Anda di halaman 1dari 114

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa

kelumpuhan saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke otak.

Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan/atau gejala hilangnya fungsi

sistem saraf pusat fokal (atau global) yang berkembang cepat (dalam detik atau

menit). Gejala-gejala ini berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan

kematian, selain menyebabkan kematian stroke juga akan mengakibatkan dampak

untuk kehidupan. Dampak stroke diantaranya, ingatan jadi terganggu dan terjadi

penurunan daya ingat,menurunkan kualitas hidup penderita juga kehidupan

keluarga dan orang-orang di sekelilingnya, mengalami penurunan kualitas hidup

yang lebih drastis, kecacatan fisik maupun mental pada usia produktif dan usia

lanjut dan kematian dalam waktu singkat. Stroke masih menjadi masalah

kesehatan yang utama karena merupakan penyebab kematian kedua di dunia.

Sementara itu, di Amerika Serikat stroke sebagai penyebab kematian ketiga

terbanyak setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker (Junaidi, 2011).

Sekitar 795.000 orang di Amerika Serikat mengalami stroke setiap

tahunnya, sekitar 610.000 mengalami serangan stroke yang pertama.Stroke juga

merupakan penyebab 134.000 kematian pertahun (Goldstein dkk., 2011). Dalam

terbitan Journal of the American Heart (JAHA) 2016 menyatakan terjadi

peningkatan padaindividu yang berusia 25 sampai 44 tahun menjadi (43,8%)

1
(JAHA, 2016). Meningkatnya jumlah penderita stroke diseluruh dunia dan juga

meningkatkan penderita stroke yang berusia dibawah 45 tahun.

Pada konferensi ahli saraf international di Inggris dilaporkan bahwa

terdapat lebih dari 1000 penderita stroke yang berusia kurang dari 30 tahun

(American Heart Association, 2010). Penyakit stroke juga menjadi penyebab

kematian utama hampir seluruh Rumah Sakit di Indonesia dengan angka kematian

sekitar 15,4%. Tahun 2007 prevalensinya berkisar pada angka 8,3% sementara

pada tahun 2013 meningkat menjadi 12,1%. Jadi, sebanyak 57,9% penyakit stroke

telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan (Nakes).

Prevalensi penyakit stroke meningkat seiring bertambahnya umur, terlihat

dari kasus stroke tertinggi yang terdiagnosis tenaga kesehatan adalah usia 75

tahun keatas (43,1%) dan terendah pada kelompok usia 15-24 tahun yaitu sebesar

0,2% (Riskesdas, 2013). Menurut penelitian Badan Pusat Statistik (BPS) pada

tahun 2013, prevalensi penyakit stroke pada kelompok yang didiagnosis oleh

nakes meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Prevalensi penyakit stroke

pada umur ≥15 tahun 2013 di Sumatera Barat naik dari 7,4% menjadi 12,2%

diamana juga terjadi peningkatan pada usia 15-24 tahun (0,2 % menjadi 2,6%)

usia 25-34 tahun (0,6% menjadi 3,9%) usia tahu 35-44 tahun (2,5% menjadi

6,4%) (Hasil Riskesdas, 2013).

Indonesia menduduki peringkat pertama di dunia dalam jumlah terbanyak

penderita stroke pada tahun 2009 menurut dr. Herman Samsudi, Sp.S, seorang

ahli saraf sekaligus ketua Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki) Cabang DKI

Jakarta (Yayasan Stroke Indonesia, 2012). Data dari Kementrian Kesehatan RI

2
(2014) mencatat bahwa jumlah penderita stroke di Indonesia tahun 2013

berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan (nakes) diperkirakan 1.236.825 orang.

Setiap tahunnya di Indonesia diperkirakan 500.000 penduduk terkena serangan

stroke, ada sekitar 2,5% atau 125.000 orang meninggal, dan sisanya cacat ringan

maupun berat (Yayasan Stroke Indonesia, 2012). Data yang diperoleh dari Dinas

Kesehatan Provinsi Sumatera Barat tahun 2013 didapatkan data bahwa stroke

merupakan penyebab kematian nomor 5 di kota Padang setelah lansia, jantung,

hipertensi, dan diabetes melitus (Dinkes Sumbar, 2013).

Penyakit stroke sering dianggap sebagai penyakit yang didominasi oleh

orang tua. Dulu, stroke hanya terjadi pada usia tua mulai 60 tahun, namun

sekarang mulai usia 40 tahun seseorang sudah memiliki risiko stroke,

meningkatnya penderita stroke usia muda lebih disebabkan pola hidup, terutama

pola makan tinggi kolesterol. Berdasarkan pengamatan di berbagai rumah sakit,

justru stroke di usia produktif sering terjadi akibat kesibukan kerja yang

menyebabkan seseorang jarang olahraga, kurang tidur, dan stres berat yang juga

jadi faktor penyebab (Dourman, 2013). Faktor-faktor yang mempengaruhi

terjadinya stroke pada usia muda kurang dari 40 tahun dibagi dua

kelompok besar yaitu faktor yang tidak dapat diubah (jenis kelamin, umur,

riwayat keluarga) dan faktor yang dapat di ubah seperti pola makan,

kebiasaan olah raga dan lain-lain (Sitorus, 2012).

Penelitian Ghani dkk (2016) menyebutkan bahwa faktor risiko dominan

penderita stroke di Indonesia adalah umur yang semakin meningkat, penyakit

jantung koroner, diabetes melitus, hipertensi, dan gagal jantung. Namun demikian

3
stroke juga sudah muncul pada kelompok usia muda (15-24 tahun) sebesar 0,3%

di Indonesia dan demikian juga di negara lain. Dalam penelitian Miah (2012)

disimpulkan bahwa pada kelompok usia muda ditemukan faktor risiko yang

signifikan untuk pengembangan stroke yaitu, merokok, serangan stroke,

hipertensi, penyakit jantung, dan menggunakan pil kontrasepsi oral sedangkan

pada kelompok usia tua faktor risiko yang signifikan untuk pengembangan stroke

yaitu merokok, serangan stroke, hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus,

dan dislipidemia.

Hasil penelitian Manurung dan Diani (2015) menyatakan bahwa dari 42

orang responden yang menderita stroke, 59,52% (25 orang) berusia <55 tahun,

memiliki riwayat penyakit keluarga terkait stroke (stroke, hipertensi, penyakit

jantung dan DM), menderita hipertensi, menderita DM, tidak obesitas, tidak

merokok dan tidak memiliki kebiasaan mengkonsumsi alkohol. Pada penelitian

Burhanuddin dkk (2013) didapatkan hasil bahwa pada usia dewasa awal yang

memiliki faktor risiko, perilaku atau kebiasaan merokok berisiko 2,68 kali,

riwayat diabetes mellitus berisiko 5,35 kali, riwayat hipertensi berisiko 16,33 kali,

riwayat hiperkolesterolemia berisiko 3,92 kali menderita penyakit stroke dari pada

mereka yang tidak memiliki faktor risiko.

Penelitian Alchuriyah dkk (2016) didapatkan nilai rata-rata usia pada

kasus (<50 tahun) adalah 43 tahun. Faktor risiko jenis kelamin, hipertensi,

kadar kolesterol, diabetes mellitus tidak mempengaruhi kejadian stroke usia

muda pada pasien RS Brawijaya Surabaya. Faktor risiko obesitas, sebagai faktor

risiko yang mempengaruhi kejadian stroke usia muda pada pasien RS Brawijaya

4
Surabaya. Hasil penelitian Cerasuolo dan Cipriano (2017) menunjukkan bahwa

kejadian stroke tetap tidak berubah di antara mereka yang berusia 20-49 tahun dan

menurun untuk mereka yang berusia 50 sampai 64 tahun sebesar 22,7%.

Penelitian F.J.González-Gómez sebagian besar pasien memiliki faktor risiko yang

paling umum yaitu merokok (56,4%), diikuti oleh hipertensi arteri (50%),

dislipidemia (42,7%), obesitas (33%), diabetes (18,2%) dan penyakit hati

emboligenic (12,7%).

Penelitian Renna (2014) juga mengungkapkan hal yang hampir sama

dimana faktor risiko pada usia muda yaitu dislipidemia (52.7%), merokok

(47.3%), dan hipertensi (39.3%). Berbagai hasil penelitian diatas, faktor risiko

stroke pada usia muda itu tidak jauh berbeda, seperti riwayat stroke pada keluarga,

merokok, hipertensi, diabetes melitus dan aktivitas fisik serta tingkat stres hampir

ada di setiap penelitian. Dalam penelitian ini peneliti ingin melihat faktor risiko

jenis kelamin, riwayat stroke pada keluarga, obesitas, merokok, hipertensi,

diabetes melitus, aktivitas fisik dan tingkat stres. Faktor itu diambil karena dari

berbagai penelitian faktor-faktor tersebut termasuk faktor yang paling berrisiko

pada usia muda.

Serangan stroke dengan faktor risiko yang terjadi pada usia muda akan

mengakibatkan ada penurunan parsial/total gerakan lengan dan tungkai,

bermasalah dalam berpikir dan mengingat, menderita depresi, dan mengalami

kesulitan bicara, menelan, serta membedakan kanan dan kiri. Stroke tak lagi

hanya menyerang kelompok lansia, namum kini cenderung menyerang generasi

muda yang masih produktif. Jika stroke sudah menyerang usia muda yang

5
produktif, hal itu akan berdampak terhadap menurunnya tingkat produktifitas serta

dapat mengakibatkan terganggunya sosial ekonomi keluarga. Dimana keluarga

harus mengeluarkan uang yang lebih banyak untuk pengobatan pasien paska

stroke. Pada keluarga, yang sering terkena stroke biasanya tulang punggung

keluarga karena sering melakukan gaya hidup yang kurang sehat, akibat

kesibukan yang padat (Dourman, 2103).

Penuaan adalah proses alami yang tidak dapat dihindari oleh setiap

manusia. Walaupun proses penuaan benar adanya dan merupakan sesuatu yang

normal, tetapi pada kenyataannya hal ini menjadi beban bagi setiap manusia yang

mengalami proses ini.

Penuaan merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam

menghadapi rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh. Proses penuaan

biologis yang dialami lansia relatif tidak akan menimbulkan perubahan buruk

apabila daya tahan tubuh dan kesehatannya terpelihara. Namun munculnya

penyakit kronis diusia lanjut seperti Hipertensi,Artritis, Stroke mengakibatkan

tingkat ketergantungan lansia terhadap orang lain sangat tinggi. Hal ini

dikarenakan penurunan kekuatan otot dan penurunan kemampuan dalam

melakukan aktivitas (Nugroho,2011)

Body Mechanic (mekanika tubuh) adalah suatu usaha mengoordinasikan

sistem muskuloskeletal dan sistem saraf dalam mempertahankan keseimbangan,

postur dan kesejajaran tubuh selama mengangkat,membungkuk, bergerak dan

melakukan aktivitas. Penggunaan mekanika tubuh yang tepat dapat

mengurangirisiko cedera sistem muskuloskeletal. Mekanika tepat juga

6
memfasilitasi pergerakan tubuh yang memungkinkan mobilisasi fisik tanpa terjadi

ketegangan otot dan penggunaan energi otot yang berlebihan.

Mekanika tubuh meliputi rentang gerak, gaya berjalan, latihan dan

toleransi aktivitas, kesejajaran tubuh, dan posisi tubuh yang aman saat bekerja.

Mekanika tubuh yang baik yakni yang dapat memelihara dan mempertahankan

kekuatan otot serta memelihara pergerakan sendi, salah satunya dengan ROM

(Range of Motion) yaitu kemampuan klien untuk menggerakan sendi agar tidak

terjadi kekakuan, pembengkakan, nyeri, keterbatasan sendi dan gerakan yang

tidak seimbang (Potter & Perry, 2005).

ROM (Range Of Motion) merupakan latihan fisik menggerakkan anggota

badan dan anggota gerak secara teratur baik dibantu maupun secara mandiri yang

berguna untuk melatih otot-otot yang mengalami kekakuan.

Umumnya dimasyarakat apabila ada orang yang sakit, maka ia hanya tidur

atau berbaring saja tanpa melakukan aktivitas yang berguna untuk melatih otot-

otot tubuhnya agar tidak kaku. Orang biasanya takut untuk melakukan gerakan-

gerakan badan ketika sakit, karena khawatir membuat sakitnya semakin parah.

Padahal tidak semua penyakit mengharuskan seseorang diam tidak bergerak

ditempat tidur saja. Salah satu contoh penyakit yang dianjurkan untuk orang

melakukan latihan gerak badan adalah stroke, karena orang yang terkena stroke

mengalami kelemahan baik otot-otot maupun syaraf pada tubuh.

7
1.2 Rumusan Masalah

Stroke adalah terjadinya kerusakan pada jaringan yang disebabkan

berkurangnya aliran darah ke otak/retaknya pembuluh darah yang menyuplai

darah ke otak dengan berbagai sebab yang ditandai dengan kelumpuhan sensorik

atau motorik tubuh sampai dengan terjadinya penurunan kesadaran.

Range Of Motion (ROM) adalah suatu tehnik dasar yang digunakan untuk

menilai gerakan dan untuk gerakan awal kedalam suatu program intervensi

terapeutik. Gerakan dapat dilhat sebagai tulang yang digerakkan oleh otot ataupun

gaya eksternal lain dalam ruang gerakannya melalui persedian. Bila terjadi

gerakan, maka seluruh struktur yang terdapat pada persendian tersebut akan

terpengaruh, yaitu: otot, permukaan sendi, kapsul sendi, fasia, pembuluh darah,

dan saraf. Gerakan yang dapat dilakukan sepenuhnya dinamakan range of motion

atau ROM. Karena itu, perawat harus dapat mengenali masalah konstipasi sebagai

masalah keperawatan supaya dapat dicegah sejak awal. Implementasi Latihan

ROM (range of motion) pada klien lansia dengan stroke akibat pembatasan

aktivitas atau bedrest total terbukti mampu mencegah dan mengatasi kelumpuhan.

Berdasarkan hal tersebut, penulis mengaplikasikan implementasi keperawatan

melakukan latihan ROM pada klien dengan Stroke serta mengidentifikasi apakah

implementasi tersebut dapat mencegah dan mengatasi masalah kelumpuhan pada

klien.

8
1.3 Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Menggambarkan asuhan keperawatan pada klien dengan masalah stroke

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian pada keluarga Tn.I khususnya Tn.I

dan keluarga Tn.S khususnya Ny.M dengan kasus Stroke di Rw

005/Rt 06 Kelurahan Mulyaharja Kota Bogor.

b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada keluarga Tn.I

khususnya Tn.I dan keluarga Tn.S khususnya Ny.M dengan kasus

Stroke di Rw 005/Rt 06 Kelurahan Mulyaharja Kota Bogor.

c. Mampu menyusun rencana keperawatan pada keluarga Tn.I

khususnya Tn.I dan keluarga Tn.S khususnya Ny.M dengan kasus

Stroke di Rw 005/Rt 06 Kelurahan Mulyaharja Kota Bogor.

d. Mampu melakukan implementasi keperawatan pada keluarga Tn.I

khususnya Tn.I dan keluarga Tn.S khususnya Ny.M dengan kasus

Stroke di Rw 005/Rt 06 Kelurahan Mulyaharja Kota Bogor.

e. Mampu melakukan evaluasi pada keluarga Tn.I khususnya Tn.I dan

keluarga Tn.S khususnya Ny.M dengan kasus Stroke di Rw 005/Rt 06

Kelurahan Mulyaharja Kota Bogor

1.4 Manfaat Penulisan

1. Manfaat keilmuan

a. Meningkatkan pengetahuan dan pengalaman penulis tentang pemberian

latihan terapi ROM pada keluarga dengan stroke

9
b. Meningkatkan pengetahuan penulis tentang pemberian asuhan

keperawatan klien stroke

2. Bagi penelitian

Sebagai sumber informasi pada karya tulis ilmiah ini bermanfaat bagi

bidang pendidikan keperawatan khususnya para peneliti yang

akan melanjutkan pengembangan ilmu keperawatan.

10
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Penyakit Stroke

2.1.1 Defenisi

Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus

ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang

timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah

otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008).

Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang

cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang

berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya

penyebab lain yang jelas selain vaskuler.

Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak

(Corwin, 2009). Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi

otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini

adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer et al,

2002).

2.1.2 Faktor Pencetus

1. Faktor tidak dapat diubah

a. Usia

Hal ini berhubungan dengan proses degenerasi (penuuaan) dengan

bertambahnya usia pembuluh darah akan menjadi kaku dan berkurang

11
keelastisannya, dengan adanya plak akan semikin memperburuk keadaan

pembuluh darah dan beresiko stroke dari pada usia muda.

b. Herediter

Terkain riiwayat stroke di keluarga, orang dengan riwayat stroke pada

keluarga akan memiliki resiko lebih tinggi

2. Faktor dapat diubah

a. Hipertensi

Hipertensi merupakan penyebab terbesar terjadinya stroke, dalam

hipertensi akan terjadi gangguan pembuluh darah yang mengecil, sehingga

aliran darah yang menuju otak akan berkurang, dengan berkurangnya

aliran darah ke otak, pada otak akan terjadi kematian jaringan otak atau

pecahnya pembuluh darah karena tekanan darah yang cukup tinggi

b. Penyakit jantung

Penyakit jantung coroner dan infark miocard (kematian otot otak). Pusat

aliran darah adalah jantung, dengan adanya kematian pusat aliran darah,

suplay darah dan oksigen ke otak juga akan terganggu, sehingga terjadi

kematian jaringan otak secara perlahan ataupun cepat

c. Diabetes Milletus

Pembuluh darah pada penderita diabetes akan mengalami kekauan. Aliran

darah yang menuju otak dengan peningkatan atau penurunan kadar gukosa

dalam darah akan memperngruhi kerja otak.

12
d. Hiperkolessterolemia

Kadar hkolesterol tinggi akan menyebabkan terbentuknya plak dalam

pembuluh darah, yang akan menghambat aliran darah ke otak sehinggaa

terjadi kematian jarigan otak.

e. Obesitas

Obesitas berhubungan dengan kadar kolesterol dan lemak daalam darah

yang tinggi, sehingga terbentuknya plak dalam pembuluh darah juga

semikin tinggi.

f. Merokok

Merokok menyebabkan peningkatan kadar fibrinogen dalam darah,

sehingga mempermudah terjadinya penebalan pada dinding pembuluh

darah yang akan membuat pembuluh darah menjadi sempit, aliran darah ke

otak akan terganggu, sehingga terjadi kematian jaringan otak.

2.1.3 Klasifikasi

1. Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya,

yaitu: (Muttaqin, 2008)

a. Stroke Hemoragi,

Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan

subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada

daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau

saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien

umumnya menurun. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:

13
1) Perdarahan intraserebra

Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena

hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak,

membentuk massa yang menekan jaringan otak, dan menimbulkan

edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan

kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral

yang disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di daerah putamen,

thalamus, pons dan serebelum.

2) Perdarahan subaraknoid

Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.

Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi willisi

dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak.Pecahnya

arteri dan keluarnya keruang subaraknoid menyebabkan TIK

meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan

vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak

global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparase,

gangguan hemisensorik, dll)

b. Stroke Non Hemoragi

Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral,

biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di

pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang

menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder.

Kesadaran umumnya baik.

14
2. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya, yaitu:

a. TIA (Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang

terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang

timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu

kurang dari 24 jam.

b. Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana

gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk.

Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.

c. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah

menetap atau permanen. Sesuai dengan istilahnya stroke komplit

dapat diawali oleh serangan TIA berulang

2.1.4 Etiologi

Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2008):

1. Thrombosis Cerebral

Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi

sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan

oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada

orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi

karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang

dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis

memburuk pada 48 jam setelah trombosis.

15
Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:

a. Aterosklerosi

Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu

penebalan dan pengerasan arteri besar dan menengah seperti

koronaria, basilar, aorta dan arteri iliaka (Ruhyanudin, 2007).

Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta

berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.

Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan

dapat terjadi melalui mekanisme berikut:

1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya

aliran darah.

2) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis.

3) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian

melepaskan kepingan thrombus (embolus).

4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian

robek dan terjadi perdarahan.

b. Hyperkoagulasi pada polysitemia

Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit

meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.

c. Arteritis( radang pada arteri )

d. Emboli

Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak

oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal

16
dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri

serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang

dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan

emboli:

1) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease

(RHD).

2) Myokard infark

3) Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk

pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil

dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan

embolus-embolus kecil.

4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan

terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.

1. Haemorhagi

Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan

dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri.

Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi.

Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah

kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,

pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak

akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak,

oedema, dan mungkin herniasi otak.

17
2. Hipoksia Umum

Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:

a. Hipertensi yang parah

b. Cardiac Pulmonary Arrest

c. Cardiac output turun akibat aritmia

3. Hipoksia Setempat

Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:

a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.

b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

2.1.5 Patofisiologi

Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di

otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan

besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area

yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak

dapat berubah (makin lmbat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus,

emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan

umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik

sering/ cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat

18
berasal dari flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang

stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.

Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai

emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan

otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan

kongesti disekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih

besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam

beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan

berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena

thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi

pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan

nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada

dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau

jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat

menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan

menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.

Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan

hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan

menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro

vaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak,

peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan

herniasi otak.

19
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak,

dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang

otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus

perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons. Jika sirkulasi

serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan

disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6

menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia

serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya

henti jantung.

Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif

banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan

mentebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya

drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade

iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron

di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.

Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume

darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan

dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan

serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan

kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons

sudah berakibat fatal. (Misbach, 1999 cit Muttaqin 2008)

20
Pathway

21
2.1.6 Manifestasi klinis

Menurut Smeltzer (2001) manifestasi klinis stroke terdiri atas:

a. Defisit Lapang Penglihatan

1. Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang penglihatan),

Tidak menyadari orang atau objek ditempat kehilangan, penglihatan,

engabaikan salah satu sisi tubuh, kesulitan menilai jarak.

2. Kehilangan penglihatan perifer, Kesulitan melihat pada malam hari,

tidak menyadari objek atau batas objek.

3. Diplopia (Penglihatan ganda).

b. Defisit Motorik

1. Hemiparesis

Kelemahan wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama. Paralisis

wajah (karena lesi pada hemisfer yang berlawanan).

2. Ataksia

Berjalan tidak mantap atau tegak, Tidak mampu menyatukan kaki,

perlu dasar berdiri yang luas.

3. Disartria

Kesulitan dalam membentuk kata.

4. Disfagia

Kesulitan dalam menelan.

22
c. Defisit Verbal

1. Afasia Ekspresif

Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami, mungkin

mampu

bicara dalam respon kata tunggal.

2. Afasia Reseptif

Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan, mam pu bicara

tetapi tidak masuk akal.

3. Afasia Global

Kombinasi baik afasia reseptif dan ekspresif.

4. Defisit Kognitif

Pada penderita stroke akan kehilangan memori jangka pendek

dan panjang,penurunan lapang perhatian, kerusakan kemampuan

untuk berkonsentrasi ,alasan abstrak buruk, perubahan penilaian.

5. Defisit Emosional

Penderita akan mengalami kehilangan kontrol diri, labilitas

emosional, penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan

stress, depresi, menarik diri, rasa takut, bermusuhan dan marah,

perasaan isolasi.

Stroke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi

(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak

adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan

gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya.

23
1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)

2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah anggota badan (biasanya

hemiparesis) yang timbul mendadak.

3. Tonus otot lemah atau kaku

4. Menurun atau hilangnya rasa

5. Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”

6. Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)

7. Disartria (bicara pelo atau cadel)

8. Gangguan persepsi

9. Gangguan status mental

10. Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala.

2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik

1. Angiografi serebral

Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau

obstruksi arteri.

2. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).

Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga

mendeteksi, melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh

pemindaian CT).

3. CT scan

Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi

hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya

secara pasti.

24
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)

Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar

terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami

lesi dan infark akibat dari hemoragik.

5. EEG

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan

dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik

dalam jaringan otak.

6. Pemeriksaan laboratorium

a. Lumbang fungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada

perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya

warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.

b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)

c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi

hiperglikemia.

d. gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian

berangsur-rangsur turun kembali.

e. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu

sendiri.

2.1.8 Penatalaksanaan

Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan

melakukan tindakan sebagai berikut:

25
1. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan

lendiryang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi,

membantu pernafasan.

2. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk

untuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.

3. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.

4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat

mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-

latihan gerak pasif.

5. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK dengan meninggikan

kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan,

a. Pengobatan Konservatif

1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan,

tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.

2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra

arterial.

3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat

reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi

alteroma.

4. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/

memberatnya trombosis atau emboli di tempat lain di sistem

kardiovaskuler.

26
b. Pengobatan Pembedahan

Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :

a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu

dengan membuka arteri karotis di leher.

b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan

manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.

c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut

d. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

2.2.1 Konsep Asuhan Keperawatan keluarga

2.2.1 Pengertian asuhan keperawatan keluarga

Asuhan keperawatan keluarga adalah suatu rangkaian kegiatan yang di

berikan melalui praktek keperawatan kepada keluarga, untuk membantu

menyelesaikan masalah kesehatan keluarga tersebut dengan menggunakan

pendekatan proses keperawatan (Depkes RI,2016).

Asuhan keperawatan keluarga merupakan proses yang kompleks

dengan menggunakan pendekatan sistematik untuk bekerjasama dengan

keluarga dan individu sebagai anggota keluarga (Mubarok,dkk, 2006).

Sedangkan pengertian yang lain perawatan keluarga adalah tingkat

keperawatan kesehatan yang ditujukan atau dipusatkan pada keluarga

sebagai unit atau kesatuan yang dirawat, Dengan sehat sebagai tujuan

melalui perawatan sebagai saran atau penyalur (Effendi,2012).

Dalam memberikan asuhan keperawatan keluarga digunakan suatu

pendekatan yang sistemik yaitu dengan keperawatan kesehatan keluarga.

27
Pendekatan ini digunakan dalam rangka mengidentifikasi dan

memecahkan masalah-masalah yang dihadapi keluarga dimulai dari

pengkajian, penemuan diagnosa keperawatan keluarga, perencanaan,

pelaksanaan dan teknik evaluasi.

2.2.2 Tujuan Asuhan Keperawatan Keluarga

a. Tujuan umum

Untuk meningkatkan kemampuan keluarga dalam memelihara kesehatan

keluarga mereka sehingga dapat meningkatkan status kesehatan

keluarganya.

b. Tujuan khusus

Ditingkatkannya kemampuan keluarga dalam :

1. Meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengidentifikasi masalah

kesehatan yang dihadapi oleh keluarga.

2. Meningkatkan kemampuan keluarga dalam menanggulangi masalah-

masalah kesehatan dasar dalam keluarga.

3. Meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan yang

tepat dalam mengatasi masalah kesehatan para anggotanya.

4. Meningkatkan kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan

keperawatan terhadap anggota keluarga yang sakit dan dalam

mengatasi masalah kesehatan anggota keluarganya.

5. Meningkatkan produktivitas keluarga dalam meningkatkan mutu

hidupnya (Effendi,2012).

28
2.2.3 Sasaran Asuhan Keperawatan Keluarga

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan keluarga, yang menjadi prioritas

utama adalah keluarga-keluarga yang tergolong resiko tinggi dalam bidang

kesehatan, meliputi :

a. Keluarga dengan anngota keluarga dalam masa usia subur dengan

masalah sebagai berikut :

1. Tingkat social ekonomi rendah.

2. Keluarga kurang atau tidak mampu mengatasi masalah kesehatan

sendiri.

3. Keluarga dengan keturunan yang kurang baik/keluarga dengan

penyakit keturunan.

b. Keluarga dengan ibu dengan resiko tinggi kebidanan. Waktu hamil :

1. Umur ibu (16 tahun atau lebih dari 35 tahun)

2. Menderita kekuarangan gizi atau anemia.

3. Menderita hipertensi.

4. Primeparaatau multipara.

5. Riwayat persalinan dengan komplikasi.

c. Keluarga dimana anak menjadi resiko tinggi, karena :

1. Lahir premature/BBLR

2. Berat badan sukar naik.

3. Lahir dengan cacat bawaan.

4. ASI ibu kurang sehingga tidak mencukupi kebutuhan bayi,

29
5. Ibu menderita penyakit menular yang dapat mengancam bayi atau

anaknya.

d. Keluarga mempunyai masalah dalam hubungan antara anggota

keluarga.

1. Anak yang tidak dikehendaki dan pernah dicoba untuk digugurkan.

2. Tidak ada kesesuaian pendapat antara anggota dengan sering timbul

cekcok dan ketegangan.

3. Ada anggota keluarga yang sering sakit.

4. Salah satu orang tua (istri/suami) meninggal, cerai, atau lari

meninggalkan keluarga (Effendi,2012).

2.2.4. Struktur keluarga

Menurut Friedman struktur keluarga terdiri atas:

a. Pola dan proses komunikasi.

Pola interaksi keluarga yang berfungsi :

1. Bersifat terbuka dan jujur

2. Selalu menyelesaikan konflik keluarga

3. Berpikiran positif

4. Tidak mengulangi isu dan pendapat sendiri

Karakteristik komunikasi keluarga yang berfungsi :

1. Karakteristik pengirim

- Yakin dalam mengemukakan sesuatu atau pendapat

- Apa yang disampaikan jelas dan berkhualitas

- Selalu meminta dan menerima umpan yang baik

30
2. Karakteristik penerima

- Siap mendengarkan

- Memberikan umpan balik

- Melakukan validasi

b. Struktur peran.

Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan

posisi sosial yang diberikan, yang dimaksud posisi atau status adalah

posisi yang diberikan, yang dimaksud posisiatau status adalah posisi

individu dalam masyarakat misalnya status sebagai istri, suami, atau anak.

c. Struktur kekuatan

Kekuatan merupakan kemampuan (potensial dan aktual) dari individu

untuk merubah perilaku ke arah yang positif.

d. Nilai – nilai keluarga

Nilai meruoakan suatu sistem, sikap dan kepercayaan yang secara sadar

atau tidak, mempersatukan anggota keluarga dalam satu budaya. Nilai

keluarga juga merupakan suatu pedoman bagi perkembangan norma dan

peraturan.

2.2.5. Fungsi keluarga

Lima fungsi dasar keluarga menurut Friedman adalah :

a. Fungsi Afektif

Apakah anggota keluarga merasa kebutuhan-kebutuhan individuindividu

lain dalam keluarga, apakah orang tua (suami/istri) mampu

menggambarkan kebutuhan-kebutuhan persoalan-persoalan lain dari anak-

31
anak mereka dan pasangannya, apakah mereka saling menghormati satu

sama lain, bagaimana mereka saling mendukung satu sama lain.

b. Fungsi sosialisasi

Sosialisasi di mulai sejak lahir. keluarga merupakan tempat individu

belajar bersosialisasi. Keberhasilan perkembangan individu dan keluarga

di capai melalui interaksi atau hubungan antar anggota keluarga yang di

wujudkan dalam sosialisasi. Anggota keluarga belajar disiplin, belajar

tentang norma, budaya, dan perilaku melalui hubungan interaksi dalam

keluarga.

c. Fungsi reproduksi

Keluarga berfungsi untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan

menambah sumber daya manusia. Dengan adanya program keluarga

bencana maka fungsi ini sedikit terkontrol.

d. Fungsi ekonomi

Sejauh mana keluarga memenuhi kebutuhan sandang,pangan dan

papan.Dan sejauh mana keluarga memanfaatkan sumber yang ada di

masyarakat dalam upaya peningkatan status kesehatan keluarga.

e. Fungsi perawatan keluarga

Keyakinan-keyakinan, nilai-nilai dan perilaku keluarga terhadap

kesehatan, definisi keluarga tentang tingkat pengetahuan mereka. Apakah

keluarga dapat melaporkan mulai kapan terjadi stroke dan menyebutkan

tanda-tanda atau perubahan yang terjadi pada anggota keluarga dengan

stroke. Apakah yang sudah di lakukan keluarga, apa persepsi keluarga

32
tentang hal yang telah di lakukan dalam mengatasi masalah tersebut.

Bagaimana kebiasaan tidur keluarga : apakah anggota keluarga memenuhi

syarat tidur sesuai dengan tuntutan usia. Kebiasaan menggunakan obat-

obatan : Apakah keluarga terbiasa mengonsumsi alkohol, kopi, teh dan

rokok. Apakah keluarga secara reguler menggunakan obat yang di beli di

toko untuk menghilangkan pusing. Peran keluarga dalam perawatan diri :

Apakah yang di lakukan kelurga untuk memperbaiki satus kesehatan.

Siapa yang membuat keputusan dalam bidang kesehatan.

2.2.6. Tahap dan tugas pengembangan keluarga

Dalam pengkajian ini penulis menggunakan format pengkajian

keluarga dari Friedman (2012), pada keluarga dengan stroke pengkajian

adalah sekumpulan tindakan yang digunakan oleh perawat untuk

mengukur keadaan keluarga memakai norma-norma kesehatan keluarga

maupun sosial, yang merupakan sistem yang terintegrasi dan kesanggupan

keluarga untuk mengatasi. Meskipun setiap keluarga melalui tahapan

perkembangan secara unik, namun secara umum seluruh keluarga

mengikuti pola yang sama.

Perkembamngan keluarga berdasarkan konsep Duvall dan Miller (

Friedman,2012) adalah sebagai berikut :

a. Tahap I : Pasangan baru (keluarga baru)

Keluarga baru dimulai saat individu membentuk keluarga melalui

perkawinan yang sah.

Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain:

33
1. Membina hubungan intim yang memuaskan.

2. Membina hubungan dengan keluarga lain, teman, kelompok sosial.

3. Mendiskusukan rencana memiliki anak.

b. Tahap II : Keluarga “ Child Bearing “ (Keluarga anak pertama)

Keluarga yang menantikan kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai

kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai anak pertama dan berlanjut

sampai anak pertama berusia 30 bulan.

Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain :

1. Persiapan menjadi orang tua.

2. Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga, peran, interaksi,

hubungan seksual, dan kegiatan.

3. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan.

c. Tahap III : Keluarga dengan anak pra sekolah

Tahap ini di mulai saat kelahiran anak pertama berusia 2,5 tahun dan

berakhir saat anak berusia 5 tahun.

Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain :

1. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti kebutuhan tempat

tinggal, privasi dan rasa aman.

2. Membantu anak untuk bersosialisasi.

3. Beradaptasi dengan anak yang lain juga harus terpenuhi

4. Mempertahankan hubungan yang sehat baik didalam maupun

diluar keluarga (keluarga lain dan lingkungan sekitar)

5. Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak.

34
6. Pembagian tanggung jawab anggota keluarga.

7. Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh dan kembang anak.

d. Tahap IV : Keluarga dengan anak sekolah

Tahap keluarga yang dimulai saat anak masuk sekolah pada usia 6 tahun

dan berakhir pada usia 12 tahun.

Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain :

1. Membantu anak sosialisasi anak dengan tetangga, sekolah dan

lingkugan.

2. Mempertahankan keintiman pasangan.

3. Memenuhi kebutuhan dan biaya hidup yang semakin meningkat,

termasuk kebutuhan untuk menimgkatkan kesehatan anggota keluarga.

e. Tahap V : Keluarga dengan anak remaja

Tahap ini dimulai pada saat anak pertama berusia 13 tahun berakhir

sampai 6-7 tahun kemudian, yaitu pada saat meninggalkan rumah orang

tuanya.

Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain :

1. Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab

mengingat remaja yang sudah bertambah dewasa dan meningkatkan

otonomnya.

2. Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orang tua.

Hindari perdebatan, kecurigaan dan permusuhan.

3. Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang.

f. Tahap VI : Keluarga dan anak dewasa (pelepasan)

35
Tahap ini di mulai pada saat anak yang terakhir meninggalkan rumah.

Lamanya tahap ini tergantung dalam jumlah anak dalam keluarga atau jika

ada anak yang belum berkeluarga dan tetap tinggal bersama orang tua.

Tugas perkembangan pada tahap ini antara lain :

1. Memperluaskan keluarga inti menjadi keluarga yang besar.

2. Mempertahankan keintiman pasangan istri yang sedang sakit dan

memasuki masa tua.

3. Membantu anak untuk manfiri di masyarakat.

4. Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga.

g. Tahap VII : Keluarga usia pertengahan

Tahap ini dimulai pada saat anak terakhir meninggalkan rumah dan

berakhir pada saat pensiun atau salah satu pasangan meninggal dunia.

Tugas perkembangan keluarga pada ini antara lain :

1. Mempertahankan kesehatan.

2. Mempertahankan hubungan dengan teman sebaya dan anak – anak.

3. Meningkatkan keakraban pasangan.

h. Tahap VIII : Keluarga usia lanjut Pada tahap terakhir perkembangan

keluarga ini dimulai saat salah satu pasangan pensiun berlanjut saat salah

satu pasangan meninggal sampai keduanya meninggal.

Tugas perkembangan keluarga tahap ini antara lain :

1. Mempertahankan rumah yang menyenangkan.

2. Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan

fisik dan pendapatan.

36
3. Mempertahankan keakraban suami istri dan saling merawat.

4. Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat.

5. Melakukan life – preview, perenungan hidup/masa lalu.

2.2.7 Diagnosa Keperawatan yang muncul

1. Diagnosa individu :

a. Gangguan perfusi jaringan cerebral (Doenges, 2000).

Intervensi:

1. Kaji faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya koma atau

menurunnya perfusi jaringan otak.

2. Monitor status neurologis secara teratur.

3. Monitor tanda-tanda vital.

4. Kaji fungsi-fungsi yang lebih tinggi seperti: fungsi bicara jika pasien

sadar.

b. Kurangnya pengetahuan.

Intervensi :

1. Kaji tingkat pengetahuan klien.

2. Jelaskan tentang stroke dan efeknya pada otak, jantung, ginjal dan

pembuluh darah.

3. Berikan penjelasan pentingnya kerja sama dengan petugas kesehatan

dalam pengobatan untuk mencegah kekambuhan.

c. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan (Carpenito,1998)

Intervensi:

1. Kaji faktor-faktor penyebab atau penunjang.

37
2. Kurangi atau hilangkan faktor-faktor penyebab atau penunjang.

3. Berikan makanan yang bergizi secara adekuat.

4. Berikan makanan perlahan mulai dari makanan saring atau lunak.

2. Diagnosa keperawatan keluarga

a. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan keluarga.

Intervensi :

1. Berikan informasi tentang pengertian, penyebab, tanda gejala,

komplikasi,serta penanganannya.

2. Identifikasi kebutuhan dan harapan tentang kesehatan.

3. Dorong sikap emosi yang sehat dalam mengatasi masalah keluarga.

4. Beri penjelasan tentang keuntungan mengenal masalah-masalah

kesehatan.

b. Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan dalam melakukan

tidakan kesehatan yang tepat.

Intervensi :

1. Musyawarah bersama keluarga mengenai akibat – akibat bila mereka

tidak mengambil keputusan.

2. Perkenalkan kepada keluarga tentang alternatif yang dapat mereka pilih

dan sumber – sumber yang di perlukan untuk melakukan tindakan

keperawatan.

3. Identifikasi sumber-sumber yang dimiliki keluarga.

38
c. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.

Intervensi:

1. Beri penjelasan keluarga cara perawatan anggota keluarga yang sakit.

2. Gunakan alat dan fasilitas yang ada di rumah.

3. Awasi keluarga melakukan perawatan.

4. Bantu anggota mengembangkan kesanggupan dalam merawat anggota

keluarga yang sakit.

d. ketidakmampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang dapat

mempengaruhi kesehatan dan perkembangan pribadi anggota keluarga.

Intervensi:

1. Modifikasi lingkungan yang mendukung kesehatan.

2. Beri penjelasan tentang keuntungan dan manfaat pemeliharaan

lingkungan rumah.

3. Gali sumber – sumber keluarga yang mendukung memperbaiki

keadaan fisik rumah yang tidak sehat.

4. Berikan penjelasan kepada keluarga pentingnya sanitasi lingkungan.

5. Lakukan perubahan lingkungan keluarga seoptimal mungkin.

e. Ketidakmampuan keluarga menggunakan sumber daya di masyarakat

guna memelihara kesehatan.

Intervensi:

1. Kenalkan fasilitas kesehatan yang ada di lingkungan keluarga.

2. Berikan penjelasan kepada keluarga tentang fungsi fasilitas kesehatan.

3. Bantu keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.

39
4. Beri penjelasan tentang keuntungan menggunakan fasilitas kesehatan

bagi keluarga.

2.3.1 Pengertian ROM

Range of Motion merupakan prosedur dan usaha untuk memenuhi

kebutuhan fisik terutama aktivitas gerak (mobilisasi) untuk pasien dengan

keterbatasan gerak (Suratun, 2008). Latihan yang dilakukan untuk

mempertahankan atau tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakan

persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan

tonus otot (Potter & Perry, 2005).

2.3.2 Tujuan

Tujuan dilakukan latihan ROM:

1) Memelihara dan mempertahankan kekuatan otot

2) Memelihara mobilitas persendian

3) Menstimulasi persendian

4) Mencegah kontraktur dan kekakuan sendi

5) Memperbaiki tonus otot

6) Meningkatkan massaotot

7) Memperlancar sirkulasi darah

2.3.3 Jenis ROM

1. ROM Pasif

ROM pasif : latihan ROM yang di lakukan pasien dengan bantuan

perawat setiap-setiap gerakan. Kekuatan otot 50 %. Latihan ROM pasif

adalah latihan ROM yang di lakukan pasien dengan bantuan perawat

40
setiap-setiap gerakan. Indikasi latihan fasif adalah pasien semikoma dan

tidak sadar, pasien dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu

melakukan beberapa atau semua latihan rentang gerak dengan mandiri,

pasien tirah baring total atau pasien dengan paralisis ekstermitas total

(suratun, dkk, 2008).

Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot

dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif

misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.

2. ROM Aktif

ROM aktif : Perawat memberikan motivasi, dan membimbing klien

dalam melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan

rentang gerak sendi normal (klien aktif). (Potter and Perry, 2006). Latihan

ROM aktif adalah Perawat memberikan motivasi, dan membimbing klien

dalam melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan

rentang gerak sendi normal.

Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan

cara menggunakan otot-ototnya secara aktif.

2.3.4 Indikasi dilakukan ROM

1. Pasien tirah baring lama

2. Pasien yang mengalami penurunan tingkat kesadaran

3. Pasien dengan kasus fraktur, stroke

4. Pasien dengan kelemahan otot, kekakuan sendi

5. Nyeri otot, persendian atau tulang, nyeri pinggang, tenggkuk, lutut, bahu

41
2.3.5 Kontraindikasi

1. Hypermobilitas

2. Inflamasi

3. Kelainan sendi atau tulang

4. Nyeri hebat

5. Sendi kaku atau tidak dapat bergerak

6. Trauma baru yang kemungkinan ada fraktur yang tersembunyi

2.3.6 Latihan Gerak Aktif dan Pasif

1. Latihan Pasif

a. Gerakan menekuk dan meluruskan pergelangan tangan:

1. Pegang lengan bawah dengan tangan satu, tangan lainnya memegang

pergelangan tangan pasien

2. Tekuk pergelangan tangan ke atas dan ke bawah

b. Gerakan menekuk dan meluruskan siku :

Pegang lengan atas dengan tangan satu, tangan lainnya menekuk dan

meluruskan siku

c. Pronasi dan supinasi siku

1. Posisi lengan fleksi, tangan kiri perawat memegang pergelangan

yangan kanan pasien, dan tangan kanan perawat memegang telapal

tangan pasien.

2. Pronasi siku memutar lengan bawah ke arah luar, telapak tangan

diarah luar.

42
3. Gerakan supinasi perawat memutar lengan pasien kearah dalam,

telapak tangan menghadap tubuh pasien.

d. Gerakan menekuk dan meluruskan sendi bahu :

1. Tangan satu penolong memegang siku, tangan lainnya memengang

lengan.

2. Luruskan siku naikan dan turunkan legan dengan siku tetap lurus

e. Fleksi dan ekstensi bahu

luruskan dan gerakkan tangan ke arah atas kemudian kembali ke posisi

semula.

f. Fleksi dan eksensi jari-jari kaki

1. Pegang pergelangan kaki pasien dengan tangan kiri dan kaki pasien

dengan tangan kanan, lakukan gerakan fleksi jari kedepan ke bawah

kearah tempat tidur lalu melakukan ekstensi.

2. Lalu merlakukan gerakan dorso pedis dengan menarik kearah belakang

g. Inversi dan eversi kaki

Pegang pergelangan kaki pasien dengan tangan kiri dan telapak tangan

dengan tangan kanan, perawat menggerakan telapak kaki kea rah dalam ,

lalu menggerakkan kaki kearah luar.

h. Gerakan menekuk dan meluruskan pangkal paha

1. Pegang lutut dengan tangan satu, tangan lainnya memegang tungkai.

2. Naikkan dan turunkan kaki dengan lutut yang lurus

i. Rotasi pangkal paha

Dekatkan kaki pasien pada pelatih, kemudian putar ke arah dalam

43
j. Adduksi dan abduksi pangkal paha

1. Perawat mengangkat kaki pasien setinggi 8 cm, lalu melakukan gerakan

adduksi, yaitu menjauhi kaki salah satu pasien ke arah perawat.

2. Lalu abduksi, mengangkat kaki lalu mendekati kearah pasien

2. Latihan aktif

a. Latihan ROM aktif pada leher: fleksi, ekstensi, hiperkestensi, fleksi

kanan kiiri, serta rotasi kanan kiri

b. Latihan ROM aktif pada bahu: fleksi ke atas, ekstensi, hiperkestensi,

fleksi depan menyilang, ke belakng, sirkumduksi, abduksi, adduksi,

rotasi

c. Latihan ROM aktif pada siku; fleksi, ekstensi, supinasi, dan pronasi

d. Latihan ROM aktif pada pergelangan tangan: fleksi, ekstensi,

hiperektensi, abduksi, adduksi.

e. Latihan ROM aktif pada jari-jari tangan: fleksi, ekstensi, hiperektensi,

abduksi, adduksi

44
f. Latihan ROM pada kaki: fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, eversi dan

inverse

2.4.1 Konsep dasar kekuatan otot

Otot merupakan alat gerak aktif, sebagai hasil kerja sama antara otot

dan tulang. Tulang tidak dapat berfungsi sebagai alat gerak jika

tidakdigerakan oleh otot, hal ini karena otot mempunyai kemampuan

berkontraksi ( memendek / kerja berat & memanjang / kerja ringan ) yang

mengakibatkan terjadinya kelelahan otot, proses kelelahan ini terjadi saat

waktu ketahanan otot ( jumlah tenaga yang dikembangkan oleh otot )

terlampaui ( Waters & Bhattacharya 2009 ).

Pengertian kekuatan otot adalah kemampuan dari otot baik secara

kualitas maupun kuantitas mengembangkan ketegangan otot untuk

melakukan kontraksi ( Waters & Bhattacharya 2009 ).

1. Pengukuran kekuatan otot

Perubahan struktur otot sangat bervariasi. Penurunan jumlah dan

serabut otot, atrofi, pada beberapa serabut otot dan hipertropi pada

45
beberapa serabut otot yang lain, peningkatan jaringan lemak dan jaringan

penghubung dan lain-lain mengakibatkan efek negative. Efek tersebut

adalah penurunan kekuatan, penurun fleksibilitas, perlambatan waktu

reaksi dan penurunan kemampuan fungsional (Pudjiastuti & Utomo,

2008).

Penilaian Kekuatan Otot mempunyai skala ukur yang umumnya dipakai

untuk memeriksa penderita yang mengalami kelumpuhan selain

mendiagnosa status kelumpuhan juga dipakai untuk melihat apakah ada

kemajuan yang diperoleh selama menjalani perawatan atau sebaliknya

apakah terjadi perburukan pada penderita. Penilaian tersebut meliputi :

(1) Nilai 0: paralisis total atau tidak ditemukan adanya kontraksi pada

otot, (2) Nilai 1: kontaksi otot yang terjadi hanya berupa perubahan dari

tonus otot, dapat diketahui dengan palpasi dan tidak dapat menggerakan

sendi, (3) Nilai 2: otot hanya mampu mengerakkan persendian tetapi

kekuatannya tidak dapat melawan pengaruh gravitasi, (4) Nilai 3: dapat

menggerakkan sendi, otot juga dapat melawan pengaruh gravitasi tetapi

tidak kuat terhadap tahanan yang diberikan pemeriksa, (5) Nilai 4:

kekuatan otot seperti pada derajat 3 disertai dengan kemampuan otot

terhadap tahanan yang ringan, (6) Nilai 5: kekuatan otot normal. (Suratun,

dkk, 2008).

Untuk mengetahui kekuatan atau kemampuan otot perlu dilakukan

pemeriksaan derajat kekuatan otot yang di buat ke dalam enam derajat (0 –

5) . Derajat ini menunjukan tingkat kemampuan otot yang berbeda-beda.

46
Tabel 2.1 Penilaian Kekuatan Otot

Derajat 5 Kekuatan otot normal dimana seluruh gerakan dapat dilakukan


otot dengan tahanan maksimal dari proses yang dilakukan
berulang-ulang tanpa menimbulkan kelelahan.

Derajat 4 Dapat melakukan Range Of Motion (ROM) secara penuh dan


dapat melawan tahanan ringan
Derajat 3 Dapat melkukan ROM secara penuh dengan melawan gaya berat
(gravitasi), tetapi tidak dapat melawan tahanan.
Derajat 2 Dengan bantuan atau dengan menyangga sendi dapat melakukan
ROM secara penuh

Derajat 1 Kontraksi otot minimal terasa/teraba pada otot bersangkutan


tanpa menimbulkan gerakan.
Derajat 0 Tidak ada kontraksi otot sam sekali.

(Asmadi, 2008)

Adapun cara untuk memeriksa kekutan otot dengan menggunakan

derajat kekuatan otot tersebut yaitu sebagai berikut:

1. Pemeriksaan kekuatan otot ekstermitas atas.

1) Pemeriksaan kekuatan otot bahu.

Caranya:

1) Minta klien melakukan fleksi pada lengan ekstensi lengan dan beri

tahanan.

2) Lakukan prosedur yang sama untuk gerakan ekstensi lengan, lalu beri

tahanan.

3) Nilai kekuatan otot dengan menggunakan skala 0-5.

1) Pemeriksaan kekuatan otot siku.

Caranya:

a) Minta klien melakukan gerakan fleksi pada siku dan beri tahanan.

47
b) Lakukan prosedur yang sama untuk gerakan ekstensi siku, lalu beri

tahanan.

c) Nilai kekuatan otot dengan menggunakan skala 0-5.

2) Pemeriksaan kekuatan otot pergelangan tangan.

a) Letakkan lengan bawah klien di atas meja dengan telapak tangan

menghadap keatas.

b) Minta klien untuk melakukan gerakan fleksi telapak tangan dengan

melawan tahanan.

c) Nilai kekuatan otot dengan menggunakan skala 0-5.

3) Pemeriksaan kekuatan otot jari-jari tangan

Caranya:

a). Mintalah klien untuk meregangkan jari-jari melawan tahanan.

b). Nilai kekuatan otot dengan menggunakan skala 0-5.

2. Pemeriksaan kekuatan otot ekstremitas bawah

1). Pemeriksaan kekuatan otot panggul.

Caranya:

a) Atur posisi tidul klien, lebih baik pemeriksaan dilakukan dalam

posisi supine.

b) Minta klien untuk melakukan gerakan fleksi tungkai dengan

melawan tahanan.

c) Minta klien untuk melakukan gerakan abduktif dan adduksi tungkai

melawan tahanan.

d) Nilai kekuatan otot dengan menggunkan skala 0-5.

48
2). Pemeriksaan kekuatan otot lutut.

Caranya:

a) Minta klien untuk melakukan gerakn fleksi lutut dengan melawan

tahanan.

b) Nilai kekuatan otot dengan menggunakan skala 0-5.

3). Pemeriksan kekuatan otot tumit.

Caranya:

a) Minta klien untuk melakukan gerakan plantarfleksi dan dorsifleksi

dengan melawan tahanan.

b) Nilai kekuatan otot dengan menggunakan skala 0-5.

4). Pemeriksaan kekuatan otot jari-jari kaki.

a) Minta klien untuk melakukan gerakan fleksi dan ekstensi jari-jari kaki

dengan melawan tahanan.

b) Nilai kekuatan otot dengan menggunakan skala 0-5

2.5.1 Konsep Dasar Keluarga

1. Definisi Keluarga

Keluarga adalah sekumpulan dua atau lebih individu yang diikat

oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi, dan tiap-tiap anggota

keluarga selalu berinteraksi satu sama lain (Harmoko, 2012).Menurut

Departemen Kesehatan RI, 1998 keluarga adalah unit terkecil dari suatu

masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang

berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah satu atap dalam keadaan

saling ketergantungan.

49
Menurut Sutanto (2012) yang dikutip dari Bailon dan Maglaya

(1997) keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang bergabung

karena hubungan darah, perkawinan atau adopsi, hidup dalam satu rumah

tangga, saling berinteraksi satu sama lainnya dalam perannya dan

menciptakan dan mempertahankan suatu budaya.

Menurut WHO (1969) keluarga merupakan anggota rumah tangga

yang saling berhubungan melalui pertalian darah , adopsi atau perkawinan

(Setiadi, 2008). Sedangkan menurut Depkes RI ( 1988) keluarga adalah

inti terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa

orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap

dalam keadaan saling ketergantungan (Setiadi, 2008).

2.5.2 Struktur keluarga

Menurut Setiadi (2008), Struktur keluarga menggambarkan

bagaimana keluarga melaksanakan fungsinya di masyarakat. Struktur

keluarga terdiri dari bermacam-macam, diantaranya adalah :

1. Patrilineal

Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam

beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah.

2. Matrilineal

Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara dalam beberapa

generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.

3. Matrilokal

Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri.

50
4. Patrilokal

Adalah sepasang suami-istri yang tinggal bersama keluarga sedarah suami

5. Keluarga kawin

Adalah hubungan sepasang suami istri sebagai dasar bagi pembinaan

keluarga dan beberapa sanak saudara menjadi bagian keluaga karena

adanya hubungan dengan suami atau istri.

Friedman, Bowden, & Jones (2003) dalam Harmoko (2012) membagi

struktur keluarga menjadi empat elemen, yaitu komunikasi, peran keluarga,

nilai dan norma keluarga, dan kekuatan keluarga.

1. Struktur komunikasi keluarga.

Komunikasi dalam keluarga dapat berupa komunikasi secara emosional,

komunikasi verbal dan non verbal, komunikasi sirkular. Komunikasi

emosional memungkinkan setiap individu dalam keluarga dapat

mengekspresikan perasaan seperti bahagia, sedih, atau marah diantara para

anggota keluarga. Pada komunikasi verbal anggota keluarga dapat

mengungkap kanapa yang diinginkan melalui kata-kata yang diikuti dengan

bahasa non verbal seperti gerakan tubuh. Komunikasi sirkular mencakup

sesuatu yang melingkar dua arah dalam keluarga, misalnya pada saat istri

marah pada suami, maka suami akan mengklarifikasi kepada istri apa yang

membuat istri marah.

51
2. Struktur peran keluarga.

Peran masing – masing anggaota keluarga baik secara formal maupun

informal, model peran keluarga, konflik dalam pengaturan keluarga.

3. Struktur nilai dan norma keluarga.

Nilai merupakan persepsi seseorang terhadap sesuatu hal apakah baik

atau bermanfaat bagi dirinya. Norma adalah peran-peran yang dilakukan

manusia, berasal dari nilai budaya terkait. Norma mengarah kepada nilai

yang dianut masyarakat, dimana norma-norma dipelajari sejak kecil. Nilai

merupakan prilaku motivasi diekspresikan melalui perasaan, tindakan dan

pengetahuan. Nilai memberikan makna kehidupan dan meningkatkan harga

diri (Susanto, 2012, dikutip dari Delaune, 2002). Nilai merupakan suatu

sistem, sikap dan kepercayaan yang secara sadar atau tidak, mempersatukan

anggota keluarga dalam satu budaya. Nilai keluarga merupakan suatu

pedoman perilaku dan pedoman bagi perkembangan norma dan peraturan.

Norma adalah pola prilaku yang baik menurut masyarakat berdasarkan sistem

nilai dalam keluarga.

2. Struktur kekuatan keluarga

Kekuatan keluarga merupakan kemampuan baik aktual maupun potensial

dari individu untuk mengendalikan atau mempengaruhi perilaku orang lain

berubah ke arah positif. Tipe struktur kekuatan dalam keluarga antara lain:

hak untuk mengontrol seperti orang tua terhadap anak (legitimate

power/outhority), seseorang yang ditiru (referent power), pendapat,

52
ahlidan lain-lain (resource or expert power), pengaruh kekuatan karena

adanya harapan yang akan diterima (reward power), pengaruh yang

dipaksakan sesuai keinginannya (coercive power), pengaruh yang dilalui

dengan persuasi (informational power), pengaruh yang diberikan melalui

manipulasi dengan cinta kasih misalnya hubungan seksual (affective

power).

2.5.3 Fungsi Keluarga

a. Fungsi biologis

Fungsi biologis bukan hanya ditujukan untuk meneruskan

kelangsungan keturunan, tetapi juga memelihara dan membesarkan

anak dengan gizi yang seimbang, memelihara dan merawat

anggota keluarga juga bagian dari fungsi biologis keluarga.

b. Fungsi psikologis

Keluarga menjalankan fungsi psikologisnya antara lain untuk

memberikan kasih sayang dan rasa aman, memberikan perhatian

diantara anggota keluarga membina pendewasaan kepribadian anggota

keluarga memberikan identitas keluarga.

c. Fungsi sosialisasi

Fungsi sosialisasi tercermin untuk membina sosialisasi pada anak

membentuk nilai dan norma yang diyakini anak, memberikan batasan

perilaku yang boleh dan tidak boleh pada anak. Meneruskan nilai-nilai

budaya.

d. Fungsi ekonomi

53
Keluarga menjalankan fungsi ekonomisnya untuk mencari sumber-

sumber penghasilan keluarga, menabung untuk memenuhi kebutuhan

yang akan datang, misalnya pendidikan anak-anak dan jaminan

hari tua.

e. Fungsi pendidikan

Keluarga menjalankan fungsi pendidikan untuk menyekolahkan anak

dalam rangka untuk memberikan pengetahuan, keterampilan,

membentuk prilaku anak,, mempersiapkan anak untuk kehidupan

dewasa, mendidik anak sesuai dengan tingkat perkembangannya

2.5.4 Tugas Keluarga di Bidang Kesehatan

Menurut Setiadi (2008), Keluarga mempunyai tugas di bidang kesehatan

yang perlu dipahami dan dilakukan, meliputi :

a. Mengenal masalah kesehatan keluarga. Orang tua perlu mengenal

keadaan kesehatan dan perubahan -perubahan yang dialami anggota

keluarga. Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga

secara tidak langsung menjadi perhatian orang tua atau keluarga.

b. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga. Tugas

ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan

yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan

siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan

untuk menentukan tindakan keluarga. Tindakan kesehatan yang

54
dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan

dapat dikurangi atau bahkan teratasi.

c. Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan. Seringkali

keluarga telah mengambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi

keluarga memiliki keterbatasan yang telah diketahui keluarga

sendiri. Anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan

perlu mendapatkan tindak lanjut atau perawatan agar masalah yang

lebih parah tidak terjadi. Perawatan dapat dilakukan di institusi

pelayanan kesehatan atau di rumah apabila keluarga telah memiliki

kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan pertama.

Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan

keluarga.

d. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi

keluarga.

e. Mempertahankan hubungan timbal-balik antara keluarga dan lembaga

kesehatan (pemanfaatan kesehatan yang ada).

2.5.5 Peran Keluarga

Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang

lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem

(Kozier, 1995). Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam

maupun dari luar dan bersifat stabil. Kemampuan keluarga dalam

memberikan asuhan kesehatan akan mempengaruhi status kesehatan

55
keluarga. Kesanggupan keluarga melaksanakan pemeliharaan kesehatan

dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga. Berikut ini tugas keluarga

menurut Friedman (1998), adalah sebagai berikut: mengenal masalah

kesehatan; keluarga mampu mengidentifikasi masalah-masalah dalam

keluarga. Fungsi keluarga membuat keputusan tindakan kesehatan yang

tepat, yaitu keluarga mampu membuat keputusan dan merencanakan

tindakan keperawatan keluarga, dalam melakukan perawatan keluarga

yakni keluarga mampu merawat anggota keluarga sebelum anggota

keluarga membawa anggota keluarga ke tempat pelayanan kesehatan.

Keluarga juga mampu mempertahankan atau menciptakan suasana rumah

yang sehat, untuk kelangsungan hidup anggota keluarga, serta tetap

mempertahankan hubungan dengan menggunakan fasilitas kesehatan

masyarakat. Keluarga akan menggunakan fasilitas kesehatan sesuai

dengan kemampuan keluarga.

2.5.6 Kemampuan Keluarga

Perilaku manusia sangat kompleks yang terdiri dari 3 domain

yaitu kognitif, afektif dan psikomotor (Bloom, 1956 dalam Potter dan

Perry, 2005). Ketiga domain tersebut lebih dikenal pengetahuan, sikap

dan praktik. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang

sangat penting karena digunakan untuk menerima informasi baru dan

mengingat informasi tersebut.

Saat keluarga diberikan informasi baru, maka keluarga tersebut

akan membentuk tindakan keluarga yang merujuk pada pikiran rasional,

56
mempelajari fakta, mengambil keputusan dan mengembangkan pikiran

(Craven, 2006)

2.5.7 Stress Dan Koping Keluarga

STIMULUS KOPING ADAPTASI

Gambar : Stimulus – adaptasi ( Roy, 1991 )

a. Sumber stressor keluarga (Stimulus)

White (1974, dalam Friedman, 1989) mengidentifikasi tiga strategi untuk

adaptasi individu yang juga dapat digunakan pada keluarga yaitu

mekanisme pertahanan, merupakan cara-cara yang dipelajari, kebiasaan

dan otomatis untuk berespon, taktik untuk menghindari masalah dan

biasanya merupakan perilaku menghindari sehingga cenderung disfungsi,

strategi koping yaitu upaya-upaya pemecahan masalah, biasanya

merupakan strategi adaptasi positif dan penguasaan yaitu merupakan

mode adaptasi yang paling positif sebagai hasil dari penggunaan strategi

koping yang efektif dan sangat berhubungan kompetensi keluarga

b. Koping Keluarga

Koping keluarga menunjuk pada analisa kelompok keluarga (analisa

interaksi). Koping keluarga didefinisikan sebagai respon positif yang

digunakan keluarga dalam menyelesaikan masalah (mengendalikan stress).

Berkembang dan berubah sesuai tuntutan/stressor yang dialami. Sumber

koping keluarga bisa internal yaitu dari anggota keluarga sendiri dan

eksternal yaitu dari luar keluarga.

57
c. Strategi adaptasi disfungsional

Dapat berupa penyangkalan dan ekploitasi terhadap anggota keluarga

seperti kekerasan terhadap keluarga, kekerasan terhadap pasangan,

penyiksaan anak, penyiksaan usia lanjut, penyiksaan orang tua, proses

pengkambinghitaman dan penggunaan ancaman. Penyangkalan masalah

keluarga dengan menggunakan mitos keluarga, triangling (pihak ketiga)

dan pseudomutualitas, pisah/hilangnya anggota keluarga dan

otoritariansme.

2.5.8 Tahap-Tahap Kehidupan / Perkembangan Keluarga

Meskipun setiap keluarga melalui tahapan perkembangannya secara unik,

namun secara umum seluruh keluarga mengikuti pola yang sama (Rodgers

cit Friedman, 1999) :

a. Pasangan baru (keluarga baru)

Keluarga baru dimulai saat masing-masing individu laki-laki dan

perempuan membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah dan

meninggalkan (psikologis) keluarga masing-masing :

1) Membina hubungan intim yang memuaskan

2) Membina hubungan dengan keluarga lain, teman, kelompok sosial

3) Mendiskusikan rencana memiliki anak.

58
b. Keluarga child-bearing (kelahiran anak pertama)

Keluarga yang menantikan kelahiran, dimulai dari kehamilan samapi

kelahiran anak pertama dan berlanjut damapi anak pertama berusia

30 bulan :

1) Persiapan menjadi orang tua

2) Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga, peran, interaksi,

hubungan sexual dan kegiatan keluarga

3) Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan.

c. Keluarga dengan anak pra-sekolah

Tahap ini dimulai saat kelahiran anak pertama (2,5 bulan) dan

berakhir saat anak berusia 5 tahun :

1) Memenuhi kebutuhan anggota keluarga, seperti kebutuhan

tempat tinggal, privasi dan rasa aman

2) Membantu anak untuk bersosialisasi

3) Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan

anak yang lain juga harus terpenuhi

4) Mempertahankan hubungan yang sehat, baik di dalam maupun

di luar keluarga (keluarga lain dan lingkungan sekitar)

5) Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak (tahap

yang paling repot)

6) Pembagian tanggung jawab anggota keluarga

7) Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh dan kembang anak.

59
d. Keluarga dengan anak sekolah

Tahap ini dimulai saat anak masuk sekolah pada usia enam tahun

dan berakhir pada usia 12 tahun. Umumnya keluarga sudah

mencapai jumlah anggota keluarga maksimal, sehingga keluarga

sangat sibuk :

1) Membantu sosialisasi anak : tetangga, sekolah dan lingkungan

2) Mempertahankan keintiman pasangan

3) Memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang semakin

meningkat, termasuk kebutuhan untuk meningkatkan kesehatan

anggota keluarga

e. Keluarga dengan anak remaja

Dimulai pada saat anak pertama berusia 13 tahun dan biasanya

berakhir sampai 6-7 tahun kemudian, yaitu pada saat anak

meninggalkan rumah orangtuanya. Tujuan keluarga ini adalah

melepas anak remaja dan memberi tanggung jawab serta kebebasan

yang lebih besar untuk mempersiapkan diri menjadi lebih dewasa :

1) Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab,

mengingat remaja sudah bertambah dewasa dan meningkat

otonominya

2) Mempertahankan hubungan yang intim dalam keluarga

3) Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orangtua.

Hindari perdebatan, kecurigaan dan permusuhan

60
4) Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang

keluarga

f. Keluarga dengan anak dewasa (pelepasan)

Tahap ini dimulai pada saat anak pertama meninggalkan rumah dan

berakhir pada saat anak terakhir meninggalkan rumah. Lamanya

tahap ini tergantung dari jumlah anak dalam keluarga, atau jika ada

anak yang belum berkeluarga dan tetap tinggal bersama orang tua :

1) Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar

2) Mempertahankan keintiman pasangan

3) Membantu orangtua suami/istri yang sedang sakit dan memasuki

masa tua

4) Membantu anak untuk mandiri di masyarakat

5) Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga.

g. Keluarga usia pertengahan

Tahap ini dimulai pada saat anak yang terakhir meninggalkan rumah

dan berakhir saat pensiun atau salah satu pasangan meninggal :

1) Mempertahankan kesehatan

2) Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman

sebaya dan anak-anak

3) Meningkatkan keakraban pasangan

h. Keluarga usia lanjut

61
Tahap terakhir perkembangan keluarga ini dimulai pada saat salah

satu pasangan pensiun, berlanjut saat salah satu pasangan meninggal

damapi keduanya meninggal :

1) Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan

2) Adaptasi dengan peruabahan kehilangan pasangan, teman,

kekuatan fisik dan pendapatan

3) Mempertahankan keakraban suami istri dan saling merawat

4) Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat

5) Melakukan life review (merenungkan hidupnya).

62
BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1. Pengkajian

Data Umum

Kasus 1 :

Keluarga Tn.I tinggal di daerah RT 06/ RW 005 Kelurahan

Mulyaharja Kota Bogor. Tn.I berusia 66 tahun merupakan seorang kepala

keluarga dengan anggota keluarga yang terdiri dari Ny.H (62 tahun)

sebagai istri, Tn.R (43 tahun) sebagai anak pertama dan Tn.S (37 tahun)

sebagai anak kedua. Keluarga Tn.I merupakan keluarga inti (nuclear

family) yang terdiri dari orang tua yakni Tn.I dan Ny.H dan 2 orang anak

yaitu Tn.R, dan Tn.S. Anak-anak Tn.I dan Ny.H tinggal dalam 1 rumah.

Keluarga Tn.I dan Ny.H berasal dari suku Sunda. Keluarga Tn.I menganut

agama Islam. Sumber pendapatan keluarga Tn.I didapat dari hasil gaji

pensiunan Tn.I yang berjumlah Rp.500.000 perbulan. Aktivitas rekreaksi

keluarga Tn.I adalah mereka jarang keluar lebih suka di rumah sambil

menonton tv.

Riwayat dan tahap perkembangan keluarga, tahap perkembangan

keluarga saat ini berada pada tahap dimana orang tua selalu memberikan

dukungna kepada anaknya. Tugas Tahapan perkembangan yang belum terpenuhi

Ny. H mengatakan: Tn.R dan Tn.S yang merupakan anaknya pernah bekerja dan

sudah menikah kemudian berhenti bekerja dan ditinggal oleh istri masing’

sehingga saat ini Ny.H merasa tidak bisa memaksa kedua anaknya untuk kembali

63
kepada istri bahkan mungkin untuk menikah lagi. Riwayat keluarga inti, Tn.I

menderita penyakit stroke sekitar 5tahun yang lalu dan belum pernah berobat ke

RS atau faskes terdekat. Tn.I sudah tidak bisa berjalan kurang lebih 4bulan yang

lalu. Riwayat keluarga sebelumnya adalah Tn.I dan Ny.H memiliki riwayat

penyakit keturunan yaitu Hipertensi dan Stroke.

Pengkajian karakteristik rumah: Status rumah yang ditempati

keluarga Tn.I adalah rumah milik sendiri. Tidak memiliki pekarangan

rumah, berlantai tegel, memiliki ventilasi dan jendela, keadaan rumah

lumayan rapi. Kehidupan keluarga dan tetangga sangat harmonis, saling

berbagi dan membantu satu dengan yang lain. Keluarga Tn.I merupakan

penduduk asli RT 06/RW005 Kelurahan Mulyaharja Kota Bogor. Kelurga

Tn.I tidak memiliki kendaraan pribadi.

Struktur keluarga : pola komunikasi yang digunakan oleh keluarga

yaitu pola komunikasi terbuka antara Tn.I, istri dan anak-anaknya. Dalam

pengambilan keputusan semuanya dilakukan oleh Ny.H sebagai istri

semenjak Tn.I sakit. Peran keluarga Tn.I sebagai kepala keluarga sudah

tidak berjalan dengan baik ketika sakit yang dialami. Di keluarga Tn.I

tidak ada yang bekerja, mereka hanya mengharapkan uang pensiunan Tn.I

untuk kelangsungan hidup. Sementara Ny.H menjalankan tugasnya

sebagai IRT yang mengurus segala keperluan Tn.I dan keluarga. Fungsi

keagamaan dalam keluarga Tn.I tidak berjalan dengan baik. Sholat 5

waktu tidak pernah dilakukan oleh Tn.R dan Tn.S yang merupakan anak,

namun Ny.H terkadang masih menyempatkan diri untuk sholat di rumah.

Fungsi sosial dan budaya dalam keluarga Tn.I adalah mereka dapat

64
berinteraksi namun jarang bergaul dengan orang dilingkungan sekitar.

Fungsi keperawatan Keluarga Tn.I mengatakan ekstremitas Tn.I sudah kaku

kurang lebih 4bulan dan mereka tidak tahu penyebabnya yang mereka tahu hanya

stroke. Meskipun mereka telah mengetahui penyakit yang diderita Tn.I tetapi

sampai sekarang mereka tidak pernah membawa Tn.I ke RS ataupun layanan

kesehatan terdekat untuk diperiksa. Dalam merawat Tn.I, keluarga masih

memberikan rokok untuk dihisap oleh Tn.I, makanan yang sebenarnya dilarang,

pola istirahat yang belum sesuai dan bahkan Ny.H mengatakan belum tahu

pantangan-pantangan apa saja yang ada pada penyakit stroke. Tn.S yang adalah

anak mengatakan setiap pagi selalu membersihkan rumah dan lingkungan rumah.

Keluarga Tn.I tidak pernah membawanya ke RS ataupun layanan kesehatan

lainnya.

Stressor jangka pendek dalam keluarga Tn.I adalah Keluarga Tn.I

mengatakan sering khawatir dengan kondisi kesehatannya karena sudah tidak

bisa berjalan lagi. Stressor jangka panjang dalam keluarga Tn.I adalah Tn.I

dan Ny.H memikirkan kedua anak yang sudah menikah namun

ditinggalkan . Kemampuan keluarga merespon terhadap masalah yang ada

yaitu diselesaikan secara bersama-sama. Keluarga Tn.I selalu menganggap

permasalahan yang datang sebagai cobaan dalam hidup keluarga. Strategi

koping yang dilakukan keluarga Tn.I adalah selalu menyelesaikan masalah

secara bersama-sama dengan selalu memberikan dorogan dan semangat.

65
Dalam keluarga Tn.I penulis menemukan ada anggota keluarga yang sakit

yaitu Tn.I dengan stroke. Pemeriksaan fisik, TTV : TD = 160/100 Mmhg,

N = 90x/m, RR = 23x/m, S = 36’4C. Kekuatan otot 2222 5555

2222 5555

66
67
3.2. Format Analisa Data

No Data Problem Etiologi

1. DS : Ketidakefektifan
 Keluarga mengatakan Tn.I sudah manajemen
lama menderita penyakit stroke kesehatan keluarga
kurang lebih 5tahun yang lalu
 Keluarga mengatakan ekstremitas
sebelah kanan Tn.I sudah kaku dan
belum pernah dilakukan terapi atau
latihan
 Keluarga mengatakan selama ini tidak
pernah membawa Tn.I ke RS atau
pelayanan kesehatan terdekat
 Keluarga mengatakan tahu tentang
penyakit stroke tetapi tidak
memahami lebih jelas informasi
kesehatan tentang penyakit tersebut.
DO :
- TD : 1500/100mmHg
- N : 90x/m
- S : 36,4 C
- RR : 23x/m

68
2. DS:
 Keluarga mengatakan Tn.I cemas dan Perilaku kesehatan
khawatir dengan kondisi Tn.I karena cenderung beresiko
akan berdampak ke masalah
kesehatan lainnya.
 Keluarga mengatakan sebelumnya
tidak pernah ke rumah sakit
 Keluarga Tn.I masih memberikan
makanan yang sama dengan anggota
keluarga lain yang merupakan
pantangan

DO :
- Tn.I tampak makan
berminyak, masih merokok
- Tn.I tampak di bantu ketika
minta sesuatu
- TD : 150/100mmHg
- N: 90x/m
- S : 36,4 C
- RR : 23x/m

69
Kasus II

Keluarga Tn.S tinggal di daerah RT 05/ RW 005 Kelurahan

Mulyaharja Kota Bogor. Tn.S berusia 68 tahun merupakan seorang kepala

keluarga dengan anggota keluarga yang terdiri dari Ny.M (64 tahun)

sebagai istri, Tn.R (33 tahun) sebagai anak pertama dan Nn.S (28 tahun)

sebagai anak kedua. Tipe keluarga Ny.M adalah singgle parent. Ny.M

tinggal bersama anaknya Nn.s karena Tn.S menikah lagi sementara

anaknya Tn.R sudah menikah dan tinggal bersama istrinya. Keluarga

Ny.M berasal dari suku Sunda dan semuanya beragama islam. Sumber

pendapatan keluarga Ny.M berasal dari pekerjaan suami sebagai sopir,

meskipun suaminya telah menikah namun masih memberi nafkah Ny.M

dan Nn.s, dan Tn.S memberi uang sehari kurang lebih 50.000,terkadang

dikirim anaknya yang tua tetapi tidak setiap saat. Aktivitas rekreaksi

keluarga Ny.M adalah mereka jarang keluar lebih suka di rumah sambil

menonton tv.

Riwayat dan tahap perkembangan keluarga, Keluarga Tn.I sekarang pada

tahap perkembangan keluarga dengan lanjut usia. Tugas perkembangan keluarga

yang seharusnya dilalui oleh keluarga adalah mempertahankan suasana rumah

yang menyenangkan, adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman,

kekuatan fisik dan pendapatan, mempertahankan keakraban suami istri dan saling

merawat, mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat . Ny.

M pisah rumah dengan Tn.S sudah semenjak sakit stroke dan tidak bisa

berjalan sekitar 6bulan yang lalu. Suaminya punya istri lagi semenjak dia

sakit seperti ini. Tugas Tahapan perkembangan yang belum terpenuhi, Ny. M

70
mengatakan sudah pisah dengan suaminya, karena sejak Ny.M sakit Tn.S

punya istri lagi, sekarang Tn.S tinggal di rumah istri mudanya. Riwayat

keluarga inti, Ny.M sudah menderita penyakit stroke kurang lebih 4 tahun yang

lalu dan sudah tidak bisa berjalan lagi sekitar 6bulan yang lalu. Serentak

ekstremitas bagian bawah lemah. Keluarga Ny.M sudah mengetahui riwayat

strokenya sejak lama, tetapi tidak dibawa ke Rs atau Faskes terdekat. Riwayat

keluarga sebelumnya, keluarga Ny.M mengatakan tidak memiliki riwayat

penyakit keturunan.

Karakteristik rumah : luas rumah Ny.M adalah 15x10 m, jenis rumah

permanen, berlantai plester,memiliki 1 jendela yang dbuka setiap hari dan

ventilasi. Ruang tamu dijadikan tempat menonton Tv, tampak bersih,

menggunakan penerangan lampu PLN. Sumber air berasal dari sumur dengan

sanyo , mempunyai selokan sebagai tempat pembuangan limbah dan sampah

selalu ditaruh di tong kemudian dibakar. Karakteristik tetangga dan komunitas

Rw, Hubungan antar tetangga baik, Nn.S mengatakan tetangga mempunyai

kebiasaan mengaji bersama dan jika ada yang sakit mereka selalu saling

membantu. Setiap bulan ada pertemuan dan mereka mengikuti untuk kerja bakti

dan pembakaran sampah bersama. Mobilitas geografis keluarga keluarga Ny.M

adalah asli sunda dan bandung tetapi sudah tinggal dan menetap di bogor

kelurahan Mulyaharja sudah cukup lama dan tidak pernah pindah. Perkumpulan

keluarga dan interaksi dengan masyarakat Ny.M mengatakan setiap hari mereka

selalu berkumpul di rumah dan menonton Tv. Mereka jarang keluar rumah dan

kondisinya yang sudah tidak bisa berjalan lagi.

Pola komunikasi yang digunakan oleh keluarga yaitu pola

komunikasi terbuka agar bisa saling membantu saat dalam masalah. Di

71
dalam keluarga keputusan diambil berdasarkan hasil musyawarah namun tetap

keputusan berada pada Tn.S yang adalah suami meskipun tidak tinggal serumah.

Peran anggota keluarga Ny.M berjalan dengan baik. Tn.S yang merupakan

kepala keluarga tetap memberi nafkah meskipun sudah berpisah dengan

Ny.M. Sementara Ny.M sudah tidak bisa berperan sebagai IRT dengan

baik semenjak sakit. Fungsi keluarga, fungsi afektif : Ny.M sangat menyayangi

anak-anaknya, sebenarnya suaminya Tn.S juga sayang kepada anaknya. Namun

Ny.M tidak mau berkumpul lagi bersama karena Tn.S sudah mempunyai istri

baru lagi.Fungsi sosialisasi : Keluarga Ny.M jarang bersosialisasi dengan orang-

orang disekitanya. Karena kondisi Ny.M yang sudah tidak bisa berjalan lagi.

Fungsi reproduksi Ny.M mengatakan dia sudah tidak mengalami fase menstruasi

lagi karna faktor usia yang sudah lanjut. Suaminya juga sudah punya istri baru

dan mereka sudah tidak tinggal bersama lagi. Fungsi ekonomi : keadaan

perekonomian Ny.M di dapat dari suami yang bekerja sebagai sopir, kadang juga

dikasih oleh anaknya yang telah menikah , namun untuk kebutuhan sehari-hari

kadang tidak cukup.

Stressor dan koping keluarga , stressor jangka pendek : Ny.M mengatakan

anaknya sudah mencari pekerjaan tetapi sampai sekarang belum bekerja. Stressor

jangka panjang keluarga Ny.M mengatakan takut tidak bisa berjalan lagi dan

membantu anaknya mencari uang. Kemampuan keluarga merespon terhadap

masalah keluarga sudah mengetahui penyakit yang diderita namun tidak

membawa ke Rs atau Faskes terdekat. Strategi koping yang digunakan Nn.S

mengatakan sering membantu ibunya mengambilkan sesuatu yang diperlukan.

Strategi adaptasi fungsional keluarga Ny.M masih memberikan makanan yang

merupakan pantangan karena mereka belum mengetahui apa yang harus di

72
hindari. Dalam keluarga Tn.I penulis menemukan ada anggota keluarga

yang sakit yaitu Tn.I dengan stroke. Pemeriksaan fisik, TTV : TD =

160/100 Mmhg, N = 90x/m, RR = 23x/m, S = 36’4C.

Kekuatan otot 5555 5555

2222 2222

Format Analisa Data

No Data Problem Etiologi

1. DS : Ketidakefektifan
 Keluarga mengatakan Ny.M sudah manajemen kesehatan
lama menderita penyakit stroke keluarga
kurang lebih 4tahun yang lalu
 Keluarga mengatakan ekstremitas
bagian bawah Ny.M sudah terganggu
 Keluarga mengatakan selama ini tidak
membawa Ny.M ke RS atau fasilitas
kesehatan lainnya
 Keluarga mengatakan tahu tentang
penyakit stroke tetapi tidak
memahami lebih jelas informasi
kesehatan tentang penyakit tersebut.
DO :
- TD : 160/100mmHg
- N : 88x/m
- S : 36,2 C
- RR : 22x/m

73
2. DS: Perilaku kesehatan
- Keluarga mengatakan cenderung beresiko
khawatir dengan kondisi
Ny.M yang sudah tidak bisa
berjalan kurang lebih 6bulan
yang lalu
- Keluarga mengatakan masih
memberikan makanan yang
sama dengan anggota
keluarga yang lain
DO :
- Ny.M tampak susah
mengerakkan ekstremitas
bagian bawah
- Ny.M tampak di bantu ketika
meminta sesuatu
- TD : 160/100mmHg
- N : 88x/m
- S : 36,2 C
- RR : 22x/m

3.3 Diagnosa dari 2 kasus di atas adalah :

1. Ketidakefektifan manajemen kesehatan

2. Perilaku kesehatan cenderung beresiko

74
3.4 Intervensi keperawatan

No Diagnosa NOC NIC


1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pengajaran : Proses penyakit (5602)
manajemen kesehatan selama 6x kunjungan diharapkan msalah 1. Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga
keperawatan dapat teratasi dengan KH : terkait dengan proses penyakit yang spesifik
a. Keluarga mampu mengenal 2. Identifikasi perubahan kondisi fisik klien
masalah kesehatan 3. Edukasi keluarga dan klien mengenai tindakan
Indikator S T untuk mengontrol dan meminimalkan gejala
1. Faktor-faktor penyebab dan 4. Edukasi keluarga dan klien mengenai tanda dan
faktor yang berkontribusi
2. Perjalanan penyakit gejala yang harus diperhatikan.
3. Tanda dan gejala penyakit
kronik
4. Strategi mencegah
komplikasi
Ket :
1. tidak ada pengetahuan
2. pengetahuan terbatas
3. pengetahuan sedang
4. pengetahuan banyak
5. pengetahuan sangat banyak

75
Ketidakefektifan b. Keluarga mampu memutuskan Dukungan pengambilan keputusan (5290)
manajemen kesehatan Indikator S T 1. Berikan informasi sesuai permintaan klien
1. Mencari informasi yang
terpercaya 2. Informasikan pada klien mengenai solusi
2. Identifikasi pilihan yang
tersedia alternatif
3. Menyampaikan niat untuk
3. Bantu klien mengidentifikasi keuntungan dan
bertindak terkait dengan
keputusan kerugian dari sikap alternatif

Ket : Dukungan keluarga (7140)

1. Tidak pernah menunjukkan 1. Tingkatkan hubungan saling percaya dengan

2. Jarang menunjukkan keluarga

3. Kadang menunjukkan 2. Bantu anggota keluarga dalam mengidentifikasi

4. Sering menunjukkan dan memecahkan masalah

5. Secara konsisten menunjukkan

76
Ketidakefektifan c. Keluarga mampu merawat Terapi Latihan : mobilitas sendi (0224)
manajemen kesehatan Indikator S T 1. Jelaskan pada klien dan keluarga manfaat dan
1. Keseimbangan
2. Gerakan otot tujuan melakukan latihan sendi
3. Gerakan sendi
4. Bergerak dengan mudah 2. Monitor lokasi adanya nyeri dan

Ket : ketidaknyamanan selama pergerakan

1. Sangat terganggu 3. Lakukan latihan ROM Pasif atau ROM dengan

2. Banyak terganggu bantuan sesuai indikasi

3. Cukup terganggu 4. Instruksi klien atau keluarga cara melakukan

4. Sedikit terganggu latihan ROM Pasif

5. Tidak terganggu

77
Ketidakefektifan Manajemen lingkungan (6480)
manajemen kesehatan d. Keluarga mampu memodifikasi 1. Ciptakan lingkungan yang tenang dan
lingkungan mendukung
Indikator S T 2. Sediakan lingkungan yang aman dan bersih
1. Memantau munculnya
gejala Modifikasi perilaku (4360)
2. Melakukan tindakan-
tindakan pencegahan 1. Bangun hubungan saling percaya dengan
3. Melakukan tindakan
anggota keluarga
untuk mengurangi gejala
Ket : 2. Identifikasi kekuatan dan sumber daya keluarga

1. Tidak pernah menunjukkan dan sistem dukungan keluarga dan masyarakat

2. Jarang menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Secara konsisten menunjukkan

78
Ketidakefektifan Pertukaran data informasi (7960)
manajemen kesehatan 1. Jelaskan terkait dengan riwayat kesehatan masa
e. Keluarga mampu memanfaatkan lalu
fasilitas kesehatan 2. Jelaskan peran keluarga dalam melanjutkan
Indikator S T perawatan
1. Berpartisipasi dalam
perencanaan perawatan
2. Memperoleh informasi yang
diperlukan
3. Mengidentifikasi faktor-faktor
yang mempengaruhi
Ket :
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Secara konsisten menunjukkan

79
2 Perilaku kesehatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pengajaran kelompok (5604)
cenderung beresiko selama 6x kunjungan diharapkan msalah 1. Sediakan lingkungan yang kondusif untuk
keperawatan dapat teratasi dengan KH : belajar
a. Keluarga mampu mengenal 2. Libatkan keluarga/orang terdekat klien jika
masalah kesehatan diperlukan
Indikator S T Pengajaran individu (5606)
1. Faktor-faktor penyebab dan 1. Bina hubungan saling percaya
faktor yang berkontribusi
2. Faktor resiko 2. Tentukan kemampuan pasien untuk
3. Tanda dan gejala penyakit
4. Potensial komplikasi penyakit mempelajari informasi tertentu (komplikasi
terhadap penyakit)
Ket :
3. Identifikasi tujuan yang perlu dilakukan
1. tidak ada pengetahuan
4. Berikan pamflet instruksional/leaflet untuk
2. pengetahuan terbatas
sumber pembelajaran
3. pengetahuan sedang
4. pengetahuan banyak
5. pengetahuan sangat banyak

80
Perilaku kesehatan b. Keluarga mampu memutuskan Dukungan pengambilan keputusan (5290)
cenderung beresiko Indikator S T 1. Berikan informasi sesuai permintaan klien
1. Mencari informasi yang
terpercaya 2. Informasikan pada klien mengenai solusi
2. Identifikasi pilihan yang
tersedia alternatif
3. Menyampaikan niat untuk
Dukungan keluarga (7140)
bertindak terkait dengan
keputusan 1. Tingkatkan hubungan saling percaya dengan
Ket : keluarga
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Secara konsisten menunjukkan

81
Perilaku kesehatan c. Keluarga mampu merawat Konseling nutrisi (5246)
cenderung beresiko Indikator S T 1. Kaji asupan makanan dan kebiasaan makan
1. Mencari informasi klien
kesehatan dari segala
sumber 2. Fasilitasi untuk mengidentifikasi perilaku
2. Mendapatkan alasan makan yang harus diubah
untuk melakukan
perilaku kesehatan 3. Diskusikan pengetahuan klien dan keluarga
3. Melakukan monitor mengenai empat makanan dasar, termasuk juga
sendiri mengenai status
kesehatan persepsi tentang modifikasi diit
Ket : 4. Diskusikan makanan yang disukai dan tidak
1. Tidak pernah dilakukan disukai klien
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Dilakukan secara konsisten

82
Perilaku kesehatan d. Keluarga mampu memodifikasi Modifikasi perilaku (4360)
cenderung beresiko lingkungan 1. Identifikasi masalah klien terkait dengan
Indikator S T perilaku
1. Mencari informasi tentang
resiko kesehatan 2. Pilah-pilah perilaku menjadi bagian-bagian
2. Mengidentifikasi faktor resiko
3. Memodifikasi gaya hidup kecil untuk diubah (misalnya berhenti
untuk mengurangi resiko
merokok,makanan yang harus dihindari)
4. Memonitor faktor resiko
individu 3. Dukung pasien untuk memeriksa perilakunya
Ket : sendiri
1. Tidak pernah menunjukkan 4. Dukung untuk menganti kebiasaan yang tidak
2. Jarang menunjukkan diinginkan dengan kebiasaan yang diinginkan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Secara konsisten menunjukkan

83
Perilaku kesehatan e. Keluarga mampu memanfaatkan Rujukan (8100)
cenderung beresiko fasilitas kesehatan 1. Identifikasi perawatan yang diperlukan
Indikator S T 2. Identifikasi rekomendasi penyedia layanan
1. Sumber perawatan kesehatan
terkemuka kesehatan terkait rujukan yang diperlukan
2. Pentingnya perawatan tindak
lanjut
3. Strategi untuk mengakses
layanan kesehatan
Ket :
1. Tidak ada pengetahuan
2. Pengetahuan terbatas
3. Pengetahuan sedang
4. Pengetahuan banyak
5. Pengetahuan sangat banyak

84
3.5 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan Keluarga
Kasus I
No Tanggal Diagnosa Tindakan Evaluasi Ket
1 18-24 Ketidakefektifan a) Keluarga mampu mengenal masalah S:
Agustus manajemen - Klien dan keluarga mengatakan sudah mengerti
kesehatan
2019 kesehatan dan memahami tentang penyakit stroke setelah
Pengajaran : Proses penyakit (5602) diberikan penyuluhan
1) Mengkaji tingkat pengetahuan klien dan
O:
keluarga terkait dengan proses penyakit - Klien dan keluarga tampak menjawab apa yang
mereka ketahui saat ditanya
yang spesifik
- Keluarga tampak kooperatif dalam proses
2) Mengidentifikasi perubahan kondisi memberikan penyuluhan oleh perawat
- Klien dan keluarga mampu mengerti dan
fisik klien
memahami apa yang dijelaskan
3) Memberikan edukasi keluasrga dan
A : Masalah keperawatan teratasi
klien mengenai tindakan untuk
Indikator S T
mengontrol dan meminimalkan gejala
1) Faktor-faktor penyebab dan faktor
4) Memberikan edukasi keluarga dan klien
yang berkontribusi
mengenai tanda dan gejala yang harus
2) Perjalanan penyakit
diperhatikan
3) Tanda dan gejala penyakit kronik
4) Strategi mencegah komplikasi

P : Intervensi dipertahankan

85
1 18-24 Ketidakefektifan b) Keluarga mampu memutuskan S:
Agustus manajemen - Keluarga mengatakan tidak pernah membawa
Dukungan pengambilan keputusan (5290)
2019 kesehatan klien ke RS untuk diperiksa karena kondisi yang
1) Memberikan informasi sesuai masih lemah
O:
permintaan klien
- Klien dan keluarga tampak kooperatif saat
2) Menginformasikan pada klien mengenai ditanya
- Klien tampak mulai mengerakkan tangannya
solusi alternatif
3) Membantu klien mengidentifikasi A : Masalah keperawatan belum teratasi
keuntungan dan kerugian dari sikap
Indikator S T
alternatif 1. Mencari informasi yang terpercaya
Dukungan keluarga (7140) 2. Identifikasi pilihan yang tersedia
3. Menyampaikan niat untuk bertindak
1) Meningkatkan hubungan saling percaya terkait dengan keputusan
dengan keluarga
2) Membantu anggota keluarga dalam
mengidentifikasi dan memecahkan P : Intervensi dilanjutkan
masalah

86
1 18-24 Ketidakefektifan c) Keluarga mampu merawat S:
Agustus manajemen Terapi Latihan : mobilitas sendi (0224) - klien mengatakan merasa lebih baik meskipun
masih terasa nyeri saat dilakukan
2019 kesehatan 1) Menjelaskan pada klien dan keluarga - Klien dan keluarga mengatakan ternyata terapi
manfaat dan tujuan melakukan latihan ROM bisa membantu meningkatkan kekuatan
otot kita
sendi
- Keluarga mengatakan sudah bisa melakukan
2) Memonitor lokasi adanya nyeri dan latihan mandiri pada klien
ketidaknyamanan selama pergerakan O:
- keluarga tampak memperhatikan dan membantu
3) Melakukan latihan ROM Pasif atau
melatih klien bersama
ROM dengan bantuan sesuai indikasi - Klien tampak senang ketika dibantu latihan terapi
4) Menginstruksikan klien atau keluarga ROM
- Klien tampak mulai mengerakkan ekstremitasnya
cara melakukan latihan ROM Pasif
perlahan

A : Masalah keperawatan belum teratasi


Indikator S T
1. Keseimbangan
2. Gerakan otot
3. Gerakan sendi
4. Bergerak dengan mudah

P : Intervensi dilanjutkan

87
1 18-24 Ketidakefektifan d) Keluarga mampu memodifikasi S:
Agustus manajemen - Keluarga mengatakan semua biaya kehidupan
lingkungan
2019 kesehatan dari uang suami
Manajemen lingkungan (6480) - Keluarga mengatakan selalu membersihkan
rumah
1) Menciptakan lingkungan yang tenang
O:
dan mendukung - Suasana rumah tampak tenang
- Rumah tampak bersih dan rapi
2) Menyediakan lingkungan yang aman
dan bersih A : Masalah keperawatan teratasi
Indikator S T
Modifikasi perilaku (4360)
1) Membangun hubungan saling percaya 1) Memantau munculnya gejala

dengan anggota keluarga 2) Melakukan tindakan-tindakan

2) Mengidentifikasi kekuatan dan sumber pencegahan

daya keluarga dan sistem dukungan 3) Melakukan tindakan untuk

keluarga dan masyarakat mengurangi gejala

P : Intervensi dipertahankan

88
1 18-21 Ketidakefektifan e) Keluarga mampu memanfaatkan S:
Agustus manajemen
fasilitas kesehatan - Keluarga mengatakan bersedia akan membawa
2019 kesehatan
Pertukaran data informasi (7960) klien untuk melakukan latihan terapi lanjut
1) Menjelaskan terkait dengan riwayat O :
kesehatan masa lalu - Klien tampak senang ketika dilatih ROM
2) Menjelaskan peran keluarga dalam - Klien dan keluarga sangat bersemangat untuk
melanjutkan perawatan
melakukan latihan ROM

A : Masalah keperawatan belum teratasi


Indikator S T
1) Berpartisipasi dalam perencanaan
perawatan
2) Memperoleh informasi yang
diperlukan
3) Mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi

P : Intervensi dilanjutkan

89
2 18-21 Perilaku kesehatan a. Keluarga mampu mengenal S:
Agustus cenderung beresiko masalah kesehatan - keluarga mengatakan baru mengetahui akibat
2019 Pengajaran kelompok (5604) lanjut dari penyakit stroke setelah dijelaskan
1) Menyediakan lingkungan yang O :
kondusif untuk belajar - keluarga tampak kooperatif saat diberikan
2) Melibatkan keluarga/orang terdekat penyuluhan
klien jika diperlukan - Keluarga mampu menyebutkan contoh
Pengajaran individu (5606) komplikasi dari stroke
1) Membina hubungan saling percaya
2) Menentukan kemampuan pasien A : Masalah keperawatan teratasi
untuk mempelajari informasi Indikator S T
tertentu (komplikasi terhadap 1) Faktor-faktor penyebab dan faktor
penyakit) yang berkontribusi
3) Mengidentifikasi tujuan yang perlu 2) Faktor resiko
dilakukan 3) Tanda dan gejala penyakit
4) Memberikan pamflet 4) Potensial komplikasi penyakit
instruksional/leaflet untuk sumber
pembelajaran

P : Intervensi dipertahankan

90
2 18-21 Perilaku kesehatan b. Keluarga mampu memutuskan S:
Agustus cenderung beresiko Dukungan pengambilan keputusan (5290) - Keluarga mengatakan sudah mengetahui
2019 1) Memberikan informasi sesuai informasi kesehatan sekarang dan akan membawa
permintaan klien klien ke RS atau fasilitas kesehatan lainnya untuk
2) Menginformasikan pada klien mengenai diperiksa
solusi alternatif O:
Dukungan keluarga (7140) - klien tampak senang melakukan latihan ROM
1) Meningkatkan hubungan saling percaya - Keluarga tampak kooperatif saat di tnya
dengan keluarga
A : Masalah keperawatan belum teratasi
Indikator S T
1. Mencari informasi yang terpercaya
2. Identifikasi pilihan yang tersedia
3. Menyampaikan niat untuk bertindak
terkait dengan keputusan

P : Intervensi dipertahankan

91
2 18-24 Perilaku kesehatan c. Keluarga mampu merawat S:
Agustus cenderung beresiko Konseling nutrisi (5246) - Keluarga mengatakan sudah mulai membatasi
2019 1. Mengkaji asupan makanan dan klien dari mengkonsumsi makanan dan kebiasaan
kebiasaan makan klien merokok yang merupakan pantangan
2. Memfasilitasi untuk - Keluarga mengatakan sudah mengetahui
mengidentifikasi perilaku makan pantangan makanan yang harus dihindari
yang harus diubah O:
3. Mendiskusikan pengetahuan klien - Keluarga tampak kooperatif
dan keluarga mengenai empat - Klien sudah mulai merubah kebiasaan makan dan
makanan dasar, termasuk juga mengurangi merokok
persepsi tentang modifikasi diit A : Masalah keperawatan belum teratasi
4. Mendiskusikan makanan yang Indikator S T
disukai dan tidak disukai klien 1. Mencari informasi
kesehatan dari segala
sumber
2. Mendapatkan alasan
untuk melakukan perilaku
kesehatan
3. Melakukan monitor
sendiri mengenai status
kesehatan

92
P : Intervensi dilanjutkan

2 18-24 Perilaku kesehatan d. Keluarga mampu memodifikasi S:


Agustus cenderung beresiko lingkungan - Keluarga mengatakan akan selalu menciptakan
2019 Modifikasi perilaku (4360) lingkungan yang bersih dan sehat dan akan
1) Mengidentifikasi masalah klien terkait merubah perilaku klien dan juga keluarga
dengan perilaku O:
2) Memilah-milah perilaku menjadi - Keluarga dan klien tampak kooperatif
bagian-bagian kecil untuk diubah
(misalnya berhenti merokok,makanan A : Masalah keperawatan teratasi
yang harus dihindari) Indikator S T
3) Mendukung pasien untuk memeriksa 1) Mencari informasi tentang resiko
perilakunya sendiri kesehatan
4) Mendukung untuk menganti kebiasaan 2) Mengidentifikasi faktor resiko
yang tidak diinginkan dengan kebiasaan 3) Memodifikasi gaya hidup untuk
yang diinginkan mengurangi resiko
4) Memonitor faktor resiko individu

P : Intervensi dipertahankan

93
2 18-24 Perilaku kesehatan e. Keluarga mampu memanfaatkan S:
Agustus cenderung beresiko fasilitas kesehatan - Keluarga mengatakan kondisi kesehatan yang
2019 Rujukan (8100) menganggu sehingga sulit untuk dibawa ke
1) Mengidentifikasi perawatan yang fasilitas kesehatan
diperlukan O:
2) Mengidentifikasi rekomendasi - Keluarga tampak mengerti meskipun tidak
penyedia layanan kesehatan terkait memanfaatkan fasilitas kesehatan tetapi bersedia
rujukan yang diperlukan akan memantau pola makan dan pola hidup klien

A : Masalah keperawatan belum teratasi


Indikator S T
1) Sumber perawatan kesehatan
terkemuka
2) Pentingnya perawatan tindak lanjut
3) Strategi untuk mengakses layanan
kesehatan

P : Intervensi dilanjutkan

94
Kasus II

No Tanggal Diagnosa Tindakan Evaluasi Ket


1 18-24 Ketidakefektifan a. Keluarga mampu mengenal masalah S:
Agustus manajemen - Klien dan keluarga mengatakan sudah mengerti
kesehatan
2019 kesehatan dan memahami tentang penyakit stroke setelah
Pengajaran : Proses penyakit (5602) diberikan penyuluhan oleh perawat
1) Mengkaji tingkat pengetahuan klien dan
O:
keluarga terkait dengan proses penyakit - Klien dan keluarga tampak menjawab apa yang
mereka ketahui saat ditanya
yang spesifik
- Keluarga tamak kooperatif dalam proses
2) Mengidentifikasi perubahan kondisi memberikan penyuluhan oleh perawat
- Klien dan keluarga mampu mengerti dan
fisik klien
memahami apa yang dijelaskan
3) Memberikan edukasi keluarga dan klien
A : Masalah keperawatan teratasi
mengenai tindakan untuk mengontrol
Indikator S T
dan meminimalkan gejala
1. Faktor-faktor penyebab dan faktor
4) Memberikan edukasi keluarga dan klien
yang berkontribusi
mengenai tanda dan gejala yang harus
2. Perjalanan penyakit
diperhatikan
3. Tanda dan gejala penyakit kronik
4. Strategi mencegah komplikasi

95
P : Intervensi dipertahankan

1 18-24 Ketidakefektifan b. Keluarga mampu memutuskan S:


Agustus manajemen - Keluarga mengatakan belum membawa klien ke
Dukungan pengambilan keputusan (5290)
2019 kesehatan RS untuk diperiksa karena kondisi yang masih
1. Memberikan informasi sesuai lemah dan kekurangan biaya.
permintaan klien
O:
2. Menginformasikan pada klien mengenai - Klien dan keluarga tampak kooperatif saat
ditanya
solusi alternatif
- Klien tampak tidak bisa berjalan
3. Membantu klien mengidentifikasi
A : Masalah keperawatan belum teratasi
keuntungan dan kerugian dari sikap
alternatif Indikator S T
Dukungan keluarga (7140) 1. Mencari informasi yang terpercaya
2. Identifikasi pilihan yang tersedia
1. Meningkatkan hubungan saling percaya 3. Menyampaikan niat untuk bertindak
dengan keluarga terkait dengan keputusan

2. Membantu anggota keluarga dalam


mengidentifikasi dan memecahkan
P : Intervensi dilanjutkan
masalah

96
1 18-24 Ketidakefektifan c. Keluarga mampu merawat S:
Agustus manajemen Terapi Latihan : mobilitas sendi (0224) - Klien mengatakan merasakan sedikit nyeri
- Klien dan keluarga mengatakan ternyata terapi
2019 kesehatan 1. Menjelaskan pada klien dan keluarga ROM bisa membantu meningkatkan kekuatan
manfaat dan tujuan melakukan latihan otot kita
sendi - Keluarga mengatakan bersedia melatih pasien
untuk mengikuti latihan lanjut dirumah
2. Memonitor lokasi adanya nyeri dan O:
ketidaknyamanan selama pergerakan - Keluarga tampak memperhatikan perawat
melakukan latihan ROM pada klien
3. Melakukan latihan ROM Pasif atau
- Klien belum terlalu kooperatif ketika dilatih
ROM dengan bantuan sesuai indikasi terapi ROM
4. Menginstruksikan klien atau keluarga - Klien masih sulit mengerakkan ekstremitasnya
A : Masalah keperawatan belum teratasi
cara melakukan latihan ROM Pasif
Indikator S T
1. Keseimbangan
2. Gerakan otot
3. Gerakan sendi
4. Bergerak dengan mudah

P : Intervensi dilanjutkan

97
1 18-24 Ketidakefektifan d. Keluarga mampu memodifikasi S:
Agustus manajemen - Keluarga mengatakan semua biaya kehidupan
lingkungan
2019 kesehatan dari uang suami
Manajemen lingkungan (6480) - Keluarga mengatakan selalu membersihkan
rumah
1. Menciptakan lingkungan yang tenang
O:
dan mendukung - suasana rumah tampak tenang
- Rumah tampak bersih dan rapi
2. Menyediakan lingkungan yang aman
dan bersih A : Masalah keperawatan teratasi
Indikator S T
Modifikasi perilaku (4360)
1. Membangun hubungan saling percaya 1. Memantau munculnya gejala

dengan anggota keluarga 2. Melakukan tindakan-tindakan

2. Mengidentifikasi kekuatan dan sumber pencegahan

daya keluarga dan sistem dukungan 3. Melakukan tindakan untuk

keluarga dan masyarakat mengurangi gejala

P : Intervensi dipertahankan

98
1 18-21 Ketidakefektifan e. Keluarga mampu memanfaatkan S:
Agustus manajemen
fasilitas kesehatan - Keluarga mengatakan belum membawa klien ke
2019 kesehatan
Pertukaran data informasi (7960) fasilitas kesehatan terdekat ataupun RS sampai
3) Menjelaskan terkait dengan riwayat sekarang karena kekurangan biaya dan kondisi
kesehatan masa lalu yang lemah
4) Menjelaskan peran keluarga dalam O :
melanjutkan perawatan
- Klien hanya terbaring lemah dan tidak bisa
berjalan
A : Masalah keperawatan belum teratasi
Indikator S T
1. Berpartisipasi dalam perencanaan
perawatan
2. Memperoleh informasi yang
diperlukan
3. Mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi

P : Intervensi dilanjutkan

99
2 18-21 Perilaku kesehatan a. Keluarga mampu mengenal masalah S:
Agustus cenderung beresiko kesehatan - Keluarga mengatakan baru mengetahui akibat
2019 Pengajaran kelompok (5604) lanjut dari penyakit stroke setelah dijelaskan
1. Menyediakan lingkungan yang kondusif O :
untuk belajar - Keluarga tampak kooperatif saat diberikan
2. Melibatkan keluarga/orang terdekat penyuluhan
klien jika diperlukan - Keluarga mampu menyebutkan contoh
Pengajaran individu (5606) komplikasi dari stroke
1. Membina hubungan saling percaya A : Masalah keperawatan teratasi
2. Menentukan kemampuan pasien untuk Indikator S T
mempelajari informasi tertentu 1. Faktor-faktor penyebab dan faktor
(komplikasi terhadap penyakit) yang berkontribusi
3. Mengidentifikasi tujuan yang perlu 2. Faktor resiko
dilakukan 3. Tanda dan gejala penyakit
4. Memberikan pamflet 4. Potensial komplikasi penyakit
instruksional/leaflet untuk sumber
pembelajaran

100
P : Intervensi dipertahankan

2 18-21 Perilaku kesehatan b. Keluarga mampu memutuskan S:


Agustus cenderung beresiko Dukungan pengambilan keputusan (5290) - Keluarga mengatakan sudah mengetahui
2019 1. Memberikan informasi sesuai informasi kesehatan sekarang namun sampai saat
permintaan klien ini belum bisa membawa klien k RS atau fasilitas
2. Menginformasikan pada klien mengenai kesehatan lainnya untuk diperiksa
solusi alternatif O:
Dukungan keluarga (7140) - Klien tampak lemah
1. Meningkatkan hubungan saling percaya - Keluarga tampak kooperatif saat di tnya
dengan keluarga A : Masalah keperawatan belum teratasi
Indikator S T
1. Mencari informasi yang terpercaya
2. Identifikasi pilihan yang tersedia
3. Menyampaikan niat untuk bertindak
terkait dengan keputusan

101
P : Intervensi dipertahankan

2 18-24 Perilaku kesehatan c. Keluarga mampu merawat S:


Agustus cenderung beresiko Konseling nutrisi (5246) - Keluarga mengatakan sudah mulai membatasi
2019 1. Mengkaji asupan makanan dan klien dari mengkonsumsi makanan yang
kebiasaan makan klien merupakan pantangan
2. Memfasilitasi untuk mengidentifikasi - Keluarga mengatakan sudah mengetahui
perilaku makan yang harus diubah pantangan makanan yag harus dihindari
3. Mendiskusikan pengetahuan klien dan O :
keluarga mengenai empat makanan - Keluarga tampak kooperatif
dasar, termasuk juga persepsi tentang - Keluarga bersedia memantau pola makan klien
modifikasi diit A : Masalah keperawatan belum teratasi
4. Mendiskusikan makanan yang disukai Indikator S T
dan tidak disukai klien 1. Mencari informasi kesehatan
dari segala sumber
2. Mendapatkan alasan untuk
melakukan perilaku kesehatan
3. Melakukan monitor sendiri
mengenai status kesehatan

102
P : Intervensi dilanjutkan

2 18-24 Perilaku kesehatan d. Keluarga mampu memodifikasi S:


Agustus cenderung beresiko lingkungan - Keluarga mengatakan akan selalu menciptakan
2019 Modifikasi perilaku (4360) lingkungan yang bersih dan sehat dan akan
1. Mengidentifikasi masalah klien terkait merubah perilaku klian dan juga keluarga
dengan perilaku O:
2. Memilah-milah perilaku menjadi - Keluarga dan klien tampak kooperatif
bagian-bagian kecil untuk diubah - Lingkungan tampak bersih
(misalnya berhenti merokok,makanan A : Masalah keperawatan teratasi
yang harus dihindari) Indikator S T
3. Mendukung pasien untuk memeriksa 1. Mencari informasi tentang resiko
perilakunya sendiri kesehatan
4. Mendukung untuk menganti kebiasaan 2. Mengidentifikasi faktor resiko
yang tidak diinginkan dengan kebiasaan 3. Memodifikasi gaya hidup untuk
yang diinginkan mengurangi resiko
4. Memonitor faktor resiko individu

P : Intervensi dipertahankan

103
2 18-24 Perilaku kesehatan e. Keluarga mampu memanfaatkan S:
Agustus cenderung beresiko fasilitas kesehatan - Keluarga mengatakan kondisi kesehatan yang
2019 Rujukan (8100) menganggu sehingga sulit untuk dibawa ke
1. Mengidentifikasi perawatan yang fasilitas kesehatan
diperlukan O:
2. Mengidentifikasi rekomendasi penyedia - Keluarga tampak mengerti meskipun tidak
layanan kesehatan terkait rujukan yang memanfaatkan fasilitas kesehatan tetapi bersedia
diperlukan akan memantau pola makan dan pola hidup klien
A : Masalah keperawatan belum teratasi
Indikator S T
1. Sumber perawatan kesehatan
terkemuka
2. Pentingnya perawatan tindak lanjut
3. Strategi untuk mengakses layanan
kesehatan

P : Intervensi dilanjutkan

104
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1.Profil Lahan Praktik

Bogor merupakan salah satu kota yang terletak di Provinsi Jawa

Barat, Indonesia. Kota ini terletak 54 km sebelah selatan Jakarta, dan

wilayahnya berada di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor. Luasnya

21,56 km², dan jumlah penduduknya 1.030.720 jiwa (2013). Kota Bogor

dikenal sebagai kota hujan karena memiliki curah hujan tahunan yang

lebih tinggi dari daerah lain di Indonesia. Curah hujan rata-rata pertahun di

Bogor adalah 3.500 hingga 4.000 milimeter. Hampir setiap hari turun

hujan di kota ini dalam setahun (70%) sehingga dijuluki "Kota Hujan".

Pada masa kolonial Belanda Bogor dikenal dengan

nama Buitenzorg (berarti "tanpa kecemasan" atau "aman tenteram").

Bogor (berarti "enau") telah lama dikenal dijadikan pusat

pendidikan dan penelitian pertanian nasional. Di sinilah berbagai lembaga

dan balai-balai penelitian pertanian dan biologi berdiri sejak abad ke-19.

Institut Pertanian Bogor, berdiri sejak awal abad ke-20. Hari jadi

Kabupaten Bogor dan Kota Bogor diperingati setiap tanggal 3 Juni, karena

tanggal 3 Juni 1482 merupakan hari penobatan Prabu Siliwangi sebagai

raja dari Kerajaan Pajajaran

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menetapkan Kota Bogor

sebagai salah satu Kota penyangga kota Jakarta. Hal ini disebabkan karena

terlalu padatnya kota Jakarta untuk menampung semua aktivitas

105
pemerintahan, perdagangan, dan industri. Ada beberapa hal yang

menarik dari Kota Bogor, kota ini ini memiliki sistem government yang

cukup baik didukung dengan penggunaan webGIS yang mudah

digunakan. Berikut ini adalah rincian Profil Kota Bogor. Dan pada Tahun

2016 Kota Bogor menjadi pemenang "We Love Cities and The Most

Lovable City in The World" oleh WWF (World Wide Fund for Nature)

Kelurahan Mulyaharja yang beralamat di Jalan Cibeureum No.13

Kelurahan Mulyaharja Kecamatan Bogor Selatan Kota Bogor adalah

sebagai salah satu bagian unit kerja organisasi yang merupakan perangkat

Kecamatan Bogor Selatan, memiliki ciri dan karakteristik sebagai Desa

menjadi Kelurahan baik dilihat dari perspektif territorial, kehidupan,

ekonomi, sosial dan lingkungan. Dimana Kelurahan Mulyaharja dulunya

merupakan salah satu Desa dibawah pemerintahan Kabupaten Bogor.

Dengan adanya pemekaran Kota Bogor ( PP No. 2 tahun 1995 dan

Instruksi Menteri Dalam Negeri tahun 1995 tangga 24 Agustus 1995

tentang perubahan batas – batas wilayah Kotamadya DT. II Bogor ) dan

Peraturan Daerah nomor 9 tahun 2001 tentang perubahan Desa menjadi

Kelurahan, maka Desa Mulyaharja masuk ke dalam wilayah Kota Bogor

dan berubah status menjadi Kelurahan pada tanggal 01 September 2001.

Sebagian besar penduduk yang tinggal di Mulyaharja merupakan

kelompok etnis sunda. Secara umum perilaku kehidupan mereka

dipengaruhi oleh gaya hidup yang modern. Penduduk yang berada di

Kelurahan Mulyaharja terdiri dari penduduk asli dan pendatang. Baik

106
penduduk asli maupun pendatang memiliki kepercayaan yang dianutnya

masing-masing. Tingkat pendidikan masyarakat Mulyaharja Sebagian

besar masyarakat di Kelurahan Mulyaharja berpendidikan rendah.

Mayoritas masyarakat Mulyaharja berpendidikan hanya pada tingkat SD.

Bidang kesehatan, di Kelurahan Mulyaharja terdapat satu unit

puskesmas pembantu, satu unit poliklinik atau balai pengobatan, tiga belas

unit posyandu, satu unit toko obat, satu unit balai pengobatan masyarakat

milik swasta, dan satu unit praktek dokter. Semua fasilitas di bidang

kesehatan yang ada, telah tersebar di Kelurahan Mulyaharja. Masyarakat

disana sudah terbiasa dengan pengobatan modern. Namun, jika

pengobatan modern tidak berhasil menyembuhkan penyakit yang diderita,

maka masyarakat mempunyai alternatif pengobatan lainnya yakni melalui

dukun.

4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan konsep terkait dan konsep

kasus terkait

Pola makan dan pola hidup yang salah merupakan faktor pemicu

stroke. Berikut ini beberapa makanan pemicu serangan stroke: Makanan

manis memang menggugah selera, tetapi mengonsumsinya secara

berlebihan dapat meningkatkan glukosa-kadar gula dalam darah. Terlalu

banyak asupan makanan manis juga dapat menyebabkan obesitas atau

kelebihan berat badan. Obesitas dapat mengakibatkan penyempitan

pembuluh darah yang memicu terjadi stroke. Keripik, kerupuk dan

gorengan Beragam kudapan, seperti muffin, donat, keripik, kerupuk atau

107
camilan panggang lain biasanya menjadi makanan wajib saat menemani

aktivitas Anda. Padahal semua jenis kudapan itu mengandung lemak trans

tinggi yang dapat meningkatkan risiko stroke. Lemak trans memiliki

beberapa sifat jahat, seperti menyumbat saluran pembuluh darah dan

meningkatkan konsentrasi lipid (lemak) pada tubuh. Menurut hasil studi

Institute for Health Clinic dan Harvard University Cleveland, pemanis

tambahan di soda dapat meningkatkan kadar gula darah dan insulin

sehingga bisa memicu terjadinya peradangan dan resistensi insulin. Bila

keadaan itu terus-terusan terjadi, suplai oksiden melalui pembuluh darah

ke otak bisa mengalami penyumbatan akibat zat aktif yang terdapat dalam

soda. Makanan kaleng dan cepat saji pada umumnya mengandung kadar

sodium dan garam tinggi. Konsumsi berlebihan dua zat ini dapat

meningkatkan risiko terkena stroke (LusiaKusAnna,2014).

Berdasarkan hasil pengkajian pada kasus diatas, Keluarga Tn.I

menjalankan pola hidup yang tidak sehat yaitu dengan cara merokok dan

mengkonsumsi makanan yang tinggi garam, berlemak dll , tidak berbeda

jauh juga dengan keluarga Ny.H yang mengkonsumsi makanan yang

tinggi garam, berlemak dll. Faktor lingkungan yang dipadati dengan

berbagai macam makanan yang tidak sehat dan pengetahuan yang

minim/kurang membuat banyak orang tidak mengetahui akan dampak dari

pola makan dan pola hidup yang salah. Pola makan dan pola hidup yang

salah menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya stroke.

108
Selain pola makan dan pola hidup yang salah faktor lain yang

memicu stroke adalah genetik. Walau genetik berpengaruh terhadap risiko

stroke, gaya hidup memainkan peranan lebih besar. Dari kedua kasus

diatas, ternyata keluarga Tn.I mengatakan Tn.I memiliki riwayat Stroke

dari keluarga yang bukan lain adalah ayah kandungnya sendiri.

4.3 Analisis salah satu intervensi dengan konsep dan penelitian terkait

Salah satu intervensi yang telah dilakukan penulis untuk mengatasi

masalah kesehatan pada keluarga Tn.I khususnya Tn.I dan keluarga Tn.S

khususnya Ny.M adalah Latihan ROM pasif. Intervensi tersebut dilakukan

selama 6 kali pertemuan berdasarkan kondisi dari Tn.I dan Ny.M yang

mengalami gangguan pada bagian ekstremitasnya. Intervensi tersebut

dilakukan berdasarkan penelitian (suratun, dkk, 2008) ROM pasif :

latihan ROM yang di lakukan pasien dengan bantuan perawat setiap-setiap

gerakan.

Latihan ROM pasif adalah latihan ROM yang di lakukan pasien

dengan bantuan perawat setiap-setiap gerakan. Indikasi latihan fasif adalah

pasien semikoma dan tidak sadar, pasien dengan keterbatasan mobilisasi

tidak mampu melakukan beberapa atau semua latihan rentang gerak

dengan mandiri, pasien tirah baring total atau pasien dengan paralisis

ekstermitas total. Range of Motion merupakan prosedur dan usaha untuk

memenuhi kebutuhan fisik terutama aktivitas gerak (mobilisasi) untuk

pasien dengan keterbatasan gerak (Suratun, 2008). Rentang gerak pasif ini

berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan

109
menggerakkan otot orang lain secarsa pasif misalnya perawat mengangkat

dan menggerakkan kaki pasien.

Penatalaksanaan nonfarmakologi atau Range of Motion merupakan

prosedur dan usaha untuk memenuhi kebutuhan fisik terutama aktivitas

gerak (mobilisasi) untuk pasien dengan keterbatasan gerak (Suratun,

2008). Latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau tingkat

kesempurnaan kemampuan menggerakan persendian secara normal dan

lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry,

2005).

Intervensi yang dilakukan yaitu mengkaji tingkat pengetahuan

keluarga tentang stroke, mendiskusikan bersama keluarga tentang

pengertian stroke, penyebab, tanda gejala stroke dan pencegahan

penurunan kekuatan otot ekstremitas akibat stroke dengan cara latihan

ROM Pasif yang dapat dilakukan oleh keluarga kepada klien, memberikan

informasi sesuai permintaan keluarga, membantu keluarga untuk

mengklarifikasi nilai dan harapan yang mungkin akan membantu dalam

membuat pilih, menjelaskan tujuan dan manfaat dari latihan ROM Pasif,

mengajarkan kepada keluarga cara merawat klien dengan latihan ROM

Pasif , mendiskusikan bersama keluarga tentang modifikasi lingkungan

yang bersih dan sehat, dan menjelaskan manfaat mengunjungi pelayanan

kesehatan yang terdekat dan menjelaskan pentingnya pemeriksaan

kesehatan keluarga.

110
4.4 Implikasi Asuhan Keperawatan Pada Klien stroke

Berdasarkan studi kasus yang dilakukan pada 2 klien penderita stroke ,

bahwa masalah ketidakefektifan manajemen kesehatan sangatlah kurang.

Berdasarkan pengkajian pada kedua kasus tersebut klien dan keluarga

tampak bertanya-tanya tentang stroke pada penulis. Untuk mengatasi

masalah ketidakefektifan manajemen kesehatan penulis melakukan diskusi

bersama keluarga dan klien mengenai definisi, penyebab, tanda gejala, dan

pencegahan penurunan kekuatan otot ekstremitas akibat stroke dengan

cara latihan ROM Pasif yang dapat dilakukan oleh keluarga kepada pasien.

Dengan melakukan asuhan keperawatan yaitu cara latihan ROM Pasif

yang dapat dilakukan oleh keluarga kepada Tn.I dan Ny.M dapat

mengatasi masalah ketidakefektifan manajemen kesehatan. Edukasi dan

pengajaran latihan ROM pasif yang perlu diberikan dan dilakukan kepada

pasien dan keluarga sebaiknya diberikan dan dilakukan setiap hari 2 pada

saat pertemuan. Edukasi dan terapi yang di berikan dan diajarkan kepada

klien dan keluarga dengan harapan dapat mengingat dan melakukannya.

Ketidakefektifan manajemen kesehatan pada setiap individu

berbeda-beda tergantung dari faktor-faktor yang mempengaruhinya,

diantaranya : Faktor Usia, pendidikan, jenis kelamin, pendukung, stress,

dan pengalaman klien merespon dan mengimplementasikan latihan ROM

pasif itu sendiri.

Setelah dilakukan intervensi keperawatan ROM pasif pada kedua

klien tersebut didapatkan hasil yang berbeda. Dimana kasus I (Tn.I)

111
mengalami peningkatan dan perubahan setelah dilakukan intervensi

tersebut. Sedangkan pada kasus II (Ny.M) hasil belum maksimal

dikarenakan minim pengetahuan keluarga, klien sudah mengalami putus

asa dengan kondisi yang dialami menyebabkan klien tidak kooperatif saat

dilakukan latihan ROM.

Terapi dengan cara latihan ROM pasif dapat dijadikan tambahan

informasi bagi perawat dalam memberikan terapi non farmakologi dan

dijadikan sebagai acuan dalam memberikan intervensi khususnya pada

keperawatan komunitas dan penyuluhan tentang pentingnya latihan ROM

pasif pada pasien stroke.

112
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus

ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang

timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran

darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008).

Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak

(Corwin, 2009). Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi

otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini

adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer et

al, 2012).

Ketidakefektifan manajemen kesehatan pada setiap individu berbeda-beda

tergantung dari faktor-faktor yang mempengaruhinya, diantaranya : Faktor

Usia, pendidikan, jenis kelamin, pendukung, stress, dan pengalaman klien

merespon dan mengimplementasikan latihan terapi ROM pasif itu sendiri.

Pada dua klien yang dilakukan implementasi latihan terapi ROM pasif

terbukti dapat disimpulkan bahwa kekuatan otot ekstremitas pada pasien

stroke nonhemoragik sebelum dilakukan latihan Range Of Motion (ROM)

pasif memiliki tingkat kekuatan otot yang sangat kecil. Kekuatan otot

ekstremitas atas pada pasien stroke sesudah dilakukan latihan Range Of

Motion (ROM) pasif, terjadi perbaikan atau peningkatan

113
5.2 Saran

Penulis berharap karya tulis ilmiah ini dapat meningkatkan pelayanan

keperawatan komunitas dan keluarga pada klien stroke nonhemoragik,

khususnya pada klien dengan masalah keperawatan ketidakefektifan

manajemen kesehatan. Penatalaksanaan untuk masalah keperawatan

meningkatkan pengetahuan klien dilakukan dengan edukasi tentang

pendidikan kesehatan dan pengajaran latihan ROM pasif dimana latihan ini

dibantu oleh perawat. Pelatihan ROM pasif yang dilakukan selama 6 hari

diharapkan pada keluarga agar dapat melanjutkan latihan ROM pasif tersebut

dikarenakan keterbatasan waktu pada perawat sehingga latihan dilakukan

tidak maksimal. Selain itu, diharapkan kepada keluarga untuk lebih peduli

terhadap kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan anggota

keluarganya.

114

Anda mungkin juga menyukai