstriktor serta secara selektif menyupresi prostasiklin
endotel. Oleh karena itu, Food and Drugs Administration (FDA) telah menarik
valdekoksib dan rofekoksib yang memiliki efek samping pada kardiovaskular dari
pasaran. Selekoksib adalah penghambat COX-2 dengan efek kardiovaskular
paling minimal dan aman digunakan dengan dosis rendah 200 mg/hari.

Sebagai konsekuensi penghambatan COX, sintesis leukotrien meningkat melalui


perubahan metabolisme asam arakidonat ke jalur 5-lipoxygenase (5-LOX).
31

Leukotrien terlibat dalam proses kerusakan mukosa gaster karena menyebabkan


iskemik jaringan dan inflamasi.Peningkatkan ekspresi molekul adhesi seperti
intercellular adhesion molecule-1 oleh mediator proinflamasi menyebabkan
aktivasi neutrophilendothelial. Perlekatan neutrofil ini berkaitan dengan
patogenesis kerusakan mukosa gaster melalui dua mekanisme utama: yaitu oklusi
mikrovaskular gaster oleh mikrotrombus menyebabkan penurunan aliran darah
gaster dan iskemik sel serta peningkatan pelepasan oksigen radikal. Radikal bebas
tersebut bereaksi dengan asam lemak tak jenuh mukosa dan menyebabkan
peroksidasi lemak serta kerusakan jaringan. NSAID juga memiliki efek lain
seperti menurunkan angiogenesis, memperlambat penyembuhan, dan
meningkatkan endostatin (faktor antiangiogenik) relatif terhadap endothelial cell
growth factor (suatu faktor proangiogenik).

Penanganan Gastropati NSAID


Penanganan perlukaan mukosa karena NSAID terdiri dari penanganan terhadap
32

ulkus aktif dan pencegahan primer terhadap perlukaan di kemudian hari. Idealnya,
NSAID dihentikan sebagai langkah pertama terapi ulkus. Selanjutnya, pada
penderita diberikan obat penghambat sekresi asam (penghambat H2, PPIs). Akan
tetapi, penghentian NSAID tidak selalu memungkinkan karena beratnya penyakit
yang mendasari. Penggunaan protein pump inhibitor (PPI) berhubungan dengan
penyembuhan ulkus dan mencegah relaps pada penderita yang menggunakan
NSAID jangka panjang.

Rekomendasi Penanganan Kerusakan Mukosa Karena NSAID

Obat Gastroprotektif

a. Antagonis Reseptor H2

Dengan struktur serupa dengan histamin, antagonis reseptor H2 tersedia


dalam empat macam obat yaitu simetidin, ranitidin, famotidin, dan
nizatidin. Walaupun setiap obat memiliki potensi berbeda, seluruh obat
secara bermakna menghambat sekresi asam secara sebanding dalam dosis
terapi. Tingkat penyembuhan ulkus sama ketika digunakan dalam dosis
yang tepat. Dua kali sehari dengan dosis standar dapat menurunkan angka
kejadian ulkus gaster. Selain itu, antagonis reseptor H2 dapat menurunkan
risiko tukak duodenum tetapi perlindungan terhadap tukak lambung
rendah. Dosis malam yang sesuai adalah ranitidin 300 mg, famotidin 40
mg dan nizatidin 300 mg.
33

b. Proton Pump (H+,K+-ATPase) Inhibitors


Proton pump inhibitors merupakan pilihan komedikasi untuk mencegah
gastropati NSAID. Obat ini efektif untuk penyembuhan ulkus melalui
mekanisme penghambatan HCl, menghambat pengasaman fagolisosom
dari aktivasi neutrofil, dan melindungi sel epitel serta endotel dari stres
oksidatif melalui induksi haem oxygenase-1 (HO-1).10 Enzim HO-1
adalah enzim pelindung jaringan dengan fungsi vasodilatasi, anti
inflamasi, dan antioksidan. Waktu paruh PPIs adalah 18 jam dan
dibutuhkan 2-5 hari untuk menormalkan kembali sekresi asam lambung
setelah pemberian obat dihentikan. Efikasi maksimal didapatkan pada
pemberian sebelum makan. Obat PPI menyebabkan pengurangan gejala
klinis dispepsia karena NSAID dibanding antagonis reseptor H2 maupun
miso-prostol. Lansoprazol dan misoprostol dosis penuh secara klinis
menunjukkan efek ekuivalen. Esomeprazole 20 dan 40 mg meredakan
gejala gastrointestinal bagian atas pada penderita yang tetap menggunakan
NSAID.

c. Analog Prostaglandin
Misoprostol adalah analog prostaglandin E1 yang digunakan secara lokal
untuk mengganti PG yang dihambat oleh NSAID. Analog PG
meningkatkan sekresi mukus bikarbonat, stimulasi aliran darah mukosa
dan menurunkan pergantian sel mukosa. Namun demikian, misoprostol
tidak mengurangi keluhan dispepsia. Toksisitas paling sering adalah diare
(angka kejadian 10-30%). Toksisitas lainnya dapat berupa kontraksi dan
perdarahan uterus. Dosis terapi standar dengan misoprostol adalah 200 ìg
empat kali sehari.

d. Penghambat COX-2 selektif


34

Merupakan golongan obat yang selektif menghambat kerja penghambat


COX-2 yang memantau kerja antiinflamasi dari NSAID, belum dapat
menahan efek gastroprotektif yang di timbulkan oleh jalur COX-1. Sejauh
ini, celecoxib dan rofecoxib merupakan COX-2 inhibitor yang sangat
efektif dan menunjukkan keberhasilan dalam hal menangani komplikasi
NSAID termasuk lesi pada mukosa dan efek pada gastrointestinal.

Meskipun agen COX-2 inhibitor menurunkan efek toksik pada


gastrointestinal dalam jumlah besar, tetapi terdapat hubungan yang erat
dengan risiko penyakit kardiovaskular termasuk infark miokard dan
trombosis yang berkaitan dengan mekanisme kerja agen tersebut. COX-2
inhibitor diketahui menghambat produksi prostasiklin yang memiliki efek
vasodilatasi dan menghambat agregasi platelet tidak seperti nonselektif
NSAID.

BAB III
ANALISIS KASUS
35

Seorang wanita berumur 54 tahun datang dengan keluhan nyeri perut di rasakan
sejak 1 minggu SMRS dan memberat sejak 1 hari SMRS. Nyeri perut awalnya di
rasakan pada bagian epigastrium kemudian menjalar keseluruh lapang perut.
Nyeri perut terasa awalnya seperti ditusuk lalu setelah nyeri menjalar terasa
seperti melilit. Nyeri perut bersifat hilang timbul. Tetapi nyeri tidak membaik
dengan istirahat dan nyeri kembali muncul tiba-tiba dengan perubahan posisi.
Selain itu pasien juga mengeluhkan adanya mual.

Keluhan tersebut dapat disebabkan oleh organ yang terletak di sekitar regio
epigastrium yaitu gaster dan duodenum. Penyakit-penyakit yang dapat
menimbulkan rangsangan nyeri pada perut bagian epigastrium antara lain adalah
ulkus peptikum dan gastropati erosif. Os mengaku BAB berwarna hitam sejak 1
hari SMRS setelah sebelumnya 1 minggu tidak BAB. BAB berwarna hitam
dengan konsistensi padat dan ukuran yang kecil sebesar jempol tangan dan BAB
hanya 2 potong feses saja dengan frekuensi satu kali dalam satu hari. Hal ini
menunjukkan adanya tanda-tanda perdarahan dari saluran cerna bagian atas.

Ada beberapa penyebab terjadinya perdarahan saluran cerna bagian atas, salah
satu nya akibat penggunaan obat NSAID jangka panjang. Pada kasus ini pasien
mengaku minum obat penghilang rasa sakit di akui pasien untuk menghilangkan
rasa sakit pada kedua kaki nya jika beraktivitas. Pasien telah mengkonsumsi obat
penghilang rasa sakit tersebut sejak ± 5 bulan dengan frekuensi satu kali perhari
dengan jumlah 2 butir obat.

Kerusakan gastroduodenal akibat NSAID adalah disrupsi fisiokimia pertahanan


mukosa gaster dan inhibisi sistemik terhadap pelindung mukosa gaster melalui
inhibisi aktivitas COX mukosa gaster. Kerusakan pertahanan mukosa terjadi
akibat efek NSAID secara lokal. Beberapa NSAID bersifat asam lemah sehingga
bila berada dalam lambung yang lumennya bersifat asam (pH kurang dari 3) akan
berbentuk partikel yang tidak terionisasi. Dalam kondisi tersebut, partikel obat
akan mudah berdifusi melalui membran lipid ke dalam sel epitel mukosa lambung
36

bersama dengan ion H+. Dalam epitel lambung, suasana menjadi netral sehingga
bagian obat yang berdifusi terperangkap dalam sel epitel dan terjadi penumpukan
obat pada epitel mukosa. Akibatnya, epitel menjadi sembab, pembentukan PG
terhambat, dan terjadi proses inflamasi. Perubahan itu diikuti oleh kerusakan
mitokondria, peningkatan pembentukan radikal oksigen, dan perubahan
keseimbangan Na+/K+ sehingga menurunkan ketahanan mukosa lambung. Lebih
lanjut lagi, kondisi itu memungkinkan penetrasi asam, pepsin, empedu, dan enzim
proteolitik dari lumen lambungke mukosa dan menyebabkan nekrosis sel.

Sebagai konsekuensi penghambatan COX, sintesis leukotrien meningkat melalui


perubahan metabolisme asam arakidonat ke jalur 5-lipoxygenase (5-LOX).
Leukotrien terlibat dalam proses kerusakan mukosa gaster karena menyebabkan
iskemik jaringan dan inflamasi.Peningkatkan ekspresi molekul adhesi seperti
intercellular adhesion molecule-1 oleh mediator proinflamasi menyebabkan
aktivasi neutrophilendothelial. Perlekatan neutrofil ini berkaitan dengan
37

patogenesis kerusakan mukosa gaster melalui dua mekanisme utama: yaitu oklusi
mikrovaskular gaster oleh mikrotrombus menyebabkan penurunan aliran darah
gaster dan iskemik sel serta peningkatan pelepasan oksigen radikal. Radikal bebas
tersebut bereaksi dengan asam lemak tak jenuh mukosa dan menyebabkan
peroksidasi lemak serta kerusakan jaringan.

Pada pemeriksaan fisik status generalis, didapatkan pernafasan, nadi, tekanan


darah dan suhu dalam batas normal. Dari hasil pemeriksaan fisik status lokalis
pada regio epigastrium didapatkan adanya nyeri tekan pada redio epigastrium,
nyeri tekan dengan punktum maksimum di daerah letak anatomis gaster.

Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnosis ulkus peptikum belum dapat
disingkirkan karena pada pasien ini gejala nya sama dengan gejala pada gastropati
erosif ec NSAID hanya saja pada gastropati erosif ec NSAID nyeri perut tidak
terpengaruh pada saat pengisian lambung oleh makanan, dimana untuk
membedakan kedua penyakit tersebut harus dilihat dari pemeriksaan penunjang
berupa endoskopi untuk melihat letak lesi, ukuran lesi dan ada atau tidaknya
perdarahan.

Faktor risiko gastropati NSAID adalah usia lebih tua dari 60 tahun, beratnya
kerusakan, pengobatan lebih dari satu macam NSAID atau penggunaan bersama
dengan kortikosteroid, NSAID dosis tinggi, riwayat tukak peptik, penggunaan
bersama dengan antikoagulan, infeksi Helicobacter pylori sebelum terapi, dan
mengidap penyakit sistemik yang berat. Pada orang yang sudah lanjut usia
pembentukan musin berkurang sehingga rentan terkena gastritis dan perdarahan
saluran cerna. NSAID dan obat antiplatelet dapat mempengaruhi proteksi sel
(sitoproteksi) yang umumnya dibentuk oleh prostaglandin atau mengurangi
sekresi bikarbonat yang menyebabkan meningkatnya perlukaan mukosa gaster.
38

Dari pemeriksaan penunjang didapatkan adanya hemoglobin, hematokrit, MCV,


MCH, MCHC, dan RDW yang dibawah kadar normal. Hal ini menunjukkan
adanya anemia yang kemungkinan besar disebabkan oleh adanye perdarahan
kronik disaluran cerna yang ditandai dengan BAB yang berwarna hitam.

Penanganan perlukaan mukosa karena NSAID terdiri dari penanganan terhadap


ulkus aktif dan pencegahan primer terhadap perlukaan di kemudian hari. Idealnya,
NSAID dihentikan sebagai langkah pertama terapi. Selanjutnya, pada penderita
diberikan obat penghambat sekresi asam (penghambat H2, PPIs). Akan tetapi,
penghentian NSAID tidak selalu memungkinkan karena beratnya penyakit yang
mendasari. Penggunaan protein pump inhibitor (PPI) berhubungan dengan
penyembuhan dan mencegah relaps pada penderita yang menggunakan NSAID
jangka panjang.

Prognosis quo ad vitam, quo ad functionam dan quo ad sanationam adalah bonam.
Karena dengan diagnosis yang akurat dan penatalaksanaan yang tepat, tingkat
morbiditas dan mortalitas penyakit ini menurun.
39

DAFTAR PUSTAKA

Castellsague J, Holick CN, Hoffman CC, Gimeno V, Stang MR and Gutthann SP.
Risk of upper gastrointestinal complications associated with
cyclooxygenase-2 selective and nonselective nonstreroidal anti-
inflammatory drugs. Pharmacotherapy. 29(12):1397-407. 2009.

Gosal F, Paringkoan B , Wenas NT. Patofisiologi dan Penanganan Gastropati


Obat Antiinflamasi Nonsteroid. J Indon Med Assoc. 62(11). 444-9. 2012.

Putri dpw. Evaluasi penggunaan obat tukak peptik Pada pasien tukak peptik
(peptic ulcer disease) Di instalasi rawat inap rsud dr. Moewardi Surakarta
tahun 2008. [skripsi]. 2008.

Schellack N, An overview of gastropathy induced by nonsteroidal anti


inflammatory drugs. S Afr Pharm J. 79(4): 12-18. 2012.

Singh G, Triadafilopoulos G. Appropriate choice of proton pump inhibitor therapy


in the prevention and management of NSAID related gastrointestinal
damage. Int J Clin Pract. 59:1210-7. 2005.

Sinha M, Gautam L, Shukla PK, Kaur P, Sharma S, Singh TP. Current


Perspectives in NSAID-Induced Gastropathy. Mediators of Inflammation.
1-11. 2013.

Anda mungkin juga menyukai